Anda di halaman 1dari 39

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.

2 November 2012

SERTIFIKASI ISO 9001: 2008 SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI PNS


LINGKUP BALAI PENELITIAN KEHUTANAN BANJARBARU KALIMANTAN
SELATAN
ISO 9001:2008 CERTIFICATION FOR COMPETENCY ENHANCEMENT OF CIVIL SERVANTS IN
FORESTRY RESEARCH OFFICE OF BANJARBARU, SOUTH KALIMANTAN
Adnan Ardhana

Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru


Jl. A Yani Km 28.7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan
Phone/fax: +62-511-4707872; email: adnan.ardhana@foreibanjarbaru.or.id
dan

Pranatasari Dyah Susanti

Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru


Jl. A Yani Km 28.7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan
Email: sant.elek@yahoo.co.id
(Diterima 7 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak
Persoalan kinerja dan kompetensi PNS saat ini menjadi salah satu isu pokok seiring reformasi birokrasi yang saat ini
sedang di lakukan pemerintah. Diperlukan suatu sistem yang tepat untuk membantu peningkatan kinerja PNS. Data
dan aktivitas yang terkoordinir dan terdokumentasi dengan baik, akan mendukung peningkatan pemberdayaan PNS.
Tulisan ini akan membahas pentingnya sertifikasi ISO 9001:2008 untuk menunjang kinerja dan kompetensi lembaga
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Hasil kajian menunjukkan bahwa sertifikasi ISO 9001 merupakan pilihan
tepat untuk diterapkan dalam lingkup BPK Banjarbaru mengingat perannya sebagai lembaga penelitian dan
pengembangan di bidang kehutanan. Hal ini dapat membantu BPK Banjarbaru dalam mencapai visi dan misinya
serta rencana dan tujuan strategisnya.
Kata kunci : Kinerja, Kompetensi , Sertifikasi ISO 9001:2008

Abstract
The Civil Servants performance and competency matters are some of the main issues occurring in the governments
ongoing bureaucratic reformation to date. Therefore, a call on appropriate system is needed to support Civil
Servants performance. This can be made with well-coordinated and recorded data and activities of. This paper
discusses the importance of ISO 9001:2008 certification for institution performance and competency enhancement of
Forestry Research Office (BPK) of Banjarbaru. The study results show that the ISO 9001certification is an
appropriate option to be implemented in the BPK of Banjarbaru as forestry research and development institution. To
this end, it could support the BPK of Banjarbaru in achieving its vision and missions as well as its strategic plans and
goals.
Keywords: Performance, Competency, ISO 9001:2008 certification.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

PENDAHULUAN
Sistem kepegawaian yang berlaku
di Indonesia belum memberikan perhatian
pengelolaan kinerja yang baik bagi para
pegawai negeri sipilnya. Akibatnya kinerja
dan kompetensi PNS selalu menjadi sorotan
dan tidak memuaskan banyak pihak.
Persoalan kinerja dan kompetensi menjadi
salah satu isu pokok seiring reformasi
birokrasi yang saat ini sedang di lakukan
pemerintah. Sejak Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara mengeluarkan Surat
Edaran Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004
Tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan
Pegawai Negeri Sipil (PNS), setiap instansi
baik pusat maupun daerah wajib
melaksanakan kegiatan berikut, pertama,
melakukan penataan PNS di lingkungan unit
kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN
Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16
Februari 2004 tentang Pedoman Penataan
Pegawai. Kedua, setiap instansi wajib
melaksanakan analisis jabatan yang
mengacu pada Keputusan Men. PAN
Nomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21
Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan
Analisis Jabatan. Ketiga, setiap instansi
pemerintah harus melaksanakan analisis
beban kerja berdasarkan/mengacu pada
Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M.
PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang
Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka
Penyusunan Formasi PNS. Adapun tujuan
dari penataan tersebut adalah memperbaiki
komposisi dan distribusi pegawai, sehingga
dapat di-berdayakan secara optimal dalam
rangka meningkatkan kompetensi aparatur
pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepe-

gawaian, dijelaskan bahwa Pegawai Negeri


adalah setiap warga negara Republik
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara
lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Selanjutnya dijelaskan bahwa Pegawai
Negeri terdiri dari: Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dapat dibayangkan seandainya
PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan
berakibat
atau berpengaruh terhadap
pelayanan kepada masyarakat, misalnya
pelayanan menjadi lambat, bekerja asalasalan, tidak maksimal, tidak efisien dan
hasilnya tidak sesuai dengan standar
operasional prosedur (SOP) yang telah
ditentukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan No.P.35/Menhut-II/2011 pada
tanggal 20 April 2011 Balai Penelitian
Kehutanan merupakan salah satu Unit
Pelaksana Teknis/UPT Badan Litbang
Kehutanan. Balai dipimpin oleh seorang
Kepala Balai (Eselon IIIa) dan dibantu oleh
Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Eselon
IVa), Kepala Seksi Program dan Evaluasi
(Eselon IVa), dan Kepala Seksi Sarana
Penelitian (Eselon IVa), Kepala Data
Informasi dan Kerjasama ( Eselon IV a) dan
secara fungsional terdapat Kelompok
Jabatan Fungsional (Peneliti dan Teknisi
Litkayasa). Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru merupakan salah satu balai
penelitian yang bergerak di bidang
kehutanan. Balai ini memiliki tugas untuk
melaksanakan penelitian di bidang: hutan
dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil
hutan, sosial budaya, serta ekonomi dan
lingkungan kehutanan. Sedangkan fungsi

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru


antara lain terlibat dalam penyusunan
rencana dan program serta anggaran
penelitian diantaranya : pelaksanaan kerjasama penelitian, pelaksanaan penelitian,
pelaksanaan pelayanan Iptek hasil-hasil
penelitian serta pelayanan penelitian,
pelaksanaan pengelolaan sarana dan
prasarana penelitian, pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan
khusus, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penelitian, serta pelaksanaan
urusan tata usaha dan rumah tangga.
Visi Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru adalah Terdepan Dalam
Penyediaan dan Pemasyarakatan Iptek
Pengelolaan Hutan. Sedangkan misinya
adalah:
1. Menyediakan dan meningkatkan kualitas
dan kuantitas hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaan di bidang
pengelolaan hutan.
2. Meningkatkan perencanaan, dan evaluasi
hasil litbang, SDM, kerjasama, sarana
prasarana litbang pengelolaan hutan
3. Meningkatkan sistem informasi, diseminasi dan kemanfaatan hasil-hasil
litbang dan perekayasaan pengelolaan
hutan.
Sesuai dengan misi diatas tujuan dari setiap
misi adalah:
1. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan
teknologi pengelolaan hutan , dengan
sasaran Tercapainya 100 % luaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pengelolaan
hutan. Tercapainya minimal 60 % hasil
litbang dimanfaatkan oleh pengguna,
berupa informasi ilmiah, model dan
paket teknologi.
2. Menguatkan sistem perencanaan yang
mantap dan monev yang komprehensif,
meningkatkan kerjasama, mewujudkan
pelayanan dan sarana prasarana yang

mendukung, litbang hutan, dengan sasaran


terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, kerjasama dan
optimalnya dukungan kelembagaan,
pendanaan, SDM, pelayanan dan sarana
prasarana penelitian.
3. Meningkatkan
diseminasi,
pemasyarakatan dan kemanfaatan penerapan
hasil-hasil litbang, dengan sasaran
terlaksananya 100 % luaran paket Iptek
pengelolaan hutan melalui pemasyarakatan hasil litbang secara proaktif
melalui advis teknologi, pelayanan
iptek, seminar/ekspos/simposium, temu
lapang, gelar teknologi, alih teknologi
dan pameran (Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, 2012).
Mengingat peran strategis tersebut,
dalam penyelenggaraan organisasinya tentu
diperlukan suatu manajemen kinerja
berdasarkan sistem manajemen mutu tertentu agar semua kegiatan yang dilaksanakan dapat termonitoring dan terevaluasi
dengan baik sehingga target yang
ditetapkan dapat tercapai. Saat ini Balai
Penelitian Kehutanan Banjarbaru juga telah
memiliki tiga Kelti (Kelompok Peneliti), yaitu
Kelti Silvikultur, Kelti Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan, serta Kelti Perlindungan
Hutan dan Pengelolaan Lingkungan
(PHPL).
Suatu organisasi dapat memutuskan untuk menggunakan sistem manajemen
mutunya sendiri atau menggunakan sistem
yang telah ada dan diakui secara
internasional. Sistem manajemen mutu menunjukkan bagaimana cara suatu organisasi
menjaga dan meningkatkan kualitas produk.
Berbagai cara dapat dilakukan mulai dari
komitmen manajemen, manajemen sumber
daya, proses realisasi produk, serta pengukuran, analisa dan perbaikan di sistem
manajemen mutu sehingga produk yang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

dihasilkan selalu terjaga kualitasnya dan


terus menerus ditingkatkan untuk kepuasan
pelanggan. Salah satu sistem manajemen
mutu yang telah berstandar internasional
adalah sistem manajemen mutu (SMM) ISO.
ISO adalah organisasi internasional untuk
standarisasi yang dalam bahasa Inggris
dikenal dengan the International Organization for
Standardization.
Organisasi ini didirikan pada tahun
1987 dan berkedudukan di Jenewa Swiss.
Dalam ISO ini setiap komponen yang
terlibat di dalamnya diharuskan mampu
melak-sanakan tugas pokok dan fungsinya
dalam sistem yang telah disepakati. Jika
terjadi kesalahan tentunya akan menghambat kinerja dari organisasi. Kondisi ini
tentu akan mendorong setiap komponen
organisasi untuk meningkatkan kemampuannya
agar dapat beradaptasi dengan membekali
dirinya dengan kompetensi yang diperlukan.
Kompetensi ini merujuk pada konsep
kemampuan. Kemampuan yang dimaksud
adalah bagaimana seorang individu atau
organisasi dapat menjalankan standarstandar kerja yang telah disepakati
bersama.
Tulisan ini bertujuan untuk membahas pentingnya penerapan standar mutu
organisasi melalui sertifikasi ISO 9001 untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja Balai
Penelitian Kehutanan Banjarbaru, mengingat tuntutan global dan keberadaanya
sebagai institusi riset di bidang kehutanan.
Metode penelitian yang dilakukan adalah
kajian dengan menggunakan metode
deskriptif untuk menjelaskan hubungan
sertifikasi ISO dengan kompetensi dan
kinerja Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru.

PENUTUP
Kinerja dan kompetensi pegawai
negeri sipil yang selama ini selalu menjadi
sorotan kurang baik berbagai pihak dapat
diatasi dengan menerapkan manajemen
kinerja dan sistem yang terukur dan
menyeluruh. Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru saat ini sedang melakukan penerapan prinsip-prinsip manajemen kinerja
dengan menjajaki penerapan sertifikasi ISO
9001:2008. Konsistensi dalam implementasi
diperlukan agar dimasa datang harapan
menjadikan PNS yang profesional dan
kompeten dapat diwujudkan.
Penerapan sertifikasi ISO 9001:2008 ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi,
moral, dan kinerja karyawan Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru. Dengan adanya
sistem ini, segala proses dan aktivitas di
Balai ini dapat terdokumentasi dan berjalan
dengan baik sesuai visi dan misi Balai
Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Selain itu
komunikasi internal dapat berjalan dengan
lancar, sehingga dapat meningkatkan
manajemen sumberdaya untuk mencapai
tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, W. 2010. Analisis Pengaruh
Kompetensi Sumber Daya Manusia
Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Universitas Bina Darma. http://blog.
binadarma.ac.id/wiwinagustian.
Diakses pada tanggal 2 Oktober
2012.
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
20012. Visi dan Misi. www.foeribanjar
baru.or.id (diakses pada tanggal 14
Oktober 2012).

