Abstract
Desain, fabrikasi, dan karakterisasi antena panel dengan microstrip line berstruktur 5 larik dipole
telah dilakukan di laboratorium optik dan microwave jurusan Fisika FMIPA ITS. Antena difabrikasi
untuk bisa bekerja pada frekuensi WiFi 2,4 GHz. Substrat PCB yang digunakan untuk fabrikasi adalah
fiber double side. Fabrikasi dilakukan dengan metode etching dengan larutan Fe(ClO2)3 (Ferric
Chloride). Struktur antena terdiri dari 5 larik dipole. Parameter-parameter yang dikarakterisasi meliputi
VSWR (Voltage Standing Wave Ratio), Return Loss (RL), gain, dan pola radiasi. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa antena ini dapat diaplikasikan sebagai directional antenna (antena pengarah)
dengan nilai VSWR 1,2, nilai return loss -20,39 dB, pola radiasi horizontal memiliki gain 20 dB dengan
HPBW (Half Power Beamwidth) bernilai 87,50. Kelebihan dari antena ini adalah strukturnya sederhana,
efisiensi yang besar, mudah difabrikasi, relatif ringan, dan biayanya lebih murah.
Keywords: antena, panel, dipole, microstrip line, larik
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan
teknologi komunikasi pada saat ini tumbuh
dan berkembang dengan sangat cepat. Salah
satunya adalah sistem komunikasi wireless.
Perkembangan sistem yang bekerja pada
frekuensi 2,4 GHz ini, tidak terlepas dari
perangkat/device yang mampu mengubah
energi atau sinyal dalam medium pemandu
ke ruang bebas (udara). Device tersebut
dinamakan antena. Antena bekerja sebagai
alat untuk mengirim atau menerima energi
dan digunakan untuk mengoptimalkan
energi radiasi pada beberapa arah tertentu
[1].
Pengembangan
antena
dengan
berbagai variasi dan desain dilakukan untuk
mendukung teknologi komunikasi wireless.
Bentuk dan desain antena yang diharapkan
adalah antena yang mempunyai gain yang
tinggi, efisiensi yang besar, bandwith yang
lebar, Return Loss (RL) kecil, Voltage
Standing Wave Ratio (VSWR) bernilai
rendah, berat yang relatif ringan, dan biaya
yang murah. Salah satu jenis antena yang
memenuhi kriteria semacam itu adalah
antena mikrostrip. Tiap desain antena
mikrostrip mempunyai kemampuan berbeda
dalam merespon gelombang elektromagnetik
2.2 Desain
Antena
Panel
dengan
Microstrip Line Berstruktur 5 Larik
Dipole
Antena dengan struktur patch double
side memiliki 5 larik dipole pada tiap side.
Semua larik memiliki ukuran lebar
(w1=w2=w3=w4=w5) yang sama yaitu 4 mm.
Sedangkan panjang larik 1 (l1) sama dengan
panjang larik 5 (l5) yaitu 20 mm (0,16 0),
panjang larik 2 sama dengan larik 4 (l4) yaitu
25 mm (0,2 0), dan panjang larik 3 (l3) sama
dengan 30 mm (0,24 0). Untuk jarak antar
larik 1 dengan larik 2 (d1) besarnya sama
dengan jarak larik 4 dengan larik 5 (d4) yaitu
25 mm, jarak antar larik 2 dengan jarak larik
3 (d2) sama dengan jarak larik 3 dengan 4
(d3) yaitu 25 mm. Struktur antena ini juga
memiliki lebar transmission line (w6=w7)
yang sama yaitu 2 mm. Hasil desain antena
dapat dilihat pada Gambar 3.
V
VSWR max
Vmin
VSWR
1
1
...................... (1)
....................... (2)
RL (dB) 20log10
3. METODOLOGI
Peralatan yang digunakan pada
fabrikasi dan pengujian antena adalah PCB
(Printed Circuit Board) tebal 1,6 mm
dengan substrat fiber tebal 1 mm dan
Network Analyzer Anritzu MS 8604A. PCB
yang dipilih double side karena memiliki
keuntungan yang lebih praktis.
Fabrikasi dilakukan dengan metode
etching dengan larutan Fe(ClO2)3 (Ferric
Chloride). Setelah gambar antena dicetak
pada PCB, antena diletakkan di atas plane
reflektor dengan jarak 1,8 cm. Antena juga
dihubungkan dengan konektor 50 . Bentuk
fisik antena microstrip line berstruktur 5
larik dipole yang sudah difabrikasi dapat
dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut:
...............(3)
(a)
2.3.4 Gain
Gain (power gain) didefinisikan
sebagai 4 kali perbandingan antara
intensitas radiasi pada suatu arah dengan
daya yang diterima oleh antena penerima
dari pemancar. Gain antena dapat
dinyatakan dengan persamaan
G ,
4 U ,
...................(4)
Pin
(b)
Gambar 4. (a) Hasil fabrikasi antena
dilihat dari sisi atas
(b) Hasil fabrikasi antena
dilihat dari sisi samping
4. PEMBAHASAN
4.1 Nilai VSWR dan Return Loss
Berdasarkan hasil fabrikasi antena
mikrostrip 5 larik dipole, setelah dilakukan
FIS - 3
1.4
VSWR
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
2000
2100
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
3000
Frek ue ns i (MHz)
Return Lo ss
-5
-10
-15
-20
-25
-30
2000
2100
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
3000
Frekuensi (MHz)
FIS - 4
[2]
[3]
[4]
Hund,
E.,
1989.
Microwave
Communications. Component and Circuits.
New York: McGraw-Hill.
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
FIS - 5
FMIPA-Institut
Teknologi
Nopember, Surabaya, 2009
Sepuluh
FIS - 6
Abstract
Masalah N-Benda telah dikaji secara luas di bidang Astrofisika, Fisika Plasma dan Ekonofisika.
Perangkat lunak untuk mendapatkan jawaban secara numerik telah dibuat dan dijalankan baik di
komputer tunggal maupun cluster. Saat ini telah banyak arsitektur komputer multi-processor dan atau
multi-core namun kode perangkat lunak
kebanyakan berjalan secara serial sehingga tidak
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Dalam penelitian ini dikaji pemrograman paralel menggunakan OpenMP. Akan dicari kemungkinan
paralelisasi pada masalah n-benda. Akan ditunjukkan kode program hasil paralelisasi memiliki waktu
eksekusi lebih cepat daripada kode serial.
Keywords: pemrograman parallel, OpenMP, masalah n-benda
1. PENDAHULUAN
OpenMP adalah sebuah sharedmemory application programming interface
(API) yang berdasarkan pada usaha awal
untuk memfasilitasi pemrograman paralel
yang berbagi memori. Alih-alih disahkan
sebagai standart, OpenMP merupakan
sebuah persetujuan yang diraih antara
anggota ARB yang berbagi ketertarikan
dalam pendekatan yang portabel, userfriendly dan efisien terhadap pemrograman
paralel yang berbagi memori. OpenMP
dimaksudkan
agar
sesuai
untuk
implementasi dalam ragam arsitekturarsitektur SMP yang sangat luas (Chapman
dkk., 2008).
OpenMP bukan bahasa pemrograman
yang baru melainkan notasi yang dapat
ditambahkan ke sebuah sekuens program di
Fortran, C, atau C++ untuk menjelaskan cara
pekerjaan dibagi di antara threads yang akan
mengeksekusinya pada prosesor yang
berbeda atau core. Penyisipan yang tepat
fitur OpenMP ke dalam baris program akan
memungkinkan
sebuah
aplikasi
mendapatkan keuntungan dari arsitektur
paralel yang berbagi memorikadangkadang dengan modifikasi minimal pada
kode. Pada prakteknya, banyak aplikasi-
FIS - 7
(1)
Untuk mudahnya, digunakan suatu sistem
satuan dengan G = 1 dan ruas kanan dari (1)
didefinisikan sebagai gaya persatuan massa,
Fi. Diberikan syarat awal ri, vi untuk posisi
dan kecepatan masing-masing partikel di
sebarang t0, perangkat persamaan diferensial
orde dua (1) memberikan jawaban ri(t) pada
interval (, ). Alternatif lain, jawaban
lengkap juga diberikan oleh 6N buah
persamaan diferensial orde satu yang
diselesaikan secara simultan dan prosedur
ini, pada kenyataannya, biasanya dipilih di
dalam praktek (Aarseth, 2003).
Telah diketahui sejak era Newton
bahwa masalah n-benda yang didefinisikan
oleh (1) hanya memiliki jawaban eksak
untuk kasus interaksi dua benda (Aarseth,
2003).
Untuk
lebih
lengkapnya,
diperkenalkan hubungan mendasar yang
biasanya digunakan untuk pemeriksa
(2)
(3)
Dua suku pada (2) mewakili tenaga
kinetik dan potensial total. Dengan
mengalikan (1) dengan mi dan melakukan
penjumlahan, berdasarkan sifat simetri akan
didapatkan
(4)
Dengan mengintegralkan (4) akan
didapatkan enam besaran yang lestari.
Selanjutnya didefinisikan T , U , W berturutturut sebagai energi kinetik, potensial dan
eksternal total, dengan U < 0. Hubungan
energi akan mengambil bentuk
E=T+U+W
Dari persamaan-persamaan di atas,
adalah sebuah keharusan untuk sebuah
skema numerik bagi sistem yang lestari
untuk menjaga nilai-nilai sepuluh buah
konstanta
gerak
saat
penghitungan
(Rathinavelu, 2008). Karena tenaga total
adalah selisih antara dua bilangan besar, T
dan |U |, pengalaman menunjukkan bahwa
ini adalah kuantitas paling sensitif terkait
keakuratan penghitungan (Aarseth, 2003).
Dalam prakteknya , persamaan (1)
kurang layak untuk diterapkan langsung ke
dalam algoritma. Hal ini disebabkan karena
ada kemungkinan penyebut bernilai nol atau
mendekati nol sehingga terjadi galat
pembagian dengan bilangan kecil. Untuk itu
perlu ditambahkan sebuah suku pada
penyebut sehingga persamaan (1) menjadi
(5)
FIS - 8
FIS - 9
FIS - 10
ABSTRAK
Antena adalah komponen penting dalam proses transfer komunikasi sehingga menjadi satu
kesatuan teknologi yang terintegrasi dengan baik. Syarat spesifikasi Antena yang baik adalah dengan
kapasitas, frekuensi kerja dan VSWR yang kompatibel serta return loss yang kecil. Telah dilakukan
fabrikasi dan karakterisasi antena microstrip patch horn dengan bahan FR4 untuk komunikasi Wi-fi pada
frekuensi 2,4 GHz. Fabrikasi dilakukan dengan metoda UV photoresist laminate. Struktur Antena terdiri
dari 4 array microstrip patch. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa antena ini dapat diaplikasikan
untuk komunikasi Wi-fi dengan nilai VSWR 1,222 dengan return loss -20,01 dB. Pola radiasinya radial
baik secara vertikal maupun horisontal, dengan penguatan 19 dB.
Kata kunci : Antena Horn, VSWR, return loss, penguatan.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan
teknologi
dalam
bidang komunikasi begitu pesatnya dengan
terciptanya
komunikasi
jaringan.
Perkembangan tersebut tidak terlepas
dengan peran salah satu perangkat yang
menentukan performansi jaringan yaitu
antena. Sebagai bagian utama dari proses
transmisi, Antena yang dirancang haruslah
memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan
seperti frekuensi kerja, koofesien refleksi
dan VSWR yang kompatibel serta return
loss yang sangat kecil. Desain antena Horn
yang sederhana dengan menggunakan bahan
Fiber dengan proses etching menggunakan
larutan FeCl3 (Ferric Chloride) sudah
pernah difabrikasi dan dianalisa dengan
penguatan ... dB. [1,2]. Pada penelitian ini
diupayakan difabrikasi Antena microstrip
patch horn dalam bentuk antena panel,
dengan menggunakan bahan FR4 dengan
metoda UV photoresist laminate yang hasil
analisa datanya diharapkan mencapai hasil
yang lebih optimal. Diharapkan hasilnya
bisa mendapatkan penguatan yang lebih
tinggi dengan VSWR yang lebih rendah
serta return loss yang sekecil mungkin. Hasil
dari fabrikasi ini nantinya diharapkan bisa
menjangkau jarak yang lebih jauh dengan
Rin
2 Pr
Pin
Rohmic
(4)
2( Pin Pr)
Pin
(5)
GL
e L Z L Z in
e L Z L Z in
Dengan : e-L
ZL
e+L
Zin
=
=
=
=
tegangan pantul
impedansi beban
tegangan datang
impedansi input
(6)
[6]
2. VSWR
VSWR (Voltage Standing Wave
Ratio) dapat terjadi jika terdapat dua
gelombang yang merambat pada arah
berlawanan dalam media yang sama.
Standing wave dapat terjadi hanya jika
frekuensi gelombang datang dan pantul
sama, yang dipresentasikan dalam besaran
VSWR. Rentang nilai VSWR yang diterima
adalah 1 s/d ~ [7], nilai VSWR yang
mendekati 1 mengindikasikan bahwa kinerja
antena semakin baik.
Secara matematis dapat dinyatakan dengan :
VSWR
1
1
(7) [7]
3. Frekuensi Kerja
Daerah frekuensi kerja dimana antena
dapat bekerja dengan baik dinamakan
bandwidth antenna. Bandwidth pada sistem
antena umumnya didefinisikan sebagai jarak
antara frekuensi rendah (f1) dan frekuensi
tinggi (f2) yang diformulasikan sebagai BW
= f2f1.
Bandwidth yang dinyatakan dalam prosen
digunakan untuk menyatakan bandwidth
antena dengan band sempit (narrow band).
Persamaannya adalah :
FIS - 12
BW
f 2 f1
x 100%
fc
(8)
BW
f2
f1
(9)
ditentukan
= VSWR 1 / VSWR +
dengan
(10)
Atau :
= 10 (-RL/20)
(11) [7]
5. Return Loss
Nilai Return Loss yang semakin kecil,
mengindikasikan sinyal yang direfleksikan
semakin kecil sehingga sinyal yang
diteruskan semakin besar. Secara sederhana
dapat disimpulkan dengan nilai return loss
yang semakin kecil kinerja antena semakin
bagus. Nilai return loss yang dapat diterima
dilapangan adalah < -15 dB [7], sehingga
pada penelitian ini diharapkan memiliki nilai
return loss yang sekecil mungkin atau paling
tidak < -15 dB.
SEMNAS MIPA 2010
D(q, f )
I ( , )
I ave
(12)
I in 4
I ave
(13)
G ( q, f ) 4 p
I ( , )
Pin
(14)
G4p
I in
P in
(15)
Perbedaan
gain
maksimum
dengan
direktivitas hanya terletak pada jumlah daya
yang digunakan [8].
FIS - 13
Pr
P in
(16)
8. Polarisasi Antena
Polarisasi
antena
didefinisikan
sebagai arah vektor medan listrik yang
diradiasikan oleh antena pada arah
propagasi. Jika jalur dari vektor medan
listrik maju dan kembali pada suatu garis
lurus dikatakan berpolarisasi linier. Jika
vektor medan listik konstan dalam panjang
tetapi berputar disekitar jalur lingkaran,
dikatakan berpolarisasi lingkaran. Jika
vektornya berputar berlawanan arah jarum
jam dinamakan polarisasi tangan kanan
(right hand polarize) dan yang searah jarum
jam dinamakan polarisasi tangan kiri (left
hand
polarize)
[10].
Untuk
memaksimumkan sinyal yang diterima,
maka polarisasi antena penerima harus sama
dengan polarisasi antena pemancar. Jika
terjadi polarisasi yang berbeda antara antena
SEMNAS MIPA 2010
Fabrikasi Antena
Pengukuran
FIS - 14
Adapun
langkah-langkah
dalam
proses desain dan fabrikasinya sebagai
berikut :
1. Membuat desain antena dengan analisa
ukuran yang tepat (data perhitungan).
2. Fabrikasi sesuai desain antena yang
dirancang dengan UV Photoresist
laminate.
3. Pemasangan konektor dan reflektor.
3.2.2 Pengukuran dan Analisa.
Antena yang sudah difabrikasi
selanjutnya diukur dan dianalisa dengan
menggunakan
Network
Analyzer.
Pengukuran dilakukan di Laboratorium
Optik Fisika MIPA ITS dan di Laboratorium
Elektronika ITS dengan menggunakan alat
Network Analyzer tipe 8714C. Data hasil
pengukuran yang diperoleh meliputi nilai
frekuensi dan SWR
Selanjutnya dilakukan pengukuran pola
radiasi di tempat yang lapang.
