Oleh :
VICKY GLENN LAISINA
NPM : 09.8.03.81.41.1.5.057
Oleh :
VICKY GLENN LAISINA
09.8.03.81.41.1.5.057
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Tanda Tangan
1. ..
2.
Mengesahkan,
Dekan Fakultas kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul LAMANYA
WAKTU
PENYINARAN
DAPAT
MENINGKATKAN
KEKERASAN
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Persetujuan Pembimbing........ii
Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan ......iii
KATA PENGANTAR ........iv
ABSTRAK............vi
DAFTAR ISI ......viii
DAFTAR GAMBAR.......x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..1
1.2 Rumusan Masalah .......3
1.3 Tujuan .......3
1.4 Manfaat .....3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (resin komposit) dimulai
dari akhir 1950 dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk
memperkuat resin efoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin
efoksi yakni lamanya pengerasan, tingginya pengerutan dan kecenderungan
berubah warna sehingga mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan
efoksi dan akrilat. Percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul bisfenol
A-glisidil metakrilat (bis- GMA) dengan penemuan ini, bahan komposit menjadi
pengganti semen silikat dan resin akrilat untuk restorasi estetika gigi anterior
(Anusavice, 2004).
Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua
atau lebih komponen yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang
berbeda-beda. Resin komposit merupakan bahan tumpatan yang potensial dan
terus berkembang berkenan dengan sifat-sifat fisis, warna dan kekuatan
perlekatan (bond strenght) terhadap jaringan gigi. Komposisi resin komposit
merupakan salah satu material restorasi pada kedokteran gigi yang telah
digunakan sejak 30 tahun lalu (Sularsih dan Sarinofemi, 2007).
Sumber
cahaya
dalam
bidang
kedokteran
gigi
mengalami
Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lamanya waktu yang diberikan
pada saat penyinaran resin komposit.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apakah lamanya waktu penyinaran dapat
mempengaruhi polimerisasi resin komposit.
1.4 Manfaat
1.4.1
1.4.2
BAB II
RESIN KOMPOSIT
2.1
Pengertian
Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau
lebih komponen, yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda
(Sularsih dan Sarianoferni, 2007). Kemajuan yang sangat menonjol dibidang
restorasi gigi pada saat ini ditandai dengan dikembangkannya material resin
komposit yang banyak digunakan sebagai material restorasi untuk kavitas klas III,
IV dan V yang tidak menerima beban kunyah yang besar. Berdasarkan sistim
aktivasi, ada dua macam resin komposit yaitu yang beaktivasi secara kimia dan
sinar tampak, saat ini resin komposit sebagai material restorasi yang beraktivasi
dengan sinar tampak sangat populer penggunaannya (Anggraini dkk., 2005).
Keunggulan dari visible light cure (VLC) adalah proses pengerasan yang cepat,
dalam, dan dapat diandalkan dalam waktu 40 detik setiap periode dengan
ketebalan bahan minimal 2,5-3 mm dan maksimal 4,5 mm, dapat dipastikan bahan
akan mengeras, meskipun melalui lapisan enamel bagian labial atau lingual,
stabilitas warna yang dihasilkan sangat sesuai (Susanto, 2005). Disamping banyak
memberikan perbaikan terhadap nilai estetik dan kemudahan dalam aplikasinya,
secara klinis penggunaan komposit resin juga tidak terbatas hanya pada restorasi
anterior saja tetapi dapat digunakan sebagai restorasi posterior (Sundari dan
Indrani, 2009).
Resin komposit memiliki beberapa komposisi yang membuatnya menjadi
bahan restorasi yang lebih menguntungkan daripada bahan restorasi lainnya.
Resin komposit terdiri dari beberapa komponen yaitu: matriks resin polimer
organik, partikel bahan pengisi anorganik, agen pengikat silane, bahan
inisiator/bahan akselerator dan bahan pigmentasi. resin komposit adalah bahan
restorasi yang sangat estetik karena memiliki bagian yang menyerupai enamel,
namun hal tersebut ditentukan oleh bahan pigmentasi yang digunakan, sehingga
memungkinkan restorasi tersebut tidak terlihat seperti sebuah restorasi pada gigi
(Chan dkk., 2010).