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Lembaga Administrasi Negara, 2003, Sistem


Administrasi
Negara
Kesatuan
Republik Indonesia
Setyawan, Wawan, 2009, Prinsip-prinsip
Dasar ISO 9001:2008. www.infometrik.com/wpcontent/iploads/2009/
PRINSIP-DASAR-ISO-9001.pdf.
Diakses pada tanggal 2 Oktober
2012
Sumaedi, S, 2010. Model Reformasi Birokrasi
Pelayanan Publik, Pendekatan ISO
9001 (Studi Kasus Pada Puskesmas).
Manajemen
Kinerja:
Menuju
Keunggulan Organisasi Berkinerja
Tinggi.
www.anggaran.depkeu.go.id.2011. Diakses
pada tanggal 2 Oktober 2012.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

STRATEGI PERBAIKAN PENGHASILAN PNS:


MENINGKATKAN KOMPETENSI DAN PROFESIONALITAS
STRATEGY IN IMPROVING CIVIL SERVANTS EARNINGS:
ENHANCING COMPETENCY AND PROFESSIONALISM
Ajib Rakhmawanto

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara


Jl. MayJend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur
Email: ajib_mami@yahoo.com
(Diterima 11 Oktober 2012, direvisi 31 Oktober 2012, dterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Gaji merupakan salah satu motivasi bagi seorang pegawai untuk bekerja secara profesional, sedangkan bagi
organisasi gaji merupakan hak pegawai yang harus dibayarkan sebagai pemberi kerja. Oleh karena ini sistem
penggajian harus dikelola secara profesional dengan memperhatikan segala aspek yang ada. Adapun tujuan
utamanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan pegawai dan menciptakan efektifitas organisasi dalam mencapai
tujuan. Sistem manajeman penggajian PNS dalam instansi pemerintahan selama ini dipandang kurang profesional,
karena tidak memacu produktivitas pegawai, kurang adil baik secara internal maupun eksternal, dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak PNS. Tulisan ini mencoba menawarkan pemikiran sebagai salah satu solusi bagi
perbaikan sistem penggajian PNS dalam birokrasi pemerintahan tersebut.
Kata kunci: penggajian, kompetensi, profesionalitas

Abstract
Salary is a motivation to an employee to work professionally. Meanwhile to an organization as the employer, it should
be given as an employees right. Therefore, the payment system should be managed professionally, by considering
all existing aspects. The main goal is to create employees welfare and organizations effectiveness in achieving its
objectives. The recent civil servant payment management systems in government institutions are considered to be
less professional, since it fails to drive employees productivities, lack of internal and external fairness, and fails to
enable them a proper living fulfillment. This paper offers an idea of solution to improve civil servants payment system
in governmental bureaucracy.
Keywords: payment, competency, professionalism

PENDAHULUAN
Gaji merupakan pemberian pembayaran finansial kepada pegawai sebagai
balas jasa atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan dan sebagai motivasi atas
segala pelaksanaan kegiatan di waktu yang

akan datang. Pemberian gaji kepada


Pegawai Negeri Sipil (PNS) hakikatnya di
samping untuk memacu produktivitas,
diharapkan juga untuk memberikan jaminan
hidup yang layak bagi dirinya dan keluarga.
Pernyataan ini mempertegas bahwa bagian
dari tugas pemerintah untuk memberikan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

gaji yang adil dan layak bagi seluruh PNS.


Gaji yang adil dan layak adalah gaji yang
diperoleh mampu memenuhi seluruh
kebutuhan hidup keluarganya, sehingga
PNS yang ber-sangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya
untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan gaji PNS yang
memacu produktivitas dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja guna menghasilkan
output, outcome, dan kualitas PNS yang
lebih baik. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan pokok yang dapat mendorong
produktivitas dan kreativitas kerja PNS.
Rendahnya produktivitas dan
kinerja pegawai antara lain disebabkan oleh
lemahnya fungsi pengawasan terhadap
kinerja PNS, belum sepenuhnya diterapkan
sistem karier berdasarkan prestasi kerja,
rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) yang tidak mendasarkan pada
kompetensi, lemahnya sistem diklat PNS,
gaji yang belum memadai untuk hidup layak,
dan lain sebagainya. Sementara itu, rendahnya kinerja pelayanan publik antara lain,
disebabkan oleh belum diterapkannya
standar mutu pelayanan publik secara
konsisten, belum memadainya sarana dan
prasarana/fasilitas pelayanan, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (e-government) dalam pemberian pelayanan, dan akuntabilitas kinerja
yang belum sepenuhnya diterapkan. Hal itu
tentunya tidak sesuai dengan harapan
masyarakat yang menginginkan profesionalisme PNS dalam memberikan
pelayanan publik yang cepat, tepat, murah,
transparan, dan tidak diskriminatif.
Kompetensi PNS sebagaimana
dikatakan Menpan dan RB terdapat sekitar
95 persen dari total 4,7 juta PNS di
Indonesia tidak memiliki kompetensi di

bidangnya, jumlah tersebut sekitar 50


persen dari berbagai golongan belum
memiliki kapasitas (Republika, 01 Maret
2012). Banyaknya PNS yang tidak memiliki
kompetensi dan kapasitas tersebut disebabkan jumlah lapangan kerja dan
angkatan kerja yang tidak seimbang,
dimana dalam setahun hanya sekitar
100.000 formasi PNS yang disediakan
sedangkan angkatan kerja mencapai tiga
juta orang. Sedangkan PNS yang
mempunyai kompetensi di bidangnya
minoritas, hanya sekitar 5 persen dari total
4,7 juta PNS tersebut. Dilihat dari sisi
jumlahnya PNS lebih dari cukup, namun
dilihat dari keahlian dan kompetensinya
masih sangat kurang. PNS dilihat dari
jumlahnya yang mencapai 4,7 juta orang,
relatif sangat banyak, tapi masih sangat sulit
mencari yang kompeten, hal ini
sebagaimana banyak dikeluhkan oleh
sejumlah instansi peme-rintahan baik pusat
maupun daerah tentang sulitnya mencari
pegawai yang memenuhi kualifikasi dan
keahlian khusus. Pemerintah seharusnya
punya kewajiban moral untuk menciptakan
aparatur yang profesional dan kompeten
melalui berbagai metode yang bisa
diterapkan.
Program perbaikan sistem penggajian melalui kebijakan remunerasi PNS
merupakan salah satu strategi peningkatan
kinerja PNS, di samping ketrampilan,
motivasi, produktivitas, kompetensi, dan
disiplin pegawai dalam organisasi. Sejalan
dengan hal itu, masalah perbaikan sistem
penggajian guna meningkatkan penghasilan
PNS harus benar-benar diperhatikan dan
menjadikan prioritas utama bagi kebijakan
pemerintah saat ini. Oleh karena itu
pemerintah diharapkan mampu merancang
sistem penggajian yang tepat, dalam arti
sistem tersebut memiliki keadilan internal

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

dan eksternal. Keadilan internal, yaitu


pemberian gaji yang sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya. Artinya setiap
pegawai yang mempunyai tugas dan
tanggungjawab yang sama harus diberi gaji
yang sama, sebaliknya bila tugas dan
tanggungjawabnya berbeda juga diberikan
gaji yang berbeda. Gaji PNS saat ini relatif
rendah, baik dibandingkan dengan
kebutuhan untuk hidup layak maupun
dibandingkan dengan gaji yang diterima
oleh pegawai BUMN maupun pekerja
swasta, apalagi kalau dibandingkan dengan
gaji pegawai pemerintah di negara-negara
lain.
Sistem penggajian PNS sebagaimana yang diterapkan pada saat ini juga
kurang bisa memacu kinerja dan
produktivitas
pegawai
karena;
(1)
Jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan
hidup layak yang mendorong terjadinya
praktek KKN, (2) Struktur gaji dan cara
penetapan gaji yang tidak dikaitkan dengan
bobot jabatan masing-masing pegawai,
kompetensi dan prestasinya, (3) Besaran
gaji, khususnya untuk jabatan-jabatan
manajerial dan profesional yang jauh
dibawah sektor swata dan rasio antara gaji
yang terendah dan tertinggi terlalu kecil,
yaitu hanya 1:3, (4) Sistem pensiun yang
kurang menjamin kesejahteraan pegawai
negeri setelah memasuki masa pensiun.
Selain itu, sistem penggajian PNS yang
berlaku saat ini juga belum mencerminkan
perbedaan prestasi dan tanggung jawab
yang dilaksanakan oleh PNS secara baik.
Melihat kenyataan tersebut diatas, maka
sudah selayaknya pemerintah segera
memperbaharui sistem penggajian PNS
yang diterapkan selama ini.
Berbagai solusi dan cara sebenarnya telah
ditempuh pemerintah untuk mewujudkan
kesejahteraan PNS seperti pada setiap awal

tahun, dimana pemerintah berupaya


menaikkan gaji PNS, bahkan pada masa
pemerintahan Presiden Megawati, pemerintah
telah memberikan gaji ke-tigabelas bagi
semua komunitas PNS, termasuk bagi
mereka yang sudah pensiun. Namun
kenyataannya kenaikan gaji tersebut belum
mampu mengangkat kehidupan yang
dianggap layak bagi PNS. Apalagi
kenaikan tersebut hanya berkisar 15 persen
dari gaji pokok sebelumnya, dan apabila
dikaitan dengan kondisi sebenarnya dimana
kenaikan gaji PNS tersebut selalu diikuti
dengan kenaikan harga kebutuhan pokok,
hal ini merupakan permasalahan yang
sangat ironis bagi PNS.
PENUTUP
Untuk mewujudkan perbaikan
sistem penggajian PNS perlu dibangun
strategi di antaranya; (1) Melakukan
penyesuaian besaran terkait dengan nilai
nominal gaji yang diterima PNS setiap
bulannya, hal ini karena dipandang besaran
nominal gaji PNS sangatlah kecil sehingga
perlu ditambah jumlahnya; (2) Secara
internal sistem penggajian yang diterapkan
belum mengakomodir keadilan dilihat dari
beban kerja, tanggungjawab, resiko kerja,
dan prestasi kerja, sehingga tidak bisa
memotivasi PNS untuk meningkatkan
produktivitas dan kompetensinya; (3)
Secara eksternal kalau melihat standar gaji
pegawai swasta dan BUMN ataupun gaji
Pegawai Negeri di negara-negara lain
dirasa masih jauh dari nilai keadilan, karena
nilainya yang sangat timpang dan tidak
seimbang besarannya; (4) Tingkat konsumtif
daerah perlu dijadikan pertimbangan
untuk menentukan besaran gaji atau
tunjangan, karena di Indonesia antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

mempunyai tingkat kemahalan yang


berbeda-beda; (5) Pola pemberian tunjangan
yang lebih besar dari gaji pokok PNS harus
dirubah dengan sebaliknya, yaitu gaji pokok
PNS harus lebih besar dari pada tunjangantunjangan yang ada; (6) Faktor kemampuan
keuangan negara tidak relevan dijadikan
alasan untuk tidak memperbaiki sistem
penggajian PNS, karena selama ini masalah
kemampuan anggaran negara masih sangat
dominan dalam menentukan perubahan
sistem penggajian PNS.

pengertianprofesionalitas/#ixzz28yOVITjC
http://www.solopos.com

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M. Joko (2002). Pegawai Negeri
Sipil Di Era Revolusi dan Otonomi,
Jakarta: Puslitbang BKN.
Almasdi, J. Suit. (1996). Aspek Sikap Mental
Dalam Manajemen Sumbar Daya
Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mulyasa,E. 2003. Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi. Bandung :
Remaja Rosda Karya.
Siagian, Sondang P. 1994. Patologi BirokrasiAnalisis, Identifikasi dan terapannya, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sofo. Francesco. (1999). Human Resource
Development, Perspective, Roles
and Practice Choice, Business and
Professional Publishing, Warriewood, NWS.
Usman, M. Uzer. (2005). Menjadi Guru
Profesional, Bandung: PT Rosda
Karya.
Republika, 01 Maret 2012.
Suara Merdeka, 29 November 2004.
http://tempatsampahalice.blogspot.com/201
1/10/reformasi-birokrasi-sebagaisolusi-bagi.html
http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2259664-

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PEGAWAI MELALUI REKRUTMEN


BERDASARKAN KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN INDIVIDU
EMPLOYEES PRODUCTIVITY IMPROVEMENT THROUGH INDIVIDUAL
PERSONALITY CHARACTERISTIC BASED RECRUITMENT
Anang Pikukuh Purwoko

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara


Jl. MayJend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur
Email: lefty_app@yahoo.com
(Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 29 Oktober 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi, selain mempunyai kemampuan yang diinginkan, juga memiliki
karakteristik pribadi yang sesuai dengan pekerjaannya. Dengan kedua kriteria tersebut diharapkan diperoleh
pegawai dengan produktivitas yang tinggi. Pengkajian ini merupakan pengkajian lanjutan yang hendak melakukan
pemetaan profil berdasarkan kesesuaian antara karakteristik kepribadian individu pegawai dengan klasifikasi
pekerjaannya. Hasil yang diperoleh dari pengkajian ini menunjukkan bahwa hanya ada satu rumpun jabatan yang
para pegawainya memiliki karakteristik kepribadian individu yang dianggap ideal. Dua rumpun yang lain juga
mempunyai karakteristik kepribadian yang dianggap ideal namun dengan urutan tingkat dominan yang berbeda,
sedangkan pada enam rumpun jabatan sisanya, para pegawainya dinyatakan memiliki karakteristik kepribadian yang
kurang sesuai. Validasi pengembangan item-item instrumen menunjukkan hasil bahwa setelah dilakukan uji validitas
sebanyak tiga kali,dari 60 item yang diuji, 27 diantaranya dinyatakan gugur dan 33 item lainnya dinyatakan valid.8
Kata kunci: produktivitas, rekrutmen, karakteristik kepribadian