Antena yang telah difabrikasi dan
diukur dengan network analyzer, datanya
dianalisa untuk mendapatkan nilai VSWR,
return loss dan koofesien refleksi dengan
persamaan berikut:
RL
= -20 log10 ()
= 10-RL/20
VSWR = 1 + II / 1- II
SWR = 20 log 10 VSWR
[11]
Kemudian untuk data pola radiasi dianalisa
dengan menggunakan program Microsoft
Excel atau Matlab. Yang selanjutnya dicari
penguatannya (Gain).
3cm, 1mm
8,6 cm
3cm, 2mm
3 cm
FIS - 15
laptop
antena microstrip
laptop
Hasilnya diperoleh :
SWR
VSWR
RL
(dB)
2,23 2,41
1,743
1,222
-20,01
Keterangan :
0,0
9
= koofesien refleksi
(8.b)
(8.c)
Gambar 8b : Pengukuran Secara Vertikal
Gambar 8c : Pengukuran Secara
Horisontal
FIS - 16
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya
untuk mencoba memfabrikasi dengan
array microstrip yang lebih banyak
dengan ukuran yang lebih kecil, sehingga
diharapkan dapat diperoleh hasil yang
lebih optimal.
2. Saat pengukuran pola radiasi diupayakan
Putu
Artawan,
menyelesaikan
S1
pendidikan Fisika FMIPA di STKIP N
Singaraja Bali tahun 2002. Kemudian tahun
2006 diterima sebagai PNS Dosen di
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Bali. Tahun 2009 sampai saat ini sedang
menempuh pendidikan Magister (S2) di
Jurusan Fisika MIPA, ITS Surabaya bidang
Fisika OptoElektronika.
FIS - 17
Abstract
Telah dilakukan fabrikasi dan karakterisasi antena microstrip omnidirectional berstruktur array
double dipole dengan substrat fiber untuk komunikasi WiFi 2,4 GHz. Fabrikasi dilakukan dengan metode
etching dengan larutan feritklorit (FeClO3), struktur antenna terdiri dari lima larik double dipole yang
simetri dengan pola pertama menggunakan strip feed line polos dan yang kedua dengan strip feed line
tangga. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa antenna ini dapat diaplikasikan sebagai omnidirectional
dengan nilai VSWR 1,4 dan pola radiasinya adalah radial untuk vertikal maupun horizontal dengan gain
24 dB.
Kata kunci: mikrostrip, omnidirectional, double dipole, substrat fiber.
1. PENDAHULAN
Komunikasi
sudah
merupakan
kebutuhan
primer
bagi
masyarakat
perkotaan terutama bagi mereka yang
mempunyai mobilitas tinggi. Sudah menjadi
hal yang lumrah bagi mereka menggunakan
komunikasi secara nirkabel (wireless), hal
ini terbukti dengan memanfaatkan fasilitas
yang disediakan para provider kartu
berlangganan prabayar GSM. Akan tetapi
untuk komunikasi pada jaringan WiFi
dibutuhkan beberapa komponen. Antena
adalah alat yang dapat mengakomodasi
kebutuhan jaringan WiFi pada frekuensi
2,42,5 GHz[10]. Oleh karena itu riset ini
membuat
Antena
Mikrostrip
untuk
omnidirectional yang mempunyai pola
radiasi menglingkar, sehingga diharapkan
sinyal yang dipancarkan oleh antena
transmiter lebih kuat dan jangkauannya lebih
luas. Riset ini menunjukkan bahwa antena
mikrostrip
dipole
ganda
untuk
omnidirectional yang bekerja pada frekuensi
2,4 GHz sudah memenuhi kebutuhan
tersebut[10]-[13].
2. LANDASAN TEORI
Antena
menurut
Websters
directionary adalah suatu alat untuk
meradiasikan atau menerima gelombang
FIS - 18
Vmax I max
Vmin I min
(1)
j R
J r r '
Je
Je
dv'
dv'
4 r r '
4 R
v
(5)
E
H y o e jkz
e jr
4r
J e
j r.r '
dv
(6)
z e j r
J e'e j z ' cos dz'
4r
(7)
1
j H J
(8)
1 E
Pr
2
(9)
Dengan:
(4)
E E2 E2
(10)
E j sin
Gambar 1. Pola radiasi antena dipole
jz ' cos
e jr
J z'e
dz (12)
4r
1 J sin Az
Pr
2
(13)
F ,
E ,
E , max
2D 2
, untuk
dan
[7]
(15)
(14)
P , F ,
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Contoh pola radiasi, (a)
komponen pola radiasi, (b)
untuk antena omnidiretional
2D, (c) 3D [4]
2.3. Return Power Loss
Pada saat gelombang elektromagnetik
melewati sebuah saluran transmisi dan
mengalami
ketidaksesuaian beban atau
mengalami diskontinuitas dalam saluran,
beberapa bagian dari daya masukan yang
dipantulkan kembali ke saluran transmisi.
Return power loss didefinisikan sebagai
sepuluh kali dari logaritma perbandingan
FIS - 20
antara daya
terpantulkan
masukan
terhadap
daya
Pi
Pr
Preturn 10 log
(18)
Dengan:
Preturn = Power Return Loss (dB)
Pi = daya masukan
Pr = daya terpantul
Karena P V
dengan R = Z0 = impedansi
intrinsik, maka,
Preturn 10 log
Dimana
Vi 2
Vr2
Preturn 20 log
(19)
sehingga
Vi
Vr
(20)
4U m
Pr
(23)
Pr
, dengan e 1
Pi
2.4. Gain
G ,
4U ,
Pin
(21)
4U m
Pin
(22)
3. METODOLOGI
3.1. Desain
(24)
FIS - 21
Langkah
selanjutnya
adalah
pengikuran pola radiasi dari antenna omni
directional ini dengan memutar antenna
sebesar 360o dengan melakukan variasi
sudut 5o, antenna di putar dengan arah
horizontal dan vertikal agar di dapatkan pola
radiasi yang sesuai untuk mendapatkan
sinyal terkuat.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fabrikasi dan pengukuran yang telah
dilakukan memberikan hasil bahwa untuk
antena mikrostrip dipol ganda untuk
omnidirectional yang bekerja pada frekuensi
2.4 GHz mempunyai pola radiasi sebagai
berikut:
(a)
(b)
Gambar 7. Pola radiasi untuk kedua
antenna, (a) untuk antenna
strip feed line bertingkat (b)
untuk antena strip feed line
polos
FIS - 22
1988.
Anntenas,
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Hund,
Edgar.
1989.
Microwave
Comunications: Componenet and Circuit.
International Edition.
[2] Edwards, Terry. 1992. Foundations for
Microstrip Circuit Design, second Edition.
John Wiley & Sons Ltd.
[3] Program Teknisi Jardiknas, Antena dan
Propagasi Gelombang Radio, praktikum
Jaringan Nirkabel.
[4] Diktat Mata Kuliah, Dasar Teknik Antena
FIS - 23
Abstrak
Fabrikasi Ferogel didapatkan dari komposit hidrogel (campuran polivinil alkohol dan air) dengan filler
partikel magnetit Fe3O4 dalam ukuran mikro dan nano. Filler partikel magnetit Fe3O4 dalam ukuran
mikro dan nano difabrikasi dari pasir besi alam dari sungai Brantas Kediri. Bahan dasar yang
digunakan dalam fabrikasi partikel nano Fe3O4 adalah pasir besi, HCl (PA 99.9%), dan NH4OH (PA
99.9%). Setelah partikel Fe3O4 dalam ukuran mikro dan nano selesai difabrikasi, dilakukan karakterisasi
menggunakan alat XRD, SEM, dan VSM, masing-masing dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa partikel,
ukuran partikel dan sifat kemagnetannya. Hasil penelitian menghasilkan partikel mikro Fe3O4 dengan
ukuran 0,5 5,0 m, sedangkan partikel nano Fe3O4 dari karakterisasi XRD dan dihitung dengan
persamaan Scherrer didapatkan ukuran partikel 9,8 nm, sedangkan dari hasil SEM didapatkan ukuran
partikel nano Fe3O4 127,3 nm, perbedaan ukuran partikel nano hasil XRD dan SEM dimungkinkan
karena adanya aglomerasi partikel nano Fe3O4 sehingga sulit difoto menggunakan SEM. Hasil VSM
menunjukkan bahwa partikel mikro Fe3O4 memiliki nilai magnetisasi remanen (Mr) lebih besar
dibandingkan partikel nano Fe3O4 begitu juga untuk medan koersivitas (Hc) pada partikel mikro memiliki
nilai yang lebih besar dibandingkan partikel nano. Karakterisai magneto-elastisitas ferogel menunjukkan
bahwa batas ambang medan magnet mengalami penurunan seiring bertambahnya konsentrasi Fe3O4
terhadap simpangan dan pemuluran ferogel, dan ferogel dengan filler partikel mikro Fe3O4 lebih sensitif
terhadap pengaruh perubahan medan magnet dibandingkan filler partikel nano Fe3O4.
Kata kunci: pasir besi, partikel nano Fe3O4, kopresipitasi, ferogel, magneto-elastisitas.
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini penelitian sains dan teknologi
berbasis
kemagnetan
mengalami
perkembangan yang cukup pesat, salah
satunya adalah kajian tentang partikel
magnetik. Partikel magnetik merupakan
bahan dasar fabrikasi hidrogel magnetik
(ferogel) dan fluida magnetik (ferofluida).
Kajian sains (ilmiah) dan kemungkinan
pemanfaatan dari
partikel
magnetik
sangatlah diharapkan dalam dunia industri
maupun penelitian. Dari partikel magnetik
ini dapat dimanfaatkan sebagai otot buatan
(artificial muscles), magnetic fluid/hydrogel
hyperthermia, separasi immunomagnetic
dari sel, penentuan dan pelacakan campuran
(compound) aktif secara biologis, dan agen
kontras untuk investigasi MRI [9].
Penelitian yang telah dilakukan oleh
Li dkk [6] telah membuat gel dengan bahan
dasar polimer yaitu poly n-isopropyl
acrylamide (PNIPA) dan polyacrylamide.
Zrinyi dan Szabo [15] mengembangkan gel
yang sensitif terhadap medan magnet, dalam
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 24
sol
gel,
hidrolisis
terkontrol,
dan
kopresipitasi dalam air. Dari ketiga metode
sintesis tersebut, metode kopresipitasi yang
paling sederhana untuk dilakukan. Hal ini
dikarenakan prosedur kerjanya lebih mudah
dilakukan dan memerlukan suhu reaksi yang
cukup rendah (< 100 0C).
Polivinil alkohol pertama kali
ditemukan oleh Hermann dan Haehnel pada
tahun 1924 dengan cara hidrolisis polivinil
asetat dalam etanol dengan potassium
hidroksida. Polivinil alkohol merupakan
polimer yang berwarna putih dan berbentuk
granula, dapat larut dalam air panas, dan
tidak dapat larut dalam air dingin. Dalam
banyak aplikasi biasanya polivinil alkohol
dilarutkan dalam air [12]. Polivinil alkohol
merupakan polimer yang telah dipelajari
secara
intensif,
karena
banyaknya
karakteristik yang menarik daripadanya,
khususnya dalam kemampuan membentuk
film dan gel, serta sifat fisisnya yaitu high
hidrophilicity,
processability,
biocompatibility dan resistan kimia yang
baik [4].
Ferogel
merupakan
penemuan
terbaru yang sangat penting dari bidang
fisika berbasis partikel magnetik. Suatu gel
merupakan hasil ikat silang (cross-linked)
polimer yang disebarkan pada suatu fluida.
Jika gel ini diberi filler ferofluida atau
partikel magnetik, maka gel akan sensitif
terhadap medan magnet luar dan ini disebut
sebagai ferogel. Dalam ferogel, partikel
magnetik terdistribusi secara merata di
dalam cairan yang dapat mengembang dan
menempel dalam rantai-rantai jaringan yang
fleksibel oleh pengaruh gaya adhesi. Dari
kondisi ini bahan-bahan penyusun ferogel
yaitu filler oksida besi yang bersifat
magnetik, dan PVA yang bersifat elastik
akan membawa sifat asalnya masingmasing. Sehingga dari kombinasi ini, jika
ferogel didekatkan pada medan magnet akan
tertarik dan bersifat elastik [11]. aplikasi
yang sudah dikembangkan dari ferogel
sekarang ini. Dalam bidang biosains dan
bioteknologi, ferogel digunakan untuk
penentuan
dan pelacakan campuran
(compound) aktif secara biologis, imobilisasi
dan modifikasi campuran aktif secara
biologi, dan sebagai agen kontras untuk
investigasi MRI. Dalam bidang kesehatan
ferogel telah dimanfaatkan untuk terapi
kanker (hyperthermia) [10]. Sementara
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 25
yang
magnet
Ferogel
simpangan
(a)
(b)
Pemuluran
(b) magnet
Ferogel
(a)
FIS - 26
perbesaran
50.000
kali,
hasilnya
menunjukkan bahwa ukuran partikel sekitar
127,3 nm. Hasil pengujian ini berbeda
dengan ukuran kristal hasil difraksi sinar-X
yaitu sekitar 9,8 nm. Karakterisasi ukuran
partikel menggunakan SEM didapatkan data
partikel yang tidak dalam orde nano, hal ini
dimungkinkan karena adanya aglomerasi
antara partikel nano Fe3O4 sehingga sulit
untuk difoto dengan SEM. Aglomerasi
antara partikel bisa disebabkan oleh
preparasi sampel yang kurang sempurna atau
penggerusan sampel setelah di oven tidak
merata. Hasil foto SEM partikel nano Fe3O4
ditunjukkan oleh Gambar 8.
4,05
17,74
Hc
(Tesla)
0,019
0,017
FIS - 27
(a)
(b)
FIS - 28
(b)
Gambar 14. Foto Pemuluran Ferogel
dengan Filler Partikel Mikro
Fe3O4; (a) Sebelum ada Medan
Magnet, (b) Setelah ada Medan
Magnet
(a)
FIS - 29
[2.]
[3.]
[4.]
Hernandez,
Rebeca
dkk.
2004.
Viscoelastic Properties of Polyvinyl
alcohol Hydrogels and Ferrogels
Obtained through Freezing-Thawing
Cycles. Polymer 46 sciencedirect.
[5.]
[6.]
[7.]
[8.]
[9.]
Ramanujan,
R.V.
2004.
Clinical
application of magnetic nanomaterials.
Introduction to
USA. Addison
Proceeding
First
International
Bioengineering Conference, Singapore.
[10.] Ramanujan, R.V dan L.L. Lao (2004).
Magnetic Particles for Hyperthermia
Treatment of Cancer. Proceeding First
International Bioengineering Conference,
Singapore.
[11.] Ramanujan, R.V dan L.L. Lao. 2006. The
mechanical behaviour of smart magnethydrogel composites. Institute of Physics
Publishing : Smart Materials and
Structures 15.
[12.] S.K. Saxena. 2004. Polivinil alkohol
(PVA).
Chemicial
and
Technical
Assessment (CTA).
[13.] Sunaryono.
2008.
Fabrikasi
dan
Karakterisasi
Magneto-elastisitas
Hidrogel Magnetik berbasis Partikel
Nano Fe3O4. Tesis. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
[14.] Wilfried and H. Nowak.
Magnetism in Medicine. Wiley.
1998.
FIS - 30
ABSTRAK
Telah dilakukan fabrikasi lapisan tipis Copper Phthalocyanine (CuPc) dengan menggunakan
elektroda emas (Au) yang dideposisikan di atas substrat kaca. Deposisi lapisan tipis CuPc dan elektroda
emas dilakukan dengan teknik lithography dengan metode vakum evaporasi pada tekanan vakum
(~6 x 10-4 Pa). Karakterisasi lapisan tipis CuPc dilakukan pada suhu kamar. Dari hasil karakterisasi
lapisan tipis CuPc merespon adanya gas uji yang ditunjukkan dengan peningkatan konduktivitasnya.
Lapisan tipis CuPc juga merespon variasi konsentrasi gas yang diberikan. Waktu respon dan waktu pemulihan lapisan tipis CuPc masing-masing sebeasr 55 detik dan 60 detik dan untuk konsentrasi yang
lebih tinggi diperlukan waktu yang lebih lama. Variasi ketebalan mempengaruhi respon sensor, lapisan
yang lebih tebal akan mempunyai sensitivitas yang lebih besar tetapi waktu respon dan pemulihannnya
akan lebih lama. Fungsi transfer dari respon CuPc terhadap perubahan konsentrasi gas uji berbentuk
fungsi polynomial, sehingga sensitivitas CuPc tidak konstan tetapi tergantung pada inputnya. Lapisan
tipis CuPc memiliki stabilitas yang rendah dalam merespon gas uji, oleh karena itu perlu optimasi untuk
meningkatkan stabilitas lapisan tipis CuPc agar dapat dimanfaatkan sebagai sensor gas yang memadai.
Kata kunci: Lapisan tipis CuPc, Sensor gas, lithography, vakum evaporasi, koduktivitas, waktu respon,
waktu pemulihan, sensitivitas, stabilitas
1. PENDAHULUAN
Selama ini teknologi lapisan tipis sebagai elemen dasar sensor gas mengarah
kepada bentuk Metal Oxide Semiconductor
(MOS). Penelitian tentang sifat MOS sebagai sensor gas, yaitu menggunakan lapisan
tipis dari bahan-bahan anorganik seperti
ZnO, CeO, SnO, maupun TeO2. Temperatur
dimana sensor MOS dapat bekerja secara
efisien tergantung pada atmosfer gas dan
sifat bahan, dalam kasus ini suhunya sekitar
2000C8000C (Peter, 2004), karena jauh dari
suhu kamar maka harus ditambahkan sistem
pemanas pada pemakaian sensor ini. Selain
itu, sensor gas dengan bahan anorganik juga
membutuhkan biaya fabrikasi yang relatif
mahal.
Selain menggunakan bahan anorganik, sensor gas dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan organik. Salah satunya bahan
Au
CuPc
Au
Substrat Kaca
(a)
S
le b a r 7 5 m
(b)
FIS - 32
45
C1
C2
C3
40
35
30
25
20
0
20
40
60
Waktu (detik)
80
100
120
adsoption
Charge
transver
CuPc + (m)A(ads)
CuPc+ + A- +(m-1)A(ads)
(2)
delocalization
40
35
30
25
20
15
0
40
80
120
Waktu (detik)
160
200
240
FIS - 33
35
30
25
+ M9*x
M0
39.731
M1
-9.0204
M2
2.028
M3
-0.4257
M4
0.063891
M5
-0.0050832
M6
0.00015614
0.99995
20
15
10
0
4
6
Konsentrasi gas uji (C)
10
FIS - 34
FIS - 35
Abstrak
Telah dilakukan fabrikasi dan karakterisasi antena panel 2,4 GHz berisi 4 larik mikrostrip double biquad untuk komunikasi wifi.Struktur antena terdiri dari 4 larik mikrostrip double bi-quad yang simetri
dan terintegrasi dalam satu reflektor. Substrat yang digunakan untuk fabrikasi antena ini adalah FR4
single side dengan konstanta dielektrik 4,4. Fabrikasi dilakukan dengan metoda etching menggunakan
larutan Ferric Chloride[Fe(ClO2)3 ] Pengukuran karakteristik antena menggunakan Network Analyzer
Anritzu MS 8604A untuk melihat kinerja dari antena yang telah difabrikasi. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa antena ini memiliki nilai VSWR 1,3 dan return loss sebesar -17,5 dB. Pola radiasi
antena adalah radial baik horisontal maupun vertikal. Pola radiasi horizontal memiliki nilai daya
maksimum 81 dB dengan HPBW 72,5 dan gain sebesar 18 dB. Antena ini dapat diaplikasikan sebagai
antena pengarah dan diharapkan dapat digunakan dengan baik untuk komunikasi wifi.
Kata Kunci : antena, mikrostrip, double bi-quad, larik
.
1. PENDAHULUAN
Meningkatnya
kebutuhan
akan
komunikasi dan informasi mendorong
perkembangan tekhnologi di bidang
telekomunikasi
khususnya
sistem
komunikasi nirkabel (wireless). Sistem
komunikasi nirkabel (wireless) adalah
sistem komunikasi dengan media transmisi
berupa
propagasi
gelombang
elektromagnetik tanpa harus terkoneksi
langsung dengan media kabel. Salah satu
komponen yang sangat mendukung dalam
sistem komunikasi nirkabel (wireless) ini
adalah antena, sebagai perangkat untuk
mengirim dan menerima energi serta
mengoptimalkan energi radiasi pada arah
tertentu. Jadi, antena adalah pendukung
utama
dalam
sistem
komunikasi
wireless[11].
Perkembangan istem komunikasi saat
ini, memerlukan antena dengan karakteristik
yang kecil, ringan, biaya produksi rendah,
proses fabrikasi yang mudah dan
konformal(dapat menyesuaikan dengan
tempat
di
mana
antena
tersebut
diletakkan).Oleh
karena
itu,diperlukan
disain dan bentuk antena yang mempunyai
gain tinggi, efisiensi tinggi serta bandwidth
lebar. Salah satu jenis antena yang cocok
dengan karakteristik tersebut adalah jenis
(substrat)
yang
digunakan.
dapat
c
f r
(1)
VSWR
adalah
perbandingan
amplitudo gelombang berdiri (standing
wave) maximum (Vmax) dengan minimum
(Vmin) yang dinyatakan dalam persamaan :
VSWR
Antena
bi-quad
merupakan
pengembangan dari antenna bentuk patch
segiempat (square) yang dipasangkan
sehingga berbentuk seperti bangun 2
belahketupat. Dari bentuk antenna bi quad
ini kemudian dikembangkan lagi bentuk
double bi-quad, dengan konstruk sama
dengan bi-quad tetapi elemennya di
gandakan, dengan kata lain bahwa antenna
double bi-quad adalah gabungan antara dua
bi-quad yang sisi-sisinya sama. . Antena
mikrostrip double bi-quad ini memiliki
ukuran panjang sisi
1
dari frekuensi
4
1
ini dimaksudkan untuk memenuhi
4
kondisi matching. dalam panjang sisi
1
tersebut adalah g , a g dengan g
4
merupakan dari bahan dielektrik
SEMNAS MIPA 2010
Vmax
Vmin
(2)
Vr L 0
Vi L 0
(3)
VSWR
1
SWR(dB) 20 log VSWR
(4)
(5)
Kondisi yang paling baik adalah ketika
VSWR bernilai 1, yang berarti tidak ada
FIS - 37
G ,
4U ,
Pin
4U m
Pin
(8)
dan
g ,
yaitu
c
f
dan
c
sehingga diperoleh :
f r
c
3.1010
g
=
5,958cm
f r 2,4 4,4
Panjang
sisi
bi_quad
sebesar
1
1
g = .5,958=1,49 cm dan jarak
4
4
1
antar larik adalah l = .5,958 = 2,98 cm.
2
(7)
FIS - 38
100
80
60
40
20
0
80
60
40
20
VSW R
0
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
B
0.6
VSWR
0.4
0.2
0
2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000
FREKUENSI (MHz)
2100
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
3000
R ETU RN LO SS
-6
-9
-12
-15
RL
-18
-21
Gambar
-24
-27
8.
FREKUENSI (MHz)
FIS - 39
50
40
30
20
10
0
FIS - 40
FIS - 41
Abstract
Fabrikasi dan karakterisasi antena microstrip directional antena berstruktur 4 array dengan
subtrat fiber untuk komunikasi wi-fi 2,4 GHz. Fabrikasi dilakukan dengan metode etching ferrichloride (
Fe(ClO2)3 ). Struktur antenna terdiri dari 4 array yang simetri. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa
antena ini dapat diaplikasikan sebagai directional antena dengan nilai VSWR 1,16. Sedangkan besar
bandwidth antena dari antena yang di desain peneliti sebesar 1,05 dalam rentang 120 MHz. Kemudian
besar gain dari antena adalah sebesar 18 dB. Besar HPBW(Half Power Beanwidth) dari antena tersebut
adalah 67,50. Antena ini memiliki kelebihan yaitu strukturnya sederhana, efisiensi yang besar, mudah
difabrikasi, ringan, biayanya relatif murah.
Keywords: microstrip, directional antenna, array, patch
1. PENDAHULUAN
Antena merupakan komponen yang
sangat penting pada sistem komunikasi.
Karena
antena
dapat
berfungsi
mentransformasikan suatu sinyal RF (Radio
Frequency) yang merambat pada konduktor
menjadi gelombang elektromagnetik ke
ruang bebas. Sistem komunikasi yang
memanfaatkan gelombang elektromagnetik
(microwave) adalah nirkabel (wireles).
Aplikasi nirkabel seperti bluetooth, koneksi
Wi-Fi yang dipasang pada notebook, telepon
seluler dan lain-lain. Teknologi komunikasi
tersebut memerlukan antena yang berukuran
kecil, ringan, murah, unjuk kerja yang baik
dan mudah pemasangannya. Antena
merupakan alat yang mampu mengubah
energi atau signal dalam ruang bebas untuk
meradiasikan dan menerima gelombang
[12].
Penelitian sebelumnya, desain antenna
mikostrip yang bekerja pada daerah berbagai
frekuensi dan sudah banyak dilakukan mulai
dari variasi bentuk dan jenis [111].
Antena mikrostrip struktur ringan ,
biaya
relatif
murah
dan
mampu
memancarkan dan menerima range frekuensi
tertentu. Selain itu antenna mikrostrip juga
memiliki beberapa kekurangan yaitu:
bandwidth yang sempit, gain dan directivity
yang kecil, serta efisiensi rendah. Untuk
mengatasi permaslahan tersebut, maka perlu
FIS - 42
mikrostrip
juga
memiliki
beberapa
kekurangan yaitu: bandwidth yang sempit,
gain dan directivity yang kecil, serta
efisiensi rendah.
Antena patch mikrostrip adalah antena
resonan dicetak populer untuk microwave
band
wireless-link
sempit
yang
memerlukan-hemispherical jangkauan semi.
Karena konfigurasi planar dan kemudahan
integrasi dengan teknologi mikrostrip,
antena patch mikrostrip telah banyak
dipelajari dan sering digunakan sebagai
elemen untuk array. Strip (patch) logam
dipisahkan dari ground planenya oleh
substrat dari bahan dielektrik dengan
konstanta dielektrik pada rentang 2,2 r
12 [12].
Gambar 1. Bagian-bagian
Mikrostrip
Antena
..
1
dari persamaan diatas terlihat bahwa
kerapatan daya S secara spheris merupakan
bentuk kuadrat medan E.
Sedangkan factor array N-eleman dapat
dinyatakan dengan :
.2
Dalam hal ini
merupakan factor array
dan d merupakan feed line dari antenna.[7]
dalam penelitian ini fabrikasi antenna
directional 4 panel mekrostrip patch antenna
menggunakan feed line d = .
FIS - 43
2.2 Parameter
Antena
antenna Array
Microstrip
VSWR
Vmaks
I
dan ISWR maks
Vmin
I min
..........3
ISWR merupakan perbandingan antara arus
maksimum dan arus minimum.
Hubungan SWR dan VSWR
SWR (dB) = 20 log10 (VSWR)
Nilai Standing Waves Ratio (SWR)
adalah 1<SWR<2. Nilai terbaik SWR adalah
1, artinya sudah sempurna dalam arti tidak
ada gelombang yang dipantulkan semua
gelombang elektromagnetik diserap. [14]
Return loss atau power loss adalah cara lain
untuk mengekspresikan terjadinya miss
match (impedansi tidak sesuai). Return loss
merupakan rasio perhitungan dengan satuan
dB (Decible) ditambah dengan perhitungan
reflected power dari antena ke power energi
yang dipancarkan ke antena melalui
transmission line (coax kabel). Nilai return
loss berkisar antara negatif tak hingga
sampai nol (dB). Dari besaran return loss
dapat dihitung nilai parameter refleksi yang
lain. Hubungan perhitungan antara SWR dan
Return Loss adalah:
S11
V pantul
Vinput
....5
(2.22)
Koefisien transmisi (St = S21) adalah
perbandingan antara tegangan sinyal yang
ditransmisikan terhadap tegangan input.
S 21
Vtransmisi
Vinput
...6
Frekuensi kerja dimana antena masih dapat
bekerja dinamakan bandwidth antenna
(BW). bandwidth antena untuk band lebar
biasanya
digunakan
definisi
ratio
perbandingan antara frekuensi atas dan
bawah.
7
(2.17)
Dimana
manyatakan frekuensi atas
dan menyatakan frekuensi bawah.
2.3 Pola Radiasi dan Gain
Pola radiasi didefinisikan sebagai variasi
daya yang dipancarkan oleh antena
mikrostrip sebagai fungsi dari jarak dari
antenna, seperti persamaan 1 dan 2. Variasi
daya yang dihasilkan berasal dari sudut
tangkap dari sinyal yang dipancaran, dapat
ditunjukkan seperti gambar dibawah ini:
FIS - 44
4U ,
Pin
..........8
G ,
4U m
Pin ........9
Pr
dengan catatan e 1 ....11
Pin
(2.27)
Sehingga power gain dapat dinyatakan
dengan
G = eD...........12
(2.28)
Jadi power gain maksimum suatu antena
sama dengan direktivitas dikalikan dengan
efisiensi.
3. METODOLOGI
3.1 Fabrikasi Antena
(2.25)
4U m
Pr ..........10
FIS - 45
(Array)
semakin
memperkecil
nilai
Impedansi sehingga daya yang dihasilkan
semakin besar[17]. Sedangakan mengenai
bandwidth antenna dari antenna yang di
desain peneliti sebesar 1,05 dalam rentang
120 MHz, hal ini menunjukkan daerah
frekuensi kerja dari antenna peneliti.
FIS - 46
5. KESIMPULAN
Hasil pengukuran dan fabrikasi
Berdasarkan
hasil
fabrikasi
antena
directional 4 panel mekrostrip patch antena
mempunyai unjuk kerja terbaik pada
frekuensi 2,397 GHz dengan nilai VSWR
1,16 dan nilai return loss -22,67. Sedangkan
besar bandwidth antena dari antena yang di
desain peneliti sebesar 1,05 dalam rentang
120 MHz. Kemudian besar gain dari antena
adalah sebesar 18 dB. Besar HPBW dari
antena tersebut adalah 67,50. Antena ini
memiliki kelebihan yaitu strukturnya
sederhana, efisiensi yang besar, mudah
FIS - 47
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
FIS - 48
Abstract
Communication technology base on making Integrated Optics component which capable to function as
guided, coupled, and power divider. Peripheral of Integrated Optics capable to this function is
directional coupler. Simplest structure is two wave guide with certain gap. At this hand out, specified by
development of analytical formulation moda coupling for the directional coupler consisted of two wave
guide. Analysis to propagation wave done moda couple theory. Expression of electrics field which creep
in wave guide obtained by applying continues condition at boundary. Beside that, applying of boundary
condition is also obtained relationship disperse equation which representing optics non-linier equation.
Solving of this equation done numerical use Secant methode, then, its used to calculate the effective
refractive index value of elementary moda. The finally, visualizing to field pattern done constructively
Program Computing.
Keywords : propagation, directional coupler, couple mode, field pattern
1. PENDAHULUAN
Pengembangan
teknologi
komunikasi
membutuhkan sirkit-sirkit yang mampu
menjalankan fungsi sebagai pemandu,
penggandeng, sensor, atau sebagai pembagi
daya. Salah satu jenis perangkat optik
terpadu yang mampu menjalankan fungsifungsi tersebut adalah directional coupler
berstruktur planar. Struktur directional
coupler paling sederhana tersusun dari dua
pandu gelombang dengan jarak pisah (lebar)
tertentu. Kanal-kanal dalam sirkit optika
terpadu umumnya dibuat berstruktur pandu
gelombang single mode khususnya dalam
moda dasar.
Beberapa keunggulan transmisi sinyal optika
adalah 1) ukuran kecil dan ringan, 2) isyarat
cahaya tidak terpengaruh oleh derau medan
elektris maupun medan magnetis, 3) isyarat
serat optis terjamin keamanannya, 4) lebar
pita atau kapasitas transmisinya besar [1].
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan
piranti
tersebut,
dilakukan
simulasi
pengembangan Directional Coupler.
2. LANDASAN TEORI
2.1. Struktur Directional Coupler
Kanal-kanal penyusun Directional Coupler
dibuat berstruktur pandu gelombang tiga
dimensi, dimana penampang masukan
terletak pada koordinat transversal (x,y),
sedangkan proses pemanduan berlangsung
sepanjang sumbu longitudional (z). Struktur
directional coupler sederhana ditunjukkan
dalam Gambar 1 [2,8]
II
nc
nf1
nf2
ns
FIS - 49
b
ba
tan 1
m
1 b
1 b
(1)
berfungsi sebagai
(Gambar 2).
substrat
h1
Ef1
Eg
Es
dan
kover
h2
Ef2
Ec
h + s 2h + s
terkopel
dA
jA A j B 0
dz
dB
jB B j A 0
dz
(2)
(3)
2 B(z )
z
2 j
A(z )
2 A( z ) 0
(4)
2 B(z ) 0
(5)
z
2 j
B(z)
z
A
B
adalah
besaran
yang
2 2 0 0 x
h eff x k fx
k .h
cos 2 fx e x s (6)
2
FIS - 50
a A B 1 X 2
2
(7)
(8)
dimana
e0(x,y) =D.eA(x,y) + F.eB (x,y)
e1(x,y) =E. eA(x,y) + G.eB (x,y)
2h s
(9)
(15)
2h s
2 cos 2 ( s1 )
A f1
2 s
A 2f1
1
sin 2k f1h - 2s1 sin 2s1
h
2 2k f1
A2
f2
(14)
A 2g
h s
E f2 dx E c dx 1
(10)
(11)
z = Lc =
atau Lc =
E s dx E f1 dx E g dx
h s
(16)
2
Af2
cos 2 k f2 .h f2 1
2 c
2
Ag
Af1
A2
2 f1 2h
s 1 atau
2 s
2
2
2
Af1
A2
A 2 s.cos 2 k f1.h s1
2 f1 2h 10
1
2s
2
2
cos 2 g2
(17)
sehingga didapatkan
A f1
2
dimana
h eff
h eff 2 h
s. cos 2 k f1 .h s1
2
cos g2
2
s
(18)
k g tan k g . k f 1. tan k f1 .h s1
2
k g cot k g . k f 1. tan k f1 .h s1
2
(19)
(20)
FIS - 51
s=0
s = 0,75 m
s = 0,5 m
s = 1 m
.Dimana
k0
N b n 2f n 2s ns2 , b
N2 n 2s
n 2f n2s
s=0
s = 0,5 m
simetri
10,1476
10,1442
10,1417
10,1398
10,1383
10,1370
10,1360
10,1352
10,1381
asimetri
10,1212
10,1222
10,1231
10,1239
10,1246
10,1253
10,1259
10,1265
10,1322
0,01321
0,01099
0,00931
0,00794
0,00681
0,00586
0,00505
0,00434
0,00295
Lc
118,3454
142,7965
168,5772
197.7251
230,5026
267,9195
311,2224
361,8708
532,2034
s = 0,75 m
s = 1 m
FIS - 52
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat
disimpulkan bahwa pada directional coupler
moda TE, untuk lebar gap yang makin besar
maka nilai tetapan propagasi efektif moda
asimetri makin mendekati nilai tetapan
propagasi efektif moda simetri, sehingga
jarak terjadinya perpindahan daya antar
kanal (Lc) makin besar. Semakin besar lebar
gap maka panjang kopling juga makin besar.
Sehingga makin lemah kekuatan kopling
antar moda gelombang optik.
5. PUSTAKA
FIS - 53
Abstrak
Hydroxyapatite berukuran nano telah dikembangkan dengan kemurnian serta kristalinitas tinggi untuk
meningkatkan kerapatan, kekuatan dan sifat bioaktifnya. (HA) secara klinis merupakan material yang
menarik untuk diteliti serta dikembangkan sebagai biomaterial dalam fabrikasi implant jaringan juga
sebagai bahan biokeramik yang dapat menggantikan beberapa organ dalam tubuh. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama stirring terhadap sifat kristal dan mikrostruktur HA yang
disintesis dengan metode wet-chemical. Penelitian ini memvariasi lama stirring yaitu 4 jam, 6 jam dan 8
jam, masing- masing disintering pada suhu 1100C dengan lama penahanan 6 jam. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa : (1) Dari ketiga pola XRD hasil sintesis, yang mendekekati sesuai dengan pola
XRD tulang asli sapi adalah sampel dengan lama strirring 6 jam. (2) Morfologi hasil sintesis wetchemical berbentuk bongkahan dengan ukuran diatas 20 m dan hampir homogen, hal ini mungkin
disebabkan air membantu dalam pembentukan grain yang homogen. Pori-pori/rongga juga muncul
diantara grain, hal ini disebabkan proses densifikasi yang belum sempurna selama sintering.
Kata kunci: HA (Hydroxyapatite), Lama stirring, Sifat kristal, Mikrostruktur.
1. PENDAHULUAN
Lebih dari beberapa dekade terakhir,
biokeramik telah membantu meningkatkan
FIS - 55
FIS - 56
FIS - 57
FIS - 58
Abstrak
Pencarian senyawa superkonduktor suhu tinggi yang berpotensi untuk aplikasi teknologi terus
berkembang. Salah satu senyawa yang menjadi primadona adalah sistem tanah jarang (rare earth, RE)
dengan komposisi RE1Ba2Cu3O7-d yang dikenal dengan RE-123. Senyawa induk yang pertama ditemukan
berbasis Yttrium Y-123 dengan temperatur kritis sekitar 93 K. Dalam tulisan ini dilaporkan sintesis
menggunakan teknik parsial melting digabung dengan aniling argon / oksigen untuk rekristalisasi. Selain
itu, telah diinduksikan senyawa turunan RE-211 untuk meningkatkan kekuatan pinning vorteks bahan ini.
Telah disintesis satu seri senyawa (Eu,Gd)-123 yang dilanjutkan dengan karakterisasi fase dan
superkonduktivitasnya. Karakterisasi fase digunakan X-RD pelet as-annealed dengan analisis fase
mengunakan bantuan program PCW. Untuk karakterisasi superkonduktivitas digunakan pengukuran
resistivitas metode 4-titik probe sebagai fungsi temperatur. Hasil analisis menunjukkan terbentuknya fase
(Eu,Gd)-123 dan peningkatan temperatur kritis akibat lama aniling.
Kata kunci: parsial melting, EuGd-123, fase, temperatur kritis.
PENDAHULUAN
Baru-baru ini ditemukan senyawa
baru kelas Pnectide basis Fe yang sangat
berbeda dengan kelas senyawa tembaga
oksida (Cuprates) dan senyawa lain maupun
elemental lain yang memenuhi BCS maupun
yang tidak. Dalam aplikasi kita mengenal
dua kelompok besar yaitu aplikasi skala
besar dan aplikasi skala kecil. Dalam aplikasi skala besar senyawa superkonduktifmagnetik maupun senyawa superkonduktiflistrik telah diaplikasikan. Kendala utama
untuk aplikasi adalah rendahnya rapat arus
kritis, medan kritis dan temperatur kritis.
Telah banyak dikaji senyawa superkonduktor untuk kepentingan magnetk.
Seperti yang telah dijelaskan dalam berbagai
artikel dengan berbagai fraksi volumenya
fase dan sebagian kurang dari memadai.
Secara teoretis usaha peningkatan gaya magnetik atau gaya levitasi dapat ditempuh melalui peningkatan interaksi pinning vorteks
melalui inklusi, doping eksternal maupun
intrinsik serta cacat fisik (Diantoro2001,
2002). Kandidat yang menunjukkan
perbaikan adalah sistem Light Rare Earth
oksida LRE-123. Disamping itu hasil
pengukuran resistivitas fungsi temperatur
(T) juga baru menunjukkan tanda Tcon
sedikit diatas suhu nitrogen cair.
FIS - 59
Data utama dalam riset ini adalah XRD, SEM dan (T). Masing-masing data
ditampilkan secara berkelompok sesuai
dengan senyawa yang dihasilkan dalam
tahun kedua ini.
FIS - 60
yang tercantum dalam setiap kurva menyatakan lama waktu sintering dalam jam.
FIS - 61
FIS - 62
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No 5, Malang 65145
E-mail: a_taufiq_physics@yahoo.com
Abstract
Mn2+ ions have been injected into Fe3O4 nanomaterials magnetics fluids (ferrofluids). The coprecipitation
method was employed in this experiment. In this method, iron-sand which was taken from Tulungagung
were dissolved in HCl and precipitated in NH4OH. Ferrofluids were fabricated by adding surfactant Tetra
Methyl Ammonium Hydroxides (TMAH) and Oleic Acid. Rietveld analysis of XRD data shows that
Fe3O4 and (Fe,Mn)3O4 are formed in single phase of cubic-spinel. The adding of Mn2+ ions increase lattice
parameter caused Fe and Mn has different ionic radii. Characterization by using TEM show that, samples
are formed in nanometer range. Fe3O4 has particles sized 6,9 nm which is also confirmed by Rietveld
analysis. Further more, calculation from VSM data shows that the adding of Mn2+ ions increase saturated
manetization because Mn ion has higher magnetic moment.
Keywords: Mn2+ ions, Nanomaterials, magnetics fluids, saturated magnetization.
1. INTRODUCTION
In recent years, magnetite (Fe3O4)
nanoparticles have been actracted much
interest in industrial application such as;
ceramics, cathalys, energy storage, magnetics
data storage, absorbent, passivation coating,
ferrogel and ferrofluids. Fe3O4 nanoparticles
are quite different from those of their bulk
counterparts, and thus, wide range of
potential advanced applications.
To date, many approaches have been
developed for the preparation of Fe3O4
nanoparticles. They usually lead to
complicated process or require relatively
high temperatures. Herein, we presented a
simple coprecipation methods by using ironsands wich are taken from nature in
Tulungagung.
For advanced application, Fe3O4 is
needed to increase its magnetization and also
. Such as doping with others elements as like
Mn in Fe3-xMnxO4. Replacing Fe by Mn in
Fe3O4 usually increases the magnetization
because Mn ion has higher magnetic
moment. Furthermore, one way to increase
its application is by fabricating ferrofluids
Fe3-xMnxO4of nanoparticles.
FIS - 63
FIS - 64
(2.1)
Mn 2 Fe33x Mn 3x1 O4
(2.2)
FIS - 65
50 nm
Figure 3. TEM image of Fe3O4
TEM image shows the particles sized
are formed in nanometer scale (much lower
than 50 nm). Its result is confirmed by
calculation using Reitica software. From its
calculation, the particles size is 6,9 nm.
Magnetic properties are investigated by
means of VSM. The result is shown in figure
4.
FIS - 66
6. REFERENCES
Regina C.C. Costa, M.F.F. lelis, L.C.A. Oliveira,
J.D. Fabris, J.D. Ardisson, R.R.V.A. Rios, C.N.
Silva, R.M.Lago. Journal of Hazardous Materials
B129 (2006) 171-178.
Wickham. D.G.. J.Inorg.nucl.Chem. 1969. Vol
31.pp.313 to 320.
FIS - 67
Abstrak
Nanomaterial hetaerolite (ZnMn2O4) telah berhasil disintesis melalui aplikasi kavitasi akustik untuk
waktu yang berbeda-beda. Di samping itu, aplikasi sintesis ini hanya membutuhkan suhu rendah, kurang
dari 100 oC. Pencampuran ZnCl2 (PA 99,9%), MnCl24H2O (PA 99,9%), NH4OH (PA 99,9%), etanol (PA
99,9%), dan aquades di bawah pengaruh gelombang ultrasonik dilakukan untuk mendapatkan aktivasi
kavitasi akustik, sehingga dengan mudah didapatkan nanomaterial. Karakteristik geometri kristal
diketahui dari hasil uji X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Analisis
pembentukan fasa menggunakan program XPert High Score Plus menunjukkan bahwa semua sampel
berhasil terbentuk dalam fasa tunggal mengikuti pola difraksi ZnMn2O4 yang memiliki no PDF 01-0770470 tanpa ada fasa lain. Dari hasil analisis Rietveld dengan software Rietica, hetaerolite (ZnMn2O4)
mengkristal dalam struktur spinel normal dengan distorsi tetragonal yang memanjang pada kisi c.
Distorsi tetragonal ini adalah konsekuensi fisis dari efek Jahn-Teller yang menyebabkan instabilitas ion
Mn3+ dalam menempati posisi oktehedral membentuk close packed arrangement. Sedangkan seluruh ion
Zn2+ memiliki kecenderungan yang kuat untuk menempati posisi tetrahedral. Sementara ukuran kristal
hasil uji XRD yang sudah dikonfirmasi dengan uji SEM menunjukkan ukuran kristal dan partikel dalam
orde nanometer yang relatif kecil yaitu berkisar antara 40 47 nm.
Kata kunci: kavitasi akustik, nanomaterial, hetaerolite, geometri kristal
1. PENDAHULUAN
Dalam
dekade
terakhir,
hetaerolite
(ZnMn2O4) menjadi bahan kajian yang
menarik perhatian para ahli karena memiliki
peluang aplikasi yang luas, diantaranya
sebagai rechargeable batteries berbasis
litium (Malavasi dkk, 2004), katalis dan
teknologi dekontaminasi air (Bessekhaud
dkk,
2005),
serta
semikonduktor
feromagnetik pada suhu ruang (Fernandes
dkk, 2006). Bahkan kajian mutakhir dalam
rangka menyongsong teknologi nano,
teknologi yang lebih dari sekedar high-tech
dan sejak tahun 2000 memasuki babak yang
paling progresif (Abdullah, 2008), telah
membuktikan bahwa ZnMn2O4 berpeluang
besar
untuk
diaplikasikan
sebagai
nonvolatile resistive random access memory
devices (Peng dkk, 2009), novel lithiumstorage material (Yang dkk, 2008), dan
Xiao
dkk
(2009)
pun
telah
mengembangkannya
menjadi
electrochemical storage material.
Berkaitan dengan karakteristik struktur
kristal
hetaerolite
(ZnMn2O4),
riset
nanomaterial terbaru oleh Menaka dkk
FIS - 68
(a)
(b)
(c)
Gambar 1 (a) Struktur Kristal Spinel
Hetaerolite,
(b)
Bagian
Oktahedral Hetaerolite,
(c)
Bagian Tetrahedral Hetaerolite
Tabel 1 Data Kristalografi
Model ICSD 15305
Atom
Zn
Mn
O
Posisi
Wyck
4a
8d
16h
x y
ZnMn2O4
SOF B
0 0
0
1
0 0,25
0,625 1
0 0,2273 0,3862 1
0,65
0,65
0,65
FIS - 69
FIS - 70
224
14 5
127
143
044
035
134
015
132
033
231
220
112
020
004
011
Intensity (arb.u.)
013
021
t = 3 hours
t = 2 hours
t = 0.5 hours
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2 Theta
Gambar 2.
Pola Difraksi ZnMn2 O4
Hasil Sintesis dengan Aplikasi
Kavitasi Akustik
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa
pola difraksi masing-masing sampel semakin
ke atas (t membesar) merupakan pola difraksi
dengan lama sonikasi semakin besar. Secara
sepintas, hasil uji XRD menujukkan pola
difraksi yang sama untuk semua sampel.
Puncak difraksi yang dihasilkan dalam
penelitian ini memiliki pola pelebaran yang
cukup besar, yang mengindikasikan ukuran
kristalnya kecil. Karena pada dasarnya kristal
yang berukuran besar dengan satu orientasi
menghasilkan puncak difraksi yang mendekati
sumbu vertikal. Sedangkan kristal yang sangat
kecil menghasilkan puncak difraksi yang
sangat lebar. Artinya, lebar puncak
difraksi tersebut memberikan informasi
tentang ukuran kristal.
Alasan mengapa kristal yang kecil
menghasilkan puncak yang lebar adalah
karena kristal yang kecil memiliki bidang
pantul sinar-X yang terbatas. Puncak
difraksi dihasilkan oleh interferensi secara
konstruktif sinar yang dipantulkan oleh
bidang-bidang kristal (Abdullah, 2008).
Dalam teori tentang interferensi gelombang,
FIS - 71
0,5
5,770
9,430
1,63
0,63
313,63
2,0
5,770
9,380
1,63
0,63
312,68
3,0
5,782
9,440
1,63
0,63
315,66
46
40
47
10.0
400
9.5
9.0
350
8.0
7.5
300
6.5
Konstanta Kisi a = b
Konstanta Kisi c
Volume Kisi
7.0
Volume Sel ( )
Parameter Kisi ()
8.5
250
6.0
5.5
5.0
200
1
t (jam)
Gambar 3
Parameter
Kisi
dan
Volume Kisi Sel nanomatereial
ZnMn2O4
FIS - 72
0.70
1.85
0.65
1.80
1.75
0.60
0.55
Rasio c/a
1.65
1.60
0.50
1.55
0.45
1.50
1.45
0.40
1.40
1.70
0.35
1.35
1.30
0.30
1
t (jam)
Gambar 5
Rasio c/a dan Derajat
Distorsi (c-a)/a Nanomaterial ZnMn2 O4
Secara konseptual, distorsi tetragonal
yang disebabkan oleh efek Jahn-Teller dapat
dijabarkan melalui teori medan kristal
(Crystal Field Theory). Effendi (2007)
menjelaskan bahwa dalam teori medan
kristal dijelaskan interaksi yang terjadi
antara logam dengan ligan adalah murni
interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi
pusat dari kompleks dianggap sebagai
suatu ion positif yang muatannya sama
dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut.
Orbital d yang dimiliki oleh garamgaram logam transisi memiliki lima orbital,
yaitu dxy, dxz, dyz, dx2-dy2, dan dz2. Kelima
orbital d tidak identik, dan dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu orbital t2g dan
eg. Orbital-orbital t2g, yang terdiri dari dxy,
dxz, dyz, memiliki bentuk yang sama dan
memiliki orientasi arah di antara sumbu x, y,
dan z. Orbital-orbital eg, yang terdiri dari
dx2-dy2, dan dz2, memiliki bentuk yang
berbeda dan terletak di sepanjang sumbu. Di
Mn3+ (d4)
O
Mn3+
FIS - 73
5. KESIMPULAN
Pengantar Nanosains,
FIS - 74
FIS - 75
FIS - 76
FIS - 77
FIS - 78
FIS - 79
FIS - 80
FIS - 81
FIS - 82
FIS - 83
FIS - 84
FIS - 85
FIS - 86
Abstrak
Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang terkait erat dengan pengukuran, karenanya
pembelajaran Fisika tidak dapat dipisahkan dari kegiatan praktikum untuk meningkatkan pemahaman
konsep fisika. Berdasarkan pengamatan penulis pada berbagai SMA di Surabaya, kegiatan praktikum
umumnya kurang mendapat penekanan atau bahkan tidak dilakukan karena tidak tersedianya alat-alat
praktikum yang memadai. Di beberapa SMA, eksperimen-eksperimen yang terkait dengan getaran yang
mestinya mudah dilakukan umumnya tidak tersedia, dan jika tersedia umumnya disampaikan secara
terpisah. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan tersebut, yaitu membuat alat terpadu
eksperimen getaran (percobaan pegas, ayunan tunggal maupun ayunan fisis) sebagai media
pembelajaran praktikum fisika di SMA.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, telah dilakukan suatu penelitian untuk membuat alat
terpadu eksperimen getaran yang dilengkapi dengan program simulasi eksperimennya berbasis
komputer. Uji coba penggunaan alat dilakukan kepada siswa-siswi SMAK Stella Maris Surabaya.
Pengujian dilakukan melalui eksperimen Ayunan Fisis dengan menggunakan alat terpadu dan
dilanjutkan dengan pengisian angket. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa siswa umumnya dapat
melakukan eksperimen secara mandiri dengan mengikuti modul petunjuk praktikum. Dari pengisian
angket diperoleh 100% menyatakan percobaan menarik karena mereka dengan mudah dapat melakukan
percobaan, 93,75% menyatakan media yang telah dibuat mempunyai tampilan yang cukup menarik dan
tepat sebagai sarana percobaan, 87,5% menyatakan percobaan dapat meningkatkan pemahaman.
Sedangkan untuk eksperimen Getaran Pegas, ujicoba dilakukan ke siswa SMA Kartika Wijaya Surabaya,
dan hasilnya cukup bagus tentang alat terpadu tersebut. Dengan demikian, alat terpadu eksperimen
getaran untuk siswa di SMA yang telah dibuat dapat dikatakan baik. Melalui alat ini diharapkan siswa
akan lebih memahami konsep Fisika dan termotivasi untuk cinta akan Fisika melalui kegiatan
eksperimen, baik di laboratorium Fisika.
Kata kunci: Media pembelajaran, getaran, pegas, ayunan fisis.
1. PENDAHULUAN
FIS - 87
hasil eksperimen
Persamaan (2).
dengan
menggunakan
T 2
L
g
atau
4 2 L
T2
(3)
T 2
m
k
(2)
FIS - 88
T 2
I
m.g.l
(3)
(a)
(b)
Gambar 4. Menentukan titik berat
Dimisalkan sebuah banda berbentuk
segi tiga yang akan ditentukan letak titik
beratnya. Mula-mula benda di gantungkan
pada titik A, lalu digambarkan tali yang
tergantung vertikal ke bawah (Gambar 4a),
lalu pada titik B benda digantungkan dan
digambarkan tali yang tergantung vertikal ke
bawah.
Perpotongan
garis
tersebut
merupakan letak titik berat benda (Gambar
4b).
Berdasarkan uraian singkat diatas,
telah dirancang suatu alat yang dapat
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 89
Pernyataan
SS
Pilihan (%)
S
TS
6,25
93,75
75
25
6,25
81,25
12,5
6,25
56,25
37,5
25
62,5
12,5
12,5
81,25
6,25
12,5
87,5
6,25
50
31,2
5
12,5
12,5
81,25
6,25
18,75
68,7
5
12,5
STS
= 160
4. KESIMPULAN
Alat terpadu eksperimen getaran
sebagai media pembelajaran praktikum
fisika di SMA telah dibuat dan diujicobakan.
Dari hasil ujicoba secara umum mengatakan
bahwa alat ini dapat diterima dengan baik
oleh siswa SMA. Melalui alat ini diharapkan
siswa akan lebih memahami konsep Fisika
dan termotivasi untuk cinta akan Fisika
melalui kegiatan eksperimen di laboratorium
Fisika.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti menyampaikan terima kasih kepada
I-MHERE UKWMS yang telah membiayai
penelitian ini melalui kegiatan Research
grant di Program Studi Pendidikan Fisika.
5. PUSTAKA
Cahyani. 2005. Pengukuran Momen Kelembaman Sistem Dua Batang Secara Dinamika dan
Secara Statika. Skripsi.
Foster, Bob. 2000. Fisika SMU Kelas 1B.
Jakarta: Erlangga.
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika (jilid 1) edisi
kelima. Alih Bahasa Yuhliza Hanum. Jakarta:
Erlangga.
Halliday, David & Resnick, Robert.1985. Fisika
(jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Hamalik, Oemar. 1985. Media Pendidikan.
Bandung: Penerbit Alumni.
Herwinarso.
2010.
Pembuatan
simulasi
eksperimen getaran berbasis komputer sebagai
media pembelajaran praktikum fisika di SMA.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA.
Uness Semarang
Kanginan, Marthen. 1999. SeribuPena Fisika
SMU Kelas 3 (jilild 3). Jakarta: Erlangga.
Laboratorium Fisika, 2004. Petunjuk Praktikum
Fisika Dasar I. Unika Widya Mandala,
Surabaya.
Paul A. Tipler, 1998. Physics for Scientists and
Engineer, Terjemahan : Lea Prasetio & Rahmad,
Erlangga, Jakarta.
FIS - 91
Abstract
Kurikulum berbasis Kompetensi menyatakan bahwa penilaian tidak hanya pada hasil belajar
tetapi juga harus dilaksanakan pada proses kegiatan belajar, termasuk kegiatan praktikum. Penilaian
Kegiatan praktikum sangat cocok dilakukan dengan cara pengamatan. Akan tetapi penilaian dengan cara
pengamatan relatif sulit. Kesulitan itu antara lain pengamat harus menghafal indikator yang ingin
diketahui. Pengamat harus dengan jelas mengamati tiap-tiap peserta didik. Kesulitan ini bertambah
karena tugas ganda yaitu selain mengamati juga harus melakukan pembimbingan.
Kesulitan ini bisa dikurangai jika dalam proses pengamatan tersebut digunakan teknik tertentu
yang dalam makalah ini diperkenalkan dengan nama teknik digital.
Telah dikembangkan alat penilaian yang menggunakan teknik digital. Alat ini diuji-cobakan
untuk menilai kegiatan praktikum Elektronika Dasar I. Indikator belajar yang digunakan telah diubah
menjadi butir butir pertanyaan elementer. Butir-butir pertanyaan elementer ini telah dimasukan pada
alat berbasis mikroprosesor. Begitu juga nama peserta didik juga telah dimasukan ke dalam memori
mikroprosesor. Jumlah soal elementer yang telah dimuat adalah 120 butir. Jumlah peserta didik yang
telah dimuat adalah sebanyak 27 peserta.
Dengan menekan tombol 1 atau 3 maka nama perserta didik bisa berganti. Sedangkan tombol 4
atau 6 digunakan untuk mengganti butir soal. Tombol 7 digunakan untuk menjawab "Tidak". Tombol 8
digunakan untuk menjawab "Ya". Selesai kegiatan pengamatan skor sudah dapat dilihat. Dengan alat
penilaian yang menggunakan konsep Digital ini maka kegiatan penilaian menjadi lebih mudah
dilaksanakan.
Keywords: penilaian, digital
1.pPENDAHULUAN
Kurikulum
berbasis
kompetensi
menya-takan bahwa penilaian tidak hanya
pada hasil belajar tetapi juga harus
dilaksanakan pada proses kegiatan belajar.
Hal ini termasuk kegiatan belajar dalam
bentuk kegiatan praktikum. Penilaian
kegiatan praktikum sangat cocok dilakukan
dengan cara pengamatan. Akan tetapi
penilaian dengan cara pengamatan relatif
sulit.
Kesulitan itu antara lain pengamat
harus menghafal indikator yang ingin
diketahui. Pengamat harus dengan jelas
mengamati tiap-tiap peserta didik. Kesulitan
ini bertam-bah karena tugas ganda, yaitu
selain meng-amati juga harus melakukan
pembimbingan.
ada atau tidak ada. Jawaban dari soalsoal elementer yang telah diperoleh
selanjutnya diproses secara digital, misalnya
menggunakan gerbang OR atau AND
atau kombinasinya.
Jawaban soal elementer ini bisa
diproses secara digital jika alat pemrosesnya
juga berbasis digital. Salah satu alat yang
paling sederhana yang mampu memproses
secara digital adalah mikroprosesor.
Permasalahan
yang
muncul
selanjutnya adalah bagaimana rangkaian
mikroprosesor yang dapat digunakan untuk
melakukan
penilaian
secara
digital.
Bagaimana pula perangkat lunak yang harus
diisikan kedalam mikroprosesor tersebut.
2. PENILAIAN
Penilaian
(assessment)
adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar
peserta didik atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) peserta didik.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik. [akhmadsudrajat]
Hasil penilaian dapat memberikan
gambaran sejauh mana pencapaian hasil
belajar mengajar, memberi masukan dalam
meningkatkan kemampuan peserta didik
secara optimal. Hasil penilaian juga
merupakan bahan perbaikan pada proses
pembelajaran (Depdiknas 2004). Penilaian
hasil belajar dapat mencerminkan tingkat
kualitas dari keseluruhan proses kegiatan
belajar yang dilakukan peserta didik.
Penilaian juga dapat memberi informasi
untuk bahan masukan dalam rangka
pembinaan dan mutu pendidikan serta
sebagai dasar dalam pembuatan keptutsankeputusan penting dalam peningkatan
kualitas pendidikan
Berdasarkan taksonomi Bloom, aspek
belajar yang harus diukur keberhasilannya
adalah aspek kognitif, aspek afektif dan
aspek psikomotorik. Penilaian harus bersifat
menyeluruh meliputi ketiga aspek tersebut.
Hasil belajar harus menggambarkan proses
dan hasil pembelajaran (Subiyanto, 1988:43)
Penilaian yang berkaitan dengan
aspek psikomotorik adalah penilaian
terhadap penampilan (performance) peserta
didik. Seperti jenis penilaian yang lain,
FIS - 93
Tabel 4.
No
1
2
3
4
Tabel 5.
No
1
2
3
4
Tabel 6.
No
1
2
3
4
Tabel 7.
No
1
2
3
4
FIS - 94
FIS - 95
4.2. LCD
Kali ini digunakan layar kristal cair
(LCD) yang mampu menampilkan huruf
sebanyak 8 baris. Masing masing baris
mampu menampilkan 40 huruf. Pada layar
LCD ini akan ditampilkan informasi tentang
nama peserta didik, soal elementer dan skor
pengamatan.
5. RANCANGAN
5.1. Rancangan Perangkat keras
Komponen utama dalam rancangan
perangkat keras ini adalah (1) mikroprosesor, (2) keypad (3) Layar LCD. Masing
masing komponen ini dirangkai seperti
terlihat pada gambar 8.
FIS - 96
6. PENUTUP
Telah dibuat perangkat penilaian yang
telah menggunakan teknik digital, baik
dalam penyusunan soal maupun aplikasinya
dalam perangkat keras. Alat penilaian digital
ini mampu menyimpan 30 nama peserta
didik dan mampu menyimpan 120 soal
elementer. Alat penilaian digital ini juga
mampu menyimpan jawaban tiap anak tiap
butir soal elementer.
7. DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat, 2008. Konsep Penilaian Hasil
Belajar Siswa (dimuat 1 Mei 2008) dalam web
site http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/
05/01/penilaian-hasil-belajar/
(di-akses
20
Januari 2009)
Atmel.,2005. AVR Solutions ,Data
sheet
ATMega
16.
Dari
web
site
http://www.atmel.com/dyn/products/datasheets.a
sp?family_id=607 (di-akses 16 Maret 2009)
Pusat Kurikulim.,2006. Model Penilaian Kelas,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Subiyanto., 1988. Evaluasi Pendidikan IPA,
Jakarta:
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
FIS - 97
Abstrak
Penggunaan komputer dalam pembelajaran sains pada umumnya, belum optimal. Padahal teknologi
komputer sudah berkembang sangat pesat, tidak saja perangkat keras (hardware), tetapi`perkembangan
perangkat lunak (software) di berbagai bidang banyak memberikan pelu-ang terobosan baru dalam
inovasi pembelajaran sains. Hal ini terutama sekali disebabkan oleh keterbatasan kemampuan sumber
daya manusia (SDM) dalam menguasai dan mengoperasikan komputer, serta fasilitas pendukung yang
masih minim. Berbagai teknik penguasaan pengoperasian komputer dikembangkan terutama melalui
mata kuliah Pembelajaran Berbantuan Komputer (FIB 446) di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UM,
dengan harapan para mahasiswa calon guru dapat mudah dan senang menggunakan komputer bila
mengajar nantinya. Mata kuliah ini memberikan dasar-dasar teknik pembuatan media pembelajaran
berbantuan komputer, dengan target dapat memproduksi media pembelajaran fisika sekolah berbasis
animasi. Salah satu kendala dalam perkuliahan ini adalah mahasiswa merasa sulit untuk menggambar
obyek kerja secara tepat/akurat. Padahal untuk membuat animasi yang baik diperlukan gambar obyek
kerja yang semirip mungkin dengan bentuk obyek aslinya. Dengan demikian diharapkan animasi tersebut
dapat menjelaskan secara detil dan rinci peristiwa yang terjadi pada suatu gejala alam, bahkan hal-hal
yang tidak kasat mata, dari kajian teoritis dapat dimunculkan dalam animasi ini. Langkah pertama yang
pernah dilakukan adalah dengan menghadirkan obyek kerja di depan kelas, kemudian mahasiswa
membuat sketsanya dari berbagai posisi dan sudut pandang. Pada langkah ini akan muncul satu kendala
tersendiri, manakala obyek kerjanya berukuran kecil. Untuk mengatasi masalah pada langkah pertama,
dilakukan langkah kedua, yaitu dengan menghadirkan alat bantu berupa set perangkat video kamera
yang dapat memvisualisasikan gambar obyek kerja secara refresentatif. Perangkat ini dilengkapi dengan
LCD proyektor yang dapat menayangkan gambar video ke layar lebar di depan kelas. Dengan cara ini
setiap mahasiswa dapat menggambar obyek kerja dengan orientasi pandang sama dengan orientasi pandang kamera secara tepat dan akurat. Sebagai topik uji coba, langkah pertama dicobakan pada topik
Hukum Archimedes, dan langkah kedua dilaksanakan pada topiK Hukum Faraday dan Hukum Lenz.
Kedua topik ini di-anggap mempunyai tingkat kesulitan yang sama dalam menggambar obyek kerjanya.
Uji coba dilakukan pada Semester Genap 2010, mahasiswa angkatan tahun 2007 sebanyak 2 offering,
dengan jumlah mahasiswa 52 orang. Hasil pada langkah pertama: 6 orang (11,5%) menggambar sangat
baik, 21 orang (40,4%) menggambar dengan baik dan 25 orang (48,1%) menggambar kurang baik.
Sedangkan pada langkah kedua diperoleh hasil: 32 orang (61,5%) menggambar sangat baik, 18 orang
(34,6%) menggambar baik, dan 2 orang (3,9%) menggambar kurang baik. Disimpulkan bahwa
keberadaan set video kamera sangat membantu mahasiswa dalam menggambar obyek kerja secara
cermat dan akurat, untuk selanjutnya dipergunakan dalam rekayasa proyek animasinya. Teknik
pembuatan animasi dan detil obyek kerjanya dibahas secara rinci menggu-nakan program aplikasi
SWiSHmax.
Kata kunci: Obyek kerja, video kamera, SWiSHmax.
A. PENDAHULUAN
Memasuki era globalisasi dan era
komunikasi saat ini, perkembangan ilmu
penge-tahuan dan teknologi menjadi
semakin
pesat.
Fenomena
tersebut
mengakibatkan adanya dinamika dan
persaingan
dalam
berbagai
bidang
kehidupan, salah satunya dalam bidang
pendidikan.
FIS - 98
FIS - 100
program
aplikasi
praktis
bernama
SWiSHmax. Program aplikasi ini berbasis
Windows, resolusinya sangat tinggi,
sehingga dapat menggambarkan obyekobyek animasi dengan sempurna dan
menggerakkannya
secara
akurat/detil.
Aplikasi ini dilengkapi dengan efek dan
skrip yang memadai sehingga dapat
meningkatkan kreasi dalam membuat media
interaktif.
Program
aplikasi
SWiSHmax
merupakan aplikasi alternatif dan program
bantu Macromedia Flash dalam merancang
bangun animasi dua dimensi yang praktis
dan mudah. Apabila dengan Macromedia
Flash dibutuhkan waktu dan langkah
panjang untuk sebuah animasi kompleks,
dengan SWiSHmax hal itu dapat dilakukan
secara cepat dan ringkas.
Hal lain yang menonjol dalam
SWiSHmax adalah produk akhir program
dapat di-eksport dalam berbagai bentuk file
aplikasi yaitu:
File
.swf,
dapat
diekskusi
SAFlashPlayer, Macromedia Flash, dan
Power Point.
File .HTML, dapat ditampilkan dalam
jendela browser dalam sistem Internet.
File .EXE, dapat diekskusi langsung
oleh sistem komputer tanpa player
khusus.
File .AVI, dapat diekskusi oleh
VideoPlayer maupun program lainnya.
File .AVI berupa file video dan dapat
digabung dengan file video produk
kamera digital.
Secara garis besar berbagai hal praktis
dan mudah dari program aplikasi
SWiSHmax dapat dipaparkan sebagai
berikut:
1. Dukungan Perangkat Keras (Hardware)
dan Perangkat Lunak (Software)
Untuk mengoperasikan aplikasi ini
diperlukan set Personal Komputer (PC)
dengan spesifikasi pendukung minimal:
Sistem Operasi Windows
95/98/ME/NT4/2000/XP/Windows7
Prosesor Pentium 2.
Internal Memori 64 MB.
Resolusi monitor 800 x 600, dengan
warna tampilan 256.
Hard Disk 20 GB.
Software Aplikasi SWiSHmax.
SEMNAS MIPA 2010
6. Menggunakan Sprite
Sprite adalah obyek yang mempunyai
timeline sendiri. Di dalam sprite bisa
terdapat lebih dari satu obyek dan setiap
obyek dapat dianimasi. Oleh karena itu
sprite bisa di sebut movie di dalam movie.
Sebagaimana movie, sprite juga
bisa disisipi berbagai tipe objek seperti
grafik, image, dan teks. Bahkan untuk
membangun animasi kompleks dapat
disisipkan sprite ke dalam sprite.
FIS - 102
Perumusan butir
materi
Identifikasi
kebutuhan
Perumusan alat
evaluasi
Ya
Revisi?
Perumusan
tujuan
Tidak
Penulisan naskah
media
Naskah siap
produksi
FIS - 103
Gambar 2. Obyek asli dilihat dari (a) sisi kiri, (b) sisi tengah, dan (c) sisi kanan
.
FIS - 104
Gambar 6.
Gambar 7.
2. Gambar 7. menunjukkan arah arus induksi ketika kutub utara magnet bergerak masuk ke
dalam kumparan.
3. Gambar 8. menunjukkan arah arus induksi ketika magnet tepat berada di tengah panjang
kumparan.
Gambar 8.
Gambar 9.
4. Gambar 9. menunjukkan arah arus induksi ketika kutub selatan magnet meninggalkan
kumparan.
FIS - 105
Gambar 10.
Gambar 11.
5. Gambar10. menunjukkan arah arus induksi ketika kutub selatan magnet bergerak memasuki
kumparan.
6. Gambar 11. menunjukkan arah arus induksi ketika kutub utara magnet meninggalkan
kumparan
G.KESIMPULAN DAN SARAN
Dari serangkaian kegiatan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
Untuk membangun sebuah animasi
sains diperlukan komponen gambar obyek
kerja yang akurat, sehingga semirip
mungkin dapat merepresentasikan peristiwa
yang sebe-narnya ke layar komputer.
Menggambar obyek kerja dengan
melihat benda aslinya secara langsung
terkendala pada orientasi pandang dan
ukuran benda yang terkadang berbentuk
kecil,
sehingga
hasilnya
kurang
memuaskan..
Diperlukan alat bantu berupa set
kamera video dan proyektor LCD untuk
menayang-kan gambar benda aslinya ke
layar lebar di depan kelas. Dengan
demikian benda da-pat dilihat dalam bentuk
yang lebih besar dan orientasi pandang
sama dari segala arah mengikuti orientasi
pandang kamera.
Dapat dirakit sebuah animasi sains
representatif dari komponen-komponen
obyek kerja yang secara akurat mewakili
benda aslinya.
Untuk pengembangan kegiatan ini
dapat disampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Agar kegiatan semacam ini dapat
terlaksana
diperlukan
dukungan
peralatan multime-dia yang memadai.
Untuk itu diperlukan dukungan semua
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 106
Abstrak
Telah dikembangkan media pembelajaran Model Atom yang dapat dioperasikan pada Handphone
(HP). Melalui HP materi pembelajaran Model Atom dapat disebarluaskan ke seluruh mahasiswa untuk
dipelajari secara mandiri.
Media pembelajaran yang dikembangkan menggunakan program Flashlite sehingga mampu
menampilkan materi secara menarik dan dapat menyajikan animasi dari fenomena Fisika secara baik.
Selain itu juga dapat melakukan operasi matematis untuk menyelesaikan persoalan Fisika berdasarkan
masukan.
Untuk mengetahui kelayakan dan kehandalan media tersebut, telah dilakukan uji coba oleh
beberapa dosen dan 20 mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Kanjuruhan Malang
yang menempuh matakuliah Fisika Modern Semester Genap tahun 2009/2010. Berdasarkan uji coba dan
angket tersebut disimpulkan bahwa media pembelajaran Model Atom berbasis HP cukup layak dan
handal untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran Fisika Modern.
Keyword: media belajar, berbasis HP, Model Atom
1. PENDAHULUAN
Konsep-konsep Fisika bersumber dari
abstraksi fenomena alam yang seringkali
dalam
bentuk
persamaan
dapat
memunculkan konsep yang bersifat abstrak.
Apalagi bila menyangkut materi Fisika
Modern yang menggunakan matematika
tingkat tinggi, benda berlaju mendekati
cahaya, dan partikel-partikel sub atomik
yang belum bisa diamati secara langsung
seperti model atom.
Agar konsep Fisika mudah difahami
dan
menarik,
diperlukan
media
pembelajaran yang sesuai, bersifat animatif
agar menarik, dan interaktif agar bisa
diujicobakan berbagai nilai variabel untuk
memudahkan
pemahamannya.
Media
pembelajaran seperti itu adalah media
pembelajaran yang berbasis komputer.
Karena umumnya rasio jumlah
komputer terhadap jumlah siswa/mahasiswa
relatif kecil, maka Lab Komputer tidak bisa
digunakan untuk pembelajaran Fisika secara
maksimal. Kesempatan mahasiswa untuk
memanfaatkan komputer sangat terbatas.
Apalagi tidak semua mahasiswa memiliki
komputer.
Pesatnya perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) menjadikan
pembelajaran tidak harus selalu di dalam
b. M-learning
dapat
mendorong
pembelajaran
independen
maupun
kolaborasi,
c. M-learning
membantu
melawan
hambatan dalam menggunakan ICT,
d. M-learning membantu menghilangkan
bentuk formal dari pembelajaran,
e. M-learning membantu siswa tetap fokus
dalam waktu yang lama,
f. M-learning membantu mendapatkan rasa
percaya diri (Wisnu A. S., 2009).
Ganjalisadeh menjelaskan pentingnya
M-learning dan W-learning (Wisnu A. S.,
2009).
Tabel 1 Pentingnya M-learning dan Wlearning
No
M-Leaning
1 Mobility &
Portability, inside
pocket
2 Instant
Communication
3 Anytime/
anywhere
connectivity
4 Emergency Calls
5
GPS Tracking
W-Learning
Mobility on campus
area
Instant when online
Communication,
Anytime/anywhere
connectivity on
campus area
Research
Queistionaire
Assessment Need
FIS - 109
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
pengembangan
yang
berupaya
mengembangkan atau menyempurnakan
media pembelajaran yang sudah ada secara
bertanggungjawab.
Untuk mengetahui kelayakan dan
kehandalan media pembelajaran yang
dihasilkan dilakukan uji coba oleh beberapa
dosen Fisika dan 20 mahasiswa Program
Studi Fisika Universitas Kanjuruhan Malang
yang menempuh matakuliah Fisika Modern
pada semester Genap tahun 2009/2010.
Setelah mencoba, mereka diminta mengisi
Mulai
Opening
Menu Utama
Materi
Info
Petunjuk
Keluar
Tidak
Ya
Model Atom
J.J. Thomson
Model Atom
Rutherford
Model Atom
RutherfordBohr
Selesai
Latihan
Keluar
FIS - 110
FIS - 111
FIS - 112
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah,
Lutfi,
http://staff.blog.ui.ac.id/
harrybs/tag/mobile-learning/ diakses 29 Mei
2010.
Darlian, 1992, Pemanfaatan Komputer dalam
Pengajaran Fisika, Makalah disajikan dalam
Seminar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
IKIP Bandung tanggal 4 Januari 1992.
Dyah, 2007, Daur Hidup Perangkat Lunak
(Software
Life
Cycle).
http://blog.its.ac.id/dyah03tc/2007/10/25/daurhidup-perangkat-lunaksoftware-life-cycle/
diakses pada tanggal 25 Mei 2010.
http://akhmadsudrajat.wordpers.com/bahan
ajar/media-pembelajaran/ diakses pada tanggal
26 April 2009.
http://visipramudia.wordpress.com/mobileLearni
ng diakses tanggal 28 Mei 2010.
Setyawan, Toni, 2010, Cara Mengunakan
Aplikasi Mobile dari m-edukasi.net untuk
BelajarMmandiri, http://m-edukasi.net/artikelmobile-learning-isi.php? diakses pada tanggal 29
Mei 2010.
Suparno, Paul, 2007, Metodologi Pembelajaran
Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan,
Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma.
Triarso, Agus, 2009, Belajar Kapanpun dan
Dimanapun, http://m-edukasi.net/artikel-mobilelearning-isi.php? diakses pada tanggal 29 Mei
2010.
Wahono, Romi.S., 2006, Aspek Rekayasa
Perangkat Lunak Dalam Media Pembelajaraan,
http://romisatriawahono.net/2006/06/23/mediapembelajaran-dalam-aspekrekayasa-perangkatlunak/, diakses pada tanggal 26 Mei 2010.
Wisnu Ardlian Sugiyarto, 2009, Pengembangan
Software Pembelajaran Fisika Mandiri Berbasis
J2ME untuk Siswa SMP Kelas VIII Pokok
Bahasan Gaya, Skripsi, Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
Wiwik Akhirul Aeni, 2009, Flashlite, Alternatif
Platform
Aplikasi
Mobile,
http://medukasi.net/artikel-mobile-learning-isi.php?
diakses pada tanggal 29 Mei 2010.
FIS - 113
Abstrak
Belum adanya instrument penilaian yang menjadi acuan bersama dalam kegiatan praktikum
pada matakuliah Fisika Modern menimbulkan berbagai masalah antara lain: penilaian oleh para
pendamping tidak seragam, penilaian dilakukan hanya dengan memperkirakan, untuk kualitas kinerja
yang sama boleh jadi diskor berbeda oleh pendamping yang berbeda atau sebaliknya skor yang sama
tidak dapat diartikan kinerjanya sama. Kurangnya koordinasi antar pendamping praktikum menambah
besar dampak negativ tersebut.
Abstract
The absence of an assessment instrument which is used together in practical activities in Modern
Physics course lead to various problems including: assessment by the companion is not uniform, the
assessment carried out only by estimating, for the same quality of performance may be scored differently
by different companion or otherwise score The same can not be interpreted the same performance.
Development of assessment instruments of Modern Physics lab. activities are very necessary to be
conducted.
The study begins with the development of preliminary studies, design draft instrument, the
development of the draft instrument, followed by validation by a team of experts and users of instruments.
The results showed that the instrument has been developed is quite feasible: the content and construct
valid, objectivity and feasibility is very high, the items were written very clear and simple.
Keywords: research development, assessment instrument, practical activities
1. LATAR BELAKANG
Matakuliah
Praktikum
Fisika
Modern (FBU416) termasuk kelompok
matakuliah kuliah praktikum menengah
yang lebih menekankan Mahasiswa Jurusan
Fisika untuk memiliki kemampun kerja
laboratorium berkaitan dengan rekonstruksi
eksperimen bersejarah bidang fisika modern
(MIPA, 2007, 39). Selama ini matakuliah ini
masih terasa kental kaitannya dengan
perkuliahan teori dari Matakuliah Fisika
Modern. Kegiatan praktikum mahasiswa
masih berorientasi pada hasil, belum pada
kemampuan kerja laboratorium fisika
modern.
Sebelum
praktikum
dimulai
mahasiswa diharuskan menjawab beberapa
pertanyaan dari dosen atau asisten tentang
pengetahuan
prasyarat
secara
lisan.
Selanjutnya mahasiswa melakukan kegiatan
praktikum secara berkelompok didampingi
oleh satu dosen atau asisten untuk setiap
kelompoknnya. Setelah kegiatan praktikum
selesai, mahasiswa menunjukkan data hasil
pelaksanaan praktikum untuk mendapatkan
3.3. Instrumen
Praktikum
Penilaian
Kegiatan
FIS - 117
Fisika
Judul
Praktikum
Tujuan Kegiatan
Praktikum
Mengukur energi kinetik
elektronfoto untuk beberapa
nilai intensitas dari satu
warna cahaya yang menimpa
katoda.
Efek Fotolistrik
Mengukur energi kinetik
maksimum elektronfoto yang
terpancar untuk beberapa
warna cahaya yang menimpa
logam.
FIS - 118
Interferometer
Michelson
Frank-Hertz
e/m Elektron
Efek Hall
Radiasi Nuklir
FIS - 119
secara
individual,
walaupun
proses
pelaksanaan praktikum secara berkelompok.
Sehingga untuk tahap persiapan dan
pelaporan seyogyanya dilaksanakan secara
indiviual.
Hasil diskusi validasi dengan
kelompok ahli bidang / kegiatan praktikum
diperoleh informasi evaluatif tentang
perlunnya pembatasan butir untuk kegiatan
persiapan. Hal ini dengan pertimbangan
bahwa waktu penilian persiapan agar tidak
lebih dari 15 menit. Berdasarkan informasi
evaluatif dari hasil diskusi dengan kelompok
ahli kegiatan praktikum dilakukanlah revisi
perbaikan terhadap insrumen, yaitu dengan
memangkas jumlah butir untuk tahap
persiapan praktikum menjadi hanya dua
butir pernyataan (perintah). Untuk kelompok
instrumen pelaksanaan dan pelaporan sudah
cocok dengan proses dan capaian yang
diinginkan selama dan setah pelaksanaan
praktikum.
FIS - 120
Efek Fotolistrik
Interferometer
Michelson
Frank-Hertz
e/m Elektron
Radiasi Nuklir
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaporan
Validitas
konstruk
80
100
100
80
100
80
80
100
80
80
100
80
100
100
80
5. SIMPULAN
Berdasarkan
paparan
dan
pembahasan di atas dapat disimpulkan
beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Prosedur
pengembangan
instrumen
penilaian dalam perkuliahan Praktikum
Fisika Modern dimulai dari uji
pendahuluan,
perancangan,
pengembangan draft instrumen, revisi,
penilaian oleh tim ahli, penilaian oleh
pengguna, dan revisi akhir
2. Pengujian Kelayakan meliputi dua tahap
yaitu Tahap I: penilaian oleh tim ahli
bidang pengembangan instrumen /
pengujian dan tim ahli kegiatan
praktikum meliputi validitas isi, validitas
konstruk, non ambiguitas, obyektivitas,
dan fisibilitas; dan Tahap II: penilaian
oleh para asisten pendamping praktikum
untuk mendapatkan tanggapan tentang
kelayakan instrumen meliputi non
ambiguitas, obyektivitas, dan fisibilitas
dari produk instrumen.
FIS - 121
FIS - 122
Abstrak
Fisika Dasar I adalah matakuliah wajib di jurusan Fisika, baik bagi mahasiswa prodi Pendidikan Fisika
maupun Fisika. Fisika dasar I merupakan matakuliah strategis karena menjadi dasar bagi hampir semua
matakuliah program sarjana. Prestasi belajar mahasiswa harus terus diupayakan menjadi lebih baik
dengan cara menyelenggarakan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Perkuliahan semester
pendek hanya boleh diikuti oleh mahasiswa yang belum lulus atau memperoleh nilai maksimum C.
Pembelajaran Fisika Dasar I semester Pendek 2008/2009 ini dilakukan dengan tugas membuat peta
konsep dan model Student Teams Achievements Divisions (STAD). Desain penelitian ini adalah preeksperimental rancangan pra-post tes dalam satu kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan tugas membuat peta konsep dan model STAD dalam matakuliah Fisika Dasar I (1)
mampu meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, yang ditandai oleh gain score ternormalisasi rata-rata
0,38 (kategori medium) untuk materi bagian pertama dan 0,35 (kategori medium) untuk materi bagian
kedua, dan (2) menghasilkan respon positip mahasiswa terhadap proses pembelajaran. Dosen dapat
menggunakan model ini sebagai salah satu alternatif pembelajaran Fisika Dasar I pada perkuliahan
semester pendek mendatang.
Kata-kata kunci: STAD, peta konsep, fisika dasar
2. Studi Kelompok
3. Pengetesan
4. Penghargaan
Aktivitas
Dosen menyajikan secara langsung tentang materi (konsep, keterampilan,
dan kerja ilmiah) perkuliahan dengan metode ceramah, ceramah dan
demonstrasi, atau presentasi menggunakan audiovisual
Anggota kelompok bekerja bersama untuk menyelesaikan lembar kerja yang
telah disiapkan dan dosen perlu memeriksa bahwa setiap anggota kelompok
dapat menjawab semua pertanyaan dalam lembar kerja
Para siswa harus mengatur kursinya sehingga mereka dapat saling
berhadapan dalam kelompoknya
Dosen menyelenggarakan tes secara individu untuk mengukur pengetahuan
yang diperoleh siswa
Skor peningkatan individu akan digunakan untuk menentukan skor
peningkatan kelompok
Tahap yang mampu mendorong para siswa untuk lebih kompak, dan
penghargaan diberikan kepada kelompok-kelompok berdasarkan rata-rata
peningkatan kelompok, misalnya dengan sebutan Bintang Sains, Kelompok
Enstein, atau sebutan lainnya
% gain max
100 % pre tes
(Hake, 1998)
FIS - 126
FIS - 127
Tabel 2 Ringkasan Hasil Statistik Tes Awal dan Akhir Prestasi Belajar Mahasiswa
No
Materi
Bagian
I
Bagian
II
47,5
19,93
17,5
12,5
90
47,76
42,5
27,83
Bagian II
Tabel 4 Perolehan gain score Rata-Rata <g> Pretes Postes Tiap Pertemuan
No
1
Materi
Bagian I
Bagian II
Materi 1
0,41
Materi 4
0,72
Rata-rata
0,414
Rata-rata
0,516
FIS - 128
Materi Bagian I
TS
S
STS
A. Penilaian terhadap kinerja dosen
1. Penguasaan materi
0.00 3.85
2. Cara menyampaikan materi 0.64 9.29
3. Model pembelajaran yang
digunakan
0.00 3.85
4. Sikap di kelas
0.00 1.92
5. Pengelolaan kelas
0.00 4.10
Rata-rata aspek A
0.13 4.99
B. Pemahaman mahasiswa terhadap materi
1. Materi lebih mudah
dipahami
0.00 5.77
2. Materi lebih menyenangkan
untuk dipelajari
0.00 7.69
3. Soal-soal tes lebih mudah
dikerjakan
0.00 10.77
4. Mahasiswa termotivasi
0.00 5.13
SS
STS
Materi Bagian II
TS
S
65.38
60.26
30.77
29.81
0.00
0.30
6.10
9.15
73.78
70.43
20.12
19.82
57.05
65.38
66.15
65.67
39.10
32.69
29.74
29.22
0.00
0.00
0.00
0.06
7.32
3.05
4.88
6.46
70.12
68.29
74.63
66.70
22.56
28.66
20.00
26.01
79.49
14.74
0.00
7.93
50.00
39.02
60.90
30.77
0.00
10.98
64.02
25.00
45.13
52.56
44.10
42.31
0.98
0.00
13.66
4.88
53.66
68.29
31.71
26.83
SS
FIS - 129
30.64
14.63
10.98
12.80
23.58
DAFTAR RUJUKAN
FIS - 130
FIS - 131
Abstrak
FIS - 132
Abstract
The Purposes of this research are: (1) to develop model of computer aided analysis of physics
formative assessment, (2) to find development procedure of model of computer aided analysis of physics
formative assessment, (3) to find final product of computer aided analysis of physics formative
assessment.
This study is research and development. Because he model that developed is whole part of
physics learning process, this developmental research using model of instructional design proposed by
Dick and Carey. In this model of instructional design development, development cycle consist of 5 phase:
(1) need analysis phase, (2) front-end analysis phase, (3) design phase, (4) development phase, (5)
implementation phase, and (5) evaluation phase. This development research involve several Malang
public and private senior high school teacher and student during march 2010 until September 2010. As a
validate member of this research is discussion group including of 6-8 physics teachers from different
senior high school. Physics teacher from MGMP Fisika also give their idea to improve product.
Research also using assessment and teaching learning expert to evaluate product.
The product of this developmental research is model of computer aided analysis of physics
formative assessment. Characteristic of this model is (1) model of computer aided analysis of physics
formative assessment can help teacher to find strong and weaknesses of student in learning physics
classically and also individually. (2) model of computer aided analysis of physics formative assessment
can produce feedback for every student. (3) model of computer aided analysis of physics formative
assessment only matching with special multiple choice item test, that have four option, one option answer
and the other is rational distracter, every answer and distracter have description, and test including
several item with one indicator of competence. (4) Number of item per indicator must odd and more
than two. (5) model of computer aided analysis of physics formative assessment can build group of
student with similar problem of learning or similar misconception. (6) This model can done properly for
subject matter in which student potentially have similar problem. (7) This model better to identify student
weaknesses not student achievement. (8) This model producing specific outcome for specific student
group.
Pendahuluan
Kualitas
pembelajaran
Fisika
ditentukan salah satunya oleh
kualitas
kegiatan asesmen yang dilakukan oleh guru
dalam proses pembelajaran. Kegiatan
asesmen dapat membantu guru memahami
kekuatan dan kelemahan yang dialami oleh
siswa dalam belajar. Semakin berkualitas
kegiatan asesmen pembelajaran, pemahaman
guru akan kelemahan dan kekuatan siswa
dalam mempelajari materi tertentu semakin
baik. Dengan melaksanakan asesmen yang
berkualitas dan menganalisisnya untuk
mendapatkan informasi tentang kelemahan
belajar siswa, guru memiliki acuan untuk
mengambil keputusan yang efektif dalam
proses pembelajarannya.
Pentingnya peranan asesmen dalam
pembelajaran telah ditekankan secara
eksplisit
dalam
Peraturan
Menteri
Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan. Pada
bagian E tentang penilaian oleh pendidik,
disebutkan bahwa penilaian hasil belajar
oleh pendidik harus dilakukan secara
berkesinambungan,
bertujuan
untuk
memantau proses dan kemajuan belajar
peserta didik, serta untuk meningkatkan
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 136
individu,
(3)
memberikan saran
pembelajaran, dan (4) memberikan
dukungan riset terhadap hasil diagnosis
dan saran yang diberikan. Proyek sedang
mengujicobakan tes dan melakukan
evaluasi terhadap pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa
Metode Penelitian
Penelitian tentang analisis asesmen
formatif fisika (AAFF) SMA berbantuan
komputer
ini
menggunakan
metode
penelitian penembangan (research and
development). Mengingat model yang
dikembangkan
dalam
penelitian
ini
mendukung kegiatan asesmen yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dalam proses
pembelajaran fisika, oleh karena itu
penelitian pengembangan ini mengikuti
salah satu model pengembangan desain
pembelajaran (instructional design). Dalam
hal ini model desain pembelajaran yang
akan dirunut adalah model pengembangan
desain pembelajaran yang dikemukakan oleh
Dick dan Carey.
Model desain
pembelajaran menurut Dick dan Carey
berbentuk siklus kegiatan yang dapat
digambarkan sebagaimana Gambar berikut.
Asesmen/analisa
Asesmen
Kebutuhan
Analisa
Front-end
Evaluasi
Implementasi
Disain
Pengembangan
FIS - 138
FIS - 140
FIS - 141
Bahan Pustaka
Anderson, L. W., (2003). Clasroom Assessment:
enhancing the quality of teacher decision
making, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc
Bose, J. ,& Rengel Z. (2009) A model formative
assessment strategy to promote student-centered
self-regulated learning in higher education[versi
elektronik]. US-China Education Review, 6 (12).
Boyle, J. & Fisher, S. (2007). Educational
Testing A Competence Based Approach.
Victoria: British Psycological Society.
Cowie, B. & Bell, B. (1999). A model of
formative education in science education.
Assessment in education, Maret 1999, 6, 1.
Cox Jr. C. T, Cooper M. M., Pease R, Buchanan
K, Hernandez-Cruz L., Stevens R, Picione
Thomas Holme T., (2008). Advancements in
curriculum and assessment by the use of
IMMEX technology in the organic laboratory[
versi elektronik]. Chem. Educ. Res. Pract., 2008,
9, 2534
FIS - 143
Abstract
Penelitian ini bertujuan mengembangkan asesmen kinerja untuk mengukur kinerja
melaksanakan praktikum elektromagnetik di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Pada
penelitian ini dikembangkan asesmen kinerja yang diharapkan dapat membantu pembimbing matakuliah
praktikum elektromagnetik dalam meningkatkan kualitas penilaian pelaksanaan praktikum. Pengembangan asesmen dilakukan dengan rancangan penelitian dan pengembangan (Research and Development, R & D) yang terdiri empat tahap yakni: penyusunan draf awal, judgment, uji coba awal dan uji
coba akhir (validasi produk). Metode penelitian yang digunakan adalah metode evaluatif. Penelitian
dilaksanakan di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
asesmen yang dikembangkan telah memenuhi validitas isi dan reliabilitas. Asesmen yang dihasilkan
berupa asesmen kinerja melaksanakan praktikum yang berisi indikator-indikator kinerja dalam
melaksanakan praktikum, indikator akan diberi nilai 1 (satu) jika praktikan melaksanakan dengan benar
sesuai dengan indikator, dan akan diberi nilai 0 (nol) jika praktikan tidak melaksanakan atau
melaksanakan namun salah.
Keywords: penelitian pengembangan, asesmen kinerja, praktikum
1. PENDAHULUAN
FIS - 144
PRAKTIKUM
FIS - 146
5. PROSEDUR PENELITIAN
Secara rinci penelitian ini dilakukan dalam 5
tahap yaitu:
Tahap 1 Studi pendahuluan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan berupa
pemilihan materi praktikum.
Materi
praktikum yang dipilih adalah materi
praktikum elektromagnetik yang meliputi
lima topik praktikum: (1) penentuan medan
magnet bumi, (2) transformator, (3) kapasitor plat sejajar, (4) kumparan induksi, dan
(5) menentukan garis ekuipotensial dan
medan elektrostatik. Pemilihan materi diperlukan sebagai acuan untuk penyusunan
asesmen kinerja dan pedoman asesmen.
Tahap 2 Penyusunan draft produk
Pada tahap ini disusun draft asesmen kinerja
melaksanakan praktikum elektromagnetik
yang dilaksanakan dalam tiga kegiatan,
yaitu: penyusunan rumusan tujuan asesmen,
penyusunan
pedoman
asesmen
dan
penyusunan kriteria asesmen. Rumusan
tujuan asesmen didasarkan pada tujuan
praktikum elektromagnetik. Untuk masingmasing topik tercantum dalam setiap modul
praktikum elektromagnetik. Pedoman dan
kriteria asesmen disusun berdasarkan indikator yang muncul sesuai dengan tujuan
asesmen. Pedoman asesmen menggunakan
kriteria tertentu dengan skala 0 dan 1. Skala
0 menunjukkan bahwa indikator tidak
muncul/muncul salah dan skala 1 menunjukkan bahwa indikator muncul benar. Seti
ap indikator yang muncul akan dijumlahkan
dan diwujudkan dalam bentuk skor. Kriteria
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 147
jumlah cocok
100
jumlah cocok jumlah tidak cocok
Skor
85-100
80-84.99
75-79.99
70-74.99
65-69.99
60-64.99
55-59.99
<55
Sebutan
A
AB+
B
BC+
C
D
Tahap Judgment
Pada tahap ini dilakukan judgment
terhadap model asesmen yang telah disusun. Judgment ini merupakan kegiatan
asesmen terhadap model yang telah disu-sun
dan dilakukan untuk meningkatkan validitas
instrumen. Judgment dilakukan poleh tiga
orang dosen pengampu matakuliah praktikum elektromagnetik. Data hasil judgment
Hasil judgment
instrumen asesment
No. Penilaian
1
2
3
Kesesuaian
indikator
Urutan
indikator
Kemudahan bahasa
yang digunakan
Kemudahan penggunaan
instrumen
Kelayakan
dikembangkan
terhadap
7. PEMBAHASAN
Mata praktikum
Skor
JC JTC JC JTC R1 R2
Percobaan Medan 22 2 21 3
92 88
Magnet Bumi
Percobaan
41 5 42 4
89 91
Transformator
Percobaan
36 4 35 5
90 88
Kapasitor Plat
Sejajar
Percobaan
24 1 22 3
96 88
Kumparan Induksi
Percobaan Garis
Ekuipotensial dan 11 1 10 2
92 83
Medan
Elektrostatik
Keterangan: JC :jumlah yang cocok ; JTC
:jumlah yang tidak cocok ; Nilai R dihitung
dengan persamaan di Bab 3, R1 hasil kecocokan
pasangan-1, dan R2 hasil kecocokan pasangan-2.
8. KESIMPULAN
Setelah melalui proses penelitian dan
pengembangan, akhirnya dapat dikembangkan instrumen asesmen kinerja kemampuan mahasiswa melaksanakan praktikum
elektromagnetik untuk mahasiswa Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.
FIS - 151
FIS - 152
Abstrak
Pemahaman konsep kalor yang rendah bagi siswa kelas VIII SMP Darul Ulum Agung Malang (SMP
D'UA Malang) disebabkan banyak siswa masih dalam taraf hafalan terhadap materi fisika. Berdasarkan
kenyataan ini, ingin dilakukan perbaikan agar persoalan ini bisa diatasi melalui pembelajaran berdasarkan
masalah. Strategi pembelajaran ini mernberikan kaitan antara konsep yang abstrak dengan dunia nyata,
sehingga siswa diharapkan dapat memperoleh pemahaman konsep yang bermakna. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep kalor melalui Pembelajaran
Berdasarkan Masalah bagi siswa kelas VIII SMP DU'A Malang. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September 2006 di SMP DU'A Malang. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP DU'A Malang
yang terdiri dari 43 orang. Rancaangan penelitian menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas
(PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep kalor bagi siswa kelas VIII
SMP DU' A Malang.
Kata kunci : Pemahaman Konsep Kalor, pembelajaran berdasarkan masalah.
PENDAHULUAN
Kalor merupakan salah satu materi
yang dirasa sulit oleh siswa kelas VIII SMP
D'UA Malang. Hal ini dapat dilihat dari
hasil tes formatif. Mempelajari materi kalor
membutuhkan pemahaman konsep yang
kuat. Apabila konsep kalor yang diperoleh
dari bangku SMP adalah rendah, maka akan
menyulitkan siswa dalam mempelajari
materi kalor yang akan, (dipelajari dari
bangku SMA/jenjang yang lebih tinggi).
Di sisi lain kalor merupakan salah
satu materi Fisika yang menarik, karena
banyak gejala alam yang berhubungan
dengan konsep kalor.
Berdasarkan gejala/peristiwa alam
yang dapat diamati siswa dalam kehidupan
sehari-hari, maka siswa akan membangun,
dan membentuk konsep kalor.
Dengan demikian konsep-konsep
kalor yang bersifat abstrak, akan menjadi
mudah dipahami siswa, apabila guru
mengaitkan antara materi kalor dengan
dunia nyats/peristiwa alam, disekitar siswa.
Pembelajaran yang seperti itu dinamakan
dengan pembelajaran berdasarkan masalah
(Problem Based Learning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
FIS - 153
Ketuntasan Belajar
Ya
1% (31 siswa)
Tidak
64,9% (28
siswa)
32,6% (14
siswa)
27,9% (12
siswa)
FIS - 154
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I, 1997. Classroom Instruction and
Management. New York : Mc. Grow Hill
Companies. INC
Hernowo. 2007. Menjadi Guru Yang Mau Dan
Mampu Mengajar Secara Menyenangkan.
Bandung. Penerbit MLC.
Ibrahim, M dan Nur M, 2010. Pengajaran
Berdasarkan. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana
UNESA, University Press.
Nurhadi Yasin, Burhan, Gerrad S. Agus 2004.
Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya
dalam KBK. Malang Penerbit UM.
Supramono,
2002.
Penerapan
Model
Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah
untuk
Meningkatkan
Konsepsi
dan
Keterampilan Berpikir SD. Makalah disajikan
dalamseminar kualifikasi desertasi program
S3 di PPS UM
FIS - 155
Abstract
One way to optimize the students result of motivation to learn physics is the use of instructional media.
Learning to use the media to provide a more meaningful experience for students because it can take
students on a more concrete experience. Instructional media used in this research is fluid lens media
made of light bulbs and wood. The purpose of this research is to describe the learning by using simple
fluid lens media to enhance motivation and the students result of learning physics.
Keywords: Learning, Media Lens Fluids Simple, Motivation, and Learning Outcomes
1. PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan
suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dari
suatu lembaga pendidikan agar dapat
mempengaruhi siswa mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana,
2009). Dalam mencapai tujuan pendidikan,
siswa berinteraksi dengan lingkungan
belajar yang telah diatur oleh guru yang
berupa tujuan pembelajaran, bahan ajar,
metode
pembelajaran
dan
asesmen
pembelajaran.
Proses
pembelajaran merupakan
proses komunikasi dan berlangsung dalam
suatu sistem, maka media pembelajaran
menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem
pembelajaran. Tanpa media, komunikasi
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran
sebagai proses komunikasi juga tidak akan
bisa berlangsung secara optimal (Santyasa,
2007).
Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima pesan sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat siswa sehingga terjadi proses
belajar. Menurut Sudjana (2009: 2) manfaat
media pembelajaran antara lain: 1)
pembelajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar, 2) Bahan pembelajaran
akan lebih jelas maknanya sehingga dapat
lebih
dipahami
oleh
siswa
dan
memungkinkan siswa menguasi tujuan
SEMNAS MIPA 2010
Refleksi
Batasan
(rata-rata skor yang
diperoleh)
0 Skor < 1
1 Skor < 2
Kriteria
Kurang
Sedang
Skor < 3
Baik
Skor < 4
Baik Sekali
3. HASIL
Pelaksanaan RPP pada pertemuan I
pada tanggal 20 mei 2010 tergolong cukup
lancar. Diluar perkiraan peneliti, ternyata
para siswa cekatan dalam membuat media
lensa cairan sederhana. Berbagai macam
temuan pada pelaksanaan RPP di pertemuan
pertama antara lain:
1. Sebagian
besar
siswa
membawa
alat/bahan yang digunakan untuk
membuat media lensa cairan sederhana.
2. Terdapat beberapa kelompok yang
mengalami masalah dengan media yang
dibuat, karena kurang berhati-hati dalam
proses pembuatan.
3. Kerjasama siswa dalam membuat media
bagus, siswa putra bertugas merakit
media sedangkan siswa putri menyiapkan
peralatan yang dibutuhkan untuk merakit
media tersebut.
Pengamatan
FIS - 159
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi,
Suhardjono
dan
Supardi.2008.Penelitian
Tindakan
Kelas.Jakarta:Bumi Aksara
Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual
dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM
Press
Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual
Media Pembelajaran. Makalah Disajikan
dalamWorkshop Media Pembelajaran bagi GuruGuru SMA Negeri Banjar Angkan.
Sudjana.Nana, Rivai .2009. Media Pengajaran.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Media Pembelajaran.
(Online)
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/1
2/media-pembelajaran/) diakses 20 juni 2010.
FIS - 160
Hartatiek1
Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
2
J. Semarang 5 Malang 65141
Telp : (0341)552125, Fax : (0341) 559577
E-mail : hartatiek.phys@um.ac.id
Abstract
Pembelajaran pasif satu arah kurang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
berperan aktif dalam pembelajaran. Selain itu, keterampilan (softskills) seperti kerjasama, kemandirian,
komunikasi, berpikir kritis dan problem-solving kurang mendapat porsi untuk dilatihkan, pada hal
keterampilan tersebut juga sangat diperlukan mahasiswa kelak dalam dunia kerja. Tujuan penelitian ini
adalah mengkaji dampak penerapan pembelajaran aktif termodifikasi terhadap peningkatan hasil belajar
dan keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa, sebagai softskills yang dilatihkan.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan the one group pretest-posttest design. Subyek
penelitian adalah mahasiswa prodi Pendidikan Fisika kelas SBI yang sedang menempuh matakuliah
Termodinamika pada semester ganjil 2010/2011 sebanyak 24 orang. Pada subjek diberikan pretest
sebelum perlakuan dan posttest setelah perlakuan. Bentuk perlakuannya adalah penerapan beberapa
teknik pembelajaran aktif termodifikasi yang meliputi Collaborative Learning Groups, Studentled
Review Session, Writing Activities. Hasil pretest memperoleh skor rata-rata 42,5 dengan ketuntasan 4,2%
sedangkan posttest memperoleh skor rata-rata 64,58 dengan ketuntasan 45,83%. Hasil belajar
menunjukan peningkatan 22,08% dan gain ternomalisasi rata-rata 0,4, artinya meningkat pada
klasifikasi medium. Ketuntasan belajar meningkat sebesar 41,63%, artinya secara keseluruhan
mahasiswa belum mengalami ketuntasan belajar. Pembelajaran aktif direspon positif oleh mahasiswa
dengan dukungan 86,67% dapat melatih keterampilan komunikasi dengan bahasa Inggris; 93,33% dapat
melatih keterampilan menulis dalam bahasa Inggris dan 80% dapat melatih keterampilan memahami teks
berbahasa Inggris.
Penelitian ini memberikan kesimpulan: (1) Penerapan pembelajaran aktif termodifikasi
berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa, dengan peningkatan pada klasifikasi
medium; (2) Penerapan pembelajaran aktif termodifikasi berdampak positif terhadap peningkatan
keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa dapat meningkat lebih optimal,
apabila buku teks berbahasa Inggris menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu latihan
berbahasa Inggris sesogyanya dilakukan berkesinambungan dalam perkuliahan.
Keywords: pembelajaran aktif, hasil belajar, keterampilan berbahasa Inggris
1. PENDAHULUAN
Matakuliah termodinamika
merupakan
matakuliah wajib yang ada di Jurusan Fisika
FMIPA UM. Matakuliah ini di-berikan pada
semester ke-4 dengan bobot 3 sks,
dimaksudkan agar mahasis-wa memahami
konsep,
kaidah
dan
hukum-hukum
termodinamika dan mampu menerapkan
serta menganalisis masalah-masalah yang
terkait yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari (katalog MIPA,2009).
Kenyataan di lapangan menun-jukkan,
dalam perkuliahan banyak mahasiswa yang
SEMNAS MIPA 2010
materi/konsep.
Mahasiswa
menjadi
bertanggung jawab atas hasil belajar yang
ingin dicapai. Melalui teknik pembelajaran
aktif ini mahasiswa memperoleh penilaian
dari: (1) membuat makalah/rangkuman
kelompok, (2) presentasi individual dengan
bahas inggris , (3) aktivitas dalam diskusi,
(4) writing activities dengan soal berbahasa
inggris. Sedangkan posttest dilaksanakan
pada tengah semester. Dengan cara evaluasi
seperti ini, mahasiswa juga mendapat porsi
penilaian di proses, sehingga diharapkan
mahasiswa dapat menggunakan keadaan ini
untuk memperoleh hasil belajar yang lebih
baik.
Klasifikasi
3. METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilaksanakan
dengan
rancangan the one group pretest-posttest
design
(Tuckman,
1987). Penelitian
eksperimen tanpa kelompok kontrol dan
pretest-posttest dilakukan dalam satu
kelompok . Subyek penelitian adalah
mahasiswa prodi Pendidikan Fisika kelas
SBI yang sedang menempuh matakuliah
Termodinamika pada semester ganjil
2010/2011 sebanyak 24 orang. Pada subjek
diberikan pretest sebelum perlakuan dan
posttest
setelah
perlakuan.
Bentuk
perlakuannya adalah penerapan beberapa
teknik pembelajaran aktif termodifikasi
yang meliputi: Collaborative Learning
Groups, Studentled Review Session, Writing
Activities.
Data hasil belajar berupa skor hasil belajar
diperoleh dengan memberikan tes meliputi :
pretest, tes harian dan posttest. Soal tes
berbentuk
essay,
dimaksudkan agar
mahasiswa dapat memberikan penjelasan
yang lebih rinci. Skor hasil belajar memiliki
% gain
% gain max
% posttest % pretest
100 % pretest
peningkatan
hasil
belajar
FIS - 164
Pretest Posttest
Skor
minimal
Skor
maksimal
Skor
rata-rata
Ketuntasan
Peningk Gain
atan
Score
2%
10
12
70
96
26 %
42.5
64,58
22,08 %
4,2%
0,4
45,83% 41,63%
Kerjasama
Komunikasi
Partisipasi
aktif
Skor
Minim
al
79,6
70
50
Skor
Maksi
mal
90,5
85
85
Skor
Ratarata
83,4
78
60,8
Nilai
Huruf
AB+
C
karena
mahasiswa
telah
terbiasa
mengerjakan tugas secara kelompok. Skor
terendah diperoleh pada partisipasi aktif
dalam diskusi dengan nilai C, hal ini
mungkin disebabkan mahasiswa kurang siap
dengan pembelajaran aktif.
Meskipun
semua mahasiswa diberi kesempatan yang
sama unuk bertanya, mengemukakan
pendapat atau menjawab pertanyaan, tetapi
hanya
sebagian
kecil
yang
mau
menggunakan kesempatan ini. Kebanyakkan
mahasiswa mungkin masih terbiasa belajar
dengan mendengarkan, mencatat dan
kemudian tes. Untuk mengubah kebiasaan
belajar pasif ke pembelajaran aktif mungkin
perlu waktu yang memadai.
Peningkatan hasil belajar mahasiswa pada
matakuliah termodinamika secara kelompok
berada pada klasifikasi medium, artinya
meskipun meningkat tetapi belum tinggi
hanya sebesar 22,08% dengan skor rata-rata
64,58 yang berada pada nilai B-. Apabila
dilihat
secara
individual
terdapat
peningkatan skor minimal dari 10 menjadi
12 meningkat 2%, artinya mahasiswa pada
kelas
bawah
belum
memperoleh
peningkatan nilai yang signifikan. Untuk
skor maksimal mengalami peningkatan dari
70 menjadi 96 meningkat
26%.
Skor
maksimal mengalami peningkatan yang
signifikan artinya dari nilai B menjadi A.
Hasil belajar yang belum optimal mungkin
disebabkan mahasiswa masih kesulitan
memahami materi dari buku
acuan
berbahasa Inggris, meskipun mereka kelas
SBI. Oleh karena itu pemilihan buku teks
dengan bahasa yang mudah dipahami
mahasiswa juga menentukan keberhasilan
belajarnya.
Peningkatan hasil belajar mahasiswa pada
matakuliah termodinamika ini diikuti oleh
keterampilan (softskills) mahasiswa dalam
kerjasama, komunikasi dan partisipasi aktif
dalam pembelajaran. Hasil penilaian pada
ranah softskills ini dapat melengkapi hasil
belajar pada ranah kognitif. Oleh karena itu
nilai akhir (NA) untuk menentukan
kelulusan mahasiswa adalah gabungan dari
nilai pada ranah kognitif dan ranah softskills
ini. Dengan menerapkan beberapa teknik
pembelajaran aktif seperti Collaborative
Learning Groups, Studentled Review
Session, dan Writing Activites memberikan
FIS - 165
Berbahasa
Inggris
Respon
Positif
(%)
86,67
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian
disimpulkan hal-hal berikut:
ini
dapat
(1)Penerapan
beberapa
teknik
pembelajaran aktif
termodifikasi
berdampak
positif
terhadap
peningkatan hasil belajar mahasiswa
pada matakuliah termodinamika.
Hasil belajar mahasiswa mengalami
peningkatan sebesar 22,08% , atau
gain ternormalisasi rata-rata 0,4
artinya meningkat pada klasifikasi
medium.
(2)Penerapan
beberapa
teknik
pembelajaran aktif termodifikasi
dapat
melatih
keterampilan
komunikasi dengan bahasa Inggris
mendapat respon positif
sebesar
86,67%
mahasiswa;
melatih
keterampilan menulis dalam bahasa
Inggris mendapat respon positif
sebesar 93,33% mahasiswa dan
melatih keterampilan memahami teks
berbahasa Inggris mendapat respon
positif sebesar 80% mahasiswa.
(3)Penerapan
beberapa
teknik
pembelajaran aktif termodifikasi
dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa Inggris mahasiswa.
5.2 Saran
(1) Agar
peningkatan
hasil
belajar
mahasiswa lebih optimal disarankan
dalam pemilihan buku teks lebih
FIS - 166
FIS - 167
FIS - 168
Penyebab
dari
permasalahan
sebagaimana telah dikemukakan di muka
adalah cara pembelajaran yang selama
dilakukan dosen pembina matakuliah belum
tepat.
Pembelajaran yang selama ini
dilakukan untuk pembuatan media masih
individual.
Pembelajaran
individual
mengakibatkan adanya perbedaan nilai yang
sangat bervariasi diantara peserta didik
(Gokhale, 1995). Cara belajar dan mengajar
selama ini cenderung tidak memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk saling
belajar antar mahasiswa.
Cara belajar
individual cenderung bersifat komptitif yang
pada akhirnya hanya mahasiswa yang pandai
saja yang mampu mencapai tujuan,
sedangkan mahasiswa yang kurang pandai
tetap tertinggal. Hal ini relevan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Gokhale
(1995) yang menyatakan bahwa pencapaian
prestasi belajar melalui pembelajaran
individual tidak lebih baik dari pada
pembelajaran kelompok secara kolaboratif.
Dalam pembelajaran kompetitif mahasiswa
lebih didorong oleh keinginnan bersaing.
Dalam pembelajaran individual dan
kompetitif siswa dapat mencapai tujuan jika
siswa yang lain tidak dapat mencapai tujuan
itu (Arends, 1998; Bennett et al., 1991; Qin
& Johnson, 1995 dalam Wayan Santosa,
2006:5).
Pernah dicoba untuk dilakukan
pembelajaran secara kelompok, namun ada
beberapa kekurangan dalam penerapannya.
Kekurangan yang dimaksud antara lain : 1)
Tidak semua anggota kelompok aktif, tetapi
hanya mahasiswa
yang pandai yang
mengerjakan tugas, sedangkan mahasiswa
yang kurang pandai menyerahkan semua
tugas kepada mahasiswa pandai. Hal ini
berarti pembelajaran kurang memberi
peluang bagi setiap mahasiswa
untuk
belajar. Sedangkan tujuan mengajar adalah
membelajarkan setiap mahasiswa
tidak
hanya mahasiswa yang pandai saja tetapi
juga mahasiswa yang kurang pandaipun
harus diberi kesempatan belajar (Syamsuri,
2008). 2) Hasil kerja kelompok cenderung
tunggal, artinya hanya ada satu jenis produk
yang dibuat yang sering disebut hasil kerja
kelompok. Hal ini berarti pembelajaran
kurang memberi kebebasan individu untuk
berkarya sendiri. 3) Interaksi belajar antar
mahasiswa
dalam kelompok kurang
maksimal. Hal ini disebabkan setiap anggota
SEMNAS MIPA 2010
FIS - 170
Pada
tahap
ini
diinformasikan
pentingnya seorang mahasiswa calon guru
fisika
untuk
dapat
membuat
dan
menggunakan media pembelajaran fisika.
Jenis media yang akan dibuat adalah motor
listrik sederhana. Tujuan yang ingin dicapai
pada petemuan pertama ini adalah
mahasiswa dapat membuat desain model
motor sederhana berdasarkan bahan dan alat
yang tersedia. Model motor listrik sederhana
ini dipilih dengan pertimbangan dapat dibuat
dengan menggunakan bahan yang murah
dan
mudah
didapat,
pembuatannya
memerlukan
ketelitian,