2.2
Resin matriks
Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan
Urethane
Dimethacrylate
(UEDMA),
dan
Trietilen
Glikol
mengurangi
pengerutan
polimerisasi.
Nilai
polimerisasi
(Ferracane, 1995).
2.2.2
2.2.3
2.2.4
Sistem Aktivator-inisiator
Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan
2.2.5
Bahan penghambat
Untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan dari monomer
Modifier Optik
Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus
Macrofilled / Conventional
Resin komposit konvensional atau Macrofilled memiliki partikel filler
radiopacity dan aus yang tinggi dari gigi antagonis. Partikel kaca barium dan
strontium radiopak, namun sayangnya kurang stabil dari quartz (Lindberg,
2005).
2.3.2
Microfilled
Komposit microfilled digsunakan sebagai lapisan permukaan untuk
Hybrid
Komposit ini disebut demikian karena terdiri dari kelompok polimer (fase
organik) diperkuat oleh fase anorganik, yang terdiri dari 60% atau lebih dari
total isi, terdiri dari kaca dengan komposisi dan ukuran yang berbeda.
Dengan ukuran partikel mulai dari 0,6 sampai 1 mikrometer, dan
mengandung silika koloid berukuran 0,04 mikrometer. Kelompok ini
sebagian besar merupakan penyusun komposit dan saat ini digunakan dalam
kedokteran gigi. Sifat karakteristik dari bahan ini adalah ketersediaan
berbagai macam warna dan kemampuan untuk meniru struktur gigi,
kurangnya penyusutan, penyerapan air yang rendah, sifat pemolesan dan
texturing yang baik, abrasi dan keausan yang sangat mirip dengan stuktur
gigi, koefisien expansi termal yang mirip dengan gigi, formula universal
untuk kedua sektor anterior dan posterior, perbedaan derajat dari kekaburan
dan tembus cahaya dalam sifat yang berbeda dan fluoresensi (Garcia dkk.,
2006).
2.3.4
Nanofilled
Nanofilled merupakan bahan restorasi universal yang diaktifasi oleh
Estetika
Dapat diperbaiki
Ini merupakan teknik yang lebih sensitif karena lokasi operasi harus tepat
terisolasi dan penempatan ETSA, primer dan perekat pada struktur gigi
(enamel dan dentin) ini sangat menuntut teknik yang tepat.
Dapat memperlihatkan keausan oklusal yang lebih besar pada daerahdaerah tekanan oklusal yang tinggi atau bila seluruh kontak oklusal gigi
adalah pada bahan komposit.
2.5
yang digambarkan dalam beberapa cabang. Hal itu dipercepat oleh panas, cahaya,
atau jumlah peroksida yang kecil (OBrien, 2002). Tahapan tahapan tersebut
diantaranya:
2.5.1
Initiation
Resin komposit disediakan oleh reaksi rantai tambahan polimerisasi
2.5.2
Propagation
Radikal bebas yang baru adalah sama dalam hal kemampuan pemecahan
satu ikatan ganda dengan cara yang sama persis, dan menghasilkan ikatan
radikal lainnya, dan seterusnya. Proses reaksi berulang dari jenis yang sama
disebut propagasi rantai (Gambar 2.4). Hal ini dapat dilihat karena sebagian
besar bagian molekul di sekitar elektron baru, efek penghambat sterik untuk
pemecahan terhadap ikatan rangkap berikutnya bahkan lebih besar, dan dapat
dipastikan bahwa hampir semua pemecahan menghasilkan residu metil
metakrilat yang dihubungkan oleh jembatan metilen, -CH2-. Rantai polimer
membawa radikal bebas aktif dengan cara ini disebut rantai tumbuh atau
hidup. Radikal propilen yang terbentuk akan menyerang monomer propilen
lainnya terus menerus dan membentuk radikal polimer yang panjang, Pada
tahap ini tidak terjadi pengakhiran, polimerisasi terus berlangsung sampai
tidak ada lagi gugus fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Cara penghentian
reaksi yang biasa dikenal adalah dengan penghentian ujung atau dengan
menggunakan salah satu monomer secara berlebihan (Darvell, 2009).