Abstract
Employees that required by an organization are other than employees who have the ability to do the works, also
have personal characteristics that match the job. Those employees are expected to perform such high productivity.
This research is trying to conduct employees profiles mapping based on the fit between the individual personality
characteristics of the employee with the employees job classification. The results show that there is only one job
cluster that employees have individual personality characteristics that are considered ideal. Two others also have
personality characteristics that are considered ideal but with different order of dominance. Meanwhile the other six
job families are found to have unsuitable individual personality characteristics employees.The validation of the
developed instrument items, shows that after conducted three times validation test, of 60 items tested, 27 of them are
declared invalid and 33 items were declared valid.
Key words: productivity, recruitment, personality characteristics

PENDAHULUAN
Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga
kini masih dianggap sebagai pegawai yang
produktivitasnya rendah, bahkan dikatakan
sebagai beban anggaran negara karena

kinerja yang diberikan tidak sesuai dengan


besarnya anggaran yang dikeluarkan. Hal
ini ditunjukkan dengan masih banyaknya
keluhan terhadap pelayanan yang diberikan,
juga terhadap perilaku para pegawai
tersebut yang terkesan tidak banyak

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

kerjaan. Padahal PNS sebagai sebagai


unsur utama aparatur pemerintah yang
berperan strategis dalam menjalankan roda
pemerintahan diharapkan memiliki kapasitas
yang unggul dan berintegritas.
Meskipun pemerintah sudah cukup
lama melakukan usaha-usaha dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) PNS, masih belum terjadi
perbaikan yang cukup berarti. Berbagai
macam diklat diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan,
selain itu beragam peraturan perundangundangan juga telah ditetapkan untuk
meningkatkan etos dan perilaku kerja PNS,
seperti peraturan mengenai kode etik PNS
dan disiplin PNS. Hasilnya seperti yang juga
sudah kita ketahui dan rasakan, kualitas dan
terutama perilaku kerja PNS tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Hal
ini bisa disebabkan oleh banyak faktor,
antara lain penempatan pegawai dan
pemberian diklat yang tidak tepat, serta
kurangnya motivasi karena penghasilan
yang rendah dan sistem karir yang kurang
jelas. Selain itu, faktor dari diri (internal)
PNS itu sendiri juga mempunyai pengaruh
yang cukup besar, antara lain faktor
kompetensi (pengetahuan dan kemampuan/keahlian) diri yang memang rendah,
ditambah sikap dan perilaku yang memang
tidak menyukai perubahan karena terbiasa
dengan budaya malas dan tidak disiplin
yang sudah mengakar (Purwoko, 2011).
Melihat alasan-alasan di atas, salah
satu pemecahan masalah yang dianggap
efektif adalah melakukan pembenahan
terutama dalam sistem rekrutmen dan
seleksi PNS. Dengan sistem rekrutmen dan
seleksi PNS yang efektif akan didapat SDM
yang secara kompetensi memadai dan
sesuai dengan kebutuhan organisasi,
sehingga diharapkan memiliki produktivitas

yang tinggi. Kegiatan-kegiatan kepegawaian


selanjutnya seperti penempatan dan
orientasi, pengem-bangan, serta pembinaan
disiplin dan karir, juga akan semakin
meningkat efektivitasnya.
Proses rekrutmen dan seleksi PNS
yang selama ini berjalan, belum tepat
sasaran dan boros biaya. Praktek-praktek
KKN terkadang masih dilakukan karena
sistem yang kurang transparan dan tidak
akuntabel. Kemudian pada tingkat teknis,
pelaksanaan rekrutmen juga masih
menyimpang dari prosedur.
Penginformasian lowongan belum dibuat secara
lengkap meskipun sudah diumumkan
secara luas. Kejelasan mengenai informasi
lowongan masih kurang karena sebagian
masih belum memuat uraian singkat
pekerjaan yang akan diisi, termasuk uraian
tugas, tanggung jawab, serta kondisi kerja
dan resiko pekerjaannya, dimana hal ini
membuat calon pelamar tidak benar-benar
mengerti kompetensi seperti apa yang
diperlukan dan butuh untuk disiapkan. Lebih
jauh meski perbaikan proses seleksi sudah
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
perguruan tinggi, namun penentuan calon
yang lolos masih sering dipolitisasi
berdasarkan kepentingan penguasa. Hal-hal
tersebut dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara SDM yang diharapkan
dengan SDM yang melamar dan tentu saja
ketidaksesuaian tersebut akan semakin
besar pada SDM yang diterima sebagai
CPNS.
Rekrutmen dan seleksi pegawai
seharusnya dilakukan atas dasar perhitungan kebutuhan riil pegawai dan
diumumkan seluas-luasnya serta dijalankan
dengan seadil-adilnya. Pencantuman syarat
dan uraian yang jelas dalam lowongan
menggambarkan perencanaan pengadaan
calon pegawai yang baik dimana analisis

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

jabatan serta perhitungan beban kerja telah


dijalankan sehingga perolehan calon
pegawai sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan proses seleksi yang objektif dan
adil, akan menunjukkan integritas yang
tinggi dan diharapkan akan menjadi contoh
bagi para calon pegawai yang direkrut. SDM
yang memiliki karakteristik dan kepribadian
tersebut akan menjadi para pegawai yang
berkinerja tinggi.
Berkaitan dengan kepribadian
pegawai, menurut Holland (dalam Winkel
dan Hastuti, 2005), individu tertarik pada
suatu karir tertentu karena kepribadiannya
dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Dinyatakan juga bahwa
kinerja dan kenyamanan seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan akan dipengaruhi
pula oleh kepribadian seseorang. Jadi karir
atau jenis pekerjaan yang sesuai dengan
karakteristik pribadi seseorang akan
membuatnya lebih menikmati pekerjaannya,
sehingga membuatnya lebih nyaman dalam
bekerja dan meningkatkan kinerjanya. Dari
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa para
pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi
adalah pegawai yang mempunyai kemampuan yang diinginkan dan karakteristik
pribadi yang sesuai dengan pekerjaannya.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu proses
rekrutmen dan seleksi yang hasilnya
menggambarkan kedua hal tersebut.
Badan Kepegawaian Negara (BKN)
sebagai
instansi
pemerintah
yang
menyelenggarakan kebijaksanaan manajemen PNS, sejak tahun 2008 bekerja sama
dengan Universitas Gadjah Mada berusaha
untuk mengembangkan suatu instrumen
yang digunakan untuk mencocokkan jenis
jabatan/pekerjaan dengan karakteristik
pribadi individu, sehingga nantinya diharapkan dapat membuat prediksi kecenderungan
kese-suaian antara individu dengan jabatan

yang hendak dilamar/diduduki. Sebagai


langkah awal, dilakukan pengkajian
untuk
menganalisis
kesesuaian
tersebut terhadap jenis pekerjaan/jabatan yang ada di unit pengelola
kepegawaian.
Pengidentifikasian karakteristik pribadi
tersebut dibuat berdasarkan konsep Holland
yang membagi kepribadian ke dalam enam
tipe kepribadian yaitu : tipe kepribadian
realistik, tipe kepribadian investigatif, tipe
kepribadian artistik, tipe kepribadian sosial,
tipe kepribadian enterprising, dan tipe
kepribadian konvensional. Terhadap konsep
Holland tersebut, BKN melalui Direktorat
Rekrutmen dan Kinerja Pegawai (Rekinpeg)
bekerja sama dengan Universitas Gadjah
Mada telah melakukan uji hasil validitas isi
dan konstruk secara empiris dan dilanjutkan
dengan uji coba instrumen kepada
responden yang sesuai dengan karakteristik
responden tempat pemberlakuan instrumen
final (para pegawai di unit-unit pengelola
kepegawaian). Hasil dari uji coba yang
didapat menunjukkan enam aspek yang
secara umum dapat digunakan sebagai
aspek kepribadian Pegawai Negeri Sipil
terutama yang bekerja di unit-unit pengelola
kepegawaian, yaitu: analitis kritis (AK),
kreatif inovatif (KI), keteraturan sistematis
(KS), logika (Log), sosial (Sos), dan visioner
(Vis). Selanjutnya adalah mengidentifikasi
klasifikasi jenis pekerjaan yang ada di dalam
organisasi.
Badan Kepegawaian Negara melalui
Biro Kepegawaiannya telah melakukan
klasifikasi jenis pekerjaan di organisasinya
(yang merupakan organisasi pengelola
kepegawaian) yang kemudian dikelompokkan ke dalam rumpun-rumpun pekerjaan/jabatan. Jenis pekerjaan /jabatan yang
diklasifikasi adalah jabatan fungsional
umum dimana tidak seperti jabatan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

fungsional tertentu dan jabatan struktural


yang cenderung lebih jelas tugas,
wewenang, dan tanggung jawabnya, jenis
jabatan ini memang membutuhkan
klasifikasi yang lebih jelas/lanjut. Rumpunrumpun pekerjaan/jabatan tersebut adalah:
pelayanan administrasi kepegawaian, perencanaan dan perumusan kebijakan
kepegawaian, pengembangan sumber daya
PNS, pengawasan dan pengendalian,
pengelolaan data kepegawaian, humas,
perencanaan program dan anggaran,
ketatausahaan, dan kerumahtanggaan.
Langkah selanjutnya dalam pengkajian tersebut adalah melakukan analisis
persepsi para pegawai di instansi pengelola
kepegawaian
tentang
karakteristik
kepribadian individu pada setiap rumpun
pekerjaan/jabatan yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Hasil yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
1. Untuk rumpun pelayanan administrasi
kepegawaian, ciri kepribadian yang
sesuai (berurutan berdasarkan tingkat
dominannya karakteristik kepribadian)
adalah KS, AK, dan KI.
2. Untuk rumpun perencanaan dan
perumusan kebijakan kepegawaian, ciri
kepribadian yang sesuai adalah Vis,
AK, dan KI.
3. Untuk rumpun pengembangan sumber
daya PNS, ciri kepribadian yang sesuai
adalah Vis, KI, dan AK.
4. Untuk rumpun pengawasan dan
pengendalian, ciri kepribadian yang
sesuai adalah AK, KS, dan KI.
5. Untuk rumpun pengelolaan data
kepegawaian, ciri kepribadian yang
sesuai adalah KS, AK dan KI.
6. Untuk rumpun humas, ciri kepribadian
yang sesuai adalah Sos, AK, dan KI.

7. Untuk rumpun perencanaan program


dan anggaran, ciri kepribadian yang
sesuai adalah Log, AK, dan KS.
8. Untuk rumpun ketatausahaan, ciri
kepribadian yang sesuai adalah KS,
Sos, dan KI.
9. Untuk rumpun kerumahtanggaan, ciri
kepribadian yang sesuai adalah KS, KI,
dan Sos.
Hasil di atas baru merupakan
analisis persepsi berdasarkan professional
judgement mengenai karakteristik kepribadian
individu yang sesuai dengan rumpun
jabatan tertentu saja. Penyusunan sebuah
instrumen, apalagi yang akan digunakan
untuk mengukur karakteristik kepribadian
individu dimana setiap individu pasti
memiliki keunikan tersendiri, sebaiknya
dilakukan dengan sangat berhati-hati, diuji
berulang-ulang demi tingkat generalisasinya
dan pengujiannya pun dilakukan bukan
hanya terhadap satu pihak saja, bahkan
perlu juga dilakukan pengem-bangan itemitem instrumen sehingga instrumen tersebut
dapat menjadi lebih akurat dan handal.
Berdasarkan pemikiran tersebut Direktorat
Rekinpeg BKN mencoba untuk mengembangkan item-item instrumen yang
baru (dengan aspek-aspek kepribadian
yang sama) dan juga sekaligus melakukan
pemetaan profil para pegawai berdasarkan
karakteristik kepribadian yang telah dibuat.
Pemetaan profil ini dilakukan terhadap para
pegawai yang mempunyai jenis pekerjaan
yang telah dirumpunkan sebelumnya,
sehingga hasilnya bisa mengidentifikasi
apakah para pegawai tersebut telah direkrut
atau ditempatkan dengan tepat atau tidak.
Begitu juga sebaliknya jika diasumsikan
perekrutan dan penempatan pegawai sudah
dilakukan dengan benar, maka hasil
pemetaan profil tersebut juga bisa

