Anda di halaman 1dari 27

DAMPAK CITRA DIRI DOKTER

MALPRAKTEK
DOKTER PROFESI MULIA

Sebetulnya ada 2 profesi paling tua dan dimuliakan dimuka


bumi ini :
-Profesi Hakim
-Profesi Dokter
- Sangat dihargai dan disejajarkan dengan DEWA karena amal
baktinya
kepada masyarakat yang tidak kenal
pamrih.
- Dalam tindakannya tidak boleh diukur dengan materi / uang,
sehingga
direflexikan dengan jubah yang dipakai hakim &
dokter tidak mempunyai saku ( ? )
- Kalaupun seorang dokter menerima bayaran, itu dimaknai
sebagai :
- Rasa syukur
- Terima kasih telah menolong & mengobatinya.
Bukan karena : - dokter pasang tarif
-

Kemuliaan dokter dicerminkan pula pada lapal sumpah dokter


(dari ajaran Hipocrates 450 th SM).
Demi Allah saya bersumpah :
* Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
kemanusiaan.
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat
dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai
dokter.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga, martabat dan
tradisi luhur profesi kedokteran.

Selanjutnya diwujudkan dalam pengamalan KODE ETIK


KEDOKTERAN :
1.
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter.
2.
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar yang tinggi
3.
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi

Bagaimana citra dokter saat ini ?


Menjelang akhir tahun 2003 dan masa setelah pemberlakukan
UU.PK masyarakat kedokteran mengalami masa kelabu.
Sebelumnya dokter dipuja dan sangat dihargai
Kini :
Banyak dicerca
Disudutkan dengan pemberitaan pers yang tidak seimbang
Diduga mal praktek
Sampai diadukan ke polisi

Citra yang terkesan di masyarakat :


Dokter komersil dan meninggalkan nilai sosial
Paternalistik dengan doktrin satu arah
Maternalistik, tidak mau menolong tanpa uang muka
Egois mau enaknya sendiri
Arogansi profesi
Penipisan etika (lunturnya hati nurani)
Mutu profesi ditanyakan layanan rendah pasien banyak
ke luar negeri
Masyarakat selalu menafsirkan bahwa pelayanan kesehatan
harus selalu berhasil sembuh, sementara ilmu kedokteran tidak
selalu menganut kepastian atau tidak selalu mengikuti kaidah
hitungan 1 + 1 = 2
Berkolusi dan kontrak dengan farmasi
Dugaan IDI dan MKEKnya dicurigai selalu membela
anggotanya

Kenapa Dokter Dihujat ?

Paradigma hubungan dokter pasien telah bergeser nilai


sosial pengabdian terkikis dengan kemajuan IPTEK nilai
hubungan sosio ekonomi
Dokter tidak dipandang lagi sebagai profesi mulia tetapi
lebih sebagai profesi yang mengkomersilkan jasa medis
Hubungan dokter pasien tidak lagi dimaknai sebagai
hubungan perjanjian upaya (inspanning) tetapi lebih kepada
hubungan perjanjian hasil (resultaat) ketidakpuasan
pasien menuntut
Hubungan psikologis pasien dokter luntur akibat alat-alat
canggih

Dulu dokter akrab dengan pasien


Karena pemeriksaan PD masih pakai
Stetoskop, meraba, perkusi sehingga tercipta
Hubungan harmoni antara pasien dan dokter.
Dengan alat canggih, USG, CT, MRI, ECHO,dsb
Kadang pasien tidak lagi disentuh / diperiksa
dokternya hubungan dokter pasien jadi
renggang / ada jarak. Bila ada konflik pasien
mudah menuntut.

Seorang dokter dalam prakteknya, hampir pasti pernah


melakukan kesalahan.
Apakah kesalahan itu :

Pasien tidak cidera

Nyaris cedera
tapi pasien dan keluarga tidak tahu

Sudah mencederai

Ironisnya :
Dalam pelayanan kedokteran, setiap ada kasus :

Biasanya dokter membungkam kesalahan dokter

Sering tidak diambil hikmahnya supaya tidak terulang

Memang ada paradoks dalam praktek kedokteran


Praktek kedokteran tidak boleh ada kesalahan
(Perfection Error Free Patient Care) ini sangat mustahil !
Karena kesalahan bersifat tidak terlelakan.
Para dokter, umum, spesialis, konsultan apalagi profesor
dituntut tabu melakukan kesalahan, karena kalau
ketahuan punya konsekuensi hukum.
Membicarakan kesalahan, berarti membicarakan yang :
- Memalukan
- Menyangkut harga diri
- Dokter alergi dicap tidak profesional
- Tidak care