Termination
Tahapan ini adalah proses penghentian rantai polimer dengan cara
BAB III
3.1
telah diperkenalkan pada tahun 1970. Unit curing yang pertama dikeluarkan
menggunakan sumber cahaya ultraviolet (UV), radiasi ultraviolet (radiasi dengan
panjang gelombang di bawa 385 nm) dan radiasi cahaya (iluminasi) dengan
panjang gelombang di atas 500 nm dapat menyebabkan kerusakan pada pulpa dan
harus dieliminasi dari radiasi yang dihasilkan oleh lampu curing pada kedokteran
gigi. Berdasarkan standar ISO (ISO TS106650,1999), intensitas cahaya dapat
dibagi menjadi tiga daerah panjang gelombang yaitu daerah 190-385 nm, 400-515
nm dan panjang gelombang di atas 515 nm, ketiga daerah tersebut diukur dari
empat jenis filter yang berbeda. Standar ultraviolet yang berbahaya diterbitkan
oleh American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH)
megidentifikasi nilai ambang batas cahaya untuk seseorang agar aman dari cahaya
yang terpapar waktu bekerja. Ultraviolet terbagi menjadi tiga pita daerah pajang
gelombang: UV-A (400-315 nm), UV-B (315-280 nm) dan UV-C (280-100 nm)
sesuai untuk jaringan hidup, UV-A merupakan ultraviolet yang sering digunakan
dalam bidang kedokteran gigi. Batas yang dispesifikasikan unuk UV-A tanpa alat
protektif pada mata yaitu 1 mW/cm2 dalam waktu 1000 detik untuk satu hari,
dengan adanya kelemahan dari sumber cahaya ultraviolet dikembangkanlah
sumber cahaya dari cahaya tampak seperti QTH (quartz tungsten helogen), PAC
(plasma arc), LED (light emiting diode) dan lain lain (Fitriyani dan Herda, 2008).
3.2
Cahaya out put berkurang dengan waktu dan demikian perlu sering
diganti
yang lebih rendah, unit ini mampu untuk curing komposit dengan fotoinisiator
selain kamforkuinon. Efisiensi klinis komparatif dari lampu PAC sangat
tergantung pada jenis fotoinisiator digunakan. Unit-unit ini memiliki out put
energi yang tinggi dan waktu curing yang singkat. Pencahayaan 10 detik dari
cahaya PAC setara dengan 40 detik dari cahaya QTH. Unit ini telah terbukti
memiliki tingkat konversi yang tinggi dan kedalaman cure untuk sel darah
merah/RBCs dibandingkan dengan unit QTH. Sistem ini bekerja pada panjang
gelombang antara 370 nm dan 450 nm atau antara 430 nm dan 500 nm
(Malhotra dan mala, 2010).
Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Plasma Arc Curing
(PAC) (geissberger, 2010).
Adapun
Adapun kelebihan atau keuntungan dari unit curing Light emiting diode
(LED) (farah dan Powers, 2005).
Baterai bertenaga
Tahan lama
tergantung pada mutu dan usia lampu, adanya kontaminasi seperti residu
komposit pada ujung sinar, dan jarang antara ujung sinar dengan restorasi.
Selanjutnya sumber sinar harus diperiksa secara teratur dan operator harus selalu
menempatkan ujung sinar sedekat mungkin dengan bahan restorasi, juga operator
harus menyadari bahwa sinar diserap ketika melalui struktur gigi, karena
menyebabkan pengerasan tidak sempurna pada daerah kritis seperti boks
proksimal (Anusavice, 2004).
3.4 Kelebihan dan kekurangan visible light curing
Spektrum cahaya tampak memiliki banyak kelebihan yang berikutnya akan
disortir (Anonime, 2007).
1. Ideal untuk pengerasan melewati bagian yang tebal
2. Pengerasan yang dapat melewati bahan penyerap warna atau UV
3. Proses resiko keamanan yang lebih sedikit terhadap mata dan kulit
4. Konsumsi energi dan biaya pemeliharaan yang lebih rendah
Melalui sistem yang memanfaatkan spektrum tampak memiliki banyak
manfaat, ada beberapa kelemahan yang dapat menghambat kemajuan itu di
tahun-tahun mendatang (Haruyama, 2011).
