Anda di halaman 1dari 26

KOMPETENSI GURU DALAM MENGINTERNALISASIKAN NILAI

-NILAI ISLAM PADA PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN


ISLAM DI MADRASAH ALIYAH NAGREG
A; Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yakni
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
perkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreratif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab,1 maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional dan memilki
kompetensi sesuai dengan bidangnya.
Undang -Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan
profesional.2 Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang
berkualitas.
E. Mulyasa mengungkapkan guru merupakan komponen yang paling
berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.
Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan tidak akan memeberikan sumbangan yang signifikan tanpa
didukung oleh guru yang professional dan berkualitas.3 Dengan kata lain,
perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru
pula.
Jika di amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya
masih beragam. Sudarwan Danim mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis

1Undang-Undang RI, No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung : Citra
Umbara, 2004 ), hal. 7
2Ibid. hal.27
3E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008),
hal. 5

11

22

pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work


performance) yang memadai.4
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh
derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya
yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru. Agar dapat melakukan
(be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki
kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan
keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.5 Keberadaan guru
yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktek pendidikan
yang berkualitas.
Guru profesional tidak hanya di tuntut untuk menguasai bidang ilmu,
bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memilki keterampilan
yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus
memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakekat manusia dan masyarakat.
Hakekat-hakekat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru serta
loyalitas terhadap profesi pendidikan.6
Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung
jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya
sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui proses pendidikan di
usahakan terciptanya nilai-nilai baru.7 Dengan kata lain, pendidikan harus mampu
mengantarkan manusia untuk mencapai keberhasilan hidup, baik kehidupan
duniawi atau ukhrowi dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya.
Ahmad Tafsir mengartikan pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap
seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin.8 Sedangkan Omar
4Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan : dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga
Kependidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2002), hal. 8
5http://akhmadsudrajat.wordpress.com, Akses, 1 November 2008
6E Mulyasa, Standar, hal. 11
7Ibid. hal. 18
8Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994),
cet . ke-2, hal. 32.

33

Muhammad Al-Toumy al-Syaebany mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha


mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau
kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
kependidikan. Usaha melakukan perubahan ini harus dilandasi oleh nilai-nilai
Islami, yakni nilai-nilai yang terdapat dalam Quran dan Sunnah Nabi.9 Adapun
Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan
kepribadian muslim, dengan cirinya ialah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai
dengan pentunjuk ajaran Islam.10
Disini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu
berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT, kepada
Muhammad SAW, melalui proses dimana individu dibentuk agar mendapat
mencapai drajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai
khalifah dimuka bumi, yang dalam krangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan
di dunia dan akhirat.11 Senada dengan itu Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa
pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada
terbentuknya keperibadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.12
Kesadaran beragama yang mengkristal dalam pribadi orang yang beriman
dan bertakwa adalah wujud dari kepatuhannya terhadap Allah Swt. Kepatuhan ini
dilandasi oleh keyakinan dalam diri seseorang mengenai pentingnya seperangkat
nilai relegius yang dianut. Karena kepatuhan, maka niat, ucap, pikir, tindakan,
perilaku dan tujuan senantiasa diupayakan berada dalam lingkup nilai-nilai yang
diyakini. Apabila hal itu dikaitkan dengan tujuan akhir Pendidikan Agama Islam
(PAI) dalam mencapai manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki akhlak
yang mulia, maka kesadaran beragama memiliki peran yang signifikan dalam
mencapai tujuan tersebut.
9Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terjem. Hasan Langgulung,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1989), hal. 339
10 Zakiyah Daradjat dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), cet . ke-3, hal .
28
11 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru,
(Jakarta : Kalimah, 2001), hal. 6
12 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung : Almaarif, 1980), hal.
23

44

Oleh karena itu, pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang merupakan


bagian Pendidikan Agama Islam (PAI) harus mampu mencapai tujuan pendidikan
Islam yang menjabarkan seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh
hanya memberi penekanan pada satu dimensi saja dan meninggalkan dimensi
yang lainnya. Sehingga Sejarah Kebudayaan Islam tidak saja sekedar transfer of
knowledge, tetapi juga merupakan pendidikan nilai (value education). Sehingga
guru harus mampu dalam menggali nilai, makna, aksioma, ibrah/hikmah, dalil dan
teori dari fakta sejarah yang ada. Selain hal tersebut juga guru mampu
menemukan pendekatan yang dapat mempermudah transfer atau penguasaan
materi sejarah kepada siswa.
Menurut Ahmad Tafsir ada tiga tujuan pembelajaran yang berlaku untuk
pembelajaran apa saja. Pertama, tahu dan mengetahui. Disini tugas guru ialah
mengupayakan agar murid mengetahui sesuatu konsep (knowing). Kedua, mampu
melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing). Ketiga, murid
menjadi seperti yang ia ketahui itu. Konsep itu seharusnya, tidak hanya sekedar
menjadi miliknya tetapi menjadi satu dengan kepribadiannya (being)13.
Maka tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah
adalah :14
1; Memberikan pengetahuan tentang sejarah Islam dan kebudayaan Islam
kepada para peserta didik, agar ia memberikan konsep yang obyektif dan
sistimatis dalam perspektif sejarah.
2;

Mengambil i'tibar, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.

