Protap Obgin 2003 Rsup Sanglah
Protap Obgin 2003 Rsup Sanglah
Lab/SMF OBGIN
2003
BAGIAN I
Sub Lab
FETO-MATERNAL
1 Batasan:
Berat badan lahir kurang dari 2500 gram, atau
Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
2. Kriteria Diagnosis:
1) Subyektif : Pasen mengeluh adanya kontraksi uterus seperti mau melahirkan
sebelum kehamilan aterm.
2) Obyektif :
Adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit, pembukaan
lebih atau sama dengan 2 cm dan penipisan lebih atau sama dengan 50 %
dan ditemukan pembawa tanda (darah campur lendir), atau
Adanya pembukaan serviks yang bermakna yaitu : ada kemajuan
pembukaan yang diperiksa oleh pemeriksa yang sama dalam selang
waktu 2 jam.
3. Penatalaksanaan:
1) Tirah baring ke satu sisi
2) Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3) Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan pre term :
a. Sistitis.
b. Pielonefritis.
c. Bakteriuria asimptomatis.
d. Inkompetensi serviks, dll
4) Tentukan umur kehamilan lebih pasti dengan :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Kalau perlu lakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
5) Pemberian tokolitik pada prinsipnya diperlukan, tapi dengan berbagai
pertimbangan
a. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
Adanya infeksi intra-uterin
Adanya solusio plasenta.
Adanya lethal fetal malformation
Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR).
b. Keputusan pemberian tokolitik pada kasus-kasus Diabetus Militus (DM),
Hipertensi dalam kehamilan, Insufisiensi plasenta dan dugaan adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) harus dilakukan penilaian
kesejahteraan janin terlebih dahulu atau dikonsultasikan kepada
Supervisor
c. Pemberian Tokolitik dengan memakai :
MgS04 (Magnesium Sulfat).
Ritodrine (lihat protap pemakaian Ritodrine)
d. Pemberian Glukokortikoid pada umur kehamilan kurang dari
35 minggu :
Deksametason 5 mg intra muskular (im), 4 dosis setiap 6 jam yang
1. Batasan:
Adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari) atau
melebihi dua minggu dari perkiraan tanggal persalinan dihitung mulai hari
pertama haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegle.
2. Diagnosis:
1. Diagnosis kehamilan post term ditegakkan apabila kehamilan sudah
berlangsung melebihi 42 minggu (294 hari).
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosa
kehamilan post term antara lain:
a. HPHT jelas.
b. Dirasakan gerakan janinnya pada umur kehamilan (UK)16-18 minggu.
c. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan dopler,
dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
d. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan ultrasonografi pada
umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu
e. Test kehamilan (urin) sudah positip dalam 6 minggu pertama telat haid.
3. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan kehamilan post term adalah merencanakan
pengakhiran kehamilan.
4. Cara mengakhiri kehamilan:
Cara pengakhiran kehamilan, tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin dan penilaian pelvik skore (PS).
1) Bila kesejahteraan janin baik (NST Baik).
a. PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan drips oksitosin.
b. PS kurang dari 5, dilakukan pemantauan serial Non Stres Test(NST) dan
USG tiap satu minggu, sampai umur kehamilan 44 minggu atau sampai
PS lebih atau sama dengan 5.
2) Bila kesejahteraan janin mencurigakan :
a. PS lebih atau sama dengan 5 :
Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan kardio tokografi
(KTG).
Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria (SC).
b. PS kurang dari 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya :
Bila tetap hasilnya mencurigakan, dilakukan oxytocin chalenge test
(OCT) :
o Bila hasil pemeriksaan OCT (+) dilakukan SC
o Bila hasil pemeriksaan OCT (-)dilakukan pemeriksaan serial
sampai 44 minggu /PS lebih dari 5
o Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan/tidak memuaskan
dilakukan pemeriksaan OCT ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya baik, dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu
/PS lebih dari 5
1. Batasan:
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan.
2. Gejala Klinis/Diagnosis
1) Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, wama dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2) Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3) Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri intemum (OUI)
4) Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksaan laboratorium :
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru).
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu
dikerjakan).
Catatan :
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada KPD adalah :
1) Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti kapan
ketuban pecah.
2) Kalau anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit (MRS)
3) Kalau berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah lebih dari 12
jam, maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila
setelah dua jam tidak terdapat tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
kehamilan.
3. Komplikasi
1) Infeksi intrauterin.
2) Tali Pusat menumbung.
3) Kelahiran prematur.
4) Amniotic Band Syndrome (kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak
hamil muda).
4. Penatalaksanaan
A. KPD Dengan Kehamilan Aterm.
1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
1. Batasan:
Timbulnya hipertensi yang disertai protein urine dan/atau oedem setelah umur
kehamilan 20 minggu.
2. Gejala Klinis:
1) Hipertensi.
a. Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang
dari 160/110 mmHg.
b. Kenaikan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 30 mmHg.
c. Kenaikan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 15 mmHg.
2) Protein uria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kwalitatif sampai (+ +)
3. Penatalaksanaan
1) Rawat Jalan (Pada Umur Kehamilan Kurang Dari 37 minggu)
a. Banyak istirahat (berbaring /tidur miring).
b. Diet biasa.
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2
minggu.
d. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, homosistein, urine lengkap,
fungsi ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
f. Jika terdapat peningkatan protein uri dirawat sebagai preeklamsi berat
2) Rawat Tinggal :
a. Kriteria untuk rawat tinggal :
Hasil fetal assessment meragukan atau jelek dilakukan terminasi
Kecenderungan menuju gejala pre-eklamsia berat (timbul salah satu
atau lebih gejala pre-eklampsia berat).
Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu).
b. Evaluasi/pengobatan selama rawat tinggal.
Tirah baring total.
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap
Homosistein
Fungsi hati/ginjal
Urine lengkap.
Dilakukan fetal Assessment (USG dan NST)
Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis
3) Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didapatkan hasil :
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan.
b. Ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari
kemudian.
c. Baik :
Penderita dirawat sekuran-kurangnya 4 hari.
10
1. Batasan:
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih
atau sama dengan 160/110 mmHg disertai protein uria pada umur kehamilan 20
minggu atau lebih.
2. Gejala Klinis :
Bila didapatkan hipertensi dalam kehamilan dengan satu atau lebih gejala di
bawah ini :
1) Tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.
2) Protein uria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++++)
3) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4) Adanya keluhan subyektif:
a. Gangguan visus : mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral : kepala pusing
c. Nyeri epigastrium, pada kuadran kanan atas abdomen.
d. Hiper refleks.
5) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet
count)
6) Sianosis
7) PJT
3. Diagnosis
1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih.
2) Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala pre-eklampsia berat.
4. Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik dalam kehamilan.
2) Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
3) Kehamilan dengan payah jantung.
5. Penatalaksanaan
A. Perawatan Konservatif
1) Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda
impending eklampsia atau keluhan subyektif dengan keadaan janin baik.
2) Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam).
a. Tirah baring.
b. Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam.
c. Pemberian MgSO4 :
Dosis awal MgSO4 20 %, 4 gr i.m.,dilanjutkan dengan MgSO4 50 %
5 gr i.m.
Dosis pemeliharaan : MgSO4 50 %, 5 gr tiap 4 jam sampai 24 jam.
Ingat harus selalu tersedia Calsium glukonas 10% sebagai antidotum.
11
12
2) Pengobatan medisinal:
a. Segera rawat inap.
b. Tirah baring miring ke satu sisi.
c. Infus ringer laktat yang mengandung Dekstrose 5% dengan 60-125
cc/jam.
d. Pemberian anti kejang MgS04
e. Pemberian Anti Hipertensi berupa Clonidin intra vena (iv).
dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg,
dapat dipertimbangkan bila :
Sistol lebih atau sama dengan 180 mmHg.
Diastol lebih atau sama dengan 110 mmHg.
3) Pengobatan Obstetrik.
a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.
b. Tindakan seksio sesaria dikerjakan bila :
Hasil kesejahteraan janin jelek.
Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5).
Kegagalan drip oksitosin.
c. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila NST baik & PS baik.
d. Pada PE Berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam
13
EKLAMPSIA
1. Batasan:
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, di mana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia (Hipertensi, edema, proteinuria).
2. Patogenesis:
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati, ginjal, otak, paru, jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada
organ-organ tersebut.
3. Gejala Klinis:
1) UK lebih dari20minggu.
2) Tanda-tanda pre-eklamsia (hipertensi, proteinuria).
3) Kejang-kejang dan atau koma, saat persalinan atau sampai 10 hari saat nifas
4) Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ
4. Pemeriksaan dan Diagnosis:
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Protein dalam air seni.
b. Fungsi organ hepar, ginjal, jantung.
c. Hemostasis.
2) Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu.
a. Kardiologi
b. Neurologi
c. Anestesiologi
d. Neonatologi
5. Diagnosis Banding:
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya :
1) Febril convulsion (panas +).
2) Epilepsi (anamnesa epilepsi +).
3) Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk).
4) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal).
6. Penatalaksanaan:
Prinsip pengobatan:
1) Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang
ulangan.
2) Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3) Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin.
4) Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu (vital
score).
A. Obat-obat untuk anti kejang
1) MgSO4, protokol sama dengan pemberian MgSO4 pada Pre Eklampsia
berat, diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas
kejang.
14
B.
C.
D.
E.
2) Syarat :
a. Refleks patela harus positip
b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih dari 16
kali/menit)
c. Produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/6jam
3) Apabila ada kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja MgS04, dan bila
masih timbul kejang lagi maka diberikan Pentotal 5 mg/Kg berat
badan/i.v. pelan-pelan.
4) Bila ada tanda-tanda keracunan, MgSO4 diberikan antidotum Kalsium
Glukonas 10%, 10 cc i.v. pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.
5) Apabila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam, maka dilanjutkan
pengobatan dengan MgSO4.
Mencegah Komplikasi :
1) Obat-obat anti hipertensi, bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi 1
amp. Klonidin (lihat pre-eklamsia berat).
2) Diuretika, hanya diberikan atas indikasi :
a. Edema paru-paru
b. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor pre-renal sudah teratasi) diberikan
Furosemid inj. 40 mg/im.
3) Kardiotonika, diberikan atas indikasi :
a. Adanya tanda-tanda payah jantung
b. Edema paru : diberikan digitalisasi cepat dengan Cedilanide
4) Antibiotika, diberikan Ampisilin 3 kali I gr iv.
5) Antipiretika, diberikan Xylomidon 2 cc/im dan atau kompres alkohol.
Memperbaiki keadaan umum ibu
1) Infus RL/Dextrose 5 %
2) Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan
3) Pemberian kalori (Dektrose 10%)
4) Koreksi keseimbangan asam basa (pada keadaan asidosis maka diberikan
Na. Bic/Meylon 50 meq/i.v).
Perawatan Penderita dengan Koma:
1) Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow - Pittsburg
- Coma Scale
2) Pada perawatan koma, perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan
makanan penderita.
3) Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk Naso Gastric Tube (NGT).
Pengobatan Obstetrik:
Sikap terhadap kehamilan:
1) Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2) Bilamana diakhiri:
Sikap dasar adalah kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai
dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
15
16
DM GESTASI (DMG)
1. Batasan
Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu =
TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali
pada saat kehamilan berlangsung.
Tidak memandang apakah pasein dikelola dengan insulin/perencanaan makan
saja, diabetes mellitus tersebut menetap setelah persalinan atau pasen yang
sudah mengidap diabetes mellitus sebelum hamil.
2. Penapisan
1) Tujuan
a. Menurunkan angka kesakitan/kematian ibu.
b. Menurunkan angka kesakitan/kematian perinatal.
c. Menurunkan resiko menjadi DM dikemudian hari, bagi mereka dengan
DM Gestasi sebelumnya.
2) Cara Penapisan:
a. Sasaran penapisan adalah semua ibu hamil baik yang berisiko/tidak
berisiko.
b. Faktor risiko DMG :
Riwayat Kebidanan:
Beberapa kali keguguran
Melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
Melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Preeklampsia
Polihidramnion
Riwayat Ibu:
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pemah DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil
c. Waktu penapisan
Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan kurang dari 24 minggu (pertemuan pertama dengan ibu
hamil).
Bila hasilnya negatip, pemeriksaan diulang pada umur kehamilan 2426 mg.