1. Suatu sistem dari visible light curing rentan terhadap gangguan dari
sumber cahaya lain, sepert sinar matahari, lampu pijar, lampu neon dll.
2. Kapasitas visible light curing cukup singkat dan bekerja salama beberapa
meter.
3. Kekurangan lain yang penting adalah bahwa visible light curing
memerlukan line of sight (LOS), dengan kata lain kita hanya bisa
mengirimkan data di mana ada cahaya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau
lebih komponen, yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda
(Sularsih dan Sarianoferni, 2007). Komposisi resin komposit terdiri dari monomer
dasar resin Bis-GMA atau Bowens, monomer pengencer seperti triethylene atau
tetraethylene glycol dimethacrylate untuk kemudahan mengalir, monomer pengisi
yang bersifat penguat seperti crystalline quartz, lithium aluminosilicate, barium
aluminoborate silica glass, dan fused silica, bahan penggabung untuk
mendapatkan ikatan adesif yang sangat stabil oleh bahan pengisi terhadap resin
dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan dari komposit (Susanto, 2005).
Ada 3 tahapan yang terjadi pada proses polimerisasi yaitu inisiasi dimana
molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses
BAB V
5.1
Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu penyinaran
dapat mempengaruhi polimerisasi resin komposit dan kekerasan permukaan
resin komposit, ketebalan bahan restorasi juga dapat mempengaruhi lamanya
waktu penyinaran sehingga menghasilkan pengerasan yang maksimal.
Kekerasan maksimal terjadi pada keadaan dengan tebal bahan 2mm dan
disinar selama 60 detik, idealnya suatu bahan resin komposit diletakan
sebagai bahan restorasi sekitar 2-2,5 mm dengan demikian proses
polimerisasi dapat berlangsung dengan maksimal.
5.2
Saran
Proses penyinaran resin komposit merupakan hal yang sangat penting,
penyinaran bahan tumpatan resin komposit secara lapis demi lapis dengan
ketebalan bahan tidak lebih dari 3 mm setiap lapisnya, dengan demikian
diharapkan polimerisasi oleh sinar dapat berlangsung secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni A., Yuliati A., Nirwana I., 2005, Perlekatan Koloni Streptococcus
mutans pada permukaan resin komposit sinar tampak, Majalah Kedokteran
gigi bagian ilmu material dan teknologi kedokteran gigi Universitas
Airlangga. Vol. 38. No 1, hlm : 8-11.
Anonime, 2007, Puts Bonding in a Whole New Light, Tabloit of Light cure
Adhesives.
Anusavice, K. J. 2004, Buku Ajar Ilmu bahan kedoteran gigi, Edd. Ke-10, EGC,
Jakarta.
Bergmann A. dan Kieschnick A., 2009, Komposit Entscheidend ist die
Rezeptur, Dental Education Media Fuchstal No. 12 hlm: 506-519.
Bruce J. C.,Hewlett R. R., Jo Y., Hobo H., Sumiya, Hornbrook D., Comtemporary
esthetic dentistry practice fundamentals. Tokyo: Quintessence; 1994.
hlm. 60-99.
Chan K.H. S., Mai Y., Kim Y., Kim H., Tong K. C. T., NG D., Hsiao J. C. M.,
2010, Resin Composite Filling, Department of zoology, Universitas of
British Columbia, Vancouver,V6T 1Z4.
Cramer N. B., Stansbury J. W., Bowman C. N., 2011, Recent Advances and
Developments in CompositeDental Restorative Materials, Critical Reviews
in Oral Biology and Madicine.
Darvell B. W., 2009, Materials Science of Dentistry -9th Ed, Former Reader in
Dental Materials Scince, Hong kong.
Farah J. W dan Powers J. M. 2005, Improved Patient Care Through Research,
The Dental Advisor. Vol. 71, No. 10
Ferrancane J.L., 1995, Current trends in dental composites, Cartical reviews in
oral biology and medicine, Vol. 6(4): 302-318.