Budaya ini sangat kental didunia kedokteran melahirkan


Blamming Culture (budaya kambing hitam)
Contoh kasus :
Dokter obsgyn melakukan SC
Secara tidak sengaja pelipis bayi tergores + 1,5 cm
Baik dokter dan RS sama-sama bungkam
Belakangan ortu bayi tahu dari penjelasan bidan tidak terima
menuntut
Kondisi tersebut akan berbeda :
Bila saat selesai operasi
Temui ortu / keluarganya
Minta maaf atas KTD dengan berdiplomasi :
- Ibu / Bapak alhamdullilah
- Bayi sudah selamat sehat montok
- Cuma saya minta maaf karena saat operasi, harus bertindak cepat karena
pendarahan banyak, pada saat itulah pelipis bayi tergores tapi tidak
ada masalah sudah diatasi

Dalam penelitian :
Medical error mencapai 50 96% tidak dilaporkan, karena alasan :
enggan, tidak mau repot, takut hukuman / sanksi, takut gugatan,
mal praktek, citra diri, dsb.
Di Indonesia (budaya) jika ada kesalahan medis yang
dilaporkan :
maka yang dibahas adalah siapa (who) pelakunya
bukan :
- mengapa (why)
- bagaimana (how)
kesalahan tersebut dapat terjadi

Berbeda dengan dunia penerbangan.


Bila ada kesalahan / kecelakaan yang dibahas :
- Mengapa pesawat jatuh (sistem yang dibahas)
- Bukan siapa pilotnya
Di AS :
- angka kecelakaan penerbangan 1 dalam 3 juta
penerbangan
- Angka kecelakaan medis 1 : 300 pasien.
- Ini berarti terbang dengan pesawat jet lebih aman
100.000 kali daripada masuk RS

Bagaimana dengan Indonesia ? Angkanya berapa, belum ada


data. Tapi asumsi kita jauh lebih besar angka kecelakaan
medis di negara berkembang.
Masyarakat makin kritis :
Akses informasi mudah :
Koran, majalah, radio, TVm internet sehingga perkembangan
baru bidang kedokteran bisa saja pasien lebih dulu tahu dari
dokter.
Sayangnya informasi bidang kesehatan yang diakses / diadop
masyarakat kadang tidak lengkap melahirkan ketimpangan /
salah paham.
Versi pasien
Pandangan Mal Praktek memang berbeda
Versi dokter

Umumnya pasien / masyarakat mengangap mal praktek


jika harapan tidak terkabul.
Contoh :
Tidak berhasil disembuhkan (mati)
Kondisi pasien makin buruk perjalanan penyakitnya
Biaya terlalu besar beban
Perawatan tidak memuaskan
Dokter kurang memberi waktu sehingga komunikasi terbatas
Dianggap arogan, dsb
Dianut praktisi kedokteran Mal Praktek :
Intentional / kesengajaan (professional missconducts)
Negligence / kelalaian
Lack of skills

Penyebab Mal Praktek :


Faktor manusianya capek, terfosir (fatique)
Tidak ikut perkembangan ilmu kedokteran (lack of skill/training)
Komunikasi dengan pasien tidak cukup
Dikejar kejar waktu (time shortage)
Salah diagnosis (poor judgement)
Dokter yang melaksanakan intervensi medik yang :
Sudah ada ijin pasien / keluarga
Telah menerapkan prosedur
Telah menerapkan SOP
tidak dikatakan mal praktek apabila terjadi cidera pd
pasiennya

Prinsip Pendekatan Hukum Kesehatan :


Yang terpenting bukanlah akibatnya tetapi cara bagaimana tindakan
tersebut dilaksanakan dan hal tersebut dijamin oleh UU.
Para dokter tidak perlu takut / kaku
Dalam UU no.29 th 2004 pasal 50 :
Hasil negativ dari upaya pertolongan dokter tidak dapat
dipersalahkan , asalkan sudah dipenuhi syarat-syarat standar
profesi
Seorang dokter dalam tindakan medis harus berdasarkan 4 hal :
Ada indikasi medis
Bertindak secara teliti dan teliti
Cara bekerja berdasar standar profesi
Ada Informed Consent

Dampak Citra Diri :


Umumnya para dokter menghindari setiap sengketa medik.
Pepatah lama : kalah jadi abu , menang jadi arang
Bila pasien yang ditangani bermasalah :
- konsentrasi dokter akan buyar
- apalagi menjadi kasus hukum
Hasil penelitian tetntang perasaan dokter setelah melakukan
suatu kekeliruan :
61% cemas , takut terulang lagi
44% kehilangan kepercayaan diri
42% gangguan tidur
13% merasa reputasinya terancam

Seorang dokter yang diduga malpraktek :


Sudah pasti hidupnya tidak tentram , makan tidak enak , tidur
susah.
Ketentraman terusik bukan saja akibat akan berhadapan dengan
hukum , tetapi hal kelabu (paling menghantui & ditakuti)
adalah :
- Bagaimana mengembalikan image ?
- Apa kata kolega , pasien dan masyarakat ?
- Bagaimana masa depan saya, praktek saya & keluarga saya ?
- Akankah ini hanya mimpi buruk ?
- Apakah nama baik saya akan direhabilitasi bila tidak terbukti?
- Atau bagaimana bila hakim memvonis saya malpraktek?
- Mampukah saya menerima vonis hakim?
- Bagaimana kalau hakim menggugat saya? dengan tuntutan
material ?

