Anda di halaman 1dari 9

Makalah Individu

Mata Kuliah ILMU TANAH HUTAN


Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

PENGELOLAAN DAN PERBAIKAN KUALITAS TANAH DAN LAHAN


UNTUK MENYEIMBANGKAN PERUBAHAN IKLIM
GLOBAL YANG DISEBABKAN OLEH KERUSAKAN LINGKUNGAN
Oleh :
Menius Telaumbanua
NIM 03775/KT

A. Pendahuluan
Perubahan iklim global yang menjadi perhatian masyarakat dunia adalah
menipisnya lapisan ozon di lapisan stratosfir. Lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi
surya terutama sinar ultraviolet sebelum mencapai permukaan bumi, sehingga
penipisannya berakibat meningkatnya suhu udara di permukaan bumi, dan
menimbulkan gejala global warming. Sementara itu, penggundulan hutan yang terus
terjadi (rata-rata 14,6 juta hektar per tahun), efek gas rumah kaca, kerusakan fisik
lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara, rusaknya lahan pantai, hutan, dan
sebagainya

Berkurangnya

suberdaya

lingkungan

secara

drastis

menyebabkan

menurunnya kualitas lingkungan secara lokal, nasional dan global.


Tanahtanah lahan kering tropika basah merupakan tanah yang rentan
degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan manusia. degradasi
tanah, ditandai dengan kondisi banjir saat musim hujan dan kekeringan cukup parah saat
musim kemarau. Hal itu menunjukkan bahwa tanah tidak mampu lagi mengatur
kelembaban, sehingga cepat mengering dan jenuh bila kondisi curah hujan berubah.
Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan para pakar tanah, namun
kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila
dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO (1977)

adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual
maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa.
B. Tujuan
Mencari solusi untuk menyeimbangkan kembali kondisi, kualitas tanah melalui
pengelolaan dan perbaikan kualitas tanah dan lahan yang disebabkan oleh perubahan
iklim global akibat kerusakan lingkungan.
C. Pembahasan
1. FAKTOR-FAKTOR DEGRADASI TANAH
Faktor degradasi tanah umumnya terbagi 2 jenis yaitu akibat faktor alami dan
akibat faktor campur tangan manusia. Menurut Barrow (1991) faktor alami penyebab
degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah mudah rusak, curah hujan
intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik
langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antara
lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah
kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan
ekonomi, masalah kesehatan, dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. Oldeman
(1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia
secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi
berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Sejalan dengan pendapat sebelumnya,
Lal (1986) mengemukakan bahwa faktor penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya
produktivitas, antara lain: deforestasi, mekanisasi dalam usahatani, kebakaran,
penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara monokultur. Faktor-faktor
tersebut di Indonesia umumnya terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya
adalah langkah permulaan degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas
berikutnya apakah diotelantarkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi
pembakaran akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali.
Umumnya telah sepakat bahwa faktor-faktor penyebab degradasi baik secara
alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan menurunnya

