1Undang-Undang RI, No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung : Citra
Umbara, 2004 ), hal. 7
2Ibid. hal.27
3E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008),
hal. 5
11
22
33
44
3;
4;
13Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), cet . ke. 1. hal. 224-225.
14Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah Mata Pelajaran SKI, (Jakarta : Dirjen
Binbaga Islam, 2006), hal. 51
55
Nilai yang yang hidup diperoleh melalui kesadaran diri manusia, pada
penelaahan seperti ini nilai dari setiap sejarah yang terjadi dan terpaparkan dalam
kisah sejarah, mampu teraktualisasikan dalam kisah sejarah yang di yakini
kebenaran atau orisinalitasnya sehingga mampu mempengaruhi siapa saja untuk
dijadikan sebagai pelajaran.
Menurut Kaswardi dan Mardi Madja sebagai mana dikutif oleh Zaim
Elmubarok mengatakan pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan
nilai-nilai pada diri seseorang (Kaswardi, 1993). Sedangkan Mardi Madja (1986)
mendenifisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar
menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam
keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai adalah ruh pendidikan itu sendiri, jadi
dimanapun diajarkan pendidikan nilai akan muncul dengan sendirinya.15 Secara
singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan nilai adalah suatu proses dimana
seseorang menemukan maknanya sebagai pribadi pada saat dimana nilai-nilai
tertentu memberikan arti pada jalan hidupnya.16
Hanya saja perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik
terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah.
Mochtar Buchori misalnya menilai kegagalan pendidikan agama disebabkan
karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari
pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan pembinaan aspek
afektif dan konaatif, volutif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilainilai ajaran agama.17 Akibatnya terjadi kasenjangan antara pengetahuan dan
pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama atau dalam
praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama. Sehingga tidak
mampu membentuk pribadi-pribadi Islami. Termasuk didalamnya pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
Dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik lemah pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam dapat diidentifikasi sebagai berikut:
15Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta. 2008), cet . ke-1, hal.
12
16Ibid., hal.23
17Muchtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, (Yogjakarta : Tiara Wacana, 1994), hal.
215
66
77
Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah seperti yang telah digambarkan di atas,
dan untuk mempermudah proses penelitian, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1; Bagaimanakah program internalisasi nilai-nilai Islam pada pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Al-Falah 2 Nagreg ?
2; Bagaimanakah kompetensi guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai
Islam pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah
Al-Falah 2 Nagreg ?
3; Bagaimana metode guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai nilai-nilai
Islam dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA Al-Falah 2
Nagreg?
4; Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat usaha guru
untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Al-Falah 2 Nagreg?
5; Bagaimana keberhasilan guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah AlFalah 2 Nagreg?
C; Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan melihat pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui:
1; Program internalisasi nilai-nilai Islam pada pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
2; Kompetensi guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam pada
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
3; Metode guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
4; Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat usaha guru untuk
menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam di MA. Al-Falah 2 Nagreg.
88
5; Keberhasilan
guru
dalam
menginternalisasikan
nilai-nilai
dalam
20M Quraish Shihab. Membumikan al-Qur'an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1992), hal. 172. Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hal. 121
99
1010
1111
b;
c;
tersebut,
maka
guru
perlu
memiliki
kemampuan
untuk
1212
terhadap kompetensi kinerja tersebut, dan skala penilaian oleh teman sejawat
(peer evaluation).33
Masih menurut Syamsu, bahwa ada tiga komponen yang menentukan
profesionalisme kinerja guru. Tiga komponen tersebut adalah gaya mengajar,
kemampuan berinteraksi dengan siswa, dan karakteristik pribadi.34 Tiga hal ini
diharapkan mampu meningkatkan mutu pembelajaran yang melibatkan guru dan
murid secara langsung.