- Bagaimana saya harus membayarnya ?


- Atau apakah saya harus menjual rumah hasil jerih payah selama
ini ! Itupun kalau cukup, kalau tidak kemana saya harus
menebusnya ? Mengingat tuntutan pasien , pengacara yang
kadang tidak rasional , bermilyar-milyar.
- Adakah saya sudah mengumpulkan uang sebanyak itu ?
Sejak diadukan :
- Sang dokter bekerja tidak efektif lagi.
- Sibuk dengan usaha-usaha pembelaan diri .
- Apalagi urusan dengan polisi yang sering memanfaatkan
pengetahuan hukum dokter yang kurang.
- Sering kasus perdata digeser.
Jadi kasus pidana ada ancaman kurungan
- Proses penyelidikan

- Pemeriksaan polisi :
Sangat menguras energi, waktu dan finansial.
Stres dokter menjadi berkepanjangan :
- Ruwetnya masalah
- Penyelesaian di pengadilan makan waktu lama sampai
tahunan.
- Tidak ada kepastian biaya, waktu dan hukum akan
dimenangkan siapa ?
Beberapa kasus , hasil sangat ditentukan dengan besarnya
dana yang keluar. Oleh karena itu :
Jalin komunikasi yang baik dengan pasien
Bila ada sengketa medis selesaikan lewat jalur diplomasi
atau mediasi demi menjaga citra diri.

DEFENSIVE MEDICINE :
Dampak psikologis dokter akibat citra diri yang menurun
beragam :
- Ada mengambil hikmah , jadi hati-hati.
- Memperbaiki & meningkatkan ilmunya.
- Memperbaiki hubungan komunikasi dengan pasien.
- Melakukan praktek defensif
- Menarik diri / berhenti jadi dokter ( extrim )
DEFENSIVE MEDICINE :
- Mekanisme pertahanan diri dokter :
- agar terhindar dari resiko tuntutan
- antisipasi ancaman tuntutan malpraktek
- dengan sadar melakukan pemeriksaan berlebihan
- merujuk pasien yang mestinya tidak perlu

BENTUK DEFENSIVE MEDICINE :


Supplement care (mel tes / terapi)
Replace care (merujuk)
Reduce care (menolak mengobati pasien tertentu)
Hasil Survey (1997)
Lebih 50% dari 16.000 dokter bedah melayani pemeriksaan
Pendukung yang tidak perlu demi hindari risiko tindakan
mediko legal

PENELITIAN DAVID STUDDENT (2005)


Seberapa besar dokter-dokter yang berisiko tinggi
Mengalami Tuntutan mal praktek mel. Defensive medicine.
Dokter yang teliti :
Dokter kandungan
Dokter bedah umum
Dokter bedah syaraf
Dokter bedah orthopedi
Dokter gawat darurat
Dokter anestesi
Dokter radiologi

HASILNYA :
824 Dokter yang diteliti 93% melakukan praktek defensive
Keuntungan mel. Defensive medicine memperkecil risiko
kecelakaan diagnostik
Kerugian defensive medicine :
- Konsekuensi biaya jadi besar
- Pemeriksaan diagnostik invasif, kateterisasi jantung,
broncoscopi, BNOIVP, juga berisiko cedera latrogenik
(cedera akibat tindakan medis)
KESIMPULAN
Peluang terjadinya tuntutan malpraktek sangat besar dalam
pelayanan medis
Disebabkan karena : dunia pelayanan medis adalah sesuatu yang
tidak bisa dipastikan hasilnya
Penyakit yang sama pada 2 pasien yang berbeda dengan ditangan
1 dokter hasil akhir bisa berbeda

Yang jelas harus diupayakan agar mengurangi, menghindari dan


tidak melakukan :
Error, mistake, negligoner, professional missconduct
Yang pasti hindari tuntutan malpraktek karena tetap akan
merugikan dokter di RS, meskipun tidak bersalah, tetapi citra diri
sebagai dokter akan terpengaruh kalah jadi abu, menang jadi
arang
Tidak ada untungnya melayani apalagi menantang tuntutan
malpraktek
Rehabilitasi nama oleh pengadilan, tidak serta merta memulihkan
nama baik seorang dokter yang pernah diduga melakukan
malpraktek

Lakukan :
Komunikasi
Negosiasi
Bila ada dugaan malpraktek
Mediasi
Penyelesaian sengketa medik dengan cara litigasi sangat
merugikan dokter dan rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai