Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Laporan
Pemeriksaan pemeriksaan fosfatanorganik dengan metode Fotometri UV test.
B. Tanggal Praktikum
Kamis, 17 Desember 2015
C. Tujuan
1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar fosfat anorganik dengan metode
fotometri UV test.
2. Mahasiswa akan dapat menganalisis hasil pemeriksaan kadar fosfat
anorganik.
3. Mahasiswa akan dapat menerapkan hasil pemeriksaan kadar fosfat
anorganik untuk menegakkan diagnosis.
4. Mahasiswa akan dapat menerapkan hasil pemeriksaan kadar fosfat
anorganik untuk penelitian kimia darah.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Struktur Fosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh


tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain
yang merupakan penyusun boisfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer.
Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap.
Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Materi yang
menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur
terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk hidup
dan tak hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus
unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan
kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya
melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam
lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. (Sanusi,2006)

Gambar 1. Struktur fosfat. (Sanusi,2006)


B. Bentuk Fosfat di Dalam Tubuh
Fosfor merupakan biomineral terbanyak kedua dalam tubuh setelah
kalsium. Sekitar 1 persen fosfor terdapat di dalam tubuh kita dan 66 persennya
bersama dengan kalsium membentuk garam fosfat yang berfungsi untuk
mineralisasi tulang dan gigi. Sisanya terdapat dalam darah dan jaringanjaringan lunak, dalam bentuk fosfat organik dan anorganik. Dalam serum,
fosfat anorganik juga terbagi ke dalam 3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang
terikat protein dan fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca, dan Mg
(Sumardjo, 2009).

Fosfat di dalam tubuh menyusun senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai


regulator, sumber energi maupun molekul struktural yang berperan dalam
menyusun sel-sel tubuh, yaitu antara lain (Sumardjo, 2009):
1. DNA dan RNA, yang penting untuk biosintesis protein.
2. ATP, ADP dan AMP, dan beberapa koenzim yang berperan dalam
metabolisme di dalam tubuh.
3. Komponen fosfolipid membran sel.
C. Fungsi Fosfat
Peranan fosfor adalah untuk pembentukan tulang dan gigi, penyimpanan
dan pengeluaran energi (perubahan antara ATP dengan ADP). DNA dan RNA
terdiri dari fosfor dalam bentuk fosfat, demikian juga membran sel yang
membantu menjaga permeabilitas sel. Dalam bahan pangan, fosfor terdapat
dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan
membebaskan fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik.
Sebagian besar fosfor diserap oleh tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya
di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis 70% yang dicerna akan
diserap (Sherwood,2007).
Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh (Sherwood,2007):
1. Klasifikasi tulang dan gigi
Klasifikasi tulang dan gigi diawali dengan pengendapan fosfor pada
matriks tulang. Kekurangan fosfor menyebabkan peningkatan enzim
fosfatase yang diperlukan untuk melepas fosfor dari jaringan tubuh ke
dalam darah agar diperoleh perbandingan kalsium terhadap fosfor yang
sesuai untuk pertumbuhan tulang.
2. Pengatur pengalihan energi
Posfor mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B melalui proses
posforilasi dalam pengalihan energi dan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Bila satu gugus fosfat ditambahkan pada ADP (Adenin
Difosfat) maka terbentuk ATP (Adenin Trifosfat) yang menyimpan energi
dalam ikatannya. Bila energi diperlukan, ATP diubah kembali menjadi ADP.
Energi yang mengikat fosfat pada ADP dilepas untuk keperluan berbagai
reaksi di dalam tubuh.
3. Absorpsi dan transportasi zat gizi
3

Dalam bentuk fosfat, fosfor berperan sebagai alat angkut untuk


membawa zat-zat gizi menyeberangi membran sel atau di dalam aliran
darah. Proses ini dinamakan fosforilasi dan terjadi pada absorpsi di dalam
saluran cerna, pelepasan zat gizi dari aliran darah ke dalam cairan
interseluler dan pengalihannya ke dalam sel. Lemak yang tidak larut dalam
air, diangkut di dalam darah dalam bentuk fosfolipid. Fosfolipid adalah
ikatan fosfat dengan molekul lemak, sehingga lemak menjadi lebih larut.
Glikogen yang dilepas dari simpanan hati atau otot berada di dalam darah
terikat dengan fosfor
Bagian dari ikatan tubuh esensial. Vitamin dan enzim tertentu hanya dapat
berfungsi bila terlebih dahulu mengalami fosforilasi, contohnya enzim yang
mengandung vitamin B1 tiamin pirofosfat (TPP). Fosfat merupakan bagian
esensial dari DNA dan RNA, bahan pembawa kode gen/ keturunan yang terdapat
di dalam inti sel dan sitoplasma semua sel hidup. DNA dan RNA dibutuhkan
untuk reproduksi sel (Sherwood,2007).
Pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfat memegang peranan penting
sebagai buffer untuk mencegah perubahan tingkat keasaman cairan tubuh. Ini
terjadi

karena

kemampuan

fosfor

mengikat

tambahan

ion

hidrogen

(Sherwood,2007).
D. Sumber Fosfat
Fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein,
seperti daging, ayam, telur, ikan, susu dan hasilnya, kacang-kacangan dan
hasilnya, serta sereal. Salah satu sumber fosfat utama pada makanan adalah
kacang tanah. Meskipun roti dan sereal gandum mengandung lebih banyak fosfor
dibandingkan dari roti dan sereal yang dibuat dari tepung, roti dan sereal gandum
mengandung phytin, yaitu protein simpanan yang tidak akan diserap oleh tubuh
manusia (Noori, 2010).
E. Hormon Hormon Pengatur Kadar Fosfat
1. Hormon PTH dan Vitamin D
Konsentrasi fosfat (PO43-) plasma tidak dikontrol seperti halnya
konsentrasi kalsium. Metabolisme fosfat diatur secara langsung oleh
vitamin D dan oleh siklus umpan balik kalsium-PTH. Kadar fosfat plasma

yang menurun akan menyebabkan peningkatan kalsium plasma dan


sekaligus juga menurunkan konsentrasi PTH. Kadar PTH yang menurun
membuat reabsorpsi fosfat di ginjal meningkat sehingga menegembalikan
konsentrasi fosfat ke kadar normal. Selain itu, penurunan fosfat akan
menyebabkan peningkatan aktivasi vitamin D yang dapat mendorong
penyerapan fosfat di usus sehingga kadar fosfat kembali normal. Proses ini
tidak mengganggu konsentrasi kalsium karena selain terjadi peningkatan
eksresi kalsium di ginjal, vitamin D juga menyebabkan peningkatan
absorpsi kalsium di usus, sehingga terjadi efek yang saling meniadakan
(Sherwood, 2011).

Gambar 2. Peran hormon PTH dan vitamin D dalam pengaturan


fosfat (Sherwood, 2011).
Vitamin D berperan dalam peningkatan absorpsi fosfat di usus, berikut
ini adalah mekanisme sintesisnya (Sherwood, 2011).

Gambar 3. Mekanisme sintesis vitamin D (Sherwood, 2011)


2.

Hormon kalsitonin
Kalsitonin berpengaruh tidak langsung terhadap konsentrasi fosfat.
Kadar kalsitonin yang meningkat akan menyebabkan penurunan kadar
kalsium yang berefek pada peningkatan kadar fosfat, dan sebaliknya
(Martini, 2012).

Gambar 2.4 Pengaruh kalsitonin terhadap kalsium yang secara


tidak langsung mempengaruhi kadar fosfat (Martini,
2012).
3. Kalsitriol
Kalsitriol adalah bentuk aktif dari vitamin D. Kalsitriol memiliki peran
penting dalam meningkatkan aliran kalsium ke dalam aliran darah yaitu
dengan cara mempromosikan penyerapan kalsium dan fosfor dari makanan
di usus, dan reabsorbsi kalsium di dalam ginjal. Hal ini menyebabkan
mineralisasi tulang normal dan diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan
remodelling tulang oleh osteoblas dan osteoklas. (Arifin, 2010).

F. Metabolisme fosfat

Metabolisme kadar fosfat (PO43-) dalam tubuh diatur oleh kerja dari hormon
yang dihasilkan oleh beberapa kelenjar. Kelenjar-kelenjar hormon yang
berperan dalam pengaturan kadar fosfat dalam tubuh adalah kelenjar tiroid dan
kelenjar paratiroid. (Sherwood, 2011)
Kelenjar tiroid terletak pada permukaan anterior dari trakea. Bagian bawah
dari kelenjar tiroid diisi oleh kartilago yang membentuk sebagian besar
permukaan anterior dari laring. Kelenjar tiroid memiliki dua lobus (lobus
dextra dan sinistra) yang dihubungkan dengan isthmus. Kelenjar tiroid
mengandung banyak folikel-folikel tiroid yang dibungkus dengan epitel cuboid
simplex. Sel-sel folikel kelenjar tiroid mengelilingi sebuah rongga berisi
koloid, yaitu sebuah cairan dengan banyak kandungan protein-protein terlarut.
Sel

folikel

mensintesis

mensekresikannya

ke

thyroglobulin,
dalam

koloid.

sebuah

protein

Molekul-molekul

globular, dan
thyroglobulin

mengandung asam amino tyrosine. (Sherwood, 2011)


Hasil dari proses sintesis pada kelenjar tiroid adalah hormon tiroid, antara
lain thyroxine atau tetraiodothyronine atau T4 serta triiodothyronine atau T3.
Pengaturan sekresi dari hormon tiroid ini dilakukan oleh lobus anterior
hipofisis yang mensekresikan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) ke dalam
aliran darah. Hampir seluruh sel tubuh merupakan sel target dari hormon T 3
dan T4. Efek dari pengeluaran hormon tiroid adalah meningkatnya pemanfaatan
energi, konsumsi oksigen, dan perkembangan sel-sel tubuh. Selain sel folikel,
di kelenjar tiroid juga terdapat sel C (clear cells) atau disebut juga sel
parafolikuler. Sel C berukuran lebih besar dari sel folikel dan terletak di antara
sel-sel folikel dan membran basalnya. Sel C memproduksi hormon calsitonin
(CT) yang membantu regulasi konsentrasi Ca2+ dalam cairan tubuh. Efek dari
pengeluaran hormon CT adalah menurunnya konsentrasi Ca 2+ dalam cairan
tubuh. CT berperan dalam menstimulus ginjal untuk mengekskresikan Ca 2+ dan
menghambat aktivitas osteoklas sehingga pelepasan Ca2+ dari tulang juga
terhambat. (Sherwood, 2011)
Pengeluaran CT tidak diatur oleh hipotalamus dan hipofisis tetapi sel C
memberikan respon langsung terhadap kenaikan konsentrasi Ca2+ dalam darah.
Sebaliknya, saat konsentrasi Ca2+ menurun, sel C menghentikan aktivitas