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

menunjukkan keakuratan dari instrumen


yang telah disusun sebelumnya.
PENUTUP
Produktivitas PNS yang menurut
anggapan masyarakat masih rendah, selain
disebabkan oleh faktor-faktor seperti
penempatan pegawai dan pemberian diklat
yang tidak tepat, serta kurangnya motivasi
karena penghasilan yang rendah dan sistem
karir yang kurang jelas, juga bisa
disebabkan oleh sistem dan pelaksanaan
rekrutmen calon pegawai yang tidak efektif.
BKN berusaha mengembangkan sistem
rekrutmen PNS dengan menambahkan
pengukuran terhadap kesesuaian antara
karakteristik kepribadian individu dengan
jenis pekerjaan yang akan dilamar. Dengan
karakteristik kepribadian yang sesuai
diharapkan para pegawai menjadi lebih
merasa nyaman dalam bekerja dan
menyukai pekerjaannya, serta mempunyai
motivasi untuk berkembang yang lebih
tinggi, sehingga peningkatan produktivitas
atau kinerja pegawai dapat dicapai.
Hasil yang diperoleh dari pangkajian ini
menunjukkan bahwa:
1. Hanya ada satu rumpun jabatan yang
karakteristik kepribadian pegawainya
sesuai dengan karakteristik kepribadian
individu yang dianggap ideal untuk
bekerja dalam rumpun jabatan tersebut,
yaitu rumpun jabatan pelayanan administrasi kepegawaian.
2. Terdapat dua rumpun jabatan yaitu
rumpun jabatan pengawasan dan
pengendalian dan rumpun jabatan
pengelolaan data kepegawaian yang
pegawai mempunyai karakteristik
kepribadian yang dianggap ideal,
namun dengan tingkat dominan yang
berbeda, sehingga bisa di-simpulkan

bahwa antara karakteristik kepribadian


dari pegawai yang ada cukup sesuai
dengan pekerjaan/jabatan mereka.
Untuk mendapatkan karakteristik kepribadian yang sesuai dapat dilakukan
dengan
memberikan
pekrjaanpekerjaan yang lebih menekankan pada
aspek-aspek keperibadian yang hendak
ditingkatkan tingkat dominannya.
3. Dalam enam rumpun jabatan yang lain,
diperoleh hasil bahwa para pegawai
yang ada
dinyatakan memiliki
karakteristik kepribadian yang kurang
atau bahkan tidak sesuai. Hal ini bisa
disebabkan oleh sistem/pelaksanaan
rekrutmen yang kurang efektif.
4. Validasi pengembangan item-item
instrumen aspek-aspek kepribadian
menunjukkan hasil bahwa setelah
dilakukan uji validitas sebanyak
tiga kali, item dinyatakan gugur
adalah sebanyak 27 dan tersisa 33 item
yang dinyatakan valid. Pengembangan
item-item instrumen ini ditujukan agar
instrumen aspek-aspek kepribadian
yang digunakan menjadi alat ukur yang
semakin akurat dan dapat diandalkan.
Berdasarkan hasil validasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa masih
diperlukan pengembangan item-item
kuesioner lebih lanjut terutama pada
aspek-aspek kepribadian yang itemitemnya banyak yang dinyatakan tidak
valid yaitu aspek sains, keteraturan
sistematis, analitis kritis dan sosial.
Bagaimanapun instrumen aspek
kepribadian untuk PNS yang telah disusun
masih harus terus diuji dan dikembangkan.
Pengkajian lebih lanjut harus terus
dilakukan untuk mengetahui tingkat
generalisasi dari instrumen tersebut.
Kemudian untuk men-dapatkan hasil yang
lebih bisa diandalkan, sebaiknya pengkajian

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

diteruskan dengan membandingkan kesesuaian antara karak-teristik kepribadian


dengan jenis pekerjaan dengan aspekaspek lain dalam kerja seperti kinerja,
kepuasan kerja, motivasi kerja, dan lain-lain.

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_
sumber_daya_manusia#Rekrutmen
_. 26_Seleksi. Diakses 10 Oktober
2012, 11:59 WIB

DAFTAR PUSTAKA
Arep, Ishak dan Tanjung, Hendri. 2003.
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: penerbit Universitas Trisakti.
Direktorat Rekrutmen dan Kinerja Pegawai.
2011. Penyusunan Instrumen
Penelusuran Bakat Sebagai Dasar
Rekrutmen.
Jakarta:
Badan
Kepegawaian Negara.
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2001.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Nawawi, H. Hadari. 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press.
Purwoko, Anang P. 2011. Sistem Pengadaan
Pegawai Negeri Sipil Yang Efektif.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS Civil Service. Vol.5 No.2
November 2011. P.75-90.
Simammora, Henry. 1997. Manajemen Sumber
Daya Manusia.Yogyakarta: STIE
YKPN.
Winkel, W.S & Sri Hastuti. 2005. Bimbingan
dan
Konseling
di
Institusi
Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.
Zainun, Buchari. 2001. Manajemen Sumber
Daya Manusia Indonesia. Jakarta:
PT. Toko Gunung Agung, Tbk.
http://www.wikiapbn.org/artikel/Rumpun_Jab
atan. Diakses 6 Oktober 2012, 1:55
WIB

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

MENGURAI HAMBATAN RELASI STRUKTURAL


MEMBANGUN KOMPETENSI BIROKRASI
RAVELLING OBSTACLES IN STRUCTURAL RELATIONS
BUILDING BUREAUCRATIC COMPETENCY
Andi Ali Said Akbar

Jurusan Ilmu Politik FISIP UNSOED


Komplek UNSOED Grendeng, Jl. Prof. HR Bunyamin 993 Purwokerto, Jawa Tengah, 53122
Email: salisaid_pol@yahoo.co.id
(Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Tulisan ini hendak membangun argumen bahwa kegagalan birokrasi yang beranjak dari kemampuan pelayanan rutin
menuju kemampuan berinovasi bukan sekedar persoalan logika teknokratis. Lebih dalam dari itu adalah mengurai
kerumitan relasi struktural di internal birokrasi itu sendiri. Trend naiknya dana perimbangan, belanja birokrasi,
penerimaan pegawai, kenaikan gaji tidak cukup membuat birokrasi itu efektif dan kompeten. Kerumitan relasi
struktural sangat berpengaruh karena birokrasi masih mencerminkan perspektif hierarkial intra-organisasional. Hal
ini terlihat dari aspek semrawutnya lalulintas kewenangan antar instansi (single task many institutions) dan
fragmentasi otoritas. Jika hendak menjadi birokrasi yang ramping, cerdas dan kuat maka harus dibangun perspektif
jaringan interorganisasional. Model relasi ini mensyaratkan pentingnya merampingkan struktur sambil memperluas
ruang lingkup kerja (single institution many tasks), mengutamakan leadership dan menyediakan insentif bagi
pemerintah daerahbaik secara personal maupun kelembagaanuntuk melakukan inovasi pelayanan publik.
Kata Kunci: kompetensi birokrasi, relasi hierarkial intra organisasional, relasi jaringan interorganisasional.

Abstract
This paper wants to build an argument that the failure of the bureaucracy moving from the capability of routine
service to the capability of innovating is not just a matter of technocratic logic per se. Moreover, the greater issue lies
on revealing the complexity of structural relationships in the internal bureaucracy itself. Things like the trend of
increasing of the balancing fund, government expenditure, employees recruitment, and wages, are not enough to
shape an effective and competent bureaucracy. The complexity of structural relationship does really have an effect
because bureaucracy reflects the hierarchical intra-organizational perspective. It is shown by the aspects of single
task many institutions and authority fragmentation. If bureaucracy is desired to be slim, smart and strong, then it will
be needed to build the perspective of inter-organizational network. This kind of relation model requires the
importance of having single institution many tasks, prioritizing leadership and providing incentives for the local
governments either personally or institutionallyto do the innovation of public services.
Keywords: competence bureaucracy, hierarchical intra-organizational relation, inter-organizational network relation

PENDAHULUAN
Seiring membaiknya perekonomian
negara berdampak bagi kian meningkatnya
dana perimbangan pusat dan daerah,

kesejahteraan pegawai, jumlah penerimaan


pegawai, anggaran belanja birokrasi dan
publik dari tingkat pusat hingga
daerah. Muara dari sejumlah dukungan
tersebut adalah mengefektifkan implemen-

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

tasi UU. No. 43 Tahun 1999 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian yang mengidamkan terselenggaranya pegawai yang
profesional dan ideal di pusat dan daerah.
Ternyata kemajuan itu masih bergesekan
dengan fakta ketidak-efektifan kerja
birokrasi dari level atas hingga street level
birocracy. Kajian juga masih berkutat
sebatas keterbatasan teknokratis pelayanan. Tidak jauh dari asumsi keter-batasan
sumber daya manusia, waktu, anggaran dan
aturan. Masih terbatas preferensi yang
mencoba melihat problem relasi struktural
yang cenderung tumpang tindih bahkan
bersifat konfliktual di tubuh birokrasi.
Sekalipun memiliki kecukupan sumber daya
manusia, dana dan sarana, birokrasi akan
tetap terancam bekerja secara rutin dan
miskin inovasi sebagai akibat dari kompleksnya konflik relasi struktur kewenangan antar
bidang di tubuh birokrasi.
Sebagai contoh, di tengah gencarnya upaya pemerintah untuk memberantas
kemiskinan maka kelaziman pemerintah
memberi akomodasi ketiap instansi untuk
membuat formulasi program. Dapat disebutkan bahwa Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag), Dinas Sosial,
Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disnakertrans) akan merasa
memiliki korelasi dengan agenda tersebut.
Jika setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) mengajukan formula sendiri-sendiri
maka akan terdapat berbagai tawaran
program. Setiap SKPD akan memperjuangkan program tersebut disetujui dan didanai.
Mobilitas sumber daya manusia dan dana
berpencar ke banyak instansi yang berarti
terdapat dinamika akomodasi program.
Nampaknya belum terpikirkan konsekuensinya bahwa pemencaran sumber daya
yang terbatas justru akan membatasi
kapasitas dukungan kepada tiap instansi.

Mengaburnya core kompeten tiap instansi,


akomodasi banyak formula membuat
birokrasi tidak fokus pada satu inovasi, lebih
rumit lagi, akan memudahkan munculnya
program ceremonial atau rutinitas semata
hingga konflik kepentingan akan mudah
terjadi antar instansi.
Bahwa program itu akan berjalan
pincang semisal program penyuluhan minus
pelatihan, pelatihan minus pendampingan,
pendampingan minus bantuan modal,
bantuan modal minus monitoring. Kenapa
ini bisa terjadi? Karena anggaran berpencar
sehingga terkesan tidak mencukupi.
Program akhirnya tidak inovatif lagi karena
sedari awal dirancang di atas relasi
struktural kebijakan yang belum terbenahi
antar instansi. Kemampuan komunikasi dan
koordinasi, peningkatan anggaran, jumlah
pegawai tidak akan cukup untuk melerai
relasi tumpang tindih bahkan cenderung
konfliktual ini.
Persoalan yang menarik untuk
didiskusikan lebih lanjut adalah di mana
letak kesalahan sehingga stigma birokrasi
bobrok tetap bertahan. Pertanyaan ini
menjadi penting karena pandangan yang
mengatakan bahwa birokrasi Indonesia
sudah pasti bobrok dan tidak mungkin
dibenahi juga tidak sepenuhnya faktual.
Secara bertahap, mulai ada perbaikan di
berbagai bidang utamanya terasa pada
urusan-urusan yang bersifat rutin. Urusan
yang didominasi oleh administrasi kependudukan, dan pelayanan dasar berupa
kesehatan dan pendidikan. Pelayanan
keseharian memang dari tahun ketahun
mengalami perbaikan seiring meningkatnya
tuntutan publik, dukungan anggaran pusat
serta tidak sedikit kepala daerah menjadikan
layanan dasar ini sebagai jargon dan janji
politik di saat kampanye. Daya pikat pemilih
atas isu kemudahan pelayanan dasar

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

merupakan instrumen utama yang dimainkan banyak kandidat di seluruh Indonesia.