produktivitas tanah. Lahjie (1989) menyatakan kondisi tanah menentukan lamanya


masa bera, pada tanah subur di Datah Bilang Kabupaten Kutai maka jekau betiq muda
(vegetasi 10 cm) dicapai pada umur 4 tahun, sedangkan pada tanah kurang subur
seperti di Long Urug Kabupaten Bulungan dicapai pada umur 8 tahun. Ahn (1993)
menyatakan masa bera telah memendek dari masa bera umumnya yaitu lebih dari 10
20 tahun. Von Vexkul (1996) menyatakan bahwa lama masa bera yang berkelanjutan
dalam banyak kasus telah menurun kurang dari 5 tahun. Berdasarkan hasil kajian diatas
patokan masa bera yang berkelanjutan tergantung juga kepada kondisi kesuburan tanah,
pada tanah ladang yang subur maka masa bera lebih pendek dibandingkan tanah ladang
tidak subur. Driessen et al., (1976) menyatakan bahwa pada tanah ladang Podzolik di
Tamiyang Layang Kalimantan Tengah mengalami penurunan produktivitas mula-mula
disebabkan memburuknya morfologi, sifat fisik dan sifat kimia tanah. Namun setelah 5
tahun penggunaan tanah penurunan produktivitas disebabkan karena slaking sehingga
terjadi erosi , menyebabkan tanah kehilangan lapisan atas yang umumnya mengandung
lebih dari 80% unsur hara di dalam profil tanah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
McAlister et al., (1998) bahwa setelah 5 tahun sejak pembakaran maka konsentrasi
unsur hara menurun, persentase Al tinggi dan persentase kejenuhan basa rendah di
subsoil setelah 2 5 tahun pembakaran. Tanah menjadi subyek erosi, subsoil menjadi
media tumbuh tanaman, dan tingginya tingginya konsentrasi Al pada tingkat meracun
serta rendahnya kejenuhan basa mendorong penurunan produksi tanaman.
Pengaruh antropogenik terhadap degradasi tanah akan sangat tinggi apabila
tanah diusahakan bukan untuk non pertanian. Perhitungan kehilangan tanah yang
ditambang untuk pembuatan bata merah sangat besar. Manik dkk (1997) menghitung
kehilangan tanah akibat pembuatan bata merah di Bandar Lampung sekitar 4.510,4 Mg
ha-1 yang merupakan 201,4 kali lebih besar dari erosi rata-rata. Hidayati (2000)
menyatakan akibat penimbunan permukaan tanah dengan tanah galian sumur tambang
emas di Sukabumi mengakibatkan penurunan status hara, menurunkan populasi
mikroba dan artropoda tanah, dan merubah iklim mikro.
Laju deforestrasi di Indonesia sebesar 1,6 juta ha per tahun; sedangkan luas
lahan kritis hingga awal tahun 1999/2000 keseluruhan seluas 23,2 juta ha, dan 1,8 juta
ha di Kalimantan tengah (Dephut, 2003). Deforestasi mengakibatkan penurunan sifat

tanah. Handayani (1999) menyatakan bahwa deforestrasi menyebabkan kemampuan


tanah melepas N tersedia (amonium dan nitrat) menururn. Tanah hutan mampu melepas
N tersedia 30 mg N kg-1 tanah dalam 7 hari, sedangkan pada hutan yang telah ditebang
6 bulan sebesar 26,5 mg N kg-1 tanah, dan apabila digunakan untuk pertanian maka N
tersedia yang dapat dilepas tinggal 20 mg N kg-1 tanah. Degradasi lahan akibat land
clearing dan penggunaan untuk pertanaman secara terus-menerus selama 17 tahun
memicu hilangnya biota tanah dan memburuknya sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Dibandingkan tanah non terdegradasi, maka tanah terdegradasi lebih rendah 38% C
organik tanah, 55% lebih rendah basa-basa dapat ditukar, 56% lebih rendah biomass
mikrobia, 44% lebih rendah kerapatan mikroartropoda, sebaliknya 13% lebih tinggi
berat isi dan 14% pasir. Nilai pH tanah non terdegradasi lebih tinggi daripada tanah
terdegradasi.
2. PROSES DEGRADASI TANAH
Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu:
menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya
struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal,
1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya
degradasi tanah, yaitu:
1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga
memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat
2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur
lainnya
3) degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan
organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah
3. KLASIFIKASI TANAH TERDEGRADASI
Klasifikasi tanah terdegradasi cukup banyak dimunculkan diantaranya adalah
GLASOD (Globall Assessmen of Soil Degradation), suatu proyek yang dirancang
UNEP (United Nations Environment Programme) yang dikoordinir olrh ISRIC
(International Soil Reference and Information Centre) bekerjasama dengan ISSS

(International Soil Society of Soil Science). The Winand Staring Centre for Integrated
Land, Soil and Water Research (SC/DLO), and Food and Agricultural Organization
(FAO). Klasifikasi GLASOD didasarkan atas keseimbangan antara kekuatan rusak
iklim dan resisensi alami kelerengan terhadap kekuatan merusak akibat intervensi
manusia, sehingga dihasilkan penurunan kapasitas tanah saat ini atau kedepan untuk
mendukung kehidupan manusia. Tipe degradasi tanah terbagi 2 macam, pertama
berhubungan dengan displasemen bahan tanah yang terdiri dari erosi air (hilangnya top
soil dan deformasi lereng) dan erosi angin (hilangnya top soil, deformasi lereng, dan
overblowing). Kedua berdasarkan deteroriasi in-situ terdiri dari degradasi kimia
(hilangnya unsur hara/bahan organik, salinisasi, acidifikasi, dan polusi), dan degradasi
fisik (kompaksi, crusting, sealing, banjir, subsiden bahan organik). Derajat tipe
degradasi terbagi menjadi rendah sedang, kuat dan ekstrim, dengan faktor penyebab
adalah

deforestasi,

overgrazing,

kesalahan

pengelolaan

pertanian,

eksploitasi

berlebihan, dan aktivitas industri (Oldeman, 1994).