3;

Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk


mengamalkan ajaran Islam berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang
ada.

4;

Membekali peserta didik untuk membentuk keperibadiannya


berdasarkan tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk keperibadian yang
luhur.

13Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), cet . ke. 1. hal. 224-225.
14Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah Mata Pelajaran SKI, (Jakarta : Dirjen
Binbaga Islam, 2006), hal. 51

55

Nilai yang yang hidup diperoleh melalui kesadaran diri manusia, pada
penelaahan seperti ini nilai dari setiap sejarah yang terjadi dan terpaparkan dalam
kisah sejarah, mampu teraktualisasikan dalam kisah sejarah yang di yakini
kebenaran atau orisinalitasnya sehingga mampu mempengaruhi siapa saja untuk
dijadikan sebagai pelajaran.
Menurut Kaswardi dan Mardi Madja sebagai mana dikutif oleh Zaim
Elmubarok mengatakan pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan
nilai-nilai pada diri seseorang (Kaswardi, 1993). Sedangkan Mardi Madja (1986)
mendenifisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar
menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam
keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai adalah ruh pendidikan itu sendiri, jadi
dimanapun diajarkan pendidikan nilai akan muncul dengan sendirinya.15 Secara
singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan nilai adalah suatu proses dimana
seseorang menemukan maknanya sebagai pribadi pada saat dimana nilai-nilai
tertentu memberikan arti pada jalan hidupnya.16
Hanya saja perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik
terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah.
Mochtar Buchori misalnya menilai kegagalan pendidikan agama disebabkan
karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari
pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan pembinaan aspek
afektif dan konaatif, volutif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilainilai ajaran agama.17 Akibatnya terjadi kasenjangan antara pengetahuan dan
pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama atau dalam
praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama. Sehingga tidak
mampu membentuk pribadi-pribadi Islami. Termasuk didalamnya pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
Dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik lemah pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam dapat diidentifikasi sebagai berikut:
15Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta. 2008), cet . ke-1, hal.
12

16Ibid., hal.23
17Muchtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, (Yogjakarta : Tiara Wacana, 1994), hal.
215

66

1; kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi "makna"


dan "nilai" atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai
keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik .
2; kurang dapat berjalan bersama dan bekerjasama dengan program-program
pendidikan non-agama;
3; kurang mempunyai relevansi teradap perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan atau bersifat
statis akontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang
menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
4; Waktu yang di sediakan hanya dua jam pelajaran dengan muatan materi
yang begitu padat dan memang penting, yakni menuntuk pemantapan
pengetahuan hingga terbentuk watak dan keperibadian.
5; lemahnya sumber daya guru dalam mengembangkan pedekatan dan
metode yang lebih pareatif,
Kondisi seperti di atas merupakan problema yang sekaligus merupakan
tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pembelajaran agama Islam, terutama
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Berbagai macam problematika pendidikan agama tersebut dihadapi oleh
semua pihak baik keluarga, pemerintah, maupun masyarakat, termasuk di
Madrasah Aliyah Al-Falah 2 Nagreg. Seperti bagaimana menentukan metode yang
tepat untuk mengajarkan keimanan, bagaimana menentukan evaluasi yang tepat,
bagaimana menanamkan nilai-nilai agama pada anak didik dalam pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam dan sebagainya.
Sebagai apresiasi permasalahan di atas maka peneliti merasa perlu melakukan
penelitian terhadap kompetensi guru Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun judul
penelitian ini adalah Kompetensi Guru dalam Menginternalisasikan Nilai-Nilai
Islam pada Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah AlFalah 2 Nagreg.
B;

77

Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah seperti yang telah digambarkan di atas,
dan untuk mempermudah proses penelitian, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1; Bagaimanakah program internalisasi nilai-nilai Islam pada pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Al-Falah 2 Nagreg ?
2; Bagaimanakah kompetensi guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai
Islam pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah
Al-Falah 2 Nagreg ?
3; Bagaimana metode guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai nilai-nilai
Islam dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA Al-Falah 2
Nagreg?
4; Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat usaha guru
untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Al-Falah 2 Nagreg?
5; Bagaimana keberhasilan guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah AlFalah 2 Nagreg?
C; Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan melihat pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui:
1; Program internalisasi nilai-nilai Islam pada pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
2; Kompetensi guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam pada
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
3; Metode guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
4; Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat usaha guru untuk
menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.

88

5; Keberhasilan

guru

dalam

menginternalisasikan

nilai-nilai

dalam

pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.