pengeluaran CT. Konsentrasi Ca2+ dengan PO43- saling berkebalikan, apabila


konsentrasi Ca2+ tinggi, maka konsentrasi PO43- rendah, juga sebaliknya,
apabila konsentrasi Ca2+ rendah, maka konsentrasi PO43- tinggi. Jadi, CT
berperan dalam penurunan konsentrasi Ca2+ yang secara langsung juga
mempengaruhi kenaikan konsentrasi PO43- dalam darah. (Sherwood, 2011)
Kelenjar lain yang juga berperan dalam regulasi kadar fosfat adalah kelenjar
paratiroid. Normalnya terdapat dua pasang kelenjar paratiroid yang terletak
pada permukaan posterior dari kelenjar tiroid. Empat kelenjar paratiroid
memiliki berat sekitar 1,6 g (0,06 oz). Kelenjar paratiroid memiliki dua jenis
sel, antara lain sel paratiroid (chief cells) yang berfungsi memproduksi hormon
paratiroid dan oxyphils yang masih belum diketahui fungsinya. Saat
konsentrasi Ca2+ dalam darah berada di bawah normal, sel-sel paratiroid
mensekresikan hormon paratiroid (PTH) atau disebut juga parathormone. Efek
dari pengeluaran PTH antara lain menghambat aktivitas osteoblast sehingga
menurunkan deposisi kalsium pada tulang, meningkatkan reabsorpsi Ca 2+ oleh
ginjal sehingga mengurangi pengeluaran urin, serta menstimulasi pembentukan
dan sekresi calcitriol oleh ginjal. Secara umum, calcitriol juga berfungsi sama
seperti PTH, tetapi calcitriol juga meningkatkan absorpsi Ca2+ dan PO43- oleh
saluran pencernaan. (Sherwood, 2011)
G. Faktor yang mempengaruhi kadar fosfat
Faktor yang mempengaruhi kadar fosfat (Sherwood, 2011) :
1. Defisiensi vitamin D
Adanya defisiensi vitamin D menyebabkan penurunan kadar fosfat.
2. Antasida
Antasida mengandung albumin. Albumin termasuk ke dalam golongan
alkali yang bersifat basa sehingga dapat menurunkan kadar fosfat.
3. Epinefrin
Epinefrin merupakan obat shock anafilatik yang dapat menyebabkan
penurunan kadar fosfat.
4. Insulin
Insulin membantu memasukkan glukosa ke dalam sel, dalam proses
pemasukkannya membutuhkan banyak fosfat sehingga dapat menurunkan
kadar fosfat.
5. Manitol

Manitol merupakan obat edem cerebral yang bisa menarik cairan ekstrasel
ke intrasel sehingga dapat menurunkan kadar fosfat.
6. Kelebihan vitamin D
Kelebihan vitamin D dapat meningkatkan kadar fosfat.
7. Metisillin
Metisilin merupakan antibiotik golongan beta laktam yang dapat
melisiskan kalsium dan fosfat dari bakteri.
8. Lipomus
Lipomus merupakan obat dislipidemia yang dapat mengikat kalsium,
sehingga kadar kalsium menurun dan dapat meningkatkan kadar fosfat.
9. Fenitoin
Merupakan obat antilepsi yang dapat menurunkan kadar kalsium dan dapat
meningkatkan kadar fosfat.

III.

METODE PRAKTIKUM

A. Metode
Metode Photometric UV Test
B.
Alat
1. Spuit 3cc
2. Torniquet
3. Sentrifugator
4. Vacuum Tube Red Cap (Non EDTA)
5. Tabung reaksi 3 ml

10

6. Rak tabung reaksi


7. Mikropipet (10 L - 100 L)
8. Mikropipet (100 L 1000 L)
9. Yellow tip
10. Blue tip
11. Spektrofotometer
C.
Bahan
1. Serum
2. Working reagen
D.
Cara Kerja
1. Melakukan sampling darah sebanyak 3 cc.
2. Masukkan ke dalam vacuum tube red cap (non EDTA)
3. Setelah itu, lakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 4000
rpm menggunakan sentrifugator untuk mendapatkan serum.
4. Setelah disentrifugasi, ambil serum darah sebanyak 10 L menggunakan
mikropipet dengan yellow tip. Masukkan ke dalam tabung yang berisi
working reagen. Homogenkan larutan tersebut.
5. Inkubasi selama 1 menit.
6. Gunakan spektrofotometer metode end point untuk mengukur absorbansi.
7. Baca hasil yang tertera pada monitor spektrofotometer.
E.

Nilai Normal
Kadar fosfat anorganik :
1. Dewasa
: 2,5-5,0 mg/dl atau 0,81-1,62 mmol/l
2. Anak-anak : 4,0-7,0 mg/dl atau 1,30-2,26 mmol/l

11

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Probandus
a. Nama
: Muhammad Abdul Lathif Khamdillah
b. Usia
: 18 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
2. Hasil pemeriksaan kalsium darah adalah 3 mg/L.
3. Interpretasi pemeriksaan kalsium darah adalah normal, karena nilai normal
kadar fosfat anorganik adalah 2,5 5 mg/dL.
B. Pembahasan
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kadar fosfat anorgarnik dalam
darah probandus adalah sebesar 3 mg/dL, sedangkan batas nilai normalnya
adalah 2,5-5 mg/dL untuk pasien dewasa. Beberapa kesalahan dalam proses
pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar fosfat anorganik yang didapatkan,
misalnya adalah kesalahan praktikan dalam proses pengambilan sampel darah,
sentrifugasi, durasi inkubasi yang tidak tepat, atau karena kesalahan dalam
proses pembacaan absorbansi yang dipengaruhi oleh operator ataupun kondisi
alat yang digunakan. (Sacher & McPherson, 2004)
Kadar fosfat anorganik yang tinggi, yaitu melebihi batas atas 5 mg/dL,
dapat disebabkan oleh keadaan tertentu, misalnya pada saat setelah makan atau
setelah pemberian karbohidrat, karena insulin menyebabkan pemindahan fosfat
dari ekstrasel ke intrasel. Selain itu, kadar fosfat anorganik yang tinggi juga
dapat terjadi pada penyakit gagal ginjal. Penyakit gagal ginjal dapat
menyebabkan gangguan ekskresi fosfat sehingga dapat menyebabkan
peningkatan kadar fosfat. Selain itu, beberapa kondisi lain yang dapat
menyebabkan

terjadinya

peningkatan

12

kadar

fosfat

adalah

keadaan

hipokalsemia, hipoparatiroidisme, tumor tulang, dan obat-obatan tertentu,


misalnya penisilin, fenitoin dan heparin. (Sacher & McPherson, 2004)
Kadar fosfat anorganik yang rendah, yaitu kurang dari batas bawah 2,5
mg/dL, dapat terjadi pada keadaan tertentu, misalnya pada saat mengonsumsi
obat antasida. Obat antasida dapat berikatan dengan fosfat sehingga
penyerapan fosfat tidak terjadi. Peningkatan ekresi fosfat juga dapat
menyebabkan penurunan kadar fosfat. Hal ini bisa disebabkan karena adanya
asidosis sistemik dan penyalahgunaan alkohol (Sacher & McPherson, 2004).
C. Aplikasi Klinis
1. Hipofosfatemia
a. Definisi
Hipofosfatemia didefinisikan sebagai kadar fosfat serum yang
kurang dari 2,5 mg/dL, walaupun gejala tidak timbul hingga kadar
fosfat serum kurang dari 1,0 mg/dL (Price, 2006). Hipofosfatemia
didefinisikan sebagai kondisi dimana konsentraso fosfat serum < 2,5
mg/dL. Konsentrasi fosfat serum 1,5 mg/dL dianggap sebagai
hipofosfatemia akut dan biasanya menyebabkan berbagai tanda dan
gejala klinis (Wagar,2014)
b. Etiologi
Hipofosfatemia dapat disebabkan oleh (Price, 2006):
1) Penurunan asupan absorpsi usus
a. Defisiensi fosfat dalam diet
b. Penyalahgunaan antasid
c. Berbagai keadaan malabsopsi
d. Defisiensi vitamin D
2) Perpindahan dari ECF ke dalam sel dan tulang
a. lkalosis respiratorik
b. Nutrisi parenteral total
c. Ketoasidosis diabetic
d. Infus glukosa-insulin
e. Sindrom perbaikan nutrisi
f. Luka bakar berat
g. Sindrom tulang lapar
h. Putus alkohol
3) Peningkatan kehilangan melalui urine
a. Hiperparatiroidisme
b. Penyakit tubulus ginjal
e. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang timbul pada hipofosfatemia adalah sebagai
berikut (Price, 2006).