4. KERUSAKAN LINGKUNGAN
Kecenderungan

menurunnya

kualitas

lingkungan

hidup

semakin

memprihatinkan. Perubahan tatanan ekonomi, sosial dan politik yang disertai dengan
perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi menimbulkan
pelemahan kepemerintahan termasuk dalam pelestarian lingkungan. Pelemahan dalam
sistem pengelolaan lingkungan menimbulkan pelanggaran kaidah-kaidah dan peraturan
pelestarian lingkungan baik pada tingkat kebijakan sampai dengan tingkat program dan
kegiatan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang sudah
sedemikian parah sehingga menyebabkan kualitas kehidupan mencapai pada tingkat
yang membahayakan kehidupan manusia. Berbagai bencana yang terjadi saat ini sudah
sulit dikategorikan sebagai bencana alam. Pada awal tahun 2004 saja berbagai bencana
lingkungan yang terjadi telah merenggut nyawa lebih dari 2.000 orang, nyawa mereka
hilang akibat dari kelangkaan air bersih, banjir, tanah longsor dan sebagainya. Hal ini
menunjukan bahwa penurunan kualitas lingkungan hidup semakin buruk.
Kerusakan lingkungan, dapat terjadi di Kawasan Lindung maupun di Kawasan
Budidaya milik masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya bencana alam yang

menimbulkan kerugian nasional cukup besar berupa hancurnya pemukiman, rusaknya


pertanian, wabah penyakit dan lain-lain. Kerusakan lingkungan terbesar antara lain
disebabkan terjadinya :
1) Kebakaran hutan dan lahan sehingga membahayakan peri kehidupan masyarakat
sekitar kawasan
2) Banjir yang terjadi apabila daya dukung sungai sudah terlampaui
3) Kekeringan adalah ketersediaan air tanah sudah tidak dapat lagi mendukung
pertumbuhan tanaman dan makhluk hidup lainnya
4) Erosi adalah peristiwa pengikisan tanah yang melebihi kecepatan proses
pembentukan tanah
5) Peledakan hama dan penyakit yang disebabkan karena habitat yang berubah
5. PENTINGNYA REHABILITASI TANAH DALAM UPAYA RESILIENSI DAN
MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS LAHAN
Untuk memperbaharui kembali kondisi kualitas tanah dan lahan dalam
mengimbangi perubahan iklim global yang disebabkan oleh rusaknya lingkungan hidup
maka perlu mengevaluasi kemampuan tanah untuk kembali kepada tingkat penampilan
semula, jika tanah tersebut mengalami degradasi atau terjadi penurunan sifat-sifatnya
dalam konteks dimensi waktu dan nilai.
- Rehabilitasi terhadap degradasi sifat fisik tanah
Degradasi sifat fisik tanah umumnya disebabkan memburuknya struktur tanah,
sehingga upaya perbaikan sifat tersebut mengarah terhadap perbaikan struktur.
Penggunaan gambut terhumifikasi rendah memiliki pengaruh lebih besar daripada
gambut terhumifikasi tinggi dalam menurunkan kompaktibilitas tanah. Upaya
perbaikan sifat fisik tanah utamanya dalam pemantapan agregat tanah yang memiliki
tekstur lepas menggunakan polimer organik.
- Rehabilitasi degradasi sifat kimia dan biologi tanah
Rehabilitasi pada tanah terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan sifat kimia dan
biologi tanah umumnya tidak terlepas dari penurunan kandungan bahan organik tanah,
sehingga amelioran yang umum digunakan berupa bahan organik sebagai agen
resiliensi. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10 Mg ha-1 dapat