Untuk ibu hamil yang tidak berisiko penapisan dilakukan pada umur
kehamilan 24-26 minggu.
d. Cara Penapisan
Pemeriksaan gula darah sewaktu atau dengan tes toleransi glukosa
3) Persiapan Penapisan:
Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari
sebelumnya kemudian puasa 8-12 jam, baru dilakukan pemeriksaan gula
darah, puasa pada pagi hari setelah itu diberikan beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air, dua jam setelah itu diambil contoh darah vena untuk
17
WANITA HAMIL
Glukosa 75 gram
18
Terkendali
Tidak terkendali
Ada komplikasi pada ibu
Rawat / MRS
Pantau kesejahteraan janin
USG/KTG
Makrosomia (-)
PJT (-)
Tunggu sampai
40 minggu
Makrosomia (+)
PJT (+)
UK > 35
minggu
Terkendali
UK > 35
minggu
Tak terkendali
Amniosintesis
Test kocok
Terminasi
Steroid 1 hari
19
Deskripsi
Tidak ada keluhan
Bekerja berat-sedang, mengakibatkan sesak, dyspnoe
d'effort
Kerja ringan, mengakibatkan sesak
Sesak terus menerus
20
b. Lanjut :
Bahaya infeksi puerperalis, endometritis, infeksi organ lain, berlanjut
menyebar secara hematogen, mengakibatkan sub akut bakterial
endokarditis (SBE).
5. Penatalaksanaan
A. Waktu ANC
3) Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung fungsional klas I & II.
Bila klas III & IV dipertimbangkan abortus provocatus medicinalis
4) Perawatan bersama kardiologi
5) Pencegahan terhadap :
a. Anemia defisiensi besi
b. Infeksi
c. Toksemia gravidarum
d. Obesitas
e. Pekerjaan fisik, cemas, aritmia
B. Waktu Inpartu
1) Kala I :
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetrik (bukan karena DC)
b. Berikan digitalisasi cepat, bila ada tanda-tanda akut DC seperti
Nadi lebih dari110 kali permenit
Sesak, respirasi lebih dari 28-30 kali permenit
Ronki basal paru-paru
Suara jantung (S 1 ) mengeras
Gallop rhythm
Paroksismal atrial tachycardia
2) Kala II :
a. Dipercepat dengan forsep ekstraksi
b. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri
c. Hindari trauma berlebihan dan infeksi
d. Didampingi seorang kardiolog
3) Kala III :
Cegah akut refluk darah ke jantung dengan cara Fowler (gravitasi) dan
pemasangan torniquet pada kedua tungkai.
C. Waktu Puerperium
1) Bed rest, dirawat 5-10 hari mengingat bahaya DC akut dan SBE
2) Kalau perlu berikan sedatif
3) Cegah konstipasi
4) Laktasi dibatasi untuk DC klas III dan IV oleh karena :
a. Menyusui, komplikasi berupa lecet pada niple, terkena infeksi,
berlanjut inenjadi mastitis, mengakibatkan SBE
b. Menyusui, mengakibatkan keseimbangan cairan berubah,
menimbulkan dehidrasi (pada DC, cairan harus seimbang)
D. Keluarga Berencana
1) Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap (MOW/MOP)
2) Bila menolak kontap, dianjurkan memakai IUD
3) Sebaiknya anak tidak lebih dari dua.
21
PLASENTA PREVIA
1. Batasan:
Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28
minggu atau lebih.
2. Pembagian (Berdasarkan derajat penutupan OUI)
1) Plasenta previa totalis.
2) Plasenta previa partialis.
3) Plasenta previa marginalis.
4) Plasenta letak rendah.
3. Gejala Klinis:
1) Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang
sifatnya tidak nyeri, darah segar
2) Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan terjadi
3) Sering disertai dengan kelainan letak janin
4) Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk pintu atas panggul (PAP)
4. Diagnosis:
1) Anamnesis :
Hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri,
berulang, merah segar, berulang.
2) Gejala Klinis (lihat gejala klinis).
3) Menentukan letak plasenta.
a. USG, dilakukan dalam keadaan kantung kencing terisi secukupnya
b. Menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang
bukan plasenta previa (inspikulo).
c. Periksa dalam di atas meja operasi (PDMO)/Double Set Up
(DSU/Examination in theatre) yaitu pemeriksaan dalam dikamar operasi
dengan persiapan seksio sesaria.
5. Penatalaksanaan
Semua penderita yang datang dengan perdarahan antepartum tidak boleh
dilakukan VT di VK kecuali kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan
dan diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan.
A. Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta
Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan
keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam
waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama
menunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan
operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap
(perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
22
23
24
SOLUSIO PLASENTA
1. Batasan :
Terlepasnya plasenta dari posisinya yang normal pada uterus, sebelum janin
dilahirkan.
Definisi ini berlaku pada UK diatas 20 minggu atau berat badan janin 500 gram
2. Faktor Predisposisi :
1. Trauma
2. Pecah Ketuban
3. Versi luar
4. Abnormalitas plasenta
3. Gambaran khusus :
1) Gambaran klasik : perdarahan pervaginam,
nyeri perut,
kontraksi uterus
dan perut kaku seperti papan (woodly hard)
2) Ciri perdarahan warna kehitaman.
3) Ciri nyeri perut : tajam,
besar dan
berlangsung tiba-tiba (berbeda dengan his)
4) Keluhan lain
: mual, gerak menurun sampai hilang
5) Bila kehilangan darah banyak, bisa terjadi shock
6) Pemeriksaan palpasi, sulit teraba bagian-bagian janin
7) Pemeriksaan auskultasi, djj sulit didengar
8) Bisa terjadi gangguan hemostasis (35 %)
4. Diagnosis :
1) Tanda dan gejala yang jelas baru terjadi pada solusio plasenta yang
sedang/berat, pada yang ringan seringkali tidak diketahui ante partum
2) USG tidak sensitif untuk diagnostik solusio plasenta tetapi mampu
menyingkirkan plasenta previa
3) Bila bekuan darah banyak, pada USG akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain
5. Grading Solusio Plasenta
Grade
0
1
2
3
Deskripsi
Asimtomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retro
plasental clot yang kecil
Terdapat perdarahan perpavinam. Tetani uteri
positif,tidak ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik
Terdapat atau tidak perdarahan pervaginam, tetapi ada
tanda-tanda gawat janin, ibu masih dalam keadaan baik
Terdapat/tidak perdarahan pervaginam, tetania uteri jelas,
ibu syok, gawat janin sampai mati, kagulopati
25
6. Penatalaksanan :
1) Pada solusio plasenta grade 0-1 persalinan diusahakan pervaginam dengan
monitoring KTG.
2) Pada grade 2-3 persalinan dilakukan dengan SC.
3) Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin,
persalinan harus terjadi dalam 6 jam.
26
LETAK SUNGSANG
1. Batasan:
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan
bokong/kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong mumi
2) Presentasi bokong kaki
3) Presentasi kaki
2. Diagnosis:
1) Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
Leopold I
Leopold II
: Kepala/ballotement di fundus.
: Teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi
lain.
Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Pemeriksaan dalam.
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
Menentukan letak plasenta.
Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu), untuk :
Menentukan posisi tungkai bawah.
Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak.
27
B. Waktu Persalinan
1) Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2) Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan. Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
3) Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvik atau Skor Zachtuchni Andros kurang dari 3).
Skor Zachtuchni Andros :
Parameter
0
Primi
Tidak
> 3650 gr
> 39 mg
< -3
2 cm
Nilai
1
Multi
1kali
3629-3176
38 mgg
-2
3 cm
Paritas
Pernah letak sungsang
2kali
PBB
> 3176
Usia kehamilan
< 37 mgg
Station
-1 atau >
Pembukaan serviks
4 cm
Syarat :
ZA hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau PBB > 2500 gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominal
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor 5 atau lebih : persalinan pervaginam
28
PARTUS KASEP
1. Batasan:
Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan
berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun
anaknya.
2. Gcjala Klinis:
1) Komplikasi pada Anak.
a. Kaput suksedanium besar.
b. Fetal Distress.
c. Kematian Janin.
2) Komplikasi pada Ibu
a. Vagina/Vulva edema.
b. Porsio edema.
c. Ruptura Uteri.
d. Febris.
e. Ketuban hijau.
f. Dehidrasi.
3) Tanda-tanda infeksi intrauterin:
Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8C disertai dengan 2 atau
lebih tanda-tanda berikut :
a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit).
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4) Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5) Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
3. Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat
perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan gerak akibat dari partus
lama yaitu :
1) Kelelahan ibu dan dehidrasi.
2) Kaput suksedonium / Vulva edema.
3) Infeksi intra uterin.
4) Ruptura uteri.
5) Gawat janin.
29
4. Penatalaksanaan:
1) Perbaikan keadaan umum ibu.
a. Pasang infus & kateter urine.
b. Beri cairan kalori dan elektrolit.
Normal salin, 500 cc.
Dekalitrose 5-10%, 500 cc
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :
Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3
hari.
Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari.
e. Pemberian obat penurun panas :
Xylomidon 2 cc im.
2) Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu.
30
Indikasi
Jumlah
Jenis
Komplikasi
Bekas SC
Jenis sayatan
SC TP
Klasik / korpore
> 2 kali seksio
38 minggu
Menetap/Berulang
Indikasi Operasi
Tak berulang
Penyulit Kehamilan (+)
Kehamilan 42 minggu
Tunggu spontan
Kehamilan aterm Inpartu
Distosia/gawat janin
Nilai kemajuan
Persalinan
Baik
SC / Steril
Pervaginam (dengan
Kala II dipercepat)
31
32
33
Faal hemostasis
Donor
Inpartu
Tidak inpartu
Kasep*
Tidak kasep
Pertimbangan
Embriotomi/SC
Kelola Partograf
WHO
Keadaan Serviks
Matang
Belum Matang
Misoprostol, Estrogen
Prostin E
Spontan / Embriotomi/SC**
Induksi
Matang
Belum
Matang
Laminaria
Foley Chateter
Catatan :
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan pilihan, misalnya : pada letak lintang
34
KEHAMILAN KEMBAR
1. Batasan:
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu embrio/anak dalam
satu Gestasi.
2. Fakta:
1) Hukum Helin, kejadian
2)
3)
4)
5)
Plasenta
Khorion
Amnion
Tali pusat
Seks
Rupa
Sidikjari
Kembar homolog
1 (70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
1(70%)
2 (30%)
2
Sama
Sama
Sama
Kembar heterolog
2 (100%)
2(100%)
2(100%)
2
Bisa lain
Tidak sama
Tidak sama
anemia, preeklampsia
persalinan prematur
inersia/atonia uteri
plasenta previa
solusio plasenta
perdarahan post partum
BBLR
KJDR
Cacat bawaan (kembar siam)
morbiditas dan mortalitas perinatal
distosia : kelainan letak, "interlocking"
35
3. Diagnosa :
1. Pemeriksaan Leopold - uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin, ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
4. Penanganan :
1) Saat ANC
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi di
atas
b. Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
2) Saat persalinan:
a. Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
b. Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
c. Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolut
d. Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi bujur untuk anak II
tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau
berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II.
Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal
dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetri.
e. Hati-hati kemungkinan HPP
5. Skenario:
1) bila let-kep/let-kep, let-kep/let-su, masih diberikan kesempatan lahir
pervaginam
2) bila anak I bukan let-kep. Let su/let su atau kombinasi yang lain dianjurkan
untuk seksio sesaria primer.
3) bila tidak over distensi, setelah amniotomi, tetap inersia uteri, drip oksitosin
hati-hati masih ada tempatnya.
4) bila diijinkan pervaginam maka tindakan seksio berdasarkan indikasi
obstetri.
5) bila anak pertama letak lintang, langsung seksio sesaria primer.
6) Setelah anak pertama lahir, tentukan denyut jantung janin anak II, buat letak
kepala/membujur, tunggu ada his (atau diberikan oksitosin), dan pecahkan
ketuban. Selanjutnya pimpin sampai lahir spontan atau, kalau perlu, bantuan
vakum atau forsep sesuai dengan indikasi obstetri
7) Bila anak kedua letak lintang dan gagal usaha di atas maka dapat dilakukan
tindakan versi ekstraksi.
8) Kala uri seperti biasa. manuil plasenta bila ada indikasi.