Produktivitas kinerja guru yang baik akan membawa pengaruh yang baik
pula terhadap keberhasilan pembelajaran yang dikelolanya, baik keberhasilan
pembelajaran dilihat dari sudut proses (by process) maupun dilihat dari sudut hasil
(by product). Kriteria keberhasilan dari sudut proses menekankan kepada
pembelajaran yang berorientasi pada interaksi dinamis sehingga siswa sebagai
subjek yang belajar mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri,
dan tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara efektif. Sedangkan kriteria
keberhasilan dari segi hasil menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan belajar
oleh siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.35
Kaitannya dengan proses pelaksanaan lembaga pendidikan Islam dalam
rangka peningkatan kualitas pendidikan dan upaya pencapaian tujuan pendidikan
Islam, maka peningkatan kualitas kompetensdi guru menjadi salah satu faktor
yang menunjang keberhasilan tujuan pendidikan Islam. Maka, menjadi guru yang
profesional yaitu, guru yang memiliki kinerja tinggi dalam menjalankan amanah
keguruannya, yang memiliki kreativitas tinggi, yang selalu memikirkan
bagaimana siswanya dapat menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki nilai-nilai
keislaman atau berkeperibadian muslim.
Diantara nilai-nilai keislaman yang harus dimiliki oleh peserta didik
adalah niali-nilai akhlakul karimah. Menurut Capra (2004) dalam bukunya Titik
Balik Peradaban menjelaskan bahwa pelajaran sejarah penting karena
mengajarkan tentang nilai, moral, dan spiritual. Permasalahan yang kita hadapi
33Yusuf, Al-Tarbiyah, hal . 1
34Ibid., hal. 2-8
35Ibid., hal. 35
1313
1414
Sementara itu internalisasi merupakan suatu proses transformasi nilainilai yang dimiliki seseorang kepada orang lain sehingga orang tersebut memiliki
nilai-nilai tersebut sebagai hasil dari proses internalisasi.41 Maka yang dimaksud
dengan internalisasi nilai dalam penelitian ini pembauran atau penyatuan
seperangkat keyakinan yang diyakini sebagai suatu yang benar, bermutu dan
indah yang berdasarkan nilai-nilai Islam dan harus diyakini sebagai suatu identitas
dalam pola pikir, perasaan maupun perilaku.
Salah satu indicator keberhasilan dan daya tarik pembelajaran di tentukan
oleh kondisi lingkungan pembelajaran yang mencakup karakteristik pembelajaran,
dan karakteristik siswa; sebagai sosok pribadi yang utuh yang memiliki dimensi
individualitas dan sosialitasnya sesuai dengan tahap perkembangan yang
dicapainya.42 Karakter ini sesuai dengan difinisi pembelajaran yang dikemukakan
oleh Oemar Hamalik yaitu suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsure-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.43
Pembelajaran dalam arti yang sempit merupakan proses komunikasi dua
arah yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. 44
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru sebagai
pengajar dan siswa sebagai yang belajar.45 Kegiatan ini merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama dan
berlangsung dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran.46
Dengan demikian belajar merupakan aktifitas pisik dan mental individu
untuk mencapai perubahan tingkahlaku, yang mencakup seluruh segi
keperibadian anak didik (kognitif, apektif dan psikomotor) sebagai mana
diungkapkan oleh Bloom.47
41 Ahmad Khomaini Syafeie, Respon Siswa terhadap Usaha Guru dalam
Menginternalisasikan Nilai-nilai Iman dan Takwa bagi Pembentukan Kepribadian Siswa di SMA
Islam Al-Azhar 5 Kota Cirebon, Tesis Magister Ilmu Agama Islam, (Bandung : Perpustakaan
Pasca Sarjana UIN SGD, 2004), hal. 19.
42Charles M Reigeluth, Instruksional Theories In Action: Lesson Illustrating Selected Theories
and Models (Hisdae New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 1987), hal. 2
43 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hal. 14
44Syaeful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2007), hal. 61
45Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakarta : Rajawali Press Jakarta, 1990), hal. 2
46M Ujer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1999), hal. 1
47AJ Romiszowski, Designing Instruksional System, Decision Making in Cours Planing and
curriculum Design, (London Kogen Page, 1981), hal. 175
1515
Niali-Nilai Keislaman
Tahapan Internalisasi:
Transformasi
Transaksi
Transinternalisasi
Peserta Didik
Pembelajaran
SKI
1616
internalisasi
nilai-nilai
Ajaran
Islam
dalam
proses
ditujukan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan
1717
1818
a.
Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber asli (sumber
pertama) atau data dari tangan pertama. Data primer digali dari sumber
data yang dapat diperoleh dari lapangan secara langsung melalui
observasi dan wawancara. Sumber data yang menjadi subyek dalam
memberikan data yang diperlukan peneliti pada penelitian ini adalah :
1; Informan
Informan yang dimaksudkan oleh peneliti disini adalah orang yang
telah menyampaikan informasi kepada peneliti tentang data-data
yang diperlukan yang berhubungan dengan keberadaan MAN 1
Tanjung Pandan serta proses pembelajaran dan pendidikannya,
seperti Kepala Madrasah, Wakil Kepala, Dewan Guru, dan siswa
MAN 1 Tanjung Pandan.
Kedudukan informan dalam penelitian kualitatif ini sangat penting.
Posisi dan peranan informan dapat dikatakan sebagai subyek
yang dapat memberikan informasi primer yang dibutuhkan peneliti.
Melihat begitu sentralnya posisi dan peranan informan dalam
penelitian, maka penetapan informan pun mutlak membutuhkan
seleksi yang tidak sembarangan.
Dalam konteks ini, penentuan informan disesuaikan dengan
berbagai informasi yang dibutuhkan peneliti dengan merujuk
kepada kompetensi mereka untuk dapat memberikan informasi
mengenai permasalahan yang dikaji.
2; Responden
Responden pada penelitian ini adalah orang yang dapat
diwawancarai pada waktu penelitian berlangsung yaitu guru-guru
yang mengajar materi Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Tanjung pandan.
1919
nilai-nilai
ajaran
Islam,
dan
kompetensi
pembelajaran
Sejarah
Kebudayaan Islam
2; Dokumen-dokumen resmi secara tertulis tentang kompetensi guru,
nilai-nilai ajaran Islam, dan pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian. Sumber
data tertulis tersebut nantinya akan dieksplorasi dengan teknik
dokumentasi dan kajian kepustakaan yang terdiri dari buku-buku
dan majalah ilmiah, arsip dan dokumen pribadi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Selanjutnya untuk mendapatkan data yang valid dan akurat
dalam penelitian ini, maka ditentukan pula teknik pengumpulan data.
Menurut Lofland dan Lofland (1987) seperti yang dikutip oleh
Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain.51 Hal ini mengindikasikan bahwa
dalam penelitian
Wawancara
2020
oleh
Lexy
Moleong
menegaskan
bahwa
maksud
datang;
memverivikasi,
mengubah,
dan
memperluas
2121
menganalisis data ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :55
a; Reduksi Data
Data atau informasi yang diperoleh dari lapangan sebagai bahan
mentah direduksi, dirangkum, disusun secara sistematis, dipilih halhal yang pokok, atau difokuskan kepada hal-hal yang penting yang
relevan dengan subyek penelitian, sehingga dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas atau tajam tentang hasil yang telah
diperoleh.
b; Display Data
Langkah lanjut dari reduksi dengan menyusunnya secara rapi dan
sistematis untuk disajikan dengan uraian naratif. Hal ini dilakukan
untuk mendapat gambaran yang utuh dari data yang diperoleh, atau
gambaran tentang keterkaitan antara aspek yang satu dengan aspek
lainnya.
c; Verifikasi Data
Penarikan
kesimpulan-kesimpulan
secara
sementara,
kemudian
55 Syamsu Yusuf, Penelitian Pendidikan, (Bandung : Fakultas Ilmu Pendidikan UPI,. 2003), hal.
16-17.
2222
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, 1991, Ilmu Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Ali, Suyuti, 2002, Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Teori Dan Praktek,
Jakarta : Raja Grapindo Persada
Al-Toumy al-Syaibany Omar Muhammad, 1989 Filsafat Pendidikan Islam, alih
bahasa Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang,
Anoraga Panji, 1998. Psikologi Kerja Jakarta : Rineka Cipta.
Arifin, M, 1989, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Asad, Moch. 1998 Psikologi Industri . Jakarta : Liberti,
Azra, Azzumardi. 2001. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milinium Baru. Kalimah. Jakarta.
Bahri, Syaiful Djamarah dan Zain, Aswan. 1997 Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : Rineka Cipta.
Bakry, Samaun, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung :
Bani Quraysi
Buchori, Muchtar, 1994. Pendidikan dalam Pembangunan, Jogjakarta: Tiara
Wacana
Bungin, Burhan, 2001, Metode Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis
Kearah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : Raja Grapindo
Persada
Buseri, Kamrani, 2003 Antologi Pendidikan Islam, Pemikiran Teoritis Praktis
Kontemporer, Yogyakarta : UII Press
2323
2424
2525
2626