Fitriyani, S., Herda, E., 2008, Perkembangan Sumber Cahaya Dalam Bidang
Kedokteran Gigi, Dentika Dental Jurnal, vol 13. No 1
Geissberger M. 2010, Esthetic Dentistry in Clinical Practice, Blackwell
Munksgaard. USA.
Gracia A. H., Lozano M.A.M., Vila J.C., Escribano A. B., Galve P. F., 2006,
Composite resins. A review of the materials and clinical indications,Med
Oral Patol Oral Bucal. No. 11, hlm 15-20
Haruyama S., Visible Light Communications: Recent Activities in Japan,
Presentation at Smart Spaces: A Smart Lighting ERC Industry - Academia
Day at BU Photonics Center, Boston University, February 2011.
Lai J. H., Johnson A. E., Measuring polymerization shrinkage of photo-activated
restorative materials by a water-filled dilatometer. Dent Mater Journal
1993; 9: 139 43.
Lesage B. P., 2007, Aesthetic anterior composite restoration: A Guide to direct
placement, The dental clinics of north America, No. 51, hlm 359-378.
Lindberg A., 2005, Sandwich restorations and Curing techniques, Departemen
of dental hygienist Education, Faculty of Medicine Umea University,
Sweden.
Malhotra N., Mala K., 2010, Light-Curing Considerations for Resin-Based
Composite Materials: A Review. Part I, Review of Intraoral harvesting for
Bone Augmentation: Selection Criteria, Alternative sites, and case report,
Vol. 31, No.7, hlm 498-504.
McCabe J. F Dan Walls A. W. G. 2008, Applied Dental Matrials, Blackwell
Munksgaard Ed. 9. USA.
OBrien W. J., 2002, Dental Material and Their Selection 3rd Ed,Penerbit
Quintessence books, Barcelona.
Okte Z., Villalta P., Garcia-Godoy F., Jr. Gracia-Godoy F., Murray P., Effect of
curing time and light curing systems on the surface hardness of compomers.
Op Dent 2005; 30(4): 54-5.
Permatasari R., Usman M., 2008, Penutupan Diastema dengan menggunakan
komposit Nanofiller, Indonesian Jurnal of Dentistry, No. 15 (3), hlm :
239-246.
Peyton J., 2002, Direct restoration of anterior teeth: review of the clinical
technique and case presentation. No. 14(3), hlm : 203-210.
Roeters J. J., Shortall A. C. C., Opdam N. J. M., 2005, Can a single composite
resin serve all purposes, British Dental Journal. Vol. 199 No. 2, hlm
:73-79.
Singh T. K., Ataide I., Fernandes M., Lambor R. T., 2011, Light Curing Devices
A Clinical Review, Jurnal of Orofacial Research, Vol. 1, hlm. 15-19.
Stein B., 1997, Building Technology Mechanical and Electrical System. Jhon
Wiley and son inc. Canada.
Sturdevant C., 2002, Art and Science of operativ dentistry, A Harcourt health
sciences company.
Sularsih, Sarianoferni. 2007, Penggunaan Resin Komposit Untuk Mengurangi
Resiko Barodontal, Jurnal Kedokteran gigi FKG-HUT, vol. 1
Sundari I., dan Indrani D.J., 2009, Peran Filler Terhadap Fracture Toughness
pada Komposit Resin, M. I. Kedoteran Gigi. Vol. 24 No. 1, hlm: 42-45.
Susanto, A. A., 2005, Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu
Penyinaran Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar,
Majalah Kedokteran Gigi (Dent. J.), Vo 38. No 1, Hlm 32 35.
Takahashi H., Nishiyama N., Arksornnukit M., 2012, Effects of silane coupling
agents and solutions of different polarity on PMMA bonding to
alumina,Dental Materials Journal No. 31(4), hlm : 610-616.
Trijlo M., Newman SM., Stanbury JW., Use of Near-IR to monitor the influence
of external heating on dental composite photopolymerization. DentMater
2004; 20:766-77.
Uctasli S, Tezvergil A, Lassila LVJ, Vallittu, PK. The degree of conversion of
fibber-reinforced composites polymerized using defferent light-curing
sources. Dent Mater 2005; 21:469-75.