Adapun kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah: pertama,
kegunaan akademik, yaitu dalam rangka memperkaya khazanah intelektual Islam
khususnya dalam studi pendidikan Islam. Kedua, kegunaan operasional, yaitu
menerapkan hasil penelitian ini dalam dunia pendidikan khususnya ketika
merumuskan desain pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan dalam proses
atau kegiatan pembelajarannya di sekolah atau pada madrasah.
D; Kerangka Pemikiran
Dalam al-Qurn ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusia agar
menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdiannya
kepada-Nya.18 Aktivitas yang dimaksudkan oleh Allah tersimpul dalam ayat-ayat
al-Qurn yang menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah.19 Dalam
statusnya sebagai khalifah ini, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa manusia
hidup di alam mendapat kuasa atau tugas dari Allah, yaitu memakmurkan atau
membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah.20 Ayatayat tersebut di atas, jika dicermati, mengandung konsep makna pendidikan bagi
manusia. Manusia sebagai khalifah Allah diberi beban yang sangat berat. Tugas
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, jika manusia dibekali dengan
pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian luhur yang sesuai dengan kehendak
Allah. Semua ini dapat dipenuhi hanya melalui proses pendidikan.
Secara sederhana, Ahmad Tafsir memberikan pengertian pendidikan itu
sebagai bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara
18QS. Az-Zariyat, 51: 56.
19QS. al-Baqara, 2 : 30, dan Hud, 11 : 61.

20M Quraish Shihab. Membumikan al-Qur'an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1992), hal. 172. Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hal. 121

99

maksimal.21 Sedangkan Ahmad D. Marimba mengemukakan pengertian


pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.22
Seiring dengan itu, Muhammad Amin menjelaskan bahwa pendidikan
mencakup berbagai dimensi, antara lain akal, perasaan, kehendak dan seluruh
unsur atas kejiwaan manusia serta bakat-bakat dan kemampuannya. Pendidikan
merupakan upaya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan individu,
sehingga potensi-potensi kejiwaan itu dapat diaktualisasikan secara sempurna.23
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Yusuf al-Qardawi, menurutnya
pendidikan adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.24
Selanjutnya jika dihubungkan dengan agama Islam, maka menurut Dasim
Budimansyah, pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga
mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama
Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.25
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam secara
keseluruhan. Karenanya tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup
manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang
selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di
dunia dan akhirat.26

21Ahmad Tafsir, Ilmu, hal . 27


22 Ahmad D Marimba, Pengantar, hal. 19
23 Muhammad Amin, Konsep Masyarakat Islam Upaya Mencari Identitas dalam Era
Modernisasi, (Jakarta : Fikahati Aneksa, 1992), cet . ke-1, hlm. 93
24Ysuf al-Qardawi, Al-Tarbiya al-Islmiya wa Madrasa asan al-Banna, terj.. Bustami A
Ghani, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hal.
157
25 Dasim Budimansyah, Model Pembelajaran Portofolio, (Bandung : Genesindo, 2003), cet. ke1, hal . 1
26QS.Az-Zariyat (51) : 56 dan Ali-Imran (3) : 102.

1010

Menurut Hasan Langgulung dalam konteks Islam pendidikan dapat


diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akherat.27
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan, khususnya
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang secara integral dan sinergis serta
konsisten selalu memperhatikan aspek eksoteris (lahiriah) dan esoteris (batiniah)
manusia. Karena keduanya merupakan satu kesatuan integratif yang tidak dapat
dipisahkan dan sekaligus menunjukkan eksistensi manusia. Ambivalensi dalam
menata keduanya akan berakibat pada ketimpangan bertingkah laku dan pada
gilirannya hanya akan melahirkan manusia-manusia yang berkepribadian ganda
(split personality).
Untuk mewujudkan tercapainya peningkatan kualitas pendidikan dan
upaya pencapaian tujuan pendidikan Islam, maka sangat dibutuhkan kompetensi
guru. Guru yang memiliki kompetensi sangat menentukan keberhasilan peserta
didik, terutama dalam kaitanya dalam proses belajar dan mengajar.
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke dan Stone
sebagaimana dikutif oleh E Mulyasa, mengemukakan bahwa descriptive of
qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaniful.28
Sementara Charles yang juga dikutif oleh E Mulyasa mengemukakan bahwa
competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a
desiered condition.29
Sedangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005
pasal 10 dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.30 kompetensi guru
27Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung : Al- Ma'arif,
1980), hal . 94
28E Mulyasa, Standar, hal. 25
29Ibid.
30Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Pustaka Bani
Quraisy, 2006), hal. 8