memperbaiki sifat-sifat tanah Typic Haplohumult (Gajruk) yaitu: meningkatkan


aktivitas mikroba, meningkatkan pH H2O, meningkatkan selisih pH, meningkatkan
pH NaF (mendorong pembentukan bahan anorganik tanah yang bersifat amorf),
meningkatkan KTK pH 8,2 atau KTK variabel yang tergantung pH, menurunkan Al dd
dan meningkatkan C-organik tanah. Penurunan Aldd selain disebabkan oleh kenaikan
pH dan pengikatan oleh bahan-bahan tanah bermuatan negatif, juga disebabkan
pengkhelatan senyawa humik. Peranan asam fulvik jauh lebih tinggi dibandingkan
asam humik sekitar tiga kalinya (Winarso, 1996). Bahan organik sebagai bahan
rehabilitasi juga didapat dari limbah, misalnya kelapa sawit mampu meningkatkan pH
tanah, kandungan P, K, Mg, dan KTK tanah.
Amelioran lain yang umum digunakan pada tanah-tanah tropika adalah kapur.
Pengapuran umumnya ditujukan untuk menetralkan Aldd terutama pada tanaman yang
peka terhadap keracunan Al. Biasanya meningkatkan pH tanah hingga 5,5, sedangkan
bila karena keracunan Mn, maka pH perlu dinaikkan hingga 6,0 (Ahn,1993).
D. Kesimpulan
1. Faktor degradasi tanah dapat terjadi secara alami dan dipercepat akibat aktivitas
manusia seperti deforestasi, perladangan berpindah, kebakaran hutan, tambang.
2. Degradasi tanah menurunkansifat-sifat tanah dan produktivitas tanah.
3. Rehabilitasi tanah merupakan upaya memperpendek pencapaian resiliensi tanah
terdegradasi.
4. Penggunaan amelioran, bahan organik merupakan salah satu upaya untuk rehabilitasi
tanah terdegradasi.

E. Daftar Pustaka

Ahn, P.M. 1993. Tropical soils and fertilizer use. Longman Science & Technical. 263p.
Barrow, C.J. 1991. Land degradation. Cambridge University Press. 295p.
Dephut. Statistik Kehutanan. http://www.dephut.org.id/.
Driessen, P.M., P. Buurman, and Permadhy. 1976. The influence of shifting cultivation
on a Podzolic soil from Central Kalimantan. Proceedings Peat and
Podzolik Soils anTheir Potential for Agriculture in Indonesia.
Bulletin 3. Soil Researc Institute. pP:95-114.
FAO. 1977. FAO soil bulletin: assesing soil degradation. UN. Rome. 83p.
Handayani, I.P. 1999. Kuantitas dan variasi nitrogen-tersedia pada tanah setelah
penebangan hutan. J. Tanah Trop. 8:215-226.
Hidayati, N. 2000. Degradasi lahan pasca penambangan emas dan upaya reklamasinya:
kasus penambangan emas Jampang-Sukabumi. PROSIDING
Konggres Nasional VII HITI: Pemanfaatan sumberdaya tanah sesuai
dengan potensinya menuju keseimbangan lingkungan hidup dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Bandung 2 - 4
Nopember 1999. Buku I. Himpunan Tanah Indonesia. Hal: 283294.
Lahjie, A.M. 1989. Praktek perladangan oleh penduduk asli dan pendatang di
Kalimantan Timur.
Proceeding of the Pusrehut seminar on
reforestration and rehabilitation to develop the tropical rain forest
and to support human prosperity and ecosystems. Mulawarman
University. 163-178p.
Lal, R. 1986. Soil surface management in the tropics for intensive land use and high and
sustained production. Stewart, B.A.(editor). Advances in soil
science volume 5. Springer-Verlag New York Inc. p:1-110.
Manik, K.S.E., K.S. Susanto, dan Afandi. 1997. Degradasi lahan akibat proses
antropogenik :studi kasus pembuatan batu bata di sekitar Bandar
Lampung. J. Tanah Trop. 4:95-98.
McAlister, J.J., B.J. Smith, and B. Sanchez. 1998. Forest clearence: impact of landuse
change on fertility status of soils from the Sao Francisco area of
Niteroi, Brazil. Land Degradation & Development. 9:425-440.

Oldeman, L.R. 1994. The global extent of soil degradation. Greenland,D.J. and I.
Szabolcs (editor). Soil resilience and sustainable land use. CAB
International. p:99-118.
Von Vexkull, H. 1996. Constraint to agricultural production and food security in Asia:
challenges and opportunities. Proceeding: nutrien management for
sustainable food production in Asia. Bali: December 9-12, 1996.
p:1-28.
Winarso, S. 1996. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pengkhelatan
Aluminium oleh senyawa-senyawa humik pada Typic Haplohumult.
Tesis IPB. 130 hal.

Anda mungkin juga menyukai