Perbaikan ini juga tidak lepas dari andil
pemerintah pusat yang kian proporsional
membagi kekayaan negara dalam bentuk
perimbangan dan transfer keuangan ke
daerah. Artinya, secara tidak langsung perbaikan layanan dasar masih merupakan
bagian dari inovasi pemerintah pusat bukan
murni inovasi dari pemerintah daerah itu
sendiri.
Di lain pihak menjadi berbeda
ketika birokrasi dihadapkan pada persoalanpersoalan yang tidak umum. Permasalahan
kronik dan sistemik yang terjadi di
level lokal masing-masing pemerintah
daerah. Kebutuhan akan pemangkasan
belanja birokrasi, pemberantasan kemiskinan,
pembukaan lapangan kerja, menghidupkan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),
memperbaiki
infrastruktur,
ketahanan
pangan, tanggap bencana dan sebagainya
justru cenderung direspon secara parsial
bahkan dijauhi. Wajarlah jika banyak daerah
hari ini mampu melakukan pelayanan umum
yang prima sekalipun masalah kronik di
daerahnya tidak kunjung tuntas. Bisakah
birokrasi beranjak lebih inovatif untuk berani
bekerja cermat dan cerdas menyelesaikan
masalah rumit seperti itu?
Banyak sekali kajian mengenai
birokrasi pemerintahan yang selalu dikaitkan
dengan penyelenggaraan pelayanan publik,
karena birokrasi sendiri diibaratkan sebagai
urat nadi dalam segala bentuk kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Setiap
manusia dan kegiatannya seakan tidak bisa
lepas dari urusan birokrasi, yang identik
dengan prosedur, aturan dan administrasi.
Kongkritnya birokrasi mengurusi mulai dari
proses lahir manusia, proses hidup sampai
kematian, semua dikelola oleh yang
namanya birokrasi. Namun di tengah begitu

sentral dan strategisnya posisi birokrasi,


justru di sanalah permasalahan pelayanan
kepada masyarakat (publik) paling kentara
dan melembaga. Artinya, masalah kinerja
dan pelayanan birokrasi terhadap masyarakat
bersifat kultural dan struktural.
Berdasarkan fenomena serta problematika
yang telah diuraikan pada latar belakang,
maka yang menjadi pernyataan masalah
dalam penulisan ini adalah bagai-mana
paradigma pengelolaan relasi struktural
antar instansi pemerintah agar mampu
beranjak dari pembenahan kegiatan rutin
menjadi kemampuan memunculkan inovasi
programatik agar masalah massif dan akut
dari warga dapat tertanggani secara fokus
dan komprehensif.
PENUTUP
Terdapat kompleksitas masalah
yang tidak mudah untuk diterobos dalam
mengurai urgensi membangun birokrasi
yang inovatif. Disadari bahwa gagasan
reformasi birokrasi selama ini baru
menjamah wilayah yang masih bersifat
teknokratis kepegawaian. Inovasi selalu
diidentikkan dengan pentingnya menambah
pegawai, dana dan kewenangan di tiap
instansi. Pada kenyataannya, pemenuhan
atas syarat-syarat tersebut belum memberi
pertanda kian inovatifnya kinerja birokrasi.
Begitu jarang muncul logika yang
menyentuh kerumitan relasi struktural di
internal birokrasi itu sendiri. Praksis
birokrasi inovatif memang mulai muncul di
beberapa daerah walau sifatnya masih
sangat minim dan parsial, bahkan tidak
mendapat dukungan penuh secara
institusional. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya inovasi yang tidak dilindungi oleh
Perda. Hal yang menarik adalah inovasi
selalu dimulai dari perampingan struktural,

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

harmonisasi otoritas dan kewenangan


hingga insentif yang memadai bagi birokrasi
yang patuh terhadap logika perubahan.
Sebagaimana analisis sebelumnya
bahwa terdapat dua perspektif dalam
melihat relasi struktural ini: 1) hierakial intraorganisasional; 2) jaringan interorganisasional. Kunci utama hierarkial terletak
pada bebasnya birokrasi memainkan logika
otoritasnya untuk menjangkau semua
kewenangan sejauh mampu memperkuat
akses karir dan akses dana pemerintah.
Gejala ini rentan tumpang tindih
kewenangan, konflik sektoral dan terkikisnya core kompetensi instansi. Sementara
perspektif jaringan inter-organisasional
justru lebih mengarahkan birokrasi
memperkuat spesialisasi, kom-petensi dan
kekuatan jejaring berdasarkan regulasi
permanen. Dengan demikian, birokrasi bisa
lebih inovatif tanpa terjebak pada keharusan
mengeksploitasi banyak pegawai dan dana
untuk sebuah program.
Ingat, pengalaman birokrasi inovatif
di sebagian kecil daerah di Indonesia tidak
pernah dimulai dari tuntutan ingin
menambah dana dan pengawai. Oleh
karena itu, masalah sistemik dan kronik ini
selayaknya dijawab dengan analisis lebih
sistemik dalam bentuk penataan struktur
kewenangan untuk meningkatkan derajat
kesisteman birokrasi. Semoga Indonesia
memiliki birokrasi yang lebih cerdas dan
kompeten tanpa harus terus berlogika untuk
meminta uang rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Wayne, Pace, R. dan Faules, D. F. 2002.
Komunikasi Organisasi: Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan
Cet. IV. Bandung: Rosda Karya.
Thelen, K. dan Steinmo, S. 1992. Historical
Instituonalism in Comparative
Politics. Dalam S. Steinmo, K.
Thelen, dan F. Longstreth (ed.),
Structuring Politics: Historical
Institusionalism in Comparative
Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
North, Douglass, C. 1990. Institutions,
Institutional Change and Economic
Performance. New York: Cambridge
University Press.
Sumiharta, D. 2007. Institusionalisasi Hak
Politik Masyarakat Dalam Proses
Pembangunan, Kajian Tentang
Sistem Managemen Pembangunan
Partisipatif (SMPP) di Jawa Timur
(Tesis) Program Studi Ilmu Politik
Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Pascasarjana
UGM.
Pratikno. 2007. Dinamika Politik dan
Jejaring Kepemerintahan Daerah:
Kemitraan,
Partisipasi,
dan
Pelayanan Publik, Yogyakarta:
PLOD UGM.
Hamengkubuwono, S. S. 2009. Reformasi
Kepemerintahan
dalam
Governance. Jakarta: Gava Media.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

REFORMASI KEBIJAKAN SUMBERDAYA MANUSIA ADIL GENDER:


HARAPAN REGULASI AFFIRMATIVE ACTION
REFORM ON GENDER EQUITY IN HUMAN RESOURCE POLICY:
EXPECTATIONS ON AFFIRMATIVE ACTION REGULATION
Ismi Dwi Astuti Nurhaeni

Pusat Penelitian dan Pengembangaan Gender pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan-Surakarta
Email: ismi_uns@yahoo.com
(diterima 3 September 2012, revisi 29 Oktober 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Artikel ini mendiskusikan tentang kebijakan sumberdaya manusia di Indonesia yang belum mampu mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender, baik secara struktural maupun horizontal.
Adanya tuntutan untuk
mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek pembangunan mensyaratkan adanya
reformasi kebijakan sumberdaya manusia yang adil gender. Artikel ini menawarkan reformasi kebijakan sumberdaya
manusia berupa affirmative action untuk mengeliminir praktek diskriminasi gender baik secara struktural maupun
horisontal.
Kata Kunci: diskriminasi gender, adil gender, setara gender, reformasi, manajemen sumberdaya manusia

Abstract
This article discusses about human resources management in Indonesia which has not achieve gender equality and
equity, both structurally and horizontally yet. The pressure to implement of gender equality and equity in all aspect of
development has been pushed to reform the policy of human resources management which lead to gender equity.
This article provides affirmative action as a choice of human resources policy reform to eliminate gender
discrimination, both structurally and horizontally.
Keywords: gender discrimination, gender equality, gender equity, reformation, human resources management.

PENDAHULUAN
Dewasa ini telah terjadi berbagai
macam perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan sumberdaya
manusia. Perubahan lingkungan yang terjadi
secara dinamis, baik dari dalam maupun
dari luar organisasi, mensyaratkan adanya
reformasi dalam praktik
manajemen
sumberdaya manusia. Pynes (2004)
menegaskan bahwa perubahan ekonomi,
sosial dan kultural, teknologi maupun hukum

membuat praktek manajemen sumberdaya


manusia penuh tantangan dan harus
melakukan tindakan proaktif agar mampu
mencapai misi organisasi.
Tuntutan
reformasi dalam praktik manajemen
sumberdaya manusia ini semakin mencapai
momentumnya karena adanya pergeseran
paradigma administrasi publik dari the old
public administration, the new public
management hingga the new public service
yang
mensyaratkan adanya dukungan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

sumberdaya manusia (SDM) profesional


dan berkualitas sekaligus humanis.
Upaya
melakukan
reformasi
aparatur negara di Indonesia sudah
dilakukan. Effendi (2009:91), dalam
artikelnya berjudul Reformasi Aparatur
Negara guna Mendukung Demokratisasi
Politik dan Ekonomi Terbuka, menyatakan
bahwa reformasi aparatur negara masih
berada di posisi pinggiran karena belum
menyentuh bagian-bagian paling mendasar
dalam sistem administrasi. Dalam praktek,
reformasi administrasi atau reformasi
birokrasi baru direduksi hanya sebatas
menaikkan gaji dan mengangkat tenaga
honorer sebagai PNS. Effendi menegaskan
bahwa reformasi aparatur negara merupakan prasyarat mutlak yang diperlukan untuk
menjamin berlangsungnya pengelolaan
pemerintahan yang demokratis serta sistem
ekonomi yang dapat menciptakan keadilan
sosial bagi semua. Berdasarkan pendapat
Effendi, maka satu nilai yang harus dijamin
dalam pengelolaan pemerintahan adalah
nilai keadilan sosial bagi semua. Hal ini
sejalan dengan pendapat Wise (2002)
dalam Pynes (2004), yang menyatakan
bahwa manajemen publik dipengaruhi oleh
keinginan yang besar untuk memperhitungkan keadilan sosial yang lebih besar,
tuntutan demokratisasi dan pemberdayaan,
serta tuntutan akan humanisasi dari
manajemen pelayanan publik. Sayangnya,
tuntutan akan keadilan sosial sebagai
manifestasi dari penyelenggaraan pemerintahan berbasis human governance masih
seringkali lepas dari perhatian banyak pihak.
Dalam upaya mewujudkan keadilan
sosial, Pemerintah Indonesia mengeluarkan
regulasi yang mensyaratkan adanya
kesetaraan dan keadilan gender dan
dinyatakan secara eksplisit dalam Instruksi
Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Regulasi tersebut


menegaskan bahwa setiap Kementerian,
Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Sekretaris Lembaga Tinggi & Tertinggi,
Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung,
Gubernur, Bupati/Walikota melaksanakan
pengarusutamaan gender (PUG) guna
terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan
dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender sesuai dengan bidang
tugas dan fungsi, serta kewenangan
masing-masing. Komitmen untuk melaksanakan PUG ini pun dinyatakan secara
eksplisit dalam RPJMN 2010-2014.
Meski regulasi untuk mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender telah
melewati satu dasa warsa, namun hingga
kini data empirik menunjukkan adanya
ketidak-adilan gender, salah satunya di
bidang sumberdaya manusia. Profil gender
di bidang kepegawaian dari berbagai
wilayah di Indonesia menunjukkan adanya
bias gender secara struktural maupun
horisontal. Secara struktural bisa dilihat
bahwa semakin tinggi posisi penting dalam
pemerintahan, representasi perempuan
semakin kecil.
Sedangkan secara
horisontal dapat diihat adanya gender
stereotipi dalam penempatan pegawai,
dimana perempuan cenderung ditempatkan
pada bidang tugas yang secara normatif
dianggap lebih tepat untuk perempuan dan
laki-laki ditempatkan pada bidang tugas
yang secara normatif dianggap lebih tepat
untuk laki-laki. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan jika perempuan cenderung
menumpuk pada departemen tertentu
(seperti Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial)
sedangkan laki-laki lebih menumpuk pada
departemen tertentu pula (seperti Pekerjaan
Umum, Ristek, dll). Pada sisi yang lain

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

disadari pula bahwa kapasitas perempuan


tidaklah perlu diragukan lagi. Hasil studi
menunjukkan bahwa lulusan terbaik atau
berpredikat cum laude di berbagai jenjang
pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA
hingga PT pada umumnya didominasi
perempuan.
Menyadari hal tersebut,
sangatlah penting untuk mengkaji mengapa
kesenjangan gender di bidang kepegawaian
masih terjadi? Selain itu perlu dianalisis,
apakah regulasi di bidang kepegawaian
telah menjamin adanya keadilan gender?
Apabila belum, tindakan strategis apa yang
perlu dilakukan untuk menjamin adanya
kesetaraan dan keadilan gender di bidang
kepegawaian?
PENUTUP
Fenomena glass ceiling di bidang
kepegawaian mengakibatkan adanya diskriminasi
gender secara sturktural dan horisontal di bidang
kepegawaian. Fenomena glass ceiling
tersebut terjadi karena adanya faktor sosial
budaya berupa stereotipi gender yang
merugikan perempuan, kurangnya sensitivitas gender policy maker yang
mengakibatkan kebijakan kepegawaian
belum responsif gender, serta adanya
budaya organisasi yang belum adil gender.
Meskipun regulasi di bidang
kepegawaian menempatkan laki-laki dan
perempuan secara sama dalam terminologi
setiap warga negara RI atau SDM aparatur,
namun dalam implementasinya tidak netral
karena secara struktural kekuasaan yang
ada didominasi oleh laki-laki. Untuk itu, cara
strategis yang dipandang efektif dalam
mengatasi adanya praktek diskriminasi
gender di bidang kepegawaian adalah: (1)
perlu dilakukan perubahan mind set para
pejabat struktural eselon I hingga IV tentang
kesetaraan dan keadilan gender melalui

pengintegrasian materi gender dalam diklat


struktural; (2) perlu dibangun budaya
organisasi adil gender; (3) perlu pemetaan
dan analisis gender pada SDM; (4) perlu
kemitraan dengan perguruan tinggi untuk
menyediakan lulusan terbaiknya serta (5)
perlu pemanfaatan IT sebagai media
training bagi SDM.
Melalui tindakan
affirmative action ini diharapkan mampu
memperkecil dan menghilangkan ketidakadilan
gender di bidang kepegawaian.
Pemerintah harus secara berkesinambungan fokus pada usaha memperkecil adanya diskriminasi gender di
bidang kepegawaian, baik secara struktural
maupun horisontal. Tindakan affirmative
action di bidang kepegawaian perlu
dilakukan. Untuk itu perlu disiapkan widya
iswara/pelatih diklat penjenjangan struktural
yang paham gender disertai dengan
pembuatan modul tentang materi gender
yang akan diintegrasikan dalam pendidikan
dan pelatihan pejabat struktural eselon I
hingga IV.
DAFTAR PUSTAKA
Cho,

Joonmo dan Kwon, Taehee.