1111

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan


kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.31
Dari uraian diatas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan
pada melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, kompetensi guru
menunjukkan pada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi
spesifikasi tertentu didalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan
rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan
perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati tetapi mencakup sesuatu yang
tidak kasat mata.
Guru sebagai pelaku utama dalam implementasi atau penerapan program
pendidikan di sekolah memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini, guru dipandang sebagai faktor
determinan terhadap pencapaian mutu prestasi belajar siswa. Mengingat
peranannya yang begitu penting, maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman
dan kemampuan secara komprehensif tentang kompetensinya sebagai pendidik.
Menurut Buford dan Benedian seperti yang dikutip oleh Munfaat, bahwa
kinerja seseorang bisa dianggap baik/efektif jika memenuhi tiga syarat :
a;

Mampu mengerjakan tugas.

b;

Ada keinginan melaksanakan tugas.

c;

Mengerti apa yang menjadi tugasnya.32

Menurut Syamsu Yusuf, untuk mengetahui apakah seorang guru telah


menunjukkan kinerja profesionalnya pada waktu mengajar dan bagaimana mutu
kinerjanya

tersebut,

maka

guru

perlu

memiliki

kemampuan

untuk

mengevaluasinya. Cara yang dapat ditempuh untuk melakukan evaluasi tersebut


diantaranya dengan menggunakan skala penilaian diri (self evaluation), quesioner
yang memuat skala penilaian oleh para siswa sebagai umpan balik (feedback)
31Ibid.
32Ali Munfaat, Hubungan Kemampuan Manajemen Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru
SLTP Negeri Kabupaten Pati, Tesis Magister Pendidikan (Semarang : Perpustakaan UNNES,
2002), hal. 38

1212

terhadap kompetensi kinerja tersebut, dan skala penilaian oleh teman sejawat
(peer evaluation).33
Masih menurut Syamsu, bahwa ada tiga komponen yang menentukan
profesionalisme kinerja guru. Tiga komponen tersebut adalah gaya mengajar,
kemampuan berinteraksi dengan siswa, dan karakteristik pribadi.34 Tiga hal ini
diharapkan mampu meningkatkan mutu pembelajaran yang melibatkan guru dan
murid secara langsung.
Produktivitas kinerja guru yang baik akan membawa pengaruh yang baik
pula terhadap keberhasilan pembelajaran yang dikelolanya, baik keberhasilan
pembelajaran dilihat dari sudut proses (by process) maupun dilihat dari sudut hasil
(by product). Kriteria keberhasilan dari sudut proses menekankan kepada
pembelajaran yang berorientasi pada interaksi dinamis sehingga siswa sebagai
subjek yang belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri,
dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Sedangkan kriteria
keberhasilan dari segi hasil menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan belajar
oleh siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.35
Kaitannya dengan proses pelaksanaan lembaga pendidikan Islam dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan dan upaya pencapaian tujuan pendidikan
Islam, maka peningkatan kualitas kompetensdi guru menjadi salah satu faktor
yang menunjang keberhasilan tujuan pendidikan Islam. Maka, menjadi guru yang
profesional yaitu, guru yang memiliki kinerja tinggi dalam menjalankan amanah
keguruannya, yang memiliki kreativitas tinggi, yang selalu memikirkan
bagaimana siswanya dapat menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki nilai-nilai
keislaman atau berkeperibadian muslim.
Diantara nilai-nilai keislaman yang harus dimiliki oleh peserta didik
adalah niali-nilai akhlakul karimah. Menurut Capra (2004) dalam bukunya Titik
Balik Peradaban menjelaskan bahwa pelajaran sejarah penting karena
mengajarkan tentang nilai, moral, dan spiritual. Permasalahan yang kita hadapi
33Yusuf, Al-Tarbiyah, hal . 1
34Ibid., hal. 2-8
35Ibid., hal. 35

1313

dalam pembelajaran sejarah adalah rendahnya kemampuan guru dalam


menerapkan berbagai model dan pendekatan dalam mengajar.36
Idrus

A Rore, menyatakan bahwa pembelajaran merupakan upaya

menyiapkan anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai


(sikap) yang membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai
pribadi.37
Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa proses pembelajaran
bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan, di
dalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai itu
tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber guna dipakai
dalam proses belajar mengajar.38
Oleh karena itu` niali merupakan standard penuntun orang untuk berbuat
terarah, indah baik, efisien, dan berharga/bermutu, serta benar dan adil.39 Dalam
ungkapan yang tidak jauh berbeda Ahmadi mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan nilai adalah seperangkat keyakinan yang di yakini atau perasaan yang di
yakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola
pemikiran dan perasaan, keterikatan, maupun prilaku.40
Untuk itu dalam pembelajaran sejarah dapat lebih bermakna atau bernilai
tinggi, apabila guru dapat menggunakan metode internalisasi nilai-nilai agama
Islam di dalamnya, dengan cara mengaitkan materi sejarah dengan nilai-nilai
ajaran agama atau dapat juga nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa
sejarah, dikaitkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama.
Pendekatan ini akan membantu siswa dalam memahami dan menemukan nilainilai/makna peristiwa sejarah secara mendalam (ultimate meaning).