13

1)

2)
3)
4)
5)

6)

7)
2.

Hematologi
a. Disfungsi eritrosit dan hemolisis
b. Disfungsi leukosit
c. Disfungsi trombosit
Neuromuscular
a. Kelemahan
b. Rhambdomiolisis
Kardiomiopati
a. Penurunan curah jantung
b. Hipotensi
Insufisiensi pernapasan
a. Asidosis respiratorik
b. Hipoksia
Ginjal
a.
Peningkatan akskresi kalsium, HCO3-, Mg2+
b.
Peningkatan sintesis 1,25(OH)2D3
c.
Asidosis metabolik
Sistem saraf pusat
a. Iritabilitas
b. Patestesia
c. Disartria
d. Konfusi
e. Kejang
f. Koma
Skeletal (efek jangka panjang), yaitu steomalasia atau rakitis.

Grave disease
a. Definisi
Nama istilahnya adalah exophthalmic goiter, diffuse toxic goiter/
hyperplasia. Istilah penyakit Grave dibatasi adanya hipertiroidisme
akibat hiperfungsi kelenjar tiroid disertai pembesaran difus tiroid dan
oftalmopati (trias Basedow). Disamping itu pada sebagian kasus
terdapat pula gejala dermopati infiltrative yaitu terdapatnya nodul atau
daerah edem noduler pada kaki (10%-15% kasus) (Tjahwono, 2003).
b. Etiologi
Setengah jumlah penyakit Grave di dalam sirkulasi darahnya
terdapat IgG yang berinteraksi (mengikat) dengan jarngan murin tiroid
dan berfungsi menstimulasi tiroid (long acting tiroid stimulator =
LATS). LATS dalam serum tidak mempunyai kolerasi dengan tingkat
hipertiroidismenya. Kemudian dapat diidentifikasi immunoglobulin
lain yang mampu menghambat terkaitnya LATS terhadap sel epitel
folikel tiroid, disebut LATS protector (LATS-P) (Tjahwono, 2003).
14

Penelitian terakhir membuktikan bahwa LATS-P ternyata juga


merupakan stimulator terhadap sel epitel folikel tiroid, sehingga agar
sederhana maka LATS dan LATS-P disebut sebagai thyroidstimulating immanunoglobulin (TSI). TSI terdapat pada 90%
penderita penyakit Grave. Thyroid-stimulating antibodies (TSAb)
mempunyai efek pada reseptor TSH pada sel epitel tiroid, sehingga
efeknya mirip stimulasi oleh TSH. Adenilsiklase dirangsang, sekresi
hormone tiroid dipacu, sedangkan terikatya TSH terhadap reseptor
dihambat. Disamping itu terdapat antibody yang terikat pada reseptor
TSH dan menghambat terikatnya TSH pada reseptor tersebut.
Antibodi

ini

disebut

sebagai

thyrotropin-binding

inhibitor

immunoglobulin (TBII) (Tjahwono, 2003).


Bagaimana proses timbulnya eksoftalmikus pada penyakit Grave
belum diketahui secara jelas walaupun yang terkait adalah mekanisme
sistim imun (sel medieted ataupun humoral). terdapat exophthalmos
producing factor (EPF) terikat pada reseptor membrane pada jaringa
retro-orbital. EPF juga menyebabkan sintesis mukopolisacarida
hidrofilik pada jaringa orbita. Dengan demikian maka EPF dan TSI
sangat berperan dengan timbulnya eksoftalmos, edem periorbita, jejas
pada otot preorbita serta perubahan yang terjadi pada mata akibat
penyakit Grave. Berperanya TSI dan EPF mampu menerangkan
mengapa terdapat penderita penyakit Grave eutiroid atau gejala trias
yang tidak lengkap (Tjahwono, 2003).
Penelitian masih dilakukan. Faktor keturunan diduga berperan
sebagai predisposisi penyakit Grave. Terdapatnya prevelensi yang
tinggi pada wanita yang bersaudara kembar monozigot, dan
terdapatnya penyakit autoimun lainnya pada keluarga Grave memberi
arah bahwa yang bertanggung jawab timbulnya penyakit Grave adalah
gen respon imun. Terdapat prevelensi penyakit Grave meningkat pada
HLA-B8 dan DR3 pada orang kulit putih dn HLA-BW35 pada ras
oriental (Tjahwono, 2003).
c. Tanda dan Gejala
Manifestasi utama dari penyakit ini dikenal dengan istilah
TRIAD, yang terdiri dari (Price, 2006):
15