Affirmative Action And Corporate
Compliance In South Korea.
Feminist Economics 16(2), April
2010, 111139.
Dwiyanto, Agus; Partini; Ratminto; Wicaksono,
Bambang dan Kusumasari, Bevaola.
2002. Reformasi Birokrasi Publik di
Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada.
Effendi, Sofian. 2009. Reformasi Aparatur
Negara guna Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi
Terbuka Dalam Pramusinto dan
Kumorotomo (ed). Governance Reform

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media


dan MAP UGM.
Harris, G.L.A. 2011. The Quest for Gender
Equity. Public Administration Review
Januari/Februari 2011. 71,1. ABI/
Informal Global.
Klingner, Donald E. dan Nalbandian. 1985.
Public Personel
Management:
Context and Strategies. New
Jersey: Prentice Hall. Inc.
Long, Mark. C. Affirmative Action and Its
Alternatives in Public Universities:
What Do We Know?. In Public
Administration Review, Mart, 2007,
Vol. 67 issue 2, p. 315-330.
Miller, Karen. 2009. Public policy dilemmagender equality mainstreaming in
UK policy formulation. Journal
Compilation Public Money &
Management
January
2009.
CIPFA.
Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. 2011. Analisis
Gender Ketenagakerjaan Sektor
Formal.
Surakarta: Fisip UNS
(Penelitian-Unpublished).
Portillo, Shannon dan DeHart, Leisha-Davis.
2009. Gender and Organizational
Rule Abidance dalam Public
Administration Review; Mar/Apr
2009; 69, 2; Research Library Core.
Pynes, Joan E. 2004. Human resources
Management for Public and
Nonprofit
Organizations.
San
Fransisco: Jossey-Bass.
Riccucci, Norma M, 2005. A Practical Guide
to Affirmative Action. Dalam
Condrey, Stephen E. (Ed).
Handbook of Human Resource
Management in Government,
Second Edition. San Fransisco:
Jossey Bass.
Selden, Sally Coleman. 2006. A Solution in
Search of a Problem? Discrimination,

Affirmative Action, and the New


Public
Service.
Public
Administration Review. Nov/Dec
2006, Vol. 66 Issue 6, p. 911-923.
Stivers, Camilla. 1993. Gender Images in
Public Administration: Legitimacy
and the Administrative State.
California: sage Publications, Inc.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah.
2009. Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep, Teori dan
Pengembangan dalam Konteks
Organisasi Publik.
Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tjahjono, Heru Kurnianto. 2003. Budaya
Organisasional dan Balanced
Scorecard: Dimensi Teori dan
Praktek. Yogyakarta: Unit Penerbitan
Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
UNDP, 2010. Partisipasi Perempuan dalam
Politik dan Pemerintah. Jakarta:
UNDP.
http://www.bkn.go.id/stat2009.
http://purnamajulia.blogspot.com/2011/02/pe
ngertian-affirmative-action.html.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

MANAJEMEN TALENTA UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKTIVITAS PNS


TALENT MANAGEMENT TO OPTIMIZE CIVIL SERVANTS PRODUCTIVITY
Khoiruddin Bashori

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Jl. Kapas 9 Semaki Yogyakarta,
Email: bkhoiruddin@yahoo.com
(Diterima, 15 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pentingnya pergeseran dalam kegiatan manajemen sumber daya
manusia yang mengintegrasikan pengelolaan pegawai bertalenta dengan tujuan organisasi. Manajemen talenta
mendesak diterapkan berkaitan dengan tantangan institusi yang semakin rumit dan kompleks. Tujuan besar
membutuhkan lebih banyak pegawai bertalenta unggul. Sumber daya manusia bertalenta perlu dikelola dengan cara
yang tidak biasa, agar dapat mendeteksi, mengembangkan, dan menggunakan talenta yang dimiliki untuk mencapai
tujuan pribadi dan organisasi secara lebih optimal.
Kata Kunci: manajemen talenta, perencanaan strategis, manajemen sumber daya manusia, perbaikan
berkelanjutan, kinerja institusi

Abstract

This paper is intended to explain the importance of a shift in the activities of human resource management that
integrates the management of talented employees with organizational goals. The talent management is urged to be
implemented as the challenges for the institution are getting more and more complicated. Aiming at big goals means
needing more superior talent. Talented human resources need to be managed in an unusual way, in order to detect,
develop, and use the talents of achieving personal and organizational goals more optimally.
Keywords:
talent management, strategic planning, human resources management, sustainable improvement,
institutional performance

PENDAHULUAN
Hari ini pasar tenaga kerja sedang
memasuki fase baru yang ditandai dengan
kelangkaan tenaga kerja dengan bakat
istimewa. Oleh karena itu, dalam dunia
pengembangan SDM, berkembang kajian
yang semakin serius tentang manajemen
talenta, sebagai sebuah upaya untuk
merekrut, mempertahankan dan mengembangkan pegawai dengan talenta spesial.
Setiap organisasi dapat meningkatkan
kepuasan karyawan dan keunggulan
kompetitifnya dengan melakukan investasi
dalam sumber daya manusia yang
diselaraskan dengan strategi bisnis. Pakar

SDM percaya bahwa sistem manajemen


talenta merupakan elemen kunci bagi
survivabilitas dan keberlanjutan setiap
organisasi. Sistem ini meliputi proses
penyerapan, identifikasi dan retensi pegawai
yang memiliki bakat menonjol di setiap
organisasi dan memberikan kontribusi besar
bagi kepentingan kemajuan organisasi
(Berger, 2004). Dengan kata lain, esensi
dari gagasan ini adalah bagaimana sebuah
institusi harus mampu secara konstan
merekrut, mengembangkan, dan kemudian
mem-pertahankan barisan SDM yang
bertalenta tinggi serta berkinerja unggul.
McKinsey (2001) telah memperbarui studi
tahun 1997, mensurvei 6.900 manajer

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

(termasuk 4.500 manajer senior dan pejabat


perusahaan) pada 56 perusahaan besar
dan menengah di Amerika Serikat. Hasilnya
menunjukkan bahwa 89 persen dari mereka
yang disurvei mengatakan bahwa sekarang
lebih sulit untuk menarik orang-orang
berbakat daripada tiga tahun yang lalu, dan
90 persen berpendapat, sekarang lebih sulit
untuk mempertahankan mereka. Hanya 7
persen dari responden sangat setuju bahwa
perusahaan memiliki cukup manajer
berbakat untuk mengejar semua impian
atau peluang-peluang usaha yang paling
menjanjikan. Perubahan demografi dan
sosial telah memainkan peran yang terus
meningkat dalam tren ini. Di Amerika Serikat
dan sebagian besar negara-negara maju
lainnya, pasokan manajer berusia 35 44
tahun menyusut. Banyak dari orang terbaik
yang masuk pasar tenaga kerja tidak terikat
dalam perusahaan tradisional besar: tahun
2000, misalnya, 30 persen dari MBA di
Amerika Serikat lebih suka bekerja mandiri
atau di usaha-usaha kecil.
PENUTUP
Dari berbagi kajian yang telah
dilakukan terdahulu, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Talent Management sangat disarankan
untuk dipergunakan dalam berokrasi
pemerintahan, bukan saja untuk mempertahankan para pegawai bertalenta
unggul, akan tetapi juga untuk
meningkatkan produktivitas institusi.
2. Talent Management dapat dilakukan
mulai dari perencanaan tenaga kerja,
analisis kesenjangan talenta, merekrut,
staffing, pendidikan dan pengembangan, retensi, talent reviews,
perencanaan suksesi, dan evaluasi.

3. Terdapat lima komponen penting untuk


mengevaluasi strategi manajemen
talenta: Manajemen Kinerja, Pengembangan Pegawai, Penghargaan dan
Pengenalan, Komunikasi, Iklim dan
Budaya Terbuka.
Berdasarkan kesimpulan dimaksud, terdapat berapa hal yang dapat disarankan:
1. Pendekatan lama dalam pengelolaan
SDM perlu dikembangkan dengan
pendekatan baru yang lebih menjanjikan bagi optimalisasi peran pegawai
bertalenta unggul.
2. Memperkuat kebijakan penyerapan
pegawai bertalenta unggul dengan
memberikan insentif keuangan dan
non-keuangan.
3. Mengembangkan penilaian dan sistem
identifikasi kompetensi.
4. Meningkatkan pendayagunaan pusat
penilaian dan penggunaan hasil laporan
penilaian kinerja sebagai dasar
pengambilan
keputasn
strategis
institusi.
DAFTAR PUSTAKA
Berger,L. A. & Berger, D . R. (Eds.). 2004.
The talent management Handbook:
creating organizational Excellent by
identifying developing and promoting
your best people. New York: MC
Craw-hill.
Blakely, A. 2012. Top 10 Talent Management
Strategies for 2012. On Balance
Jan-Feb 2012. wicpa.org
Capelli, P. 2010. Talent Management for the
Twenty-First Century. Retrieved
October 03, 2011, from http://user.
chollian.net/~hwangone/thesis/HBR
20080302_3.pdf.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Frank,F.D.& Taylor, C.R. 2004. Management


Trends that Will Shape the Future.
Human Resource Planning 27(1)
p.33-42.
Groysberg, B. 2010. Chasing stars: The
myth of talent and the portability of
performance.
Princeton,
NJ:
Princeton University Press.
Groysberg, B., & Lee, L. E. 2008. The effect
of colleague quality on top
performance: The case of security
analysts. Journal of Organizational
Behavior, 29: 11231144.
McCauley, C. dan Wakefield, M. 2006.
Talent Management in the 21st
Century: Help Your Company Find,
Develop, and Keep its Strongest
Workers. The Journal for Quality &
Participation. Winter 2006.
Nagra, M. 2011. Human Capital Strategy:
Talent Management. The Army
Medical
Department
Journal.
October-December 2011.
The McKinsey Quarterly. 2001. Number 2.
The Universum Graduate Survey 2000
American MBA Edition, Stockholm;
Universum.
http://id.wikipedia.org/wiki/
Manajemen_bakat, diakses12 oktober 2012.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

KOMPETENSI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL


DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
WORK COMPETENCIES OF CIVIL SERVANTS
IN REGIONAL REVENUE OFFICE OF WEST JAVA PROVINCE
Rita Kardinasari

Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat


Email: rt_kardinasari@yahoo.com
(Diterima 27 September 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Tugas utama Dinas Pendapatan Daerah adalah pengelolaan pajak yang dilakukan oleh para PNS dalam jabatan
fungsional umum. Dengan demikian, kompetensi jabatan fungsional umum menjadi inti dari terselenggaranya
pengelolaan pajak yang optimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui capaian kompetensi para jafung umum
terhadap standar kompetensi kerja yang melandasi tugas pokoknya. Dengan menggunakan alat pengumpul data tes
tulis, uji demonstrasi, serta telusur dokumen hasil assessment psikologis, dan dianalisis dengan metoda deskriptif
analitis dan deskriptif komparatif. Diperoleh hasil bahwa capaian kompetensi para pejabat fungsional umum adalah
68%. Sedangkan 32 % pegawai dinyatakan belum kompeten. Faktor potensi dan kompetensi kerja ditemukan
berkontribusi pada penguasaan tugas kerja. Karena itu, penting diakukan penempatan sesuai potensi, pelatihan,
serta menggunakan capaian kompetensi dalam sistem promosi dan remunerasi untuk mendorong pegawai mampu
meningkatkan kompetensinya, sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang prima dimana pada akhirnya
menghasilkan pengelolaan pajak yang optimal, sebagai modal pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Jawa
Barat.
Kata Kunci: kompetensi, potensi, jabatan fungsional umum

Abstract
The main task of The Regional Revenue Office of West Java Province is on tax management, carried out by its Civil
Servants on general functional positions. Therefore, these positions competency is the core for optimum tax
management. This study aimed at the achievements of those staff employees competence over the work
competence standards as the base of their main works. It used experimental technique and data collection from
written test, demonstrative examination, as well as thorough examination of psychological assessment results
through descriptive-analytic and descriptive-comparative methods. The results shows that 68% of the employees
with general functional positions have competency achievements, meanwhile the other 32% were not competence. It
is found that potency and work competency have influenced the command of work assignment. Therefore, it is
important to have appropriate potential-based work placements, trainings, and to use competency achievement in
promotion system as well as to have remuneration to motivate employees in developing their competency.Then, it
can be expected to have prominent employees performance in order to produce optimum tax management.
Keywords: competency, potency, general function employees

PENDAHULUAN
Seiring dengan bergulirnya otonomi
daerah maka kini kekuasaan yang bersifat

sentralistik berubah menjadi desentralistik.