36 http://history.multiply.com/journal/item, Akses, 28 Oktober 2008


37 Idrus A Rore, Metode Poker Suatu Alternatif Pengemabagan Daya Tarik Pelajaran Sejarah,
(http://www.anu.edu.au/Poker/htm), 2007, hal. 2
38 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta,
1997), hal. 55.
39Djahiri AK, Startegi Pengajaran Efektif Nilai Moral VCT dan Game dalam VCT, (Bandung
: Gramedia, 1985), hal. 20
40A Ahmadi dan Noor S, Dasar-Dasar Pendidikan Islam untuk Perguruan Tinggi (Jakarta :
Bumi Aksara, 1991), hal. 198

1414

Sementara itu internalisasi merupakan suatu proses transformasi nilainilai yang dimiliki seseorang kepada orang lain sehingga orang tersebut memiliki
nilai-nilai tersebut sebagai hasil dari proses internalisasi.41 Maka yang dimaksud
dengan internalisasi nilai dalam penelitian ini pembauran atau penyatuan
seperangkat keyakinan yang diyakini sebagai suatu yang benar, bermutu dan
indah yang berdasarkan nilai-nilai Islam dan harus diyakini sebagai suatu identitas
dalam pola pikir, perasaan maupun perilaku.
Salah satu indicator keberhasilan dan daya tarik pembelajaran di tentukan
oleh kondisi lingkungan pembelajaran yang mencakup karakteristik pembelajaran,
dan karakteristik siswa; sebagai sosok pribadi yang utuh yang memiliki dimensi
individualitas dan sosialitasnya sesuai dengan tahap perkembangan yang
dicapainya.42 Karakter ini sesuai dengan difinisi pembelajaran yang dikemukakan
oleh Oemar Hamalik yaitu suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsure-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.43
Pembelajaran dalam arti yang sempit merupakan proses komunikasi dua
arah yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. 44
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru sebagai
pengajar dan siswa sebagai yang belajar.45 Kegiatan ini merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama dan
berlangsung dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran.46
Dengan demikian belajar merupakan aktifitas pisik dan mental individu
untuk mencapai perubahan tingkahlaku, yang mencakup seluruh segi
keperibadian anak didik (kognitif, apektif dan psikomotor) sebagai mana
diungkapkan oleh Bloom.47
41 Ahmad Khomaini Syafeie, Respon Siswa terhadap Usaha Guru dalam
Menginternalisasikan Nilai-nilai Iman dan Takwa bagi Pembentukan Kepribadian Siswa di SMA
Islam Al-Azhar 5 Kota Cirebon, Tesis Magister Ilmu Agama Islam, (Bandung : Perpustakaan
Pasca Sarjana UIN SGD, 2004), hal. 19.
42Charles M Reigeluth, Instruksional Theories In Action: Lesson Illustrating Selected Theories
and Models (Hisdae New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 1987), hal. 2
43 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hal. 14
44Syaeful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2007), hal. 61
45Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakarta : Rajawali Press Jakarta, 1990), hal. 2
46M Ujer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1999), hal. 1
47AJ Romiszowski, Designing Instruksional System, Decision Making in Cours Planing and
curriculum Design, (London Kogen Page, 1981), hal. 175

1515

Berdasarkan difinisi diatas, dalam proses belajar mengajar tidak hanya


terpokus kepada transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value. Perinsip ini
sejalan dngan tujuan pembelajaran sejarah, bahwa pembelajaran itu bukan hanya
mentrasnfer ilmu pengetahuan melainkan juga mentransfer nilai-nilai, atau bukan
sekedar mengajar siswa cerdas tetapi juga berakhlak mulia. Selain untuk
mengemabangkan keilmuan, tujuan pembelajaran sejarah pun mempunyai fungsi
didaktis yang dapat memberikan pelajaran dari pengalaman generasi sebelumnya.
Selanjutnya untuk lebih memperjelas dan memudahkan dalam memahami
kerangka pemikiran penelitian ini, penulis menggambarkannya dalam bentuk
model penelitian berikut ini:
Kompetensi Guru

Niali-Nilai Keislaman

Tahapan Internalisasi:
Transformasi
Transaksi
Transinternalisasi

Implementasi dalam Proses Pembelajaran:


