Anda di halaman 1dari 3

Cagar Alam Pananjung

(Haura Khansa Beladinna E44130063)


Pananjung Pangandaran merupakan sebuah semenanjung indah yang dikelilingi
oleh cagar alam dan dijadikan sebuah objek wisata di Pangandaran. Pangandaran
terletak di Desa Panajung, Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat.
Menurut sejarah pembentukannya, diduga Pananjung dulu merupakan sebuah
pulau kecil, yang kemudian terhubung dengan daratan Pulau Jawa akibat proses
sedimentasi pasir. Pananjung sekarang berstatus sebagai cagar alam. Dari tempat
ini orang dapat menyaksikan keindahan terbit dan terbenamnya matahari.
Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam (CA) kawasan hutan pangandaran terlebih
dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa, hal ini berdasarkan Gb
Tanggal 7-12-1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 Ha, (luas yang sebenarnya
530 Ha) dan taman laut luasnya 470 Ha. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya setelah diketemukan bunga Raflesia Padma, status Suaka Margasatwa
dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor : 34/KMP/1961.
Selain berfungsi sebagai taman nasional, Pananjung Pangandaran juga berfungsi
sebagai pantai dan laut. Di sana, pengunjung bisa melakukan beberapa aktivitas,
seperti berjalan di pinggir pantai, bersepeda, berenang, kano, snorking, menyelam,
hiking, dan melihat peninggalan sejarah yang terdapat di sana. [3] Biaya masuk
Pananjung Pangandaran sebesar Rp.5500 dan termasuk biaya untuk mengelilingi
semenjanung selatan Pangandaran. Pangandaran adalah sebuah hutan cagar alam
yang dilindungi. Di dalamnya terdapat landak, kijang, burung elang, kalajengking
dan monyet. Terdapat sebuah teluk kecil dan tumbuhan bakau di dalam Taman
Nasional.
Selain flora dan fauna, di Pananjung juga terdapat beberapa gua yang menarik
dikunjungi, seperti: Gua Panggung, Gua Parat, Gua Lanang, Gua Sumur Mudal dan
juga gua peninggalan Jepang saat Perang Dunia II. Tentara Pendudukan Jepang
dahulu memang pernah merencanakan kawasan ini sebagai benteng pertahanan
mengantisipasi apabila Sekutu menyerang dari arah laut selatan. Hal itu nyatanya
tidak terjadi karena Sekutu datang dari utara. Hasilnya gua-gua dan benteng
pertahanan itu masih terpelihara dengan baik sampai sekarang. [4] Terdapat empat
buah goa, yaitu meliputi : Goa Lanang, Goa Rengganis, Goa Sumur Mudal, dan Goa
Miring. Disbut Goa Lanang karena didalamnya terdapat bantuan endapan yang
berbentuk seperti kemaluan laki-laki. Disebut goa Rengganis, karena disana
terdapat sumber mata air jernih dan tawar yang konon dahulunya menjadi tempat
Dewi Rengganis mandi ketika abad kerajaan Sunda yang berpusat di Ciawi Ciamis.
Barangsiapa yang mandi atau mengusap muka, konon akan segera mendapatkan
jodoh. (ini hanya sekedar dogeng).

Disebut Goa Miring, karena kalau masuk kedalamnya harus memiringkan badan
sejauh 30 meter dan bila tidak, maka tidak akan bisa masuk. Kemudian, disebut
Goa Sumur Mudal, karena didalamnya terdapat sumber air yang terus-menerus
menetes dan ketika ditampung dengan enber atau tempat lainnya akan mudal,
airnya tumpah karena penuh. Di Pantai Pangadaran, setiap pengunjung dapat
melakukan antara lain berenang, berperahu pesiar, memancing, keliling dengan
sepeda, para sailing, jetski, dan lain-lain. Selain gua, rupanya kawasan ini juga
menyimpan sisa puing-puing peninggalan kerajaan Pananjung, Galuh, yaitu dinamai
Batu Kalde.
Jenis pohon yang penyebarannya paling tinggi di cagar alam Pananjung
Pangandaran adalah Andong, kemudian jenis lain yang cukup dominan adalah
Laban. Sedangkan jenis pohon yang penyebarannya sangat minim di lokasi tersebut
antara lain yaitu: Walikukun, Kelepu, Teureup, Menteng, Beringin, Walen, Jamura, Ki
Huut, Renghas, dan Pulus. Selain pohon tersebut, terdapat beberapa jenis pohon
introduksi di cagar alam ini seperti Salam, Jati, dan Huni yang tumbuh secara alami.
Keberadaan pohon jati di lokasi, diperkirakan karena terjadi ekspansi pohon jati dari
Taman Wisata Alam Pangandaran (TWAP) menuju cagar alam Pananjung
Pangandaran dan apabila dilihat sejarah cagar alam ini, sekitar kurang lebih 70
tahun lalu di dalam kawasan ini terdapat pemukiman penduduk, sehingga ada
kemungkinan bahwa pohon jati sengaja ditanam oleh penduduk yang tinggal di
kawasan tersebut.
Pohon-pohon di hutan sekunder tua di dalam kawasan TWA Pangandaran memiliki
ketinggian rata-rata antara 25 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya
Laban (Vitex pubescens). Ki segel (Dillenia excelsa) dan marong (Cratoxylon
formosum), juga terdapat beberapa jenis pohon peninggalan hutan primer seperti
Pohpohan (Buchania arborescens), Kondang (Ficus variegata), dan Benda
(Disoxyllum caulostachyllum). Pohon-pohon tersebut umumnya ditandai oleh
tumbuhnya jenis tumbuhan liana dan epifit.
Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan. Ditumbuhi pohon
formasi Barringtonia, seperti Butun (Barringtonia aseatica), Ketapang (Terminalia
catappa), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus).
Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata alam Pangandaran
merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa liar. Jenis satwa liar
yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain : Tando ( Monyet ekor panjang
(Macaca
fascicularis),
lutung
(Presbytis cristata), kalong (Pteropus campyrus), Banteng (Bos sondaicus), Rusa
(Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanica), dan landak (Hystrix javanica).
Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar
(gallus varius), Tlungtumpuk (Magalaema javensis), Cipeuw (Aegitina tiphia), Larwo
(Copsychus malaharicus) dan jogjog (Pycnonotus plumosus).

Jenis Amphibi yang dapat ditemui diantaranya adalah Katak pohon (Rhacopnorus
leucomistak), Katak buduk (Bufo melanostictus), dan Bancet (Rana limnocharis).
Sedangkan jenis Reptilia yang dapat ditemui diantaranya adalah Biawak
(Dracopolon sp), tokek (Gecko gecko) dan beberapa jenis ular, antara lain Ular
pucuk (Dryopsis prasinus).

Anda mungkin juga menyukai