1) Hipertiroidisme
Hipertiroidisme ditandai dengan adanya struma difusa toksik
dan sekresi hormon thyroid yang berlebihan.Sekresi hormon yang
berlebihan ini akan memicu peningkatan aktivitas saraf simpatik
dan hipermetabolik, dengan ciri-ciri:
a) Takikardi
b) Tremor
c) Keringat terus menerus terutama malam hari
d) Palpitasi
e) Merasa kepanasan
f) Cepat lelah
g) Nafsu makan meningkat
h) BB turun
i) Sulit konsentrasi
2) Oftalmopati
a) Mata melotot
b) Lid lag
c) Lakrimasi
d) Eye pain
3) Dermopati
a) Adanya kulit yang mengalami penebalan, dan hiperpigmentasi
b) Biasa terjadi di dorsal tungkai/kaki
Semua gejala tesebut tidak harus mencul secara bersamaan.
3.

Sarkoidosis
a. Definisi
Sarkoidosis

adalah

penyakit

retikulosis

granulomatosa

generalisata yang kronis dan progresif serta mengenai hampir semua


organ dan jaringan, ditandai dengan adanya tuberkel-tuberkel sel
epiteloid tanpa perkejuan (nekrosis kaseosa) pada semua jaringan
yang terkena (Dorland, 2011)
b. Etiologi
Etiologi sarkoidosis sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Penyakit ini sering disebabkan oleh inhalasi debu dan pengaruh
genetic yang signifikan. Telah ditemukan hubungan sarkoidosis
dengan antigen HLA-B8, khususnya dengan kombinasi antara artritis
dengan eritema nodosum dan tidak ada bukti bahwa penyakit ini
terkair dengan tuberculosis (TB) (Davey, 2005).
c. Tanda dan gejala
Penyakit ini adalah penyakit yang multisistem. Tanda dan gejala
yang sering muncul antara lain adalah sebagai berikut (Davey, 2005):

16

a. Tanda dan gejala akut, dengan prognosis yang lebih baik:


1) Eritema nodosum
2) Atralgia
3) Pembesaran kelenjar getah bening hilus bilateral
b. Tanda dan gejala kronis, dengan prognosis yang lebih buruk
c. Sesak napas progresif lambat
4. Hiperparatiroidisme primer
a. Definisi
Hiperparatiroidisme primer adalah kelainan dimana kelebihan
sekresi PTH, konsentrasi kalsium dan ion kalsium yang tinggi yang
biasanya disebabkan oleh tumor dengan hipersekresi di salah satu
kelenjar paratiroid, ditandai oleh hiperkalasemia dan hipofosfatemia
(Sherwood, 2011).
b. Etiologi
Sekitar 85% hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma
tunggal salah satu kelenjar paratiroid. Pada kasus selebihnya,
hiperplasia yang biasanya terdapat pada semua kelenjar paratiroid,
sedangkan pada sebagian kecil adalah karena adenoma multipel atau
karsinoma paratiroid berdiferensiasi baik (de Jong & Sjamsuhidajat,
2005). Hiperparatiroidisme terjadi dua atu tiga kali lebih sering pada
wanita daripada laki-laki dan paling sering ditemukan pada pasien
yang berusia 60-70 tahun. Kurang lebih 100.000 kasus hiperparatiroid
baru terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Separuh dari pasien
yang terdiagnosis hiperparatiroid tidak menunjukkan gejala (Azis,
2013).
c. Tanda dan Gejala
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar
hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan
penurunan fosfat serum. Salah satu kelemahan diagnostik adalah
terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada
pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum
total. Penentuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan
untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. Gejala yang
terdapat pada pasien dengan Hiperparatiroidisme (Azis, 2013):
1) Cepat lelah
2) Penurunaan tonus otot sehingga otot menjadi lemah
3) Konstipasi
17

4) Reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat sehingga terjadi


5)
6)
7)
8)

hiperkalsemia dalam darah


Hiperkalsemia
Nyeri pinggang karena batu ginjal
Henti jantung karena krisis hiperkalsemia
Depresi reflek tendon profunda

1.

KESIMPULAN
Pemeriksaan fosfat anorganik darah pada sampel probandus adalah normal

2.

yaitu 3 mg/dL dimana nilai normalnya adalah 2,5 - 5 mg/dL untuk dewasa.
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan kadar fosfat anorganik darah
adalah hipoparatiroidisme, gagal ginjal, tumor tulang, sarkoidosis dan obat-

3.
4.

obatan tertentu.
Keadaan yang dapat menyebabkan penurunan kadar fosfat anorganik darah
adalah asidosis, asupan karbohidrat, dan obat antasid.
Faktor-faktor yang memengaruhi kadar fosfat anorganik antara lain:
a. Asupan nutrisi
b. Fungsi absorpsi saluran pencernaan
c. Fungsi ginjal
d. Fungsi kelenjar tiroid dan paratiroid

18

e.
f.
5.

Gaya hidup
Penggunaan obat-obatan tertentu

Contoh aplikasi klinis yang berkaitan peningkatan maupun penurunan kadar


fosfat

anorganik

darah

adalah

hipofosfatemia,

grave

disease,

hiperparatiroidisme primer, dan sarkoidosis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal, Andon Hestiantoro, dan Ali Baziad. 2010. Pemberian Susu yang
Difortifikasi Kalsium Kadar Tinggi dan Vitamin D dalam Memperbaiki
Turnover Tulang Perempuan Pascamenopause. Vol 34 (1), 31-38.
Aziz, A. 2013. Aspek hiperparatirodisme. Available at :

http://abdulaziz-

fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-81952-askep%20endokrin-askep
%20hipertiroidisme.html (diakses pada tanggal 20 Desember 2015).
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Dorland, W.A.N.2002.Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran Dorland.
Florida Industrial and Phosphate Research Institute. 2010. Introduction:
Phosphate as an Essential Mineral. Florida: Florida Industrial and
Phosphate

Research

Institute.

Available

at:

http://www1.fipr.state.fl.us/phosphateprimer (diakses pada: 20 Desember


2015).

19

Guyton, Arthur C., John E. Hall.2006. Textbook of Medical Physiology Eleventh


Edition. Jakarta. EGC.
Hutagalung, Horas P, Deddy Setiapermana, dan Hadi Riyono. 1997. Metode
Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Martini, Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamentals
of Anatomy & Physiology (9th ed.). San Francisco: Pearson.
Noori, et all. 2010. Organic and Inorganic Dietary Phosphorus and Its
Management in Chronic Kidney Disease. Iranian Journal of Kidney
Diseases, Volume 4.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar Dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada
Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC
Sacher, R.A, McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan.
Laboratorium. Cetakan 1. Jakarta : EGC

Sanusi, Harpasis. 2006. KIMIA LAUT Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan
Sherwood, Lauralee. 2007. HUMAN PHYSIOLOGY:

FROM

CELLS TO

SYSTEMS 6th Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Sherwood, Lauralee. 2011. Human Physiology: From Cells to Systems,Seventh
Edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strasa 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

20

Tjahwono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: Bagian Patologi Anatomi FK


UNDIP.
Wagar, Elizabeth A., Qing H. Meng. 2014. Severe Hypophospatemia in a 79-yearold Man. Clinical Chemistry.

21

Anda mungkin juga menyukai