Strategi Pembelajaran
Teknik/Prosedur
Faktor Pendukung
Kendala
Hasil

Peserta Didik

Pembelajaran
SKI

1616

Menurut hemat penulis, keberadaan MAN 1 Tanjung Pandan sebagai


MAN Model, salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, menarik untuk dikaji,
khususnya berkaitan dengan penerapan nialai-nilai ajaran Islam dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Hal ini karena MAN 1 Tanjung Pandan
secara kualitatif relatif lebih baik dari madrasah aliyah-madrasah aliyah lainnya,
baik dari sisi infrastruktur, SDM, siswa dan lain sebagainya.
E; Metode Penelitian
1. Metode yang Digunakan
Fokus penelitian ini adalah untuk melihat dan memahami
pelaksanaan

internalisasi

nilai-nilai

Ajaran

Islam

dalam

proses

pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Negeri 1


Tanjung Pandan. Untuk itu sasaran penelitian ini adalah kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas.
Maka pendekatan yang dianggap cocok dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitik.
Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang menggambarkan atau
memaparkan apa adanya dari hasil penelitian kemudian disusun dan
dituangkan dalam bentuk tulisan (naratif), ditafsirkan, dan dianalisis.
Lexy Moleong mendefinisikan pendekatan kualitatif ini sebagai
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.48
Nana Syaodih menjelaskan bahwa penelitian dengan metode
deskriptif
48

ditujukan

untuk

mendeskripsikan

atau

menggambarkan

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya. 2007),


cet. ke-27, hal. 6.

1717

fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah


ataupun rekayasa manusia.49
Senada dengan pendapat di atas, Winarno Surachmad menyebutkan
bahwa penyelidikan dengan memakai metode deskriptif bertujuan untuk
memecahkan permasalahan pada masa sekarang, di antaranya adanya
penyelidikan dengan penuturan, analisis dan klasifikasi. Metode ini biasa
disebut juga metode analitik.50
2. Jenis Data
Berdasarkan pada analisisnya jenis data dalam penelitian ini adalah
data kualitatif. Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas
dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan proses-proses yang
terjadi dalam lingkup setempat. Dimana data tersebut berkaitan dengan
Kompetensi Guru dalam Menginternalisasikan Nilai-Nilai Islam dalam
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada Madrasah Aliyah Negeri 1
Tanjung Pandan.
Menurut Lofran, sebagaimana dikutip Lexy J. Moleong bahwa
yang disebut jenis data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata
dan tindakan sumber data tertulis, foto, dan statistik. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, merupakan jenis
data utama. Jenis data utama merupakan sumber tertulis. Sedangkan data
kedua dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam.
3. Sumber Data
Sedangkan jika di dasarkan pada sumbernya, maka jenis data pada
penelitian ini dibagi menjadi dua varian yaitu :

49Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 2005),


hal. 72.
50Winarno Surachmad. Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda dan Teknik (Bandung : Tarsito, 1990),
hlm. 134. Metode pengumpulan data juga dilakukan dengan menuliskan, mengedit,
mengklasifikasi, mereduksi dan menyajikan. Lihat Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian
Kualitatif (Yogyakarta ; Rake Sarasin, 1994), hlm. 30.
Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Rosdakarya, 1994), hlm. 112.

1818

a.

Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber asli (sumber
pertama) atau data dari tangan pertama. Data primer digali dari sumber
data yang dapat diperoleh dari lapangan secara langsung melalui
observasi dan wawancara. Sumber data yang menjadi subyek dalam
memberikan data yang diperlukan peneliti pada penelitian ini adalah :
1; Informan
Informan yang dimaksudkan oleh peneliti disini adalah orang yang
telah menyampaikan informasi kepada peneliti tentang data-data
yang diperlukan yang berhubungan dengan keberadaan MAN 1
Tanjung Pandan serta proses pembelajaran dan pendidikannya,
seperti Kepala Madrasah, Wakil Kepala, Dewan Guru, dan siswa
MAN 1 Tanjung Pandan.
Kedudukan informan dalam penelitian kualitatif ini sangat penting.
Posisi dan peranan informan dapat dikatakan sebagai subyek
yang dapat memberikan informasi primer yang dibutuhkan peneliti.
Melihat begitu sentralnya posisi dan peranan informan dalam
penelitian, maka penetapan informan pun mutlak membutuhkan
seleksi yang tidak sembarangan.
Dalam konteks ini, penentuan informan disesuaikan dengan
berbagai informasi yang dibutuhkan peneliti dengan merujuk
kepada kompetensi mereka untuk dapat memberikan informasi
mengenai permasalahan yang dikaji.
2; Responden
Responden pada penelitian ini adalah orang yang dapat
diwawancarai pada waktu penelitian berlangsung yaitu guru-guru
yang mengajar materi Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Tanjung pandan.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber,


melainkan data dari hasil catatan tertulis yang memiliki relevansi
dengan fokus masalah penelitian meliputi :

