Medical ethics sangat dipengaruhi oleh human rights. Profesi kita bisa berhubungan
dengan masalah medis dan perlu menggunakan kaidah dasar bioetik dalam menganalisisnya.
Sehingga penting kita mengetahui bioetik, hukum dan hak setiap manusia.
beneficence, autonomy, maleficence dan justice adalah 4 kaidah dasar bioetik. Kaidah ini telah
diajakrkan di lingkup medis sedari sejak Pendidikan kedokteran preklinik sampai jadi klinisi
nantinya. Terdapat juga 4 turunan kaidah dasar bioetik yaitu confidentiality, truth telling,
informed consent, privacy, promise keeping, honesty. Prima facie adalah perubahan pemilihan
penggunaan prinsip dasar bioetik yang paling tepat atau cocok dalam suatu konteks. Dalam
kenyataannya, bisa saja kita menghadapi kasus dimana kita perlu menentukan kaidah mana yang
akan kita pakai sesuai kasus kita.
KKI memedomani 4 kaidah dasar bioetik dalam praktek kedokteran Indonesia, yaitu: 1.
autonomy yaitu menghormati martabat manusia (respect for person), setiap manusia memiliki
otonomi hak untuk menentukan nasib dirinya sendiri dan setiap manusia perlu tetap mendapat
perlindungan jika otonominya berkurang atau dicabut. 2. Berbuat baik (beneficence) bisa
diartikan bersikap ramah dan ikhlas menolong melebihi kewajiban, dokter juga selalu
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya selain menghormati
martabat pasiennya. 3. Tidak berbuat yang merugikan (non maleficence). first, do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti. Dalam praktek, dokter haruslah memilih pengobatan yang paling kecil
risikonya dan paling besar manfaatnya 4. Keadilan (justice). Dokter tidak boleh membeda-
bedakan pasien dari kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan paham
kepercayaan, status kebangsaan dan kewarganegaraan , status perkawinanannya , serta perbedaan
jender. Kesehatan pasienlah yang selalu menjadi perhatian utama dokter.
Ada beberapa pendekatan metode etika klinis. Yang pertama adalah casuistry. ini adalah
metode yang menganalogikan situasi dan kondisi suatu kasus tertentu terhadap kasus terdahulu
yang sudah pernah ada solusinya secara consensus dalam pengambilan keputusan. Motedi ini
juga ada kelemahannya yaitu pada kasus yang dinamis, tidak semua kasus dapat dihadapi sama
karena kondisi dari waktu-ke waktu sehingga metode ini tidak dipilih. Yang kedua adalah moral
pluralism (dikenalkan Jonsen, Siegler, dan Winslade) yaitu metode analisis moral terhadap
empat kategori, berupa: kategori indikasi medis, pilihan pasien, kualitas hidup, konteks utama
atau dikenal dengan dengan empat kuadran bioetik. Yang pembagiannya menurut kategori
moralnya bukan kaidah dasarnya. Metode moral pluralism dapat dijelaskan dari beberapa
kuadran.
1. Kuadran indikasi moral, memakai kaidah dasar bioetik (beneficence dan maleficence). Yang
harus dipikirakan oleh seoarng klinisi adalah :
Masalah medis apa yang ada pada pasien? Apakah termasuk akut/kronis/kritikal?
Bagaiman tujuan dari terapi kita? Sudah sesuaikah dengan indikasinya ? bagaimana
peluang keberhasilannya?
Terapi yang diberikan akan memberikan benefit pada pasien atau tidak?
2. Kuadran kualitas hidup pasien, memakai kaidah dasar bioetik (beneficence, maleficence dan
respect for autonomy). Yang harus dipikirkan oleh seorang klinisi adalah
Bagaimana dengan prospek yang akan terjadi, jika dengan terapi atau tanpa terapi,
bisa kembali ke normal atau tidak, bagaimana dengan status fisik pasien, mental dan
deficit sosial yangbisa terjadi pada pasien dengan terapi yang kita berikan atau tidak
diberikan?
Apakah dasar hukum dan etik dari bunuh diri?
Adakah bias yang terjadi dari sisi pemberi layanan kesehatan, dari sisi hukum/etik
dan kualitas hidup kliens/pasien?