Salah satu perubahan tersebut tercermin
dalam kebijakan pajak dan retribusi daerah
sebagai landasan dalam menggali potensi

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

pendapatan daerah khususnya pendapatan


asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun
2004 menyatakan bahwa Sumber
pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan
asli
daerah
yang
selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Undang-undang No 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
memberikan kewenangan untuk daerah
menetapkan jenis pajak dan retribusi guna
mendorong pembangunan dan investasi di
daerah.
Provinsi Jawa Barat mengelola
pajak melalui Dinas Pendapatan Daerah,
dibawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah sesuai
dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah. Dinas
Pendapatan Daerah memiliki tugas
untuk mampu menjamin stabilitas
penerimaan APBD dari PAD sebesar 74%
dan dukungan anggaran dalam mengakselerasi penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat
melalui pelayanan dan penyelenggaraan
pungutan pajak di 34 cabang pelayanan
dalam tugas pelayanan langsung kepada
masyarakat.
Pungutan pajak dan retribusi
merupakan bentuk pelayanan publik yang
akan sangat bergantung kepada para
petugas pemungut pajak, agar dapat
menumbuhkan kesadaran masyarakat
selaku pembayar pajak sekaligus sumber
pajak. Hal ini tergantung dari kemampuan
para pengelola pungutan dalam meng-

adminsitrasi dan mengidentifikasi sumber


pajak potensial (Harun, 2003). Beragam
bentuk pelayanan pungutan pajak di Dinas
Pendapatan seperti On line Samsat, Samsat
Drive Thru, Samsat Outlet, Samsat Keliling,
Samsat Nite, Samsat Corner, Samsat
Outlet KCP BJB, Pembayaran via
ATM, Pusat Informasi Pendapatan,
Sentralisasi Operasional dan Data base
Terpusat, Samsat Halo, dan Data Center.
Tentu operasionalnya harus dilakukan oleh
PNS di lingkungan Dinas Pendapatan untuk
menjamin kerahasiaan, keamaanan uang,
dan akurasi pengelolaan pajak. Dengan
demikian, tuntutan kompetensi kerja yang
harus dimiliki oleh para PNS Dinas
Pendapatan menjadi kunci terselenggaranya pengelolaan pajak daerah.
Kompetensi merupakan interelasi
dari unsur pengetahuan, keterampilan, dan
sikap dalam diri pegawai, yang tercermin
dalam perilaku kerjanya (Carrel,et.al, 1995).
Kompetensi PNS harus dibuktikan dan
diberikan pengakuan agar rakyat, unsur
swasta, dan seluruh kompeten inti pemerintahan sebagai pengguna jasa dari PNS
memperoleh jaminan akan kompetensi dan
profesionalisme PNS serta menjamin
akuntabilitas pelaksanaan tugas dan
keputusan karir yang dimiliki oleh PNS.
Merujuk kepada karakteristik pekerjaan
dalam lingkup pelayanan publik dan
pemerintahan, dimana pekerjaan dilakukan
dengan prinsip pelayanan, pengabdian, dan
pengaturan, maka PNS memiliki tuntutan
akan kompetensi khusus di samping
tuntutan kompetensi bidang yang dikuasai
sebagai hasil pendidikan dan riwayat
penugasan yang dimilikinya. Untuk
mengetahui apakah PNS telah kompeten
maka diperlukan kegiatan membandingkan
dengan suatu standar kompetensi yang

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

menjadi acuan dalam membuktikan kompetensi PNS.


Penilaian kompetensi PNS adalah
serangkaian kegiatan pengumpulan bukti
untuk mengetahui apakah seorang PNS
telah mencapai suatu standar yang
disyaratkan dalam standar kompetensi kerja
yang menjadi acuan untuk memberi
keputusan
kompeten,
sesuai
unit
kompetensi yang diujikan. Hasil uji kompetensi dinyatakan ke dalam per-nyataan
legal formal sertifikat kompetensi atau surat
pernyataan
dari penyelenggara uji
(mangkuprawira dkk, 2007).
Adanya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang
berimplikasi bahwa kepala daerah dan para
pemungut pajak memperoleh upah pungut
yang besarnya tiga kali gaji pokok telah
menimbulkan tuntutan baru di kalangan
masyarakat dan para PNS lain yang tidak
bertugas di Dinas Pendapatan akan kompetensi para pengelola pajak khususnya,
dimana mereka memperoleh insentif pajak
sebagai tambahan penghasilan berupa
upah pungut, yang tidak diperoleh oleh PNS
di instansi lain, sementara kompetensi dan
profesionalisme belum dapat dibuktikan
sehingga dasar dan acuan besaran insentif
tidak ada. Pemberian insentif juga masih
bersifat pukul rata dimana upah pungut
diberikan tanpa merujuk tingkat kompetensi
dan prestasi kerja masing masing pegawai.
Hal ini berpotensi membuat pegawai
kompeten menjadi demotivasi, dan mereka
yang tidak kompeten menjadi malas untuk
mengembangkan diri. PNS yang bertugas
mengelola pajak perlu memiliki pengakuan
legal formal agar memperoleh legalitas dan
kepercayaan masyarakat serta akuntabilitas
kinerja pengelolaan pajak menjadi jelas

(Sopyan dan Hidayat, 2004). Untuk itu,


peneliti bermaksud meneliti capaian
kompetensi kerja PNS Dispenda Provinsi
Jawa Barat terhadap capaian standar
kompetensi kerja yang disyaratkan bagi
petugas jabatan fungsional umum Pemungut
Pajak dan Petugas Administrasi Pungutan.
Melalui penelitian ini diperoleh gambaran
kompetensi kerja masing masing pegawai,
untuk kemudian diberikan sertifikat kompetensi serta menjadi dasar kebijakan
pemberian insentif upah pungut.
Tujan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Memperoleh gambaran capaian kompetensi kerja petugas pemungut pajak
terhadap standar kompetensi kerja
petugas pemungut pajak.
b. Memperoleh gambaran capaian Kompetensi Kerja Petugas Pengadministrasi
Pungutan terhadap Standar Kompetensi
Kerja Petugas Pengadministrasi
Pungutan.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan;
1. Tingkat capaian kompetensi kerja
pegawai Dinas Pendapatan Daerah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah
memadai dimana 68 % mereka dinyatakan kompeten untuk unit kompetensi yang menajdi muatan jabatan
fungsional umum yang dimiliki pegawai.
2. Faktor capaian kompetensi kerja
didasari oleh faktor potensi yang
selama ini kurang dijadikan dasar
dalam penempatan pada jabatan dan
pengembangan keterampilan pegawai.
3. Dinas Pendapatan Daerah sebagai
instansi penghasil dimana 74 % dana
pembangunan diperoleh melalui Pen-

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

dapatan Asli Daerah, namun capaian


kompetensi kerja pegawai kurang
merata dimana pada jafung umum
tertentu, capaian kompetensi sangat
rendah sehingga upaya kurang
paripurna dan upaya menggali sumber
pajak serta optimalisasi pajak kurang
tercapai karena pegawai kurang pengalaman kontektual.
Saran yang dapat diberikan adalah:
1. Memberikan kesempatan rotasi kerja
bagi pegawai yang kompeten agar
dapat membangun kompetensi kerja
pada jabatan fungsional umum yang
berbeda dengan sebelumnya, sehingga
kera-gaman kompetensi tercapai dan
dapat meraih suatu kualifikasi penuh
pada kualifikasi pemungut pajak atau
kualifikasi
pengelola
administrasi
pungutan.
2. Memberikan
kesempatan
mutasi
kepada pegawai yang belum kompeten
agar dapat bekerja sesuai dengan
bakat dasarnya, disertai pelatihan yang
aplikatif di bidang pekerjaan yang
merupakan lingkup jabatan fungsional
umum yang diembannya.
3. Mengadakan pegawai baru apakah
melalui penerimaaan pegawai atau
mutasi dari instansi lain yang memiliki
latar belakang pendidikan ekonomi dan
akutansi, untuk kemudian dilatih pada
jabatan fungsional umum dimana
tingkat capaian kompeten pegawai
rendah.
4. Mengadakan evaluasi dan pembahasan
hasil kerja secara berkala dengan para
jafung umum, tidak hanya dalam
lingkup pejabat strukturalnya saja.
5. Menjadikan syarat kompeten bagi
sistem promosi dan remunerasi di
Dinas Pendapatan yang kemudian akan

diusulkan ke Badan Kepegawaian


Daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Australian Qualifications Framework. 2007.
Implementation
Handbook.
Australia.
Carell, Michael, Nobert, R. Elber, and
Hatfield, Robert, D. 1995. Human
Recource Management: Global
Strategies for Managing A Diverse
Work Force. US : Prentice Hall
International Inc.
JGN Consulting Denver USA. Competensi
Based Tarining Toturial. Dalam
http://home.att.net/jnimmer/Competency.htm
Harun, Hamrolie. 2003. Menghitung Potensi
Pajak dan Retribusi Daerah.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Mangkuprawira, TB. Syafri dan Aida
Vitalaya Hubeis. 2007. Manajemen
Mutu Sumber Daya Manusia.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Mitrani, A. Daziel, M. and Fitt, D. 2001.
Competency
Based
Human
Recources Management : ValueDriven Strategic for Recruitment,
Development and Reward. London:
Logan.
Mustaqiem. 2008. Pajak Daerah Dalam
Transisi
Otonomi
Daerah.
Yogyakarta: FH UII Press.
Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar
Singkat Hukum Pajak. Bandung:
Eresco.
Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
Dalam Rangka Meningkatkan
Kemampuan Keuangan Daerah.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Orasi Ilmiah dengan tema Strategi


Meningkatkan
Kemampuan
Keuangan
Daerah
Melalui
Penggalian Potensi Daerah Dalam
Rangka
Otonomi
Daerah.
Bandung: Acara Wisuda XXI STIA
LAN, 10 April 2002.
Spencer, L.M. and S.M. Spencer. 1993.
Competence at Work. New York:
John. Willy. Sons. Inc.
Sumyar. 2004. Dasar-dasar Hukum Pajak
dan
Perpajakan.
Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya.
Syofyan, Syofrin dan Hidayat, Asyhar. 2004.
Hukum
Pajak
dan
Permasalahannya. Bandung: Refika
Aditama.
DEST Australia. 2005. Training Package
Development Handbook.
Republik Indonesia, Undang Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah
, Undang Undang
Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
, Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
cara pemberian dan Pemanfaatan
Insentif Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
, Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 13
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
, Peraturan Gubernur
Jawa Barat No.17 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa
Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang Tugas
pokok dan Fungsi, Rincian Tugas Unit dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di
Lingkungan Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Jawa Barat

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

KOMPETENSI DAN KINERJA (PRODUKTIVITAS) PEGAWAI NEGERI SIPIL


THE COMPETENCE AND PERFORMANCE (PRODUCTIVITY) OF CIVIL
SERVANTS
Suryanto

Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (PKKOD LAN) Jakarta
JL. Veteran No:10 Jakarta 10110
Email: suryokusumo170172@yahoo.com
(Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)

Abstrak
Keberhasilan sebuah organisasi atau lembaga ditentukan oleh banyak faktor, salah satu di antaranya kompetensi
sumber daya manusia. Dalam konteks lembaga/instansi pemerintah, maka faktor keberhasilan pencapaian
produktivitas/kinerja pegawai adalah bagaimana tingkat kompetensi PNS-nya. Apabila kompetensi PNS berada pada
level di atas rata-rata, maka hal itu dipastikan akan mendukung pencapaian produktivitas organisasi. Sebaliknya,
apabila kompetensi SDM atau PNS rendah maka pencapaian produktivitas akan berjalan lambat atau bahkan tidak
tercapai. Persoalan lain dalam pengukuran produktivitas/kinerja adalah tentang instrumen pengukuran yang tidak
mampu menggambarkan capaian sesungguhnya. Namun, terbitnya PP No. 46 Tahun 2011 diharapkan dapat
menutupi kelemahan-kelemahan pengukuran yang dilakukan sebelumnya yakni pada saat menggunakan PP No. 10
Tahun 1979 (DP3).
Kata Kunci: kompetensi, kinerja, PNS