1919

1; Buku-buku, Tesis, skripsi, yang relevan, mengenai


guru,

nilai-nilai

ajaran

Islam,

dan

kompetensi

pembelajaran

Sejarah

Kebudayaan Islam
2; Dokumen-dokumen resmi secara tertulis tentang kompetensi guru,
nilai-nilai ajaran Islam, dan pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian. Sumber
data tertulis tersebut nantinya akan dieksplorasi dengan teknik
dokumentasi dan kajian kepustakaan yang terdiri dari buku-buku
dan majalah ilmiah, arsip dan dokumen pribadi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Selanjutnya untuk mendapatkan data yang valid dan akurat
dalam penelitian ini, maka ditentukan pula teknik pengumpulan data.
Menurut Lofland dan Lofland (1987) seperti yang dikutip oleh
Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain.51 Hal ini mengindikasikan bahwa

dalam penelitian

kualitatif setidaknya ada tiga teknik yang biasa digunakan untuk


mengumpulkan data-data, yaitu teknik dengan pengamatan (observasi),
wawancara, dan dokumentasi.
Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a; Observasi Non Partisan (non-participant observation)
Pengamat (observer) tidak ikut dalam kehidupan orang yang
diobservasi dan secara terpisah berkedudukan selaku pengamat.52
Teknik ini peneliti gunakan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan proses pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar di
kelas.
b;

Wawancara

51 Ibid., hal. 157.


52 S Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1,
hal. 162.

2020

Dengan wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui informasi


secara detail dan mendalam dari responden dan informan dengan
fokus masalah yang diteliti. Lincoln dan Guba (1985) seperti
dikutip

oleh

Lexy

Moleong

menegaskan

bahwa

maksud

wawancara antara lain adalah mengkonstruksi mengenai orang,


kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan
lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian
sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatankebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang
akan

datang;

memverivikasi,

mengubah,

dan

memperluas

informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun


bukan manusia; dan memverifikasi, mengubah dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan
anggota. 53 Untuk membantu peneliti dalam memfokuskan masalah
yang diteliti, dibuat pedoman wawancara dan pengamatan.
c; Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah
tersedia dalam catatan dokumen. Fungsinya sebagai pendukung
dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui observasi
dan wawancara. Dokumen yang dianggap relevan dalam penelitian
ini meliputi struktur organisasi, keadaan siswa, keadaan guru, dan
semua hal yang terkait dengan eksistensi madrasah tersebut.
5. Analisis Data
Marzuki menjelaskan bahwa tujuan analisa data dalam penelitian
adalah menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga
menjadi suatu data yang teratur, tersusun dan lebih berarti.54
Setelah data diperoleh, langkah berikutnya adalah menganalisis
data. Karena datanya kualitatif, maka pendekatan yang digunakan dalam
53 Moleong, Metodologi, hal. 186.
54Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta : FE, UI, 1989), hal. 87.

2121

menganalisis data ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :55
a; Reduksi Data
Data atau informasi yang diperoleh dari lapangan sebagai bahan
mentah direduksi, dirangkum, disusun secara sistematis, dipilih halhal yang pokok, atau difokuskan kepada hal-hal yang penting yang
relevan dengan subyek penelitian, sehingga dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas atau tajam tentang hasil yang telah
diperoleh.
b; Display Data
Langkah lanjut dari reduksi dengan menyusunnya secara rapi dan
sistematis untuk disajikan dengan uraian naratif. Hal ini dilakukan
untuk mendapat gambaran yang utuh dari data yang diperoleh, atau
gambaran tentang keterkaitan antara aspek yang satu dengan aspek
lainnya.
c; Verifikasi Data
Penarikan

kesimpulan-kesimpulan

secara

sementara,

kemudian

dilengkapi dengan data pendukung lainnya sehingga sempurnalah hasil


dari penelitian. verifikasi dilakukan dengan melihat kembali pada
reduksi data maupun display data sehingga kesimpulan tidak
menyimpang dari data yang dianalisis.

55 Syamsu Yusuf, Penelitian Pendidikan, (Bandung : Fakultas Ilmu Pendidikan UPI,. 2003), hal.
16-17.

2222

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, 1991, Ilmu Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Ali, Suyuti, 2002, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Teori Dan Praktek,
Jakarta : Raja Grapindo Persada
Al-Toumy al-Syaibany Omar Muhammad, 1989 Filsafat Pendidikan Islam, alih
bahasa Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang,
Anoraga Panji, 1998. Psikologi Kerja Jakarta : Rineka Cipta.
Arifin, M, 1989, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Asad, Moch. 1998 Psikologi Industri . Jakarta : Liberti,
Azra, Azzumardi. 2001. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milinium Baru. Kalimah. Jakarta.
Bahri, Syaiful Djamarah dan Zain, Aswan. 1997 Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : Rineka Cipta.
Bakry, Samaun, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung :
Bani Quraysi
Buchori, Muchtar, 1994. Pendidikan dalam Pembangunan, Jogjakarta: Tiara
Wacana
Bungin, Burhan, 2001, Metode Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis
Kearah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : Raja Grapindo
Persada
Buseri, Kamrani, 2003 Antologi Pendidikan Islam, Pemikiran Teoritis Praktis
Kontemporer, Yogyakarta : UII Press

