A. Pendahuluan
Perubahan iklim global yang menjadi perhatian masyarakat dunia adalah
menipisnya lapisan ozon di lapisan stratosfir. Lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi
surya terutama sinar ultraviolet sebelum mencapai permukaan bumi, sehingga
penipisannya berakibat meningkatnya suhu udara di permukaan bumi, dan
menimbulkan gejala global warming. Sementara itu, penggundulan hutan yang terus
terjadi (rata-rata 14,6 juta hektar per tahun), efek gas rumah kaca, kerusakan fisik
lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara, rusaknya lahan pantai, hutan, dan
sebagainya
Berkurangnya
suberdaya
lingkungan
secara
drastis
menyebabkan
adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual
maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa.
B. Tujuan
Mencari solusi untuk menyeimbangkan kembali kondisi, kualitas tanah melalui
pengelolaan dan perbaikan kualitas tanah dan lahan yang disebabkan oleh perubahan
iklim global akibat kerusakan lingkungan.
C. Pembahasan
1. FAKTOR-FAKTOR DEGRADASI TANAH
Faktor degradasi tanah umumnya terbagi 2 jenis yaitu akibat faktor alami dan
akibat faktor campur tangan manusia. Menurut Barrow (1991) faktor alami penyebab
degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah mudah rusak, curah hujan
intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik
langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antara
lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah
kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan
ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. Oldeman
(1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia
secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi
berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Sejalan dengan pendapat sebelumnya,
Lal (1986) mengemukakan bahwa faktor penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya
produktivitas, antara lain: deforestasi, mekanisasi dalam usahatani, kebakaran,
penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara monokultur. Faktor-faktor
tersebut di Indonesia umumnya terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya
adalah langkah permulaan degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas
berikutnya apakah diotelantarkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi
pembakaran akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali.
Umumnya telah sepakat bahwa faktor-faktor penyebab degradasi baik secara
alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan menurunnya
(International Soil Society of Soil Science). The Winand Staring Centre for Integrated
Land, Soil and Water Research (SC/DLO), and Food and Agricultural Organization
(FAO). Klasifikasi GLASOD didasarkan atas keseimbangan antara kekuatan rusak
iklim dan resisensi alami kelerengan terhadap kekuatan merusak akibat intervensi
manusia, sehingga dihasilkan penurunan kapasitas tanah saat ini atau kedepan untuk
mendukung kehidupan manusia. Tipe degradasi tanah terbagi 2 macam, pertama
berhubungan dengan displasemen bahan tanah yang terdiri dari erosi air (hilangnya top
soil dan deformasi lereng) dan erosi angin (hilangnya top soil, deformasi lereng, dan
overblowing). Kedua berdasarkan deteroriasi in-situ terdiri dari degradasi kimia
(hilangnya unsur hara/bahan organik, salinisasi, acidifikasi, dan polusi), dan degradasi
fisik (kompaksi, crusting, sealing, banjir, subsiden bahan organik). Derajat tipe
degradasi terbagi menjadi rendah sedang, kuat dan ekstrim, dengan faktor penyebab
adalah
deforestasi,
overgrazing,
kesalahan
pengelolaan
pertanian,
eksploitasi
menurunnya
kualitas
lingkungan
hidup
semakin
memprihatinkan. Perubahan tatanan ekonomi, sosial dan politik yang disertai dengan
perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi menimbulkan
pelemahan kepemerintahan termasuk dalam pelestarian lingkungan. Pelemahan dalam
sistem pengelolaan lingkungan menimbulkan pelanggaran kaidah-kaidah dan peraturan
pelestarian lingkungan baik pada tingkat kebijakan sampai dengan tingkat program dan
kegiatan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang sudah
sedemikian parah sehingga menyebabkan kualitas kehidupan mencapai pada tingkat
yang membahayakan kehidupan manusia. Berbagai bencana yang terjadi saat ini sudah
sulit dikategorikan sebagai bencana alam. Pada awal tahun 2004 saja berbagai bencana
lingkungan yang terjadi telah merenggut nyawa lebih dari 2.000 orang, nyawa mereka
hilang akibat dari kelangkaan air bersih, banjir, tanah longsor dan sebagainya. Hal ini
menunjukan bahwa penurunan kualitas lingkungan hidup semakin buruk.
Kerusakan lingkungan, dapat terjadi di Kawasan Lindung maupun di Kawasan
Budidaya milik masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya bencana alam yang
E. Daftar Pustaka
Ahn, P.M. 1993. Tropical soils and fertilizer use. Longman Science & Technical. 263p.
Barrow, C.J. 1991. Land degradation. Cambridge University Press. 295p.
Dephut. Statistik Kehutanan. http://www.dephut.org.id/.
Driessen, P.M., P. Buurman, and Permadhy. 1976. The influence of shifting cultivation
on a Podzolic soil from Central Kalimantan. Proceedings Peat and
Podzolik Soils anTheir Potential for Agriculture in Indonesia.
Bulletin 3. Soil Researc Institute. pP:95-114.
FAO. 1977. FAO soil bulletin: assesing soil degradation. UN. Rome. 83p.
Handayani, I.P. 1999. Kuantitas dan variasi nitrogen-tersedia pada tanah setelah
penebangan hutan. J. Tanah Trop. 8:215-226.
Hidayati, N. 2000. Degradasi lahan pasca penambangan emas dan upaya reklamasinya:
kasus penambangan emas Jampang-Sukabumi. PROSIDING
Konggres Nasional VII HITI: Pemanfaatan sumberdaya tanah sesuai
dengan potensinya menuju keseimbangan lingkungan hidup dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Bandung 2 - 4
Nopember 1999. Buku I. Himpunan Tanah Indonesia. Hal: 283294.
Lahjie, A.M. 1989. Praktek perladangan oleh penduduk asli dan pendatang di
Kalimantan Timur.
Proceeding of the Pusrehut seminar on
reforestration and rehabilitation to develop the tropical rain forest
and to support human prosperity and ecosystems. Mulawarman
University. 163-178p.
Lal, R. 1986. Soil surface management in the tropics for intensive land use and high and
sustained production. Stewart, B.A.(editor). Advances in soil
science volume 5. Springer-Verlag New York Inc. p:1-110.
Manik, K.S.E., K.S. Susanto, dan Afandi. 1997. Degradasi lahan akibat proses
antropogenik :studi kasus pembuatan batu bata di sekitar Bandar
Lampung. J. Tanah Trop. 4:95-98.
McAlister, J.J., B.J. Smith, and B. Sanchez. 1998. Forest clearence: impact of landuse
change on fertility status of soils from the Sao Francisco area of
Niteroi, Brazil. Land Degradation & Development. 9:425-440.
Oldeman, L.R. 1994. The global extent of soil degradation. Greenland,D.J. and I.
Szabolcs (editor). Soil resilience and sustainable land use. CAB
International. p:99-118.
Von Vexkull, H. 1996. Constraint to agricultural production and food security in Asia:
challenges and opportunities. Proceeding: nutrien management for
sustainable food production in Asia. Bali: December 9-12, 1996.
p:1-28.
Winarso, S. 1996. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pengkhelatan
Aluminium oleh senyawa-senyawa humik pada Typic Haplohumult.
Tesis IPB. 130 hal.