9) Memberikan uterotonika untuk mencegah perdarahan post partum.
36
Kedua anak :
1) letak lintang
2) letak bokong
Gawat Janin
Periksa kembar II
dengan segera
Gagal
Seksio
Sesaria
Versi
ekstraksi
Salah letak
Longitudinal (membujur)
Versi luar
berhasil
Persalinan II Pervaginam
Spontan / Vacum / Forcep / Bracht
37
KEHAMILAN DENGAN
INFEKSI HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
1. Batasan
Infeski sistemik oleh virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh,
dengan menginvasi sel limfosit T (T helper), sehingga terjadi kerusakan sistem
kekebalan tubuh secara bertahap. Sekali orang terinfeksi oleh HIV maka selama
hidupnya virus tersebut akan ada di dalam tubuhnya, karena virus HIV akan
bergabung dengan DNA sel.
Orang yang terinfeksi HIV disebut dengan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
Perjalanan penyakit infeksi HIV berlangsung secara kronik progresif dimana
penyakit berkembang secara bertahap sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan
tubuh yang berlangsung bertahap, oleh karena itu gejala penyakit ini bisa tanpa
gejala sampai menimbulkan keluhan dan tanda klinis yang berat.
2. Gejala infeksi HIV
Gambaran Klinis :
1) Tahap infeksi akut :
Tidak semua infeksi HIV mengalami tanda-tanda infeksi akut, hanya sekitar
20-30 % dari infeksi HIV menimbulkan tanda dan gejala akut, yaitu sakit
pada otot dan sendi, sakit menelan, pembesaran kelenjar getah bening.
Gejala ini muncul pada 6 minggu pertama setelah infeksi HIV, dan biasanya
hilang sendiri.
2) Tahap Asimtomatik (tanda gejala) :
Tahap ini berlangsung tanpa gejala antara 6 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi.
3) Tahap simtomatik ringan :
Tahap ini muncul beberapa tahun kemudian dengan gejala berat badan
menurun, ruam pada kulit/mulut, infeksi jamur pada kuku, sariawan
berulang, ISPA berulang. Aktifitas masih normal, bila makin berat akan
terjadi penurunan berat badan yang makin berat, diare lebih dari 1 bulan,
panas yang tidak diketahui penyebabnya, radang paru dan TBC paru.
4) Tahap AIDS (tahap lanjut) :
Mulai muncul adanya infeksi opurtunistik misalnya, pneumonia pneumonitis
kranii, toksoplasma otak, diare, infeksi virus CMV, herpes, kandisosis,
kanker kelenjar getah bening dan sarkoma kaposi.
3. Diagnosis :
Diagnostik infiksi HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda klinis
serta pemeriksaan laboratorium
Deteksi infeksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung virus HIVnya atau dengan pemeriksaan antibodi HIV.
Cara pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis HIV adalah sbb :
38
Test konfirmasi
Test negatif
(bukan HIV)
Test positif
(Dx pasti HIV)
Untuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV, dapat dilakukan dengan cara tidak
langsung yaitu dengan menemukan antibodi. Bila seseorang mempunyai anti
terhadap HIV berarti dia terinfeksi HIV. Test lebih murah dan mudah serta
hasilnya akurat bila dibandingkan dengan test langsung terhadap virusnya.
Setiap test yang dilakukan hendaknya disertai dengan konseling pra dan post
test. Dalam hal test konfirmasi tidak tersedia, maka dilakukan ulangan test
inisial dan alternatif.
4. Cara Penularan HIV
Yang potensial sebagai media penularan adalah : semen, darah, air ketuban dan
cairan vagina. Hingga saat ini cara penularan HIV yang diketahui adalah :
1) Hubungan seksual
2) Darah
3) Perinatal
5. Penularan HIV Pada Ibu Hamil
Seorang ibu hamil bisa tertular HIVmelalui hubungan seksual dengan
pasangan/suami yang terinfeksi HIV, dan melalui transfusi darah/pengguna obat
bius melalui suntikan (IDU= Injecting drug users).
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV-nya pada bayi yang
dikandungnya. Penularan HIV terjadi melalui :
1) In utero/transplasental
2) Pada saat proses persalinan berlangsung
3) Melalui ASI
6. Penatalaksanaan Kehamilan / Persalinan Dengan HIV
1) Antenatal Care :
ANC dilakukan sesuai standar, disertai dengan konseling. Pencegahan
penularan perinatal dilakukan dengan pemberian obat AZT (Zidovudine)
dengan cara :
39
40
1) Ibu :
a. Persalinan Kala I :
Batasi pemeriksaan dalam
Desinfeksi vagina dengan antisptik
Fase latent hanya diijinkan selama 8 jam.Bila melebihi 8 jam
dilakukan SC
SC dipertimbangkan untuk keadaan-keadaan sebagai berikut :
Kadar CD4 kurang dari 500
Kadar viral load kurang dari 10.000 turunan/ml)
Ibu menyusui (tidak mungkin untuk membeli PASI)
Elektif SC dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu
Hindari amniotomi, kecuali pembukaan lengkap dan akan
dilakukan pimpinan persalinan
b. Persalinan Kala II :
Sedapat mungkin episiotomi dikerjakan atas indikasi. Batasi
tindakan yang traumatik untuk bayi dan ibu (mis. Vakum dan
Forsep)
Setelah bayi lahir segera gunting tali pusat
Darah tali pusat diambil 10 ml untuk pemeriksaan HIV bayi.
c. Persalinan Kala III :
Penatalaksanaan
persalinan
kala
III
sesuai
dengan
penatalaksanaan aktif kala III.
Dilakukan pemeriksaan spesimen plasenta (Patologi Anatomi)
d. Persalinan Kala IV :
Penatalaksanaan sesuai dengan prosedur standar persalinan kala
IV.
Waspada terhadap paparan urin, tinja, darah dan cairan vagina.
2) Bayi
a. Segera setelah bayi lahir, bayi dimandikan dengan sabun antiseptik
b. Jangan diberikan ASI, berikan susu pengganti.
c. Bila ibu dan bayi dalam kondisi baik, boleh rawat gabung.
d. Berikan profilaksis AZT pada bayi dengan AZT sirop 2 mg/kg BB
tiap 6 jam mulai umur 12 jam sampai dihentikan pada umur 6
minggu.
e. Sekitar 99% dari bayi yang terinfeksi HIV dapat terdeteksi pada 2
minggu pertama setelah lahir dengan teknik PCR/Kultur.
3) Post Partum
Berikan pardodel oral untuk menghentikan ASI
4) Alat bekas pakai :
a. Alat-alat tenun bekas pakai segera direndam dengan larutan klorin
secara terpisah selama 10 menit.
b. Jarum habis pakai dan semprit dimasukkan ke dalam wadah yang
anti tembus ke incenerator.
c. Sarung tangan, kasa, sampah medis lainnya ditampung dalam
kantong plsatik khusus dan dibakar.
41
Robekan (+)
Robekan (-)
Jahit (A)
Pemeriksaan
digital
Kuret/Digital
Perdarahan
berhenti
Masase uterus
Lembek
Reposisi/
Operasi
Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)
KBI
Lembek
Uterus berkontraksi/
Perdarahan (-)
Evaluasi Pembekuan
darah (E)
Perdarahan (+)
Perdarahan
tetap
Lembek
KBI
OPERASI
Perdarahan
tetap
Perdarahan
berhenti
42
Keterangan :
A : Apabila robekan jalan lahir sudah terjahit dengan baik dan perdarahan masih
berlangsung, coba dievaluasi penyebab lainnya, misalnya gangguan pembekuan
darah.
B : Pada perdarahan pasca persalinan primer oleh karena sisa plasenta, pengeluaran
sisa plasenta dengan digital biasanya memadai. Kadangkala kuretase diperlukan
seperti halnya pada perdarahan pasca persalinan sekunder.
C : Perdarahan pasca persalinan yang secara primer disebabkan atonia uteri,
ditangani secara khusus (lihat tabel).
D : Untuk operasi uterus pada kasus-kasus inversio uteri lebih baik memakai narkose
(pasien tidak nyeri dan lebih mudah).
Bila tidak berhasil, pertimbangkan operasi.
E : Perdarahan pasca persalinan karena gangguan faktor pembekuan darah, harus
disiapkan darah segar dan kerja sama dengan Lab. Penyakit Dalam serta Patologi
Klinik.
3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya untuk atonia uteri
Jenis dan cara
Dosis dan cara
pemberian awal
Dosis lanjutan
Dosis maksimal
perhari
Indikasi kontra
atau hati-hati
Oksitosin
IV : infus 20 unit dalam 1
ltr larutan garam
fisiologik dengan 60
tetesan permenit
IM: 10 unit
IV : infus 20 unit dalam 1
liter lar. garam
fisiologik dgn 40
tetes/menit
Tidak lebih dari 3 liter
larutan dengan oksitosin
Tidak boleh memberi IV
secara cepat atau bolus
Ergometrin
Misoprostol
IM atau IV (secara
perlahan) : 0,2 mg
Preeklampsia, vitium
kordis, hipertensi
43
(1)
(3)
20
D
BT
0
konfigurasi "Bell Shape" dengan irama yang ritmis.
Komponen dari his adalah : ascending Limb (1) acme (2) dan Descending Limb(3)
3. Jenis Kelainan His
Kelainan his dibagi 2 yaitu :
1) Inersia uterus hipotonik, yaitu kontraksi uterus yang terkoordinasi, tetapi
tidak adekuat.
2) Inersia uterus hipertonik, yaitu kontraksi uterus yang kuat, tidak
terkoordinasi, dan tidak adekuat.
4. Etiologi
1) Inersia uterus hipotonik :
a. penggunaan analgesia,
b. peregangan dinding uterus berlebihan,
c. perasaan takut pada ibu.
2) Inersia uterus hipertonik :
a. disproporsi kepala-panggul (Cephalo pelvic disproportion= CPD),
b. dosis oksitosin yang berlebihan.
5. Macam-macam Kelainan His Menurut Rekaman KTG
1) Kontraksi uterus hipotonus adalah amplitudo kontraksi uterus kurang dari 45
mmHg pada kala I atau kurang dari 80 mmHg pada kala II.
44
Kriteria
KTG
Kemajuan persalinan
Kaput suksedaneum
Hipotonik
Hipertonik
Berhasil
Pervaginam
Tidak berhasil
Tanda-tanda
Hiperstimulasi (+)
Seksio Sesaria
Tanda-tanda
Hiperstimulasi (-)
Pemantauan Lanjutan
45
ADMISSION TEST,
TEST TANPA KONTRAKSI (NST),
TEST DENGAN TEKANAN
ATAU TEST DENGAN OKSITOSIN
DAN RESUSITASI INTRA UTERIN
1. Admission Test
1) Batasan
Pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
yang dipantau secara singkat yaitu10-30 menit, dibuat segera setelah pasien
masuk rumah sakit. Pemeriksaan ini diutamakan untuk kasus-kasus risiko
tinggi dengan dugaan insufisiensi plasenta.
2) Tujuan
Untuk mengetahui kasus-kasus yang berisiko pada persalinan yaitu:
a. Post date (umur kehamilan lebih atau sama dengan 41 minggu) atau
diduga hamil lewat waktu
b. Ketuban Pecah Dini
c. Hipertensi dalam kehamilan
d. Diabetes melitus
e. Pertumbuhan Janin Terhambat/ Kecurigaan Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT)
f. Dugaan gawat janin
g. Penyakit jantung
h. Astma Bronkhiale (serangan) dan penyakit paru lainnya.
i. Pernah melahirkan dengan KJDK.
3) Prosedur Pelaksanaan
a. Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 450 miring ke kiri.
b. Tekanan darah diukur setiap 10 menit.
c. Dipasang kardiotokografi.
d. Dilakukan pemantauan selama 30 menit
e. Dapat dilakukan kurang dari 30 menit bila terdapat gambaran KTG yang
normal.
f. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin
ataupun kontraksi uterus maka pemantauan dilanjutkan dengan
Intermittent monitoring yaitu pemantauan setiap 2 jam selama 30 menit.
4) Kriteria Pembacaan Hasil
a. Normal :
Garis dasar denyut jantung janin antara 110-150 kali permenit.
