Anda di halaman 1dari 5

RESUME KULIAH FILSAFAT

Kaidah Dasar Bioetik dan Prinsip Prima Facie


Nama/NPM/Prodi : Antonius Wahyu Hendawan /2206141376/Anestesiologi dan Terapi
Intensif
Narasumber : Dr. dr. Yuli Budiningsih, Sp.F
Hari/Tanggal/Jam : Jumat, 3 Februari 2023/ 08.00 – 10.00

Medical ethics sangat dipengaruhi oleh human rights. Profesi kita bisa berhubungan
dengan masalah medis dan perlu menggunakan kaidah dasar bioetik dalam menganalisisnya.
Sehingga penting kita mengetahui bioetik, hukum dan hak setiap manusia.
beneficence, autonomy, maleficence dan justice adalah 4 kaidah dasar bioetik. Kaidah ini telah
diajakrkan di lingkup medis sedari sejak Pendidikan kedokteran preklinik sampai jadi klinisi
nantinya. Terdapat juga 4 turunan kaidah dasar bioetik yaitu confidentiality, truth telling,
informed consent, privacy, promise keeping, honesty. Prima facie adalah perubahan pemilihan
penggunaan prinsip dasar bioetik yang paling tepat atau cocok dalam suatu konteks. Dalam
kenyataannya, bisa saja kita menghadapi kasus dimana kita perlu menentukan kaidah mana yang
akan kita pakai sesuai kasus kita.
KKI memedomani 4 kaidah dasar bioetik dalam praktek kedokteran Indonesia, yaitu: 1.
autonomy yaitu menghormati martabat manusia (respect for person), setiap manusia memiliki
otonomi hak untuk menentukan nasib dirinya sendiri dan setiap manusia perlu tetap mendapat
perlindungan jika otonominya berkurang atau dicabut. 2. Berbuat baik (beneficence) bisa
diartikan bersikap ramah dan ikhlas menolong melebihi kewajiban, dokter juga selalu
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya selain menghormati
martabat pasiennya. 3. Tidak berbuat yang merugikan (non maleficence). first, do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti. Dalam praktek, dokter haruslah memilih pengobatan yang paling kecil
risikonya dan paling besar manfaatnya 4. Keadilan (justice). Dokter tidak boleh membeda-
bedakan pasien dari kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan paham
kepercayaan, status kebangsaan dan kewarganegaraan , status perkawinanannya , serta perbedaan
jender. Kesehatan pasienlah yang selalu menjadi perhatian utama dokter.
Ada beberapa pendekatan metode etika klinis. Yang pertama adalah casuistry. ini adalah
metode yang menganalogikan situasi dan kondisi suatu kasus tertentu terhadap kasus terdahulu
yang sudah pernah ada solusinya secara consensus dalam pengambilan keputusan. Motedi ini
juga ada kelemahannya yaitu pada kasus yang dinamis, tidak semua kasus dapat dihadapi sama
karena kondisi dari waktu-ke waktu sehingga metode ini tidak dipilih. Yang kedua adalah moral
pluralism (dikenalkan Jonsen, Siegler, dan Winslade) yaitu metode analisis moral terhadap
empat kategori, berupa: kategori indikasi medis, pilihan pasien, kualitas hidup, konteks utama
atau dikenal dengan dengan empat kuadran bioetik. Yang pembagiannya menurut kategori
moralnya bukan kaidah dasarnya. Metode moral pluralism dapat dijelaskan dari beberapa
kuadran.
1. Kuadran indikasi moral, memakai kaidah dasar bioetik (beneficence dan maleficence). Yang
harus dipikirakan oleh seoarng klinisi adalah :
 Masalah medis apa yang ada pada pasien? Apakah termasuk akut/kronis/kritikal?
 Bagaiman tujuan dari terapi kita? Sudah sesuaikah dengan indikasinya ? bagaimana
peluang keberhasilannya?
 Terapi yang diberikan akan memberikan benefit pada pasien atau tidak?
2. Kuadran kualitas hidup pasien, memakai kaidah dasar bioetik (beneficence, maleficence dan
respect for autonomy). Yang harus dipikirkan oleh seorang klinisi adalah
 Bagaimana dengan prospek yang akan terjadi, jika dengan terapi atau tanpa terapi,
bisa kembali ke normal atau tidak, bagaimana dengan status fisik pasien, mental dan
deficit sosial yangbisa terjadi pada pasien dengan terapi yang kita berikan atau tidak
diberikan?
 Apakah dasar hukum dan etik dari bunuh diri?
 Adakah bias yang terjadi dari sisi pemberi layanan kesehatan, dari sisi hukum/etik
dan kualitas hidup kliens/pasien?
3. Pilihan pasien, memiliki kaidah dasar bioetik respect for autonomy. Yang harus dipikirakan
oleh seoarng klinisi adalah :
 Apakah pasien sudah menerima informed consent, mengetahui benefit dan risiko
serta benar-benar mengerti informasi dari klinisi?
 Apakah pasien memiliki kapabilitas dan kompeten untuk menerima informasi dari
klinisi?
 Bila mental pasien baik, apakah preferensi yang dimiliki pasien terkait terapi yang
diterima pasien? Apa interpretasi pasien?
 Siapa yang memiliki kapasitas untuk menerima informasi, menyetujui Tindakan atau
terapi dari klinisi?
4. principal of justice and fairness. Yang harus dipikirkan oleh seorang klinis adalah
 Konflik pribadi atau business interest terhadap apa yang kita lakukan ke pasien
 Adanya orang luar yang memiliki kepentingan pribadi dari keputusan medis yang
diambil? Contohnya dari keluarga pasien.
 Jika erdapat faktor finansial, agama dan hukum.
 Hal lain yang mempengaruhi seperti kebijakan organisasi atau Rumah Sakit yang
bisa mempengaruhi kondisi pelayanan pasien atau terapinya.

Berikut ada beberapa kasus dan marilah kita lihat dan temukan kejanggalannya.
Kasus ke-1 (Dr.P)
Dokter P adalah Dokter bedah, Dokter P menerima pasien wanita muda yang diantar Ibunya
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir, kemudian Dokter setelah pemeriksaan, Dokter
memutuskan untuk menangani perdarahannya dan kuretase, dan pasien disarankan untuk dirawat
inapkan sampai kondisi stabil. Kemudian datanglah dokter Q untuk pergantian jaga, namun
Dokter P tidak melakukan serah terima pasien kepada dokter Q
Tanggapan :
Dari sisi dokter : komunikasi efektif tidak dilakukan dengan baik kepada pasien dan keluarganya
dan kepada rekan sejawatnya, melakukan Tindakan diluat kewenangannya, karena itu
kewenangan dokter kandungan bukan dokter bedah.
Dari sisi Pasien dan Pengantarnya, ini yakin ibunya? Jangan2 trafikig/mucikarinya. Dokter dan
Perawat harus aware kasus-kasus perhatian seperti ini, dan menggali informasi lebih dalam dan
tercatat dalam rekam medis dengan baik. Sehingga bila dikasuskan atau di BAP, Dokter jangan
tidak tau apa-apa.
Jadi yang bisa dipetik dari kasus 1 diatas, walaupun niat dokter itu mungkin baik dan ingin
menolong, tapi apabila tidak hati-hati bisa tersandung kasus hukum.

Kasus ke 2 (Dr.S)
Dokter S sangat frustasi dengan pasien kepada para pasiennya setelah pasiennya datang ke
tenaga kesehattan atau dokter lain. Kemudian dokter S mengatakan kepada pasien-pasiennya dia
tidak lagi akan memeriksa mereka jika mereka masih berobat ke selain dirinya. Dia ingin
melaporkan ke IDI untuk misallocation of healthcare resources.
Tanggapan :
Dari sisi pasien : dokter melanggar otonomy pasien, pasien punya hak untuk second opinion.
Dokter tidak boleh menerapkan praktek paternalistic seperti jaman dahulu bahwa dokter selalu
superior terhadap pasien, bahkan jaman sekarang banyak pasien sudah kritis dengan
kesehatannya dan mengajak dokter berdiskusi. Asalkan pasien sudah memenuhi kewajibannya
seperti membayar, sudah seharusnya dokter memberikan pelayanan yang baik.
Dari sisi dokter : dokter kurang menggali informasi alasan kenapa pasien melakukan shopping
dokter. Dokter melanggar beneficience (dokter tidak mau menolong pasien) dan maleficience
(siapa tau bisa memburuk kondisi pasiennya bila tidak diobati)

Kasus ke-3 (Dr.C)


Dokter C adalah Dokter anestesi yang baru di kota tersebut Dia merasa tidak nyaman dengan
kelakuan Dokter bedah senior diruang operasi.
Dokter bedahnya menggunakan teknik lama dibanding dengan teknik yang baru, yang menurut
Dokter C akan memperlama waktu rawatnya dan nyeri post operatifnya tidak lebih terkontrol
bila menggunakan Teknik yang baru. Dokter bedah sering melotarkan candaan yang kurang etis
sehingga mengganggu perawat-perawat yang bekerja dengannya. Dokter C ingin melaporkan
Dokter bedah tersebut ke otoritas yang lebih tinggi, Namun Dokter C merasa masih harus
melakukan sesuatu untuk merubah sesuatu.
Tanggapan :
Kita berada di lingkungan yang begitu bervariasi, dalam hal ini di ruang operasi, ada koas, ppds,
konsultan, dpjp, perawat, penata anestesi, dan lain-lain. Sudah menjadi rahasia umum, untuk
mencairkan suasana dan mengurangi ketegangan, dilakukan candaan-candaan yang demikian
tapi perlu diingatkan ada junior yang ikut hadir. Bila orang baru tersebut yang
mungkinmenganggap dokter itu adalah Dokter yang sangat ideal yang mana dokter selalu
melakukan hal-hal baik. Para Coass/orang yang tidak biasa melihat dokter-dokter Bedah yang
sebenarnya itu sesuatu yang dianggap lumrah
Kita harus saling mengiungatkan sejawat, harus bisa bermain peran dan pintar melihat kondisi,
maka kita sebaiknya sebagai PPDS harus jaga sikap karena kita bekerja dengan multi
professional pemberi asuhan.
Diskusi dengan komite medik apabila ada usulan ilmu baru/pembahasan kasus sulit dari
konsulen, ppds. Diskusi tersebut sebagai ajak komunikasi bertukar ilmu, dokter Anestesi
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pembimbing atau seniornya sebelum melontarkan ke
forum yang lebih besar.

Kasus ke-4 (Dr.R)


Dokter umum di pinggiran kota, didatangi oleh CRO (Contract Research Orgnization), klinikal
trial NSAID yang baru untuk osteoarthritis dan diberikan uang. Dokter R menerima penawaran
lebih jauh tanpa melihat keilmiahannya dan aspek etika penelitian dari uji klinis obat baru
tersebut tidak tergiur dengan uang

Dokter lebih dikenali masyarakat itu dengan perilakunya dan cara dia membuat keputusannya
untuk Teknik dan ilmunya tidak terlalu diutamakan dlilihat pasiennya.
Goals of medicine bermacam-macam,
KKI dan 4 kaidah
Praktik kedokteran harus memperhatikan 4 kaidah tersebut.
KKI juga ijkut mengimplentasikan kaidah-kaidah bioetik dalam aturan-aturan KKI tersebut

Anda mungkin juga menyukai