3. Pilihan pasien, memiliki kaidah dasar bioetik respect for autonomy. Yang harus dipikirakan
oleh seoarng klinisi adalah :
Apakah pasien sudah menerima informed consent, mengetahui benefit dan risiko
serta benar-benar mengerti informasi dari klinisi?
Apakah pasien memiliki kapabilitas dan kompeten untuk menerima informasi dari
klinisi?
Bila mental pasien baik, apakah preferensi yang dimiliki pasien terkait terapi yang
diterima pasien? Apa interpretasi pasien?
Siapa yang memiliki kapasitas untuk menerima informasi, menyetujui Tindakan atau
terapi dari klinisi?
4. principal of justice and fairness. Yang harus dipikirkan oleh seorang klinis adalah
Konflik pribadi atau business interest terhadap apa yang kita lakukan ke pasien
Adanya orang luar yang memiliki kepentingan pribadi dari keputusan medis yang
diambil? Contohnya dari keluarga pasien.
Jika erdapat faktor finansial, agama dan hukum.
Hal lain yang mempengaruhi seperti kebijakan organisasi atau Rumah Sakit yang
bisa mempengaruhi kondisi pelayanan pasien atau terapinya.
Berikut ada beberapa kasus dan marilah kita lihat dan temukan kejanggalannya.
Kasus ke-1 (Dr.P)
Dokter P adalah Dokter bedah, Dokter P menerima pasien wanita muda yang diantar Ibunya
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir, kemudian Dokter setelah pemeriksaan, Dokter
memutuskan untuk menangani perdarahannya dan kuretase, dan pasien disarankan untuk dirawat
inapkan sampai kondisi stabil. Kemudian datanglah dokter Q untuk pergantian jaga, namun
Dokter P tidak melakukan serah terima pasien kepada dokter Q
Tanggapan :
Dari sisi dokter : komunikasi efektif tidak dilakukan dengan baik kepada pasien dan keluarganya
dan kepada rekan sejawatnya, melakukan Tindakan diluat kewenangannya, karena itu
kewenangan dokter kandungan bukan dokter bedah.
Dari sisi Pasien dan Pengantarnya, ini yakin ibunya? Jangan2 trafikig/mucikarinya. Dokter dan
Perawat harus aware kasus-kasus perhatian seperti ini, dan menggali informasi lebih dalam dan
tercatat dalam rekam medis dengan baik. Sehingga bila dikasuskan atau di BAP, Dokter jangan
tidak tau apa-apa.
Jadi yang bisa dipetik dari kasus 1 diatas, walaupun niat dokter itu mungkin baik dan ingin
menolong, tapi apabila tidak hati-hati bisa tersandung kasus hukum.
Kasus ke 2 (Dr.S)
Dokter S sangat frustasi dengan pasien kepada para pasiennya setelah pasiennya datang ke
tenaga kesehattan atau dokter lain. Kemudian dokter S mengatakan kepada pasien-pasiennya dia
tidak lagi akan memeriksa mereka jika mereka masih berobat ke selain dirinya. Dia ingin
melaporkan ke IDI untuk misallocation of healthcare resources.
Tanggapan :
Dari sisi pasien : dokter melanggar otonomy pasien, pasien punya hak untuk second opinion.
Dokter tidak boleh menerapkan praktek paternalistic seperti jaman dahulu bahwa dokter selalu
superior terhadap pasien, bahkan jaman sekarang banyak pasien sudah kritis dengan
kesehatannya dan mengajak dokter berdiskusi. Asalkan pasien sudah memenuhi kewajibannya
seperti membayar, sudah seharusnya dokter memberikan pelayanan yang baik.
Dari sisi dokter : dokter kurang menggali informasi alasan kenapa pasien melakukan shopping
dokter. Dokter melanggar beneficience (dokter tidak mau menolong pasien) dan maleficience
(siapa tau bisa memburuk kondisi pasiennya bila tidak diobati)
Dokter lebih dikenali masyarakat itu dengan perilakunya dan cara dia membuat keputusannya
untuk Teknik dan ilmunya tidak terlalu diutamakan dlilihat pasiennya.
Goals of medicine bermacam-macam,
KKI dan 4 kaidah
Praktik kedokteran harus memperhatikan 4 kaidah tersebut.
KKI juga ijkut mengimplentasikan kaidah-kaidah bioetik dalam aturan-aturan KKI tersebut