Variabilitas antara 10-25 kali permenit.
b. Mencurigakan :
Garis dasar denyut jantung janin lebih dari 150 kali per menit,
kurang dari170 kali permenit atau antara 100-110 kali permenit
Variabilitas antara 5-10 kali permenit,
Terdapat deselerasi variabel
c. Patologis:
Garis dasar denyut jantung janin kurang dari 100, atau lebih dari 170
46
kali permenit.
Variabilitas kurang dari5 kali permenit atau lebih dari 25 kali
permenit.
Deselerasi Variabel berat, memanjang, dini yang berulang, atau
deselerasi lain.
Terdapat pola sinusoidal .
47
3. Test Dengan Tekanan (Stress Test) Atau Test Dengan Oksitosin (Oxytocin
Challenge Test=OCT)
1) Batasan
Cara pemeriksaan kesejahteraan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
untukmelihat hubungan antara perubahan denyut jantung janin dengan
kontraksi uterus (ekstrinsik).
2) Indikasi
Ada gambaran NST yang mencurigakan atau patologis
3) Indikasi Kontra
a. Bekas seksio
b. Kehamilan ganda
c. Disproporsi Kepala-Panggul (DKP)
d. Perdarahan ante partum
e. Inkompetensi serviks/pasca operasi serviks
4) Komplikasi
Persalinan preterm.
5) Prosedur Pelaksanaan:
a. Prinsipnya adalah mengusahakan terbentuknya kontraksi uterus 3 kali
dalam 10 menit dengan menggunakan titrasi oksitosin sintetik.
Pasien ditidurkan secara semi Fowler, miring ke kiri 45
Tekanan darah diukur setiap 10 menit
Dipasang alat kardiotokografi
Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti frekuensi,
akselerasi, variabilitas,
gerakan janin dan kontraksi uterus yang spontan.
Pemberian titrasi oksitosin
d. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai 8 tetes/menit,
dan dinaikkan 4 tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus
3 kali per10 menit.
e. Bila sudah ada kontraksi uterus, tetapi frekuensinya kurang dari 3-kali /
10 menit, maka tetesan oksitosin di mulai dari 4 tetes dan dinaikkan 4
tetes setiap 15 menit sampai didapatkan kontraksi uterus 3 kali/10 menit.
f. Bila kontraksi uterus yang diinginkan belum tercapai, maka tetesan
oksitosin dinaikkan sampai maksimal 40 tetes/menit.
g. Tetesan oksitosin dihentikan bila terjadi :
Tiga kali kontraksi dalam 10 menit lama 60 detik
Kontraksi uterus hipertonus (tonus basal lebih dari 20 mmHg)
Deselerasi lambat
Deselerasi memanjang
Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspisious)
48
49
Ante Partum
Mencurigakan
Admission Test
Patologis
Mencurigakan
OCT
Mencurigakan atau
Patologis
Normal
Lahirkan atau
Pantau dengan KTG
tiap 2 jam selam 30
mnt sampai lahir
Negatip
Rawat
Jalan
Mencurigakan
Tidak memuaskan
Hiperstimulasi
Ulangi esok hari
Positip
Lahirkan
Pemantauan
dihentikan
Bila terdapat kelainan denyut jantung janin (auskultasi dan his dilakukan pemantauan dengan
KTG untuk mendapatkan diagnosis gawat janin dan kelainan his.
Fetal Tone
Reactive FHR
Qualitative AFV
Normal (Score = 2)
At least one episode pf FBM of least 30 s duration
in 30 min observation
At least three discrete body/limb movements in 30
min (episode of active continuous movement
considered as single movement)
At least one episode of active ekalitension with
return to flekaliion of fetal limb (s) or trunk. Opening
and closing of hand considered normal tone
At least two episodes of FHR acceleration of > 15
beats/min and of at least 15 s duration associated
with fetal movement in 30 min
At least one pocket of AF that measures at least 2
cm in two perpendicular planes
Abnormal (Score = 0)
Absent FBM or no episode of > 30s in
30 min
Two of fewer episodes of body/limb
movements in 30 min
Either slow ekalitension with return to
partial flekaliion or movement of limb
in full ekalitension. Absent fetal
movement.
Less than two episodes of
acceleration of FHR or acceleration of
< beats/min in 30 min
Either no AF pockets or a pocket < 2
cm in two perpendicular planes
FBM, Fetal breathing movement; FHR, fetal heart rate; AFV, amniotic fluid volume; AF, amniotic fluid.
50
Interpretation
Risk of fetal
asphykaliia
ekalitremely rate
Probable chronic
fetal compromise
Equivocal test,
possible fetal
asphykaliia
Probable fetal
asphykaliia
High probability of
fetal asphykaliia
Fetal asphykaliia
almost certain
Fetal asphykaliia
certain
PNM1 Within
1 wk Without
Intervention
1 per 1000
89 per 10001
Variable
89 per 100011
91 per 10001
125 per 10001
600 per 10001
Management
Intervention only for obstetric and
maternal factors. No indication for
intervention for fetal disease
Determine that there is functioning
renal tissue and for fetal indications
If the fetus is mature, deliver. In the
immature fetus, repeat test within 24
hr. if < 6/10, deliver
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
Deliver for fetal indications
51
PARTOGRAF WHO
1. Batasan:
Partograf WHO, adalah alat sederhana untuk pemantauan ibu bersalin yang
berisi tentang kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi anak.
Tujuan : mencegah partus lama dan partus kasep dan juga memberi petunjuk
kapan seharusnya melakukan rujukan/konsultasi atau tindakan.
2. Indikasi Partograf WHO :
Partograf WHO dipakai untuk :
1) Kasus kehamilan resiko rendah.
2) Pada kasus KRT yang diduga bisa lahir pervaginanm boleh dipantau dengan
partograf WHO dengan persetujuan supervisor.
3. Ketentuan Pemakaian Partograf WHO :
1) Pengisian kolom-kolom mengenai data tentang ibu dan anak sesuai dengan
cara pengisian partograf WHO .
2) Tidak membedakan primigravida dan multigravida.
3) Kriteria penetapan inpartu bila minimal 2 tanda dibawah ini
a. Minimal ada his 3kali dalam 10 menit.
b. Ada penipisan serviks serta pembukaan.
c. Pembawa tanda : lendir campur darah (+)
4) Tidak ada penggunaan istilah observasi inpartu. Bila tanda-tanda inpartu
seperti (ad.3) tidak ada, maka pasen dipulangkan dengan Komunikasi
Informasi Edukasi kapan seharusnya melakukan pemeriksaan ulang. Untuk
pasien dari luar kota. pasien dipulangkan atas persetujuan chief.
5) Bila grafik/garis pembukaan melewati garis waspada, maka merupakan
kasus patologis dan selanjutnya ditangani oleh peserta PPDS I tingkat patol.
Dan bila garis pembukaan memotong garis tindakan, maka peserta FPDS I
tingkat patol menyerahkan penanganan kepada peserta PPDS I tingkat chief
dan mengambil tindakan/keputusan sesuai dengan indikasi serta syarat yang
ada dengan memperhatikan catatan observasi sebelumnya.
6) Bila terjadi seperti (ad.5) maka penderita harus diobservasi dengan seksama
dan tetap memperhatikan CHPB, temperatur dan tanda-tanda vital lainnya
sampai tindakan dilakukan.
7) Tindakan hanya dilakukan bila grafik memotong garis tindakan. Untuk kasus
KRT yang dievaluasi dengan Partograf maka bila grafik memotong garis
waspada, maka sudah harus dipikirkan untuk mengambil tindakan yang
keputusannya diambil setelah konsultasi dengan supervisor jaga.
8) Penderita dengan rujukan, dengan partograf maupun tidak, ditangani
langsung oleh residen tingkat patol. Rujukan dengan partograf yang diisi
dengan benar akan dilanjutkan evaluasinya dengan tetap memperhitungkan
jam pemeriksaan terdahulu.
9) Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam sekali, kecuali bila ada indikasi
seperti ketuban pecah, gawat janin, RUI, dan ibu ingin mengejan.
10) Partograf dipakai hanya untuk menilai partus kala I dan bila pembukaan
lengkap (kala II), maka tindakan selanjutnya berdasarkan indikasi obstetri
biasa (seperti misal terjadinya : kala II lama, gawat bayi, ruptura uteri
52
53
54
55
56
57
Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
sama
10 unit dalam 500 ml
dekstrose atau garam
fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama
sama
Tetes
per
menit
Dosis
(mIU/
menit)
Volume
infuse
Total
volume
infus
10
20
30
40
50
60
5
8
10
13
15
15
30
45
60
75
15
45
90
150
225
30
15
90
315
40
50
60
20
25
30
45
60
75
360
420
495
30
30
90
585
40
50
60
60
40
50
60
60
45
60
75
90
630
690
765
855
Konsentrasi
Oksitosin
2,5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (5 mIU/ml)
sama
sama
sama
5 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (10 mIU/ml)
sama
sama
10 unit dalam 500 ml dekstrose
atau garam fisiologik (20 mIU/ml)
sama
sama
sama
Tetes
per
menit
Dosis
(mIU/
menit)
Volume
infuse
Total
volume
infus
15
30
45
60
8
11
15
23
45
58
23
68
135
30
15
90
225
45
60
23
30
45
68
270
338
30
30
90
428
45
60
60
45
60
60
45
68
90
473
540
630
4) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari
4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi
dengan :
a. terbutalin 250 mcg i.v. pelan-pelan selama 5 menit, atau
b. salbutomal 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit.
58
5) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama
lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit :
a. Naikkan konsetrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes
per menit (15 mIU/menit);
b. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik)
atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit.
6) Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang
lebih tinggi :
Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesaria.
Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per
menit.
Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per unit (60 mIU
per menit), lakukan seksio sesaria
Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml pada multigravida dan
pada bekas seksio sesarea
59
BAGIAN II
Sub Lab
FERTILITAS, ENDOKRINOLOGI
DAN REPRODUKSI
60
AMENORE
GOLONGAN II
GOLONGAN III
GOLONGAN IV
Payudara (-)
Uterus (-)
Payudara (+)
Uterus (+)
FSH & LH
TESTOSTERON
(JARANG)
KARYOTIPING
Evaluasi seperti
Amenore
sekunder
Normal /
Rendah
(sentral)
Tinggi
(gonadaldisgenesis)
Rendah
BBT
Foto Sella Tursica
Tes Anosmia
(S. Kallman)
Kariotyping
XX
XY
Tinggi
Kariotyping
XY
RKH
Testikular
Feminisasi
XY
FSH/LH Tinggi
Testosteron
(Female)
Laparotomi
Gonad (-)
Gonad (+)
Testosteron
(Hanya bila ada
tanda testosteron :
Hirsutism, klitoris
membesar)
Angkat
Testis Angkat
Sesudah puber
HRT
Rendah
Tinggi
LAP
HRT
(Biopsi/angkat)
HRT
VAGINOPLASTI
61
6. Terapi
Dengan mengikuti alur di atas maka pengobatan selanjutnya disesuaikan.
62
1, Batasan
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan abnormal yang terjadi
di dalam atau di luar siklus haid, oleh karena gangguan mekanisme kerja poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa disertai kelainan organik
baik dari genital maupun ekstragenital.
2. Patofisiologi
PUD dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anavulatorik maupun pada keadaan
dengan folikel persisten.
1) Pada siklus ovulatorik.
a. Perdarahan pada pertengahan siklus haid atau bersamaan dengan haid.
b. Kadar estrogen rendah.
c. Progesteron terus terbentuk.
Endometrium yang tebal dan rapuh.
Pelepasan endometrium tidak bersamaan.
Tidak terjadi kontraksi yang ritmis.
Tidak ada kolaps jaringan.
2) Pada folikel persisten.
a. Sering pada masa perimenopause.
b. Jarang pada masa reproduksi.
c. Kadar estrogen tinggi.
d. Hiperplasia endometrium:
Jenis simplek.
Jenis kistik.
Jenis adenomatus.
Jenis atipik.
3. Gambaran klinik
1) Perdarahan dapat terjadi setiap waktu dalam siklus haid.
2) Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan
berulang-ulang.
3) Paling sering dijumpai pada usia menarche atau perimenopause.
4. Etiologi
1) Sulit diketahui dengan pasti.
2) Sering dijumpai pada:
a. Sindroma polikistik ovarii.
b. Obesitas.
c. Imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya: pada
menarche.
d. Gangguan kejiwaan, dll.
5. Diagnosis
1) Anamnesa.
a. Anamnesa yang cermat sangat penting.
63
b. Tanyakan usia menarche, siklus haid setelah menarche, lama dan jumlah
darah haid, latar belakang keluarga dan latar belakang emosionalnya.
2) Pemeriksaan umum:
a. Pemeriksaan umum untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan
yang menjadi penyebab perdarahan.
b. Pada gadis tidak dilakukan kuretase.
c. Pada wanita yang sudah menikah, sebaiknya dilakukan kuretase untuk
menegakkan diagnosis.
d. Pada pemeriksaan histopatologi, biasanya didapatkan endometrium yang
hiperplasia.
3) Diagnosis banding.
Semua perdarahan yang dapat menimbulkan perdarahan abnormal dari
uterus.
6. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan.
1) membuat diagnosis PUD, dengan menyingkirkan kemungkinan kelainan
organik.
2) Menghentikan perdarahan.
3) Memperbaiki keadaan umum penderita, bila anemis diberi tranfusi dan haid
diatur.
A. Menghentikan perdarahan.
1) Kuretase, dilakukan untuk penderita yang sudah kawin.
2) Obat-obatan: (prioritas pilihan menurut urutan).
a. Estrogen:
Biasanya dipilih estrogen alamiah seperti estrogen konyugasi.
Jenis estrogen yang lain adalah Etinil estradiol.
Dosis: 25 mg i.v., diulang setiap 3-4 jam maksimal 4 kali
pemberian (bila perdarahan banyak).
b. Pregesteron:
Tujuan adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh
pemberian estrogen.
Progesteron yang dipilih adalah jenis progesteron yang
molekulnya mempunyai progesteron alamiah. Termasuk dalam
jenis ini adalah medroksi progesteron asetat (MPA) dan
progesteron.
Dosis: 10-20 mg per hari (MPA) selama 7-10 hari, atau
Norethisteron 3 x 1 tablet, 7-10 hari.
c. Pil Kombinasi:
Tujuan adalah: merubah endometrium menjadi reaksi
psudodesidual.
Dosis: bila perdarahan banyak dapat diberikan 4 x 1 selama 7-10
hari kemudian dilanjutkan 1 x 1 selama 3-6 siklus
d. Senyawa Antiprostaglandin
Pemakaian senyawa antiprostaglandin ini terutama diberikan pada
penderita dengan kontraindikasi memberikan estrogen progesteron,
misalnya kegagalan fungsi hati atau keganasan.
64
Belum Menikah
Sudah Menikah
Medika Mentosa
Simpleks Kistik
Simpleks Atipik
Adenomatosa
Kompleks Atipik
Picu ovulasi
Progesteron 10 mg/hr selama
10 hari sebelum haid
Sembuh
Hentikan
pengobatan
Membaik
Lanjutkan
pengobatan
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Estrogen-Progesteron
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln
Provera Tab 2 X 50 mg
selama 3-6 bln
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln
Sembuh
Membaik
Sembuh
Hentikan
peng obatan
Lanjutkan
pengobatan
Hentikan
pengobatan
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Tetap / memburuk
Tetap / memburuk
Dosis dinaikkan
Provera tablet
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Tetap/ memburuk
Tetap/ memburuk
Tetap
Provera
tablet
Dilatasi-Kuretase / Mikro
Kuretase @ 3 bln atau
bila perdarahan ulang
Tetap / memburuk
Memburuk
Histerektomi
65
B. Mengatur haid
1) Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan terapi untuk mengatur
haid.
2) Untuk mengatur haid dapat diberikan:
Pil KB selama 36 bulan.
Progesteron 2 x 1 tablet selama 10 hari, dimulai pada hari ke 16-25
haid.
66
MENOPAUSE
1. Batasan
Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan
setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar
FSH dan LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan
ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya.
2. Gejala
1) Jangka pendek:
Gejolak panas.
Jantung berdebar-debar.
Sakit kepala.
Keringat banyak malam hari.
2) Psikologi:
Perasaan takut, gelisah.
Mudah tersinggung.
Lekas marah.
Tidak konsentrasi.
Perubahan perilaku.
Depresi.
Gangguan libido.
3) Urogenital:
Nyeri sanggama.
Vagina kering.
Keputihan/infeksi.
Perdarahan pasca sanggama.
Infeksi saluran kemih.
Gatal pada vagina/vulva.
Iritasi.
Prolaps uteri/vagina.
Nyeri berkemih.
Inkontinensia urine.
4) Kulit:
Kering/menipis.
Gatal-gatal.
Keriput.
Kuku rapuh, berwarna kuning.
5) Tulang:
Nyeri tulang/otot.
6) Mata:
Kerato konjungtivitis sicca.
Kesulitan menggunakan kotak
lensa.
7) Rambut:
Menipis.
Tumbuh rambut di sekitar bibir,
hidung, dan telinga.
8) Metabolisme:
Kolesterol tinggi.
HDL turun, LDL naik.
9) Jangka Panjang:
Osteoporosis.
Penyakit jantung koroner.
Aterosklerosis.
Stroke.
Dimensia tipe Alzheimer (DAT).
Kanker usus berat.
3. Diagnosis
1) Usia 40-65 tahun.
2) Keluhan sesuai gejala klinis.
3) Amenore lebih dari 6 bulan.
4) Lab : FSH lebih dari 20 IU/ml.
5) E2 kurang dari 50 pg/ml.
67
4. Terapi
1) Tanpa uterus.
Estrogen kontinyu 1 x 0,625 mg (25 hari).
2) Menopause alamiah.
a. Sekuensial: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg (25 hari), ditambah 10 hari
terakhir MPA 1 x 10 mg.
b. Kontinyu: Estrogen konjugasi 1 x 0,625 mg dan Progesteron. 1 x 10 mg.
5. Skema Penatalaksanaan Menopause
Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun
Keluhan (+)
Ada sarana
Keluhan (-)
FSH, E2
sitologi Vagina
Densitometer
tulang
USG calcaneus
Rontgen tulang
Pencegahan
Konsultasi
Bagian Lain
Konsultasi
Bagian Lain
Tidak Ada
Kelainan
HRT
Observasi
Terapi/
Pencegahan
Pencegahan
Terapi
Timbul Keluhan
Atau Menopause
>1 tahun tanpa
keluhan
68
PENANGANAN INFERTILITAS
1. Bagan Alir Penanganan Pasutri Dengan Infertilitas
Pasangan Suami-Istri
Dengan Infertilitas
Poliklinik Infertilitas :
Wawancara
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan Genital
Singkirkan :
Amenore
Galaktore
Terapi sesuai
temuan
Normal
Abnormal
Normal
Usia Ibu
<30 thn
Abnormal
Ulang 1 Siklus Dgn
Ethinil Estradiol
Umur > 30
thn dan atau
Kawin > 2 thn
Normal
Catatan:
PCT
EE
IUI
IVF
Penetrasi
Sperma (-)
Laparoskopi
Diagnostik
Abnormal
Konservatif
Hamil (-)
Konsultasi
Bagian Andrologi
Kualitas Lendir
Serviks Jelek
Laparoskopi
Diagnostik
Tidak Hamil
Tetap
Abnormal
Normal
I.U.I. 6 Siklus
I V F
Hamil (-)
69
Jumlah
Sperma
Kuantitas
Forniks posterior
Endoserviks
Kualitas :
0 : Tidak Bergerak
1 : Bergerak ditempat
2 : bergerak lambat lurus atau tidak lurus
3 : bergerak maju cepat dan lurus
Motalitas (%)
Kualitas
0
1
2
Kuantitas
Memuaskan
Jelek
: 1+2+3
20 sperma
: dengan skor 3
: < 10 sperma
70
71
HCG(malam)
Induksi Ovulasi
1
Support Iuteal I
34-36 Jam
12
Haid hari
Support Iuteal II
14
0
+4
+7
+16
TVS
Lab : LH, FSH,E2, &
TVS
Lab. : E2 (pagi)
Lab hormon:
hCG, E2
72
BAYI TABUNG
(IVF = IN VITRO FERTILIZATION)
(ET = EMBRYO TRANSFER)
1. Indikasi
1. Kerusakan kedua tuba.
2. Faktor suami.
3. Faktor serviks abnormal.
4. Faktor Imunologik.
5. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya.
6. Infertilitas karena endometriosis.
2. Syarat
1.
2.
3.
4.
5.
3. Tahapan Pelaksanaan
1. Pemeriksaan penyaring pasutri.
2. Pemilihan protokol stimulasi.
3. Stimulasi indung telur yang dijadwalkan.
4. Pemantauan perkembangan folikel.
5. Pengambilan oosit (ovum pick up).
6. Persiapan dan prosedur Lab.
7. Perkembangan embryo dalam medium biakan.
8. Transfer Embryo.
9. Pemantauan & support fase luteal.
10. Diagnosis kehamilan.
11. Analisa sebab kegagalan.
12. Perawatan obstetrik.
73
2
ET
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp)
OPU
Buserelin
0,2 mg (0,2cc)
2
Haid hari ke-
11
13
8 11 15
+ 34 36 jam
TVS
Lab :
-hCG
dan E2
TVS dan E2
2
ET
Gonadotropin
75-225 mg(1-4 Amp)
Buserelin
0,4 mg (0,4cc)
-2
-21
TVS
Lab :
OPU
Buserelin
0,2 mg (0,2cc)
11
+ 34 36 jam
8 11 15
-hCG
dan E2
TVS dan E2
74
BAGIAN II
Sub Lab
GINEKOLOGI-ONKOLOGI
75
ABORTUS
1. Batasan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi.
Insiden abortus 10-15% kehamilan.
2. Klasifikasi
1) Menurut mekanisme terjadinya:
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi, yang
dibedakan atas:
Abortus provokatus terapeutikus; yaitu abortus provokatus yang
dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan ibu dan atau janin.
76
5. Komplikasi
1) Perdarahan ringan sampai berat.
2) Infeksi ringan sampai dengan berat.
3) Kelainan fungsi pembekuan darah.
6. Gejala Klinis dan Penatalaksanaan
A. Abortus Iminens
1) Gejala klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa (kalau perlu):
Penenang: Luminal, Diazepam.
Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg.
Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari.
Plasentotrofik:
Allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tab.
d. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebab.
e. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas
dilakukan rawat inap.
B. Abortus Insipiens
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang- berat, dan
e. Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka, ketuban utuh, dan
tinggi fundus uterus sesuai dengan umur kehamilan.
2) Penatalaksanaan:
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih
dari12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase.
c. Medikamentosa.
Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari.
Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
C. Abortus inkomplit
1) Gejala Klinis:
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat, dan
77
78
1. Batasan
Aspirasi Vakum Manual (AVM) adalah merupakan salah satu cara efektif untuk
tindakan penanganan terhadap abortus inkomplit. Dilakukan dengan cara
mengisap sisa hasil konsepsi dari kavum uteri dengan tekanan negatif (vakum).
2. Prinsip-prinsip dalam teknik melakukan AVM
- Hanya dilakukan pada abortus inkomplit hingga usia kehamilan 1214 minggu
(trimester pertama), serta dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Dari hasil
beberapa penelitian dikatakan bahwa AVM memberikan risiko yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kuretase tajam.
- Evakuasi sisa hasil konsepsi abortus inkomplit pada usia kehamilan diatas 14
minggu (trimester kedua) dapat dilakukan dengan Dilatasi dan Evakuasi (D&E).
Risiko komplikasi yang dihadapi diantaranya perdarahan yang hebat dan
perforasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan perlindungan
oksitosin drip (200 unit oksitosin dalam500 ml ciran infus, dengan kecepatan
3040 tetes permenit) serta persiapan transfusi. Tindakan evakuasi
menggunakan kanula dan tabung AVM, sebaiknya dikombinasi dengan
penggunaan klem ovum (klem Fenster/Foerster) sebagai upaya pembersihan
pendahuluan.
- Dilatasi serviks jika perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai
dengan diameter kanula yang hendak dimasukkan ke dalam kavum uteri.
- Mula-mula dimasukkan kanula (yang sesuai dengan bukaan serviks) ke dalam
kavum uteri.
- Setelah itu hubungkan kanula dengan tabung pengisap (yang telah disiapkan
tekanan negatifnya) melalui adaptor.
- Buka katup pengatur di bagian depan tabung sehingga tekanan negatif (sekitar
satu atmosfir atau 26 inchi/660 mmHg) mulai mengisap masa sisa hasil konsepsi
di dalam kavum uteri.
- Kanula digerakkan maju-mundur sambil dirotasikan ke kanan dan ke kiri
sehingga meliputi semua permukaan dalam dinding uterus.
- Tekanan negatif atau vakum tersebut akan menarik massa kehamilan melalui
kanula ke dalam tabung penghisap.
- Setelah dipastikan kavum uteri bersih dari sisa hasil konsepsi, tindakan selesai.
79
BAGAN
Langkah evaluasi dan penatalaksanaan
Pasien dengan abortus inkomplit yang ditangani dengan AVM
Penampilan
Langkah awal
EVALUASI KLINIS
Anamnesa
Px Fisik
Px Vagina
Lain-lain
PENATALAKSANAAN
Perdarahan ringan
hingga sedang
Perdarahan hebat
Trauma intra
abdomen
Infeksi/Sepsis
Kain pembalut
tidak basah
setelah 5 menit
Darah segar
tanpa bekuan
Darah campur
lendir
Jumlahnya
banyak,
Segar, dengan
atau tanpa bekuan
Pembalut, handuk
atau pakaian,
segera basah oleh
darah
Pucat
Perut kembung
Bising usus
melemah
Dinding perut
tegang
Nyeri ulang-lepas
Mual, muntah
Nyeri punggung
Demam
Nyeri perut, kram
Demam, menggigil
Sekret berbau
Riwayat abortus
provokatus
Nyeri perut
Perdarahan lama
Gejala seperti
influenza
Bila komplikasi
teratasi dan pasien
stabil, lakukan
AVM
Pikirkan
kemungkinan
perforasi uterus
Tunda AVM
Lakukan AVM
80
LEKORE
1. Batasan
Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan
darah. Lekore bukanlah penyakit tersendiri tetapi merupakan gejala yang
menunjukkan keadaan fisiologis dan patologis.
2. Jenis Lekore
1. Lekore fisiologis
1) Bayi baru lahir.
2) Sekitar menarche.
3) Keinginan seks meningkat.
4) Sekitar ovulasi, dan
5) Kehamilan.
2. Lekore Patologis
A. Pada infeksi genitalia
1) Trickomonas Vaginalis.
a. Gejala Klinis berupa flour encer sampai kental,.warna
kekuningan, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan
disuria.
b. Diagnosis.
Gejala klinis seperti diatas.
Inspekulo lekore seperti diatas, tanda peradangan, dan
bintik-bintik merah pada vagina (fly bitten).
Preparat basah (PZ): parasit lonjong berflagella dengan
gerakan lincah.
c. Terapi.
Ditujukan pada penderita dan pasangan seksualnya.
Perempuan (penderita):
Metronidazole 2 kali 500mg per oral selama 5 hari.
Metronidazole supp pervaginam.
Canesten SD l kali.
Laki-laki pasangan seksual:
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari per oral.
2) Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.
a. Gejala klinis lekore agak lengket dan terasa gatal, berbau
amis seperti bau ikan tuna.
b. Kriteria diagnosis:
sekret vagina putih homogen dan lengket.
tes amin positip.
Clue-cell positip, dan
pH cairan vagina lebih dari 4,5.
c. Terapi.
Terapi ditujukan kepada penderita dan pasangannya.
Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.
81
B.
C.
D.
E.
82
KEHAMILAN EKTOPIK
1. Batasan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal; termasuk kehamilan servikal dan
kehamilan kornual.
2. Patofisiologi
Kehamilan ektopik terutama akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba Fallopii ke rongga rahim, selain akibat kelainan ovum yang
dibuahi itu sendiri adalah predisposisi kehamilan ektopik.
3. Faktor risiko
1) Gangguan transportasi hasil konsepsi:
a. Radang panggul.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
c. Penyempitan lumen tuba akibat tumor.
d. Tindakan operasi pada tuba pasca bedah mikro, dan
e. Abortus.
2) Kelainan Hormonal:
a. Induksi ovulasi.
b. Invitro fertilisasi (IVF).
c. Ovulasi yang terlambat, dan
d. Trasmigrasi ovum.
3) Penyebab yang masih diperdebatkan:
a. Endometriosis.
b. Cacat bawaan.
c. Kelainan kromosom.
d. Kualitas sperma, dan sebagainya.
4. Pembagian
Menurut lokasi maka kehamilan ektopik dibagi atas:
1) Kehamilan Tuba (95-98%) yaitu:
a. Kehamilan tuba pars interstitial.
b. Kehamilan tuba pars ismika.
c. Kehamilan tuba pars ampularis.
d. Kehamilan tuba pars infundibularis.
e. Kehamilan tuba pars fimbrialis.
2) Kehamilan Ektopik pada uterus:
a. Kehamilan servikalis dan
b. Kehamilan kornual.
3) Kehamilan Ovarium.
4) Kehamilan Abdominal.
a. Primer dan
b. Sekunder.
5) Kehamilan kombinasi, dimana kehamilan ektopik dan kehamilan intra uterus
didapatkan bersamaan.
83
5. Gejala Klinis
1) Bervariasi.
2) Pada Kehamilan Ektopik yang belum terganggu:
Terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual,
muntah, dan lainnya.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan rahim membesar dan tumor di
daerah adneksa.
Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, perdarahan, dan
nyeri abdomen.
3) Kehamilan Ektopik Terganggu.
Disamping gejala-gejala di atas, didapatkan gejala-gejala akut abdomen
akibat pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan hemodinamik berupa
hipovolemik akibat perdarahan.
6. Diagnosis dan Penatalaksanaan
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
Akut (KET)
Douglas Punctie
(KP)
Kronik
(Hemato
cele)
GS (+)
Intra Uteri
GS (-) /
PPT (-)
GS (+)
Extra Uteri
GS (-)/
PPT (+)
Bukan KE
Laparotomi/Proof Lap
84
85
c.
d.
e.
f.
g.
Deskripsi
Radang panggul tanpa penyulit, terbatas pada tuba dan
ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis
Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang
atau abses pada kedua tuba atau ovarium
Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ
pelvik
7. Diagnosis Banding
1) Kehamilan Ektopik Terganggu.
2) Abortus septik.
3) Ruptur kista.
4) Apendisitis.
8. Penyulit
1) Jangka pendek/segera: pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan
selulitis.
2) Jangka panjang: infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dan nyeri
kronik.
9. Penatalaksanaan
A. Rawat jalan untuk Penyakit Radang Panggul Derajat I.
1) Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
86
87
88
2) ATO pecah :
a. Syok septik.
b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
Penatalaksanaan
1) ATO utuh.
a. Konservatif.
b. MRS kalau perlu IVFD.
c. Tirah baring semi Fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urine.
e. Antibiotika.
Kombinasi I:
Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.
Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari.
Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
Kombinasi II:
Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7 hari.
Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
f. Operatif laparotomi.
2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan pasang drainase.
b. Antibiotika:
Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.
Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari.
89
MIOMA UTERUS
1. Batasan
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel.
2. Lokasi Tumor
1) Submukus.
2) Intramural.
3) Subserous.
4) Intraligamenter.
5) Pedunculated (bertangkai).
6) Wondering (bebas migrasi sehingga disebut mioma parasitik).
3. Patofisiologi
Berasal dari sel totipotensial primitif atau Immature Muscle Cell Nest, dalam
miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon
estrogen. Tumor terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat fibrous, dan banyak
pembuluh darah. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi, jarang
ditemukan sebelum menarche dan setelah menopause. Tumor membesar oleh
karena pengaruh estrogen.
4. Gejala Klinik
1) Tanpa Gejala.
2) Dengan Gejala.
Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan
padat kenyal.
Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema
tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis.
Infertilitas dan kehamilan ektopik.
Tanda abdomen akut.
5. Diagnosis
1) Anamnesis.
2) Palpasi abdomen terdapat masa padat, batas jelas, dan tanpa nyeri.
3) Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus.
4) USG didapatkan gambaran khusus.
5) Dilatasi dan kuretasi dengan pemeriksaan PA pada gangguan perdarahan.
6) PA pasca operatif.
6. Diagnosis Banding
1) Tumor solid ovarium.
2) Adenomiosis.
3) Kelainan bentuk uterus.
4) Tumor solid non ginekologi.
5) Kehamilan.
6) Miosarkoma.
90
7. Komplikasi
1) Perdarahan sampai dengan anemia.
2) Torsi pada mioma yang bertangkai.
3) Infeksi.
4) Degenerasi merah sampai nekrosis.
5) Degenerasi ganas miosarkoma.
6) Degenerasi hialin.
7) Degenerasi kistik.
8) Infertilitas.
8. Penatalaksanaan
Berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur dan paritas
penderita.
Mioma
Tanpa keluhan
Konservatif
Dengan keluhan
Operatif
Catatan:
1) Keluhan adalah gangguan haid dan atau keluhan pendesakan.
2) Operatif pada:
Umur lebih dari 50 tahun dilakukan TAH-BSO.
Menginginkan anak: miomektomi atau hanya enukleasi mioma.
3) Pada kasus dengan gangguan menstruasi; apabila umur lebih dari 40 tahun
dilakukan D & C + PA untuk melihat kemungkinan keganasan.
91
LESI PRAKANKER
1. Batasan
Lesi prakanker adalah Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) atau Low grade
Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High grade
Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL).
2. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui; diduga yang berperan penting adalah Human
Papilloma Virus (HPV) onkogenik tinggi yaitu tipe 16, 18, 45, 56. Konsep
multifaktorial masih dianut dimana pajanan HPV adalah faktor risiko mayor.
3. Faktor Risiko
1) Faktor Epidemiologi:
a. Hubungan seksual usia muda.
b. Hubungan seksual dengan multi partner.
c. Kawin usia muda.
d. Hamil usia muda.
e. Multiparitas.
f. Prostitusi.
g. Suami berisiko.
h. Sosial ekonomi rendah.
i. Infeksi veneral.
2) Faktor lain yang potensial:
a. Status imunitas rendah seperti pada HIV.
b. Kontrasepsi oral.
c. Perokok.
d. Riwayat lesi serviks.
e. Pernah terapi DES.
f. Defisiensi vitamin A dan C.
3) Faktor Infeksi Virus:
a. Human Papilloma Virus (HPV).
b. Herpes Simplex Virus (HSV).
c. Cyto Megalo Virus (CMV).
4. Gejala Klinis
1) Tanpa gejala.
2) Dengan gejala seperti keputihan/berbau, perdarahan pasca senggama, nek
suprasimfisis.
3) Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
5. Diagnosis
1) Sitologi dengan Pap Smear.
2) Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah.
3) Kuretasi endoserviks (KES).
92
6. Penanganan
PAP SMEAR
LESI PRA KANKER (LSIL/H SIL)
KOLPOSKOPI
Memuaskan
Tidak memuaskan
Normal
Abnormal
Normal
Abnormal
Ulang Pap
Biopsi
KES/ECC
Biopsi +
KES/ECC
Pemeriksaan PA
Normal
L SIL
Ulang Pap
6-12 bulan
Ulang pap
3 bulan
Kanker
H SIL
Kanker
CIN II
H SIL
Kauter
Konisasi
Histerektomi
93
MOLA HIDATIDOSA
1. Batasan
Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak sel trofoblas di mana terjadi kegagalan
plasentasi atau fekundasi fisiologis yang mengakibatkan vili menggelembung
menyerupai buah anggur.
2. Etiopatogenesis
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui pasti. Beberapa teori menyatakan
beberapa faktor risiko seperti:
1) Umur ibu di bawah 15 tahun atau diatas 40 tahun.
2) Sosial ekonomi rendah yang dihubungkan dengan defisiensi nutrisi.
3) Riwayat kehamilan mola, abortus spontan berulang.
4) Ras, dll.
3. Pembagian
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria:
Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml.
Besar uterus < umur kehamilan, dan
Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria:
-hCG > 100.000 IU/ml.
Besar uterus lebih dari umur kehamilan.
Kista ovarium > 6 cm, dan
Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40
tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme.
4. Diagnosis
1) Gejala klinis.
Keluhan dan tanda-tanda klinis mola hidatidosa pada umumnya muncul pada
20 minggu kehamilan, antara lain:
a. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus
menunjukkan besar uterus lebih dari dari usia kehamilan).
b. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai
dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering
disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
c. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
d. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.
2) USG.
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju
intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran daerah kistik yang disertai "echogenic
chorionic material". Mungkin pula tampak sakus gestasional dengan
fetus hidup seperti kehamilan normal.
3) Kadar -hCG darah atau urine pada umumnya tinggi.
4) Histopatologik.
Gambaran patologik pada mola hidatidosa:
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
94
95
96
Skema Penanganan
CURIGA MOLA HIDATIDOSA
Klinis
USG
hCG
Ab. Imminen
Hamil Kembar
Hamil + Mioma
MOLA HIDATIDOSA
Persiapan komplit
/seperlunya
Umur > 40 th
dan anak cukup
Histerektomi PA
MOLA. HIDATIDOSA
Korio Karsinoma
Pengawasan lanjut
12 minggu
Mola RR tiap 2 mg
Mola RT tiap 1 mg
Klinis & hCG urine /
serum
Normal/Remisi
hCG serum normal
Test Pack 2x negatif
Pengawasan lanjut KB
belum punya anak 1 th
sudah punya anak 2 th
TERAPI
PTG
97
Diskripsi
Penyakit terbatas pada uterus
Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis
Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya penyakit
pada uterus, vagina atau pelvis
Penyakit menyebar ke otak, hati, ginjal, dan atau saluran cerna
Stadium IV
Faktor Prognosis
Umur (tahun)
Antaseden
Bulan dari Kehamilan
sebelumnya
hCG (IU/L)
0
< 39
MH
1
> 39
Abortus
H.aterm
4-6
7-12
10
-
4
5-7
>7
10 OxA
AxO
3-5
Lien, Ginjal
1-4
10 B
AB
5
GI, hati
4-8
1 obat
12
103-
Otak
8
> 2 obat
= risiko rendah
= risiko sedang
= risiko tinggi
98
4. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena
penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. HBEs (Trias Acostasizon):
H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil
ektopik.
B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan lunak.
b. Kista theca lutein unilateral/bilateral.
c. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
4) Laboratorium.
-hCG serum/urine tinggi atau tidak turun memadai pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
5) Pemeriksaan Penunjang.
a. Foto toraks.
b. DL, LFT, RFT.
c. Kalau perlu: USG abdomen/pelvis, CT-scan, fungsi tiroid, dll.
5. Skema Penatalaksanaan PTG
PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
Stadium
Sistem skor
Stadium II-III
Stadium I
Ingin
Anak
Anak
Cukup
Risiko
rendah
Stadium IV
Risiko
tinggi
Histerektomi
MTX /
ACD
MCA
MAC Radiasi
+ 2.000 3.000
rad
Catatan.
Terapi radiasi dipilih apabila terdapat metastasis ke otak/hati dengan dosis
2.000-3.000 rad.
99
Sitostatika.
1) Syarat seperti syarat umum pemberian sitostatika/kemoterapi.
2) Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 1-3 seri after course.
3) Perubahan regimen apabila:
Titer hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri.
Terdapat tanda-tanda metastase.
Resisten apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi
tidak mencapai normal.
4) Dikatakan remisi apabila -hCG normal 3 kali berturut-turut interval 2
minggu.
MTX
: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im. atau 3 x 5
mg/hari oral selama 5 hari interval 7-10 hari.
Actinomycin D : 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari
interval 7-10 hari.
MCA
: MTX 15 mg/hari im, Ac.D 0,5 mg/hari iv dan
Chlorambucil 10 mg/hari per oral selama 5 hari
interval 2 minggu.
6. Pengawasan Lanjut
1) Dilakukan anamnesis/pemeriksaan.
Keluhan.
Pemeriksaan fisik umum.
Pemeriksaan ginekologi dan vaginal toucher (VT).
-hCG, dan
Lain-lain berdasarkan indikasi.
2) Jadwal pengawasan lanjut.
Tiga bulan I
: setiap 2 mmggu.
Tiga bulan II
: setiap 4 minggu.
Enam bulan II
: setiap 8 minggu.
Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
3) Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.
100
KANKER SERVIKS
1. Batasan
Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim.
2. Etiopatogenesis
1) Penyebab pasti belum ada yang diketahui.
2) Beberapa faktor (multifaktorial) yang diduga:
a. Umur ( 4060 th/ 2030 th).
b. Paritas ( 4).
c. Koitus usia dibawah 16 tahun dan berganti partner seksual;
dihubungkan dengan sifat komplemen histon sperma dan alkalis
semen.
d. Merokok aktif dan atau pasif.
e. Akseptor pil kontrasepsi.
f. Status gizi, sosial ekonomi kultural.
g. Status imunitas seperti penderita HIV-AIDS.
h. Infeksi: Mikoplasma, Klamidia, dan Virus Herpes Simplek tipe 2.
i. Pajanan Virus Human Papilloma onkogenik terutama tipe 16, 18, 33,
35, 45, 58.
3) Kanker serviks berawal dari lesi prakanker yang dalam kurun waktu 5-15
tahun dapat menjadi kanker serviks invasif.
3. Patologi
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan histopatologik dimana
dibedakan atas:
1) Tipe Epidermoid (80%).
2) Tipe Adeno (15%).
3) Tipe lain (5%).
4. Stadium Klinik
Stadium
0
I
Ia
Ib
II
II a
II b
III
III a
III b
IV
IV a
IV b
Deskripsi
Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada serviks
Tampak serviks tidak mencurigakan
Tampak serviks mencurigakan
Karsinoma menyebar ke Vagina dan atau Parametrium
Menyebar ke Vagina 2/3 proksimal
Menyebar ke Parametrium tetapi tidak sampai ke dinding pelvis
Karsinoma menyebar ke Vagina 1/3 distal, mencapai dinding pelvis,
atau terjadi gangguan fungsi ginjal tanpa penyebab yang jelas
Penyebaran sampai ke vagina 1/3 distal
Sampai ke dinding pelvis atau karsinoma dengan gangguan fungsi
ginjal tanpa penyebab yang jelas
Karsinoma serviks menyebar ke organ sekitar atau jauh
Penyebaran ke organ sekitar di daerah pelvis
Penyebaran jauh
101
5. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Perhatikan faktor risiko.
b. Tanpa keluhan.
c. Dengan keluhan:
Keputihan.
Perdarahan pervaginam abnormal.
Perdarahan post koital.
Perdarahan pasca menopause.
Gangguan kencing dan defekasi.
Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.
Keluhan-keluhan lain sesuai dengan lokasi penyebaran penyakit.
2) Pemeriksaan Fisik Umum.
a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal.
b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang
terkena.
3) Pemeriksaan Ginekologi.
a. Vaginal toucher.
Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada
vagina.
Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi,
eksofitik atau endofitik.
Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan
sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi
piometra dan hematometra.
Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat,
apakah terdapat tumor.
b. Rectal Toucher.
Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer
Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral
serviks dengan dinding pelvis.
Kriteria : CFS 100%
: berarti belum ada tanda-tanda
penyebaran.
CFS 25-100% : berarti ada penyebaran, tetapi belum
mencapai dinding pelvis.
CFS 0%
: berarti penyebaran mencapai dinding
pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar
kolon, rektum dan vesika urinaria.
4) Pemeriksaan Penunjang.
a. Pap smear sebagai skrining.
b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi.
c. Konisasi.
d. Tes fungsi ginjal, hati, dll.
e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan:
Sistoskopi.
Foto toraks.
CT Scan.
USG ginjal/abdomen.
Rektoskopi.
IVP.
102
Stadium 0
Ingin Anak
Stadium I-IIA
Radikal Histerektomi
Tidak Ingin
Anak
Konisasi
Histerektomi
Adjuvant terapi
Eksternal radiasi 4.000 5.000 rad
Sitostatika PVB / BOM
Pengawasan
lanjut
Stadium IIB
Neo adjuvant:
Khemoterapi
Khemo+radia
si internal
Operabel
Stadium III
Stadium IV
Khemoradi
asi (kemoradiasi
eksternal)
Radiasi
eksternal
Non
Operabel
Radikal
Histerektomi
Paliatif
Radiasi
/operasi /
sitostatika
paliatif
Simptomatis
Eksternal Radiasi
4.000-5.000 rad
Catatan.
1) Terapi radiasi dapat diberikan pada setiap stadium.
2) Paliatif anti nyeri selain untuk pasien stadium invasif-lanjut juga dapat
diberikan pada setiap stadium sesuai dengan keluhan.
3) Pada kanker serviks stadium Ib ke atas dengan kehamilan diberikan
khemoterapi neo-adjuvant setelah dilakukan KIE kepada pasien, suami,
dan keluarga.
7. Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Pap Smear:
Tiga bulan I setiap bulan.
Dua tahun II setiap 3 bulan.
Selanjutnya setiap 6 bulan.
2) Kalau perlu pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium: LFT, RFT, HB, Leuko, Trombosit.
b. Foto Toraks, IVP.
103
Stadium 0
AtermPartus
pervaginam / SC
Konisasi Tri II
Std. 0
Tdk ingin
anak lagi
Std Invasif
Ingin anak
lagi
Stadium Ia
S t a d i u m I b ke atas
Tunggu
aterm SC
UK 20 mg
Operasi
radikal pd
Waktu
selesai
masa
nifas
Aterm Spt / SC
Histerek
tomi
Terapi sesuai
Std. invasif
Konisasi
UK 20-30 mg
UK > 30 mg
Eks. Radiasi /
Histerektomi
SC
Sesuai
terapi Ca
Serviks
tdk hamil
Tunggu
pematangan
paru, SC
Pengawasan
Std. 0
Std. invasif
Pengawa
san
Terapi
sesuai
Std. invasif
104
KARSINOMA VULVA
1. Batasan
Karsinoma vulva adalah keganasan primer pada vulva.
2. Etiopatogenesis
1) Penyebab belum diketahui dengan pasti.
2) Diduga karena rangsangan kronis berupa iritasi/trauma pada lesi preinvasif
seperti: VIN, Vulvar distrofi, dan Paget's diseases.
3) Dicurigai sebagai faktor predisposisi adalah:
a. Multi partner seksual.
b. Riwayat genital warts oleh HPV, dan
c. Perokok.
3. Patologi
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi.
2) Jenis histopatologis:
a. Squamous cell carcinoma (90%).
b. Melanoma (4-5%).
c. Verrucous carcinoma (2-3%).
d. Adeno carcinoma, basal cell carcinoma, sarcoma (2-4%).
4. Penentuan Stadium Klinis
Stadium
0
I
TNM
Ti No Mo
Ti Ni Mo
II
T2 No Mo
T2 Ni Mo
T3 No Mo
T3 Ni Mo
T3 M2 Mo
III
IV
Tx N3 Mo
T4 No Mo
T4 Ni Mo
Tu Nx Mia
Tx Nx Mib
Klinik
Karsinoma insitu VIN 3 non invasive Pagets disease
Tumor terbatas pada vulva diameter kurang dari 2 cm
Tak ada pembesaran kelenjar limfe inguinal yang
mencurigakan
Tumor terbatas pada vulva, diameter > 2 cm
Tidak ada pembesaran kelenjar yang mencurigakan
Tumor dengan berbagai ukuran:
1. Penyebaran ke uretra dan/atau vagina, perineum/anus
2. Secara klinis pembesaran kelenjar inguinal dicurigai
metastase
1. Infiltrasi ke mukosa kandung kencing, mukosa rektum,
1/3 bagian atau mukosa uretra dan atau
2. Terfiksir ke tulang dan atau
3. Penyebaran jauh
5. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Sering ditemukan pada masa menopause, rata-rata umur 65 tahun.
b. Keluhan yang sering adalah pruritus dan massa di daerah vulva.
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Keluhan yang lain sesuai dengan organ yang terkena perluasan
penyakit.
2) Pemeriksaan fisik dan Ginekologi.
a. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau ulkus.
b. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di daerah vulva.
105
Stadium 0
Eksisi Lokal
Stadium I-II
Vulvektomi
Groin disection
Limfadenektomi
Stadium III - IV
Radiasi eksternal
2.000-3.000 rad
Non
Operabel
Radikal vulvektomi/
yg lebih advance
Paliatif
Operabel
Post Operasi
Radiasi eksternal 4.000 5.000 rad
Sel Ganas (-)
pd kel. Limfe
Pengawasan lanjutan
Eksternal
Radiasi 4.000
5.000 rad
Catatan :
Sitostatika biasanya diberikan untuk
radiosensitisasi
7. Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan.
a. Anamnesis.
b. Fisik Umum.
c. Ginekologi, dan
d. Kalau perlu Pap Smear, kolposkopi atau biopsi.
2) Jadwal.
a. Tiga bulan I
: setiap minggu.
b. Sembilan bulan II : setiap bulan.
c. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
106
KARSINOMA ENDOMETRIUM
1. Batasan
Karsinoma endometrium adalah keganasan yang berasal dari endometrium.
2. Etiopatogenesis
Penyebab belum diketahui pasti.
Dikemukakan bahwa peranan estrogen sebagai karsinogenik dimana faktor
risiko adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
Hiperplasia glandulare.
Obesitas.
Terapi estrogen.
Diabetes Melitus.
Lain-lain seperti nulipara, late menopause, dan hipertensi.
3. Patologi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Jenis histopatologis:
1) Adeno karsinoma (65%).
2) Adenoma akantoma (19%).
3) Lain-lain (16%).
4. Stadium Klinik
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium Ia
Stadium Ib
Deskripsi
Karsinoma insitu
Karsinoma terbatas pada uterus
Kedalaman kavum uteri kurang dari 8 cm
Kedalaman kavum uteri lebih dari 8 cm.
Gl = Well differentiated Adeno Ca
G2 = Moderately differentiated Adeno Ca
G3 = Undifferentiated Adeno Ca
Stadium II
Karsinoma menyebar ke serviks uteri.
Karsinoma menyebar ke luar uterus tapi tidak keluar
Stadium III
dari true pelvic
Stadium IV
Karsinoma menyebar ke luar dari true pelvic
Stadium IVa Pada organ yang berhubungan
Stadium IVb Penyebaran ke organ jauh
5. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah.
2) Pemeriksaan fisik umum.
a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
107
Stadium 0
Stadium I-II
Stadium
I-G1
Stadium
I-G2-3
TAH BSO +
Pelvik & Para
aortik limfa
denektomi
selektif
TAH BSO
Ekstended +
pelvik & aortik
limfadenektomi
selektif
Post
Radikal histerektomi /
TAH BSO Ekstended +
Selektif Pelvik / Aortik
Limfadenektomi
Radiasi intrakaviter
3.000 mgh, setelah 6 mgg
lanjutkan TAH BSO
Ekstended+selektif pelvik
& aortik limfadenektomi
Operasi
Pengawasan
Stadium III-IV
TAH BSO
Ekstended +
Ex. Radiasi/
Sitostatika /
Progresteron
Radiasi Intra
kaviter 3.000 mgh
Ex. Radiasi :
Pelvis :
4.0005.000 rad
Abdomen :
2.0003.000 rad
Catatan.
1) Pada waktu laparotomi.
a. Dilakukan sitologi cairan/pencucian kavum peritoneum.
b. Setiap daerah yang mencurigakan penyebaran keganasan dilakukan
biopsi.
c. Setelah uterus terangkat, dibelah dan diperhatikan luas penyebaran/
dalamnya penyakit pada dinding uterus.
108
2) Sitostatika.
Regimen : CAP (Cyclophoshamide + Adriamicin + Cis. Platinum)
Melphalan + 5 Fluro urasil (5 FU)
Adriamycin + Cyclophosphamide.
3) Progesteron.
a. Megistrol 180 mg - 320 mg/hari per oral.
b. Medroksi progesteron asetat/kaproat 1000 mg/minggu i.m.
c. Medroksi progesteron asetat 150-200 mg/hari per oral.
4) Tamoksifen (anti estrogen): 20-40 mg/hari dan lama pemberian seperti
pada terapi progesteron.
5) Terapi definitif diberikan selama tidak terjadi rekurensi atau bila tidak
progresif.
6) Terapi adjuvant 8-12 minggu.
7. Pengawasan Lanjutan
1) Komponen yang dievaluasi:
a. Keluhan.
b. Keadaan fisik.
c. Pemeriksaan ginekologi bimanual.
d. Pemeriksaan lain kalau perlu seperti: Pap Smear, foto toraks, CT-Scan,
dan tumor marker.
2) Jadwal pengawasan lanjut:
a. Satu tahun I
: setiap 1 bulan.
b. Satu tahun II
: setiap 3 bulan.
c. Selanjutnya
: setiap 6 bulan.
109
KANKER OVARIUM
1. Batasan
Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik primer maupun
sekunder.
Tumor neoplastik ovarium berasal dari:
1) Coelomic epithelium.
2) Germ cell.
3) Metastatic dari organ lain.
2. Etiopatogenesis
Etiologi belum diketahui dengan pasti.
Diduga berhubungan dengan faktor:
1) Herediter.
2) Lingkungan fisik dan kimia.
3) Ovulasi.
4) Abnormalitas gonad.
5) Virus.
3. Patologi
Diagnosis keganasan dan tipe histopatologis berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologi.
1) Derajat Keganasan.
a. Borderline/low potential malignancy.
b. Frankly malignant.
2) Tipe Histopatologis.
a. Epithelial (90%).
b. Nonepithelial (10%).
4. Kriteria Diagnosis
1) Gejala Klinis.
a. Dicurigai kanker ovarium usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 60
tahun /menopause dengan:
Tumor kistik atau solid.
Mobile atau terfiksir.
b. Sangat dicurigai kanker ovarium:
Tumor cepat membesar, padat berdungkul, dan terfiksir.
Dapat disertai keadaan umum yang menurun sampai kacheksia,
asites, efusi pleura, gangguan pasase usus, pembesaran kelenjar
limfe supra klavikula dan lain-lain sesuai dengan luas penyebaran
penyakit ke organ lainnya.
2) Pemeriksaan Penunjang.
a. USG (dikerjakan pada setiap kasus tumor ovarium).
b. Tumor marker.
c. Laparoskopi.
d. Sitologi cairan ascites dan pleura.
e. Biopsi kelenjar limfe yang membesar.
f. Foto toraks, rektosigmoidoskopi, CT-scan, dan barium enema.
g. Pemeriksaan lain kalau perlu.
110
Stadium Ic
Stadium II
Stadium IIa
Stadium IIb
Stadium IIc
Stadium III
Stadium IIIa
Stadium IIIb
Stadium IIIc
Stadium IV
Deskripsi
Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada
permukaan dan sel ganas (-) pada cairan ascites.
Terbatas pada kedua ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada
permukaan dan sel ganas negatif pada cairan ascites atau cucian
peritoneum
Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada permukaan ovarium
atau ruptur kapsul atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian
peritoneum sel ganas (+)
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
penyebaran pada pelvis
Penyebaran ke uterus atau tuba
Penyebaran ke organ pelvis lainnya
Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan ovarium atau ruptur
kapsul, atau asites dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel
ganas (+)
Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi tumor pada
peritoneum diluar kavum pelvis dan/atau pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian superfisial hati
atau tumor terbatas pada rongga pelvis tetapi pemeriksaan
histopatologi terhadap perluasan pada usus halus atau omentum.
Tumor secara makros terbatas pada true pelvis dengan pembesaran
kelenjar limfe (-) tetapi secara histologi ada perluasan pada
peritoneum abdomen.
Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum abdomen kurang
dari 2 cm, pembesaran kelenjar limfe (-).
Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum abdomen lebih
dari 2 cm dan atau pembesaran kel limfe retroperitoneal/inguinal (+).
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh berupa
pleural efusion dengan sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim
hati.
Catatan :
Stadium lc apabila stadium Ia terjadi:
a. Kapsul ruptur spontan atau dipecahkan oleh operator.
b. Sitologi (+) dari cairan peritoneum atau ascites.
5. Penatalaksanaan
A. Tindakan Operatif (Surgical Staging).
1) Insisi pada garis tengah.
2) Setiap cairan bebas di kavum peritoneum diambil untuk pemeriksaan
sitologi terutama di kavum Douglasi.
3) Bila cairan bebas tidak ada, dilakukan pencucian peritoneum dengan
NaCI 0,9% 5-10 cc kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi.
4) Eksplorasi terutama kavum Douglasi, parakoloiliakal, dan
subdiafragma.
5) Setiap daerah yang mencurigakan ganas atau perlekatan pada
peritoneum hendaknya dibiopsi.
6) Daerah retroperitoneum yaitu daerah pelvis dan para aorta dievaluasi,
bila pembesaran kelenjar limfe positif maka dilakukan limfadenektomi.
111
7) Pengangkatan tumor:
a. Diusahakan mengangkat tumor secara utuh.
b. Bila tidak bisa, dilakukan debulking yaitu mengangkat tumor
semaksimalnya.
c. Perhatikan tumor secara makroskopis dengan teliti, bila ada
keraguan dilakukan Frozen Section.
8) Pengangkatan uterus dan ovarium melalui TAH-BSO dilakukan pada
kasus-kasus yang sudah jelas ganas atau usia diatas atau sama dengan
50 tahun.
9) Omentektomi, dilakukan pada kasus yang sudah jelas ganas secara
makros/mikros. Dikerjakan mulai kolon trasversum.
B. Terapi.
Terapi berdasarkan stadium dan tipe histopatologik.
1) Keganasan Boderline.
a. Stadium I
: Salpingoooforektomi Unilateral.
b. Stadium Ic-IV : TAH-BSO/Debulking + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
2) Frankly Malignant.
a. Epithelial.
Stadium la-G1 ingin anak dilakukan SO unilateral dengan
catatan:
Post operasi dapat dilakukan follow-up teratur secara klinis
dan tumor marker.
Setelah anak cukup maka uterus dan ovarium kontralateral
diangkat.
Tidak ada kelainan lain pada pelvis.
Kapsul utuh dan tidak ada perlekatan.
Tidak ada invasi ke kapsul, kelenjar limfe dan omentum.
Stadium Ib-Gl, dilakukan TAH-BSO + Omentektomi.
Stadium Ia, b, c,-G2-3 sampai stadium IV dilakukan TAHBSO/Debulking + Kemo/radioterapi.
b. Nonepithelial .
Stadium Ia-Gl, ingin anak dilakukan SO Unilateral.
Stadium Ia, G2-3- IV dilakukan TAH-BSO + Omentektomi +
Kemo/radioterapi.
3) Sitostatika pilihan utama dan radiasi:
a. Jenis epitelial adalah CAP (Cyclophosphamide, Adriamycine dan
Cis Platinum).
b. Jenis nonepitelial adalah:
PVC (Cis Platinum, Vinblastin dan Bleomycine).
VAC (Vincristin,Actinomycin D. dan Cyclophosphamide).
c. Radiasi Ekstemal:
Pelvis
: 4.000-5.000 rad.
Abdomen/Tempat lain
: 2.000-3.000 rad.
C. Operasi Second Look.
Dilakukan dengan tujuan:
1) Konfirmasi staging, bila pada operasi sebelumnya tidak dilakukan
112
Curiga Ganas
Kistik
< 7 cm
Observa
si 2-3
bulan
Pil KB
Kistik,
Umur 20-60 thn
Kistektomi
Ooforektomi
SO Unilateral
Solid
Lapatomi
Tumor di belah
Kistik
Keganasan
meragukan
Keganasan
meyakinkan
Usia > 50
tahun
TAH-BSO
Debulking
Omentek tomi
TAH-BSO+
Omentektomi
Tidak curiga
ganas
TAH-BSO
Ganas
Tidak Ganas
TAH-BSO+ Omentektomi
SO Unilateral
113
7. Pengawasan Lanjutan
1) Pemeriksaan meliputi:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Pemeriksaan ginekologi.
d. Tumor marker (kalau perlu).
e. Fungsi hati, ginjal dan sumsum tulang (kalau perlu).
2) Jadwal.
a. Tiga bulan
I:
setiap 2 minggu.
b. Sembilan bulan
II:
setiap 4 minggu.
c. Tahun
II:
setiap 3 bulan.
d. Tahun-tahun berikutnya:
setiap 6 bulan
114