2323

Danim, Sudarwan, 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan


Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Darajat, Zakiyah dkk., 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.
ke-3, Undang-Undang RI. No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Citra Umbara Bandung
Daud, Muhammad, 2003, Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Departemen Agama RI, 2006 Kurikulum Madrasah Aliyah Mata Pelajaran SKI,
Jakarta: Dirjen Binbaga Islam,
D.Marimba, Ahmad. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Almaarif,
Bandung.
Faisal, Sanapiah, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha
Nasional
J Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya., cet. ke-27
Hamalik, Oemar, 2003. Kurikulum dan PembelajaranJakarta : Bumi Aksara
http://sertifikasiguru.org/index.php?mact
http://akhmadsudrajat.wordpress.com.
http://faridah-ohan.blogspot.com.
http://mahmuddin.wordpress.com
http://history.multiply.com/journal/item
Khaerumana, Badri, 2003, Moralitas Islam, Bandung : Pustaka Setia
Kurdi Syuaeb dan Azis Abdul, 2006, Model Pembelajaran Efektif, Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Dasar dan MI, Bandung : Pustaka Bani
Quraisy
Latif, Abdul, 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan, Bandung :
Refika Aditama
Ma'arif, Syafi'i, dkk, 1991, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita dan
Fakta, Yogyakarta : Tiara Wacana
Maksum. 1999. Madrasah : Sejarah dan Perkembangannya Jakarta : Logos,

2424

Margono, S,1997, Metodologi Penelitian Pendidikan,Jakarta : Rineka Cipta. cet.


ke-1
Marzuki. 1989. Metodologi Riset Yogyakarta : FE. UI,
Muhadjir, Noeng, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif Yogyakarta : Rake
Sarasin,
Mujib, Abdul dan Mujakkir, Yusuf, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :
Kencana Prenada Media
Mulyasa. E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.
------------ 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
------------- 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Rohmat, 2004 . Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: CV.
Alfabeta
Munfaat, Ali. 2002 Hubungan Kemampuan Manajemen Kepala Sekolah dan
Motivasi Kerja Guru SLTP Negeri Kabupaten Pati, Tesis
Magister Pendidikan Semarang : Perpustakaan UNNES,
Nata, Abudin, 2001, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Ozmon, Howard, 2004, Kontroversi Dalam Pendidikan, Bandung : Tiana Garis
Creative
Priatna, Tedi, 2004, Reaktualisasi : Pradigma Pendidikan Islam, Ikhtiar
Mewujudkan Pendidikan Benilai Ilahiyah dan Insaniyah di
Indonesia, Bandung Pustaka Bani Quraysi
Rahim, Husni, 2001, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Logos
Wacana Ilmu
Saiful, 2005, Muhammad Quthb dan Sistim Pendidikan Non Dikotomik,
Yogyakarta : Suluh Press
Salih Abdullah, Rahman Abdur, 1982, Landasan dan Tujuan Pendidikan
Menurut Al-Qur'an Serta Implementasinya, Bandung :
Diponegoro

2525

Sirozi, Muhammad, 2004, Agenda Strategis Pendidikan Islam, Yogyakarta : Aka


Group
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005 Metode Penelitian Pendidikan Bandung :
Rosdakarya,
Surachmad, Winarno,1990. Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda dan Teknik
Bandung : Tarsito,
Surya, Muhammad, 2006, Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru, Sejahtra,
dan Terlindungi, (Kumpulan Tulisan Dalam Rangka Mensyukuri
Hari Ulang Tahun ke- 65 dan Menyambut Hari Ulang Tahun
PGRI ke 61 2006, Bandung : Bani Qurasyi
Suryadi, Ace dan Tilaar, H. A. R, 1994, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu
Pengantar, Bandung : Remaja Rosda Karya
Suyanto dan Hisyam, Djihad, 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia
Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Soecipto, dan Kosasi, Raflis, 2004, Profesi Keguruan, Jakarta : Rineka Cipta
Tafsir, Ahmad , 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
------------------. 2006. Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani dan
Kalbu Memanusiakan Manusia, bandung : Remaja Rosdakarya,.
Cet. Ke. 1
Tilar, A.R, 2001, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam
perspektif Abad 21, Jakarta : Indonesia Tera
Uhbiyati, Nur, 1997. Ilmu Pendidikan Islam 2 Bandung : Pustaka Setia.
Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005. Tentang Guru Dan Dosen. Pustaka
Bani Quraisy. Bandung.
Uzer, Usman Muh, 2001, Menjadi Guru Frofesional, bandung : Remaja
Rosdakarya,. cet. ke. 13
Yusuf, Syamsu Evaluasi Kinerja Guru Bahan Pelatihan bagi Guru-guru SLTP di
Puncak Bogor pada tanggal 22-23 Oktober 2003
Diselenggarakan oleh Direktorat PLP Depdiknas,

2626

-----------------. 2003. Penelitian Pendidikan, Bandung : Fakultas Ilmu Pendidikan


UPI.

Anda mungkin juga menyukai