Abstract
The success of an organization or institution is determined by many factors, such as human resource competency.
Within the context of government agency/institution, the success factor in achieving employees
productivities/performance lies on the civil servants competency levels. When their competency level is above
average, it would support the achievement of organization productivities. Otherwise, when they have low
competency, it would make the achievement of organization productivities slower and even failed. Another problem
in productivity/performance measurement is the inappropriate measuring instrument that failed to describe actual
achievement. However, the stipulation of Government Regulation 46 of 2011 brings an expectation that it would be
able to overcome the weaknesses of previous measurements applied under the Government Regulation 10 of 1979
(so called the DP3).
Keywords: competencies, performance, civil servants

PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai kompetensi
dan produktivitas pegawai negeri sipil (PNS)
seolah tiada habis-habisnya. Hal ini dikarenakan tingginya harapan kepada para
pegawai negeri terutama dalam memberkan
pelayanan kepada masyarakat (pelayanan
publik). Namun tentu saja, harapan tinggi

yang dilekatkan kepada PNS tidak serta


merta dapat dijawab dengan baik oleh para
PNS itu sendiri. Bahkan, yang terjadi dan
telah menjadi hasil amatan publik justru
sebaliknya, PNS dianggap sebagai pihak
yang lambat, bertele-tele, birokratis, malas,
dan sebagainya. Hasil Penelitian UGM
(2002) menyebutkan bahwa pelayanan
publik yang dilakukan oleh ambtenaar ini

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

cenderung bersifat negatif yang ditunjukkan


dengan: (a) waktu, biaya, dan cara
pelayanan yang tidak jelas, (b) diskriminasi;
hubungan pertemanan, afiliasi politik,
agama dan etnis, (c) rantai birokrasi, suap
dan pungli dianggap wajar, (d) orientasi
pelayanan (ada kepentingan pemerintah
dan pejabat), (e) lekatnya budaya
kekuasaan, (f) distrust, (g) kewenangan
terdistribusi.
Rendahnya
kinerja
pegawai
tersebut, salah satunya disebabkan karena
minimnya kemampuan atau kompetensi
pegawai dalam menjalankan tugas yang
dibebankan kepadanya. Oleh karena itu,
tidak meng-herankan apabila salah satu
upaya yang ditempuh untuk meningkatkan
kinerja adalah melalui peningkatan
kompetensi/kemampuan pegawai, tanpa
mengabaikan upaya-upaya lain yang
ditempuh seperti peningkatan motivasi, dan
sebagainya.
Terkait istilah yang digunakan,
tulisan ini masih akan menggunakan istilah
PNS (bukan Aparatur Sipil Negara/ASN)
meskipun undang-undang ASN akan segera
ditetapkan. Apabila mengaitkan kompetensi
PNS dengan produktivitasnya, maka potret
kompetensi PNS sampai saat ini dapat
dikatakan
masih
dapat
dikatakan
memprihatinkan. Hal tersebut terlihat dari
masih buruknya pelayanan publik yang
diberikan oleh PNS.
Namun demikian, sesungguhnya
ukuran
tinggi-rendahnya
kompetensi
tersebut memang masih debatable karena
belum terdapat instrumen pengukuran yang
representatif. Ketiadaan ukuran yang
representatif
tersebut
menyebabkan
penilaian kinerja (produktivitas) PNS lebih
banyak dilakukan berdasarkan persepsi.
Harus diakui bahwa penilaian kinerja PNS
dengan menggunakan instrumen DP3

(daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan


pegawai) masih sarat dengan persepsi.
Oleh karena itu, ke depan kiranya perlu
dirumuskan instrumen penilaian kinerja
yang representatif dan komprehensif
sehingga dapat mengukur kinerja sesungguhnya dari seorang PNS.
Tulisan ini akan mengulas secara
singkat tentang konsep kompetensi dan
kinerja PNS, kemudian akan disampaikan
pembahasan tentang sistem penilaian
kinerja saat ini, sistem penilaian kinerja
yang diharapkan, serta penutup, yang
memuat pokok-pokok pikiran terkait
kompetensi dan kinerja PNS.
PENUTUP
Keberhasilan sebuah organisasi
atau lembaga ditentukan oleh banyak faktor
salah satu di antaranya kompetensi sumber
daya
manusia.
Dalam
konteks
lembaga/instansi pemerintah, maka faktor
keberhasilan pencapaian produktivitas/
kinerja pegawai adalah bagaimana tingkat
kompetensi PNSnya. Apabila kompetensi
PNS berada pada level di atas rata-rata,
maka hal itu dipastikan akan mendukung
pencapaian produktivitas organisasi. Sebaliknya, apabila kompetensi SDM atau
PNS rendah maka pencapaian produktivitas
akan berjalan lambat atau bahkan tidak
tercapai.
Konsep
kompetensi
sendiri
sebenarnya bukanlah merupakan hal baru
dalam pembahasan organisasi dan manajemen kepegawaian. Hal ini terbukti, di
dalam
undang-undang
pun
telah
diamanatkan bahwa pengangkatan seorang
pegawai ke dalam jabatan tertentu tidak
hanya didasarkan pada senioritas namun
juga kecakapan/kemampuan.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Persoalannya adalah PNS sendiri


tidak jelas tingkat kinerja yang dicapainya.
Hal ini mungkin karena dua hal, pertama
karena PNS memang tidak memiliki
kinerja/produktivitas dan yang kedua, sistem
pengukurannya yang tidak jelas dan tidak
mampu mengukur kinerja riil yang
dicapainya. Namun, menurut hemat kami
kedua-duanya memiliki korelasi yang sangat
kuat. Selama ini, pengukuran kinerja PNS
dilakukan dengan menggunakan instrumen
DP3, yang dinilai kurang mampu mengukur
kinerja sesung-guhnya dari seorang
pegawai. Hal ini karena, aspek-aspek
yang diukur sangat kualitatif dan pada
akhirnya kurang mampu meng-gambarkan
prestasi kerja yang ada. Di sisi lain,
pengukuran yang demikian tidak mendorong
PNS untuk berlomba-lomba mencapai
kinerja tertinggi, karena hasil penilaian tidak
berimplikasi pada pemberian penghargaan
ataupun hukuman.
Namun dengan terbitnya PP 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja PNS, diharapkan dapat menutupi
kelemahan yang terjadi pada penilaian DP3.
Disini, pegawai dipaksa untuk menyusun
Sasaran Kerja Pegawai (SKP), yang
disusun setiap tahun dan disetujui oleh
atasannya untuk selanjutnya menjadi bahan
penilaian prestasi pada akhir tahun. Tentu
saja, aspek perilaku pun tetap menjadi salah
satu penilaian PNS.

DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Michael and Baron, Angela.
1998. Performance Management
The New Realities, London: Institute of
Personnel and Development.

Anjtok, Djamaluddin. 2001. Kompetensi


Sumber Daya Aparatur, Jakarta:
Makalah Seminar.
Cascio, W. F. 2003. Managing Human
Resources: Productivity, Quality of
Work Life, Profits 6th Edition. New
York: McGraw-Hill
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara.
2004. Draft Program Pembangunan
Nasional Bidang Aparatur Negara
Tahun 2005-2009.
Lasmahadi, Arbono. 2002. Sistem Manajemen
SDM Berbasiskan Kompetensi,
Jakarta: E-Psikologi.
Lembaga Administrasi Negara Jakarta.
2010. Kajian Pengukuran dan
Evaluasi Kinerja Manajemen PNS
di Daerah.
Lembaga Administrasi Negara Jakarta:
Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (SANKRI) Buku
I dan II.
Mitrani, A. Daziel, M. and Fitt, D. 2001.
Competency
Based
Human
Recources Management: ValueDriven Strategic for Recruitment,
Development and Reward. London:
Logan.
Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Siagian, Sondang P. 1995. Patologi
Birokrasi - Analisis, Identifikasi dan
Terapannya.
Jakarta:
Ghalia
Indonesia.
Spencer, Lyle M., Spencer, Signe M. 1993.
Competence at Work Models for
Superior Performance, John Willey
& Sons, Inc.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kinerja Pegawai
Negeri Sipil.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

_________________, Surat Keputusan


Kepala
Badan
Kepegawaian
Negara
Nomor
43/KEP/2001
tentang: Standar Kompetensi
Jabatan Struktural Pegawai Negeri
Sipil.
Surat Keputusan Direktur Utama PT
Pertamina
Nomor
Kpts

136/C00000/2002-SO tanggal 27
Desember 2002 tentang: Pedoman
Kompetensi Jabatan Pertamina.
http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&
id=298:kinerja-dan-penilaian-kinerja

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

BIODATA PENULIS

Adnan Ardhana, S.Sos, lahir di Sleman 13 Desember 1980, mendapatkan gelar sarjana dari
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada, saat ini bekerja
sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru dan sedang menempuh
pendidikan Program Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di
Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan.
Pranatasari Dyah Susanti, SP, lahir di Gunungkidul pada tanggal 24 Februari 1982,
menyelesaikan studi S1 pada tahun 2005 di Fakultas Pertanian (Ilmu Tanah) Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto. Saat ini bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru dan sedang menempuh pendidikan Program Pascasarjana Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan.
Ajib Rakhmawanto, S.IP, M.Si, lahir di Yogyakarta tanggal 10 April 1972. Menamatkan
pendidikan Sarjana/S1 (S.IP) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 1997. Pendidikan Pascasarjana/S2 (M.Si) dari
Program Pascasarjana Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta diselesaikan pada tahun 2003. Sekarang bekerja sebagai peneliti (researcher) pada
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta.
Anang Pikukuh Purwoko, S.E, MM, lahir di Yogyakarta tanggal 30 Juli 1977. Menamatkan
pendidikan S1 (2002) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, pendidikan S2 (2008) Program Studi Magister Manajemen Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Saat ini bekerja sebagai peneliti pada Pusat
Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Jakarta.
Andi Ali Said Akbar, S.IP., MA. Lahir di Belawa, Wajo, Sulawesi Selatan 20 September 1979.
Menamatkan pendidikan S1 di Ilmu Politik Fisip Unhas pada tahun 2004 dan pendidikan S2 Ilmu
Politik Fisipol UGM tahun 2009. Saat ini, bekerja sebagai dosen dan Ketua Divisi Litbang
Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.
Mempunyai ketertarikan kajian dan riset pada bidang otonomi daerah, birokrasi, manajemen
partai dan pemilu.
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si, lahir di Purworejo, 25 Agustus 1961, menyelesaikan
S1 Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada FISIP UNS tahun 1985, menyelesaikan master
pada Fakultas Ilmu Sosial UGM tahun 1995 dan doktoral pada FISIPOL UGM tahun 2008. Posisi
sekarang adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangaan Gender pada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Saat ini mengajar mata kuliah Manajemen Sumberdaya Manusia Sektor Publik, Studi
Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, Metode Penelitian Administrasi Publik, Kebijakan

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012

Pembangunan Berperspektif Gender, dan Manajemen Pelayanan Publik. Selain melakukan


penelitian, menjadi anggota tim pakar gender pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
dengan tugas memfasilitasi berbagai capacity building Pengarusutamaan Gender di seluruh
Indonesia sejak tahun 2002 hingga sekarang dan menjadi anggota Technical Advisory
Committee Program CIDA-B3WP (Canadian International Development Agency-Building Better
Budgets for Women and the Poor) mulai tahun 2012.
DR. Khoiruddin Bashori, M.Si, lahir pada tanggal 2 Oktober 1962, pernah mengambil studi di
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Islam Indonesia (1981-1983), mempelajari
Hukum Islam di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1983-1986), memperoleh gelar sarjana
psikologi dari Fakultas Psikologi UGM pada tahun 1990, kemudian mendapatkan gelar Strata 2
(1995) dan menyelesaikan program doktoral (2002) di tempat yang sama. Pernah menjadi Rektor
di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2002-2008) dan saat ini menjadi pengajar di Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan serta Wakil Ketua Muhammadiyah Provinsi Yogyakarta.
Rita Kardinasari, S.Psi, M.Si, memperoleh gelar Sarjana Psikologi Pendidikan dari IKIP
Bandung dan gelar Master Psikologi dari UNPAD Bandung. Berpengalaman memberikan
pelatihan-pelatihan psikologi dan MSDM di berbagai perusahaan. Saat ini menjabat sebagai
Analis Kepegawaian Ahli Madya di Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Selain itu juga menjadi pengajar di STP Bandung dan Universitas Pasundan Bandung.
Suryanto, S.Sos, M.Si, lahir di Cilacap pada 17 Januari 1972, mendapatkan gelar sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro
Semarang pada tahun 1996. Kmeudian melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Saat ini
bekerja sebagai Peneliti Madya pada Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Lembaga
Administrasi Negara (PKKOD LAN) Jakarta.

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN

Anda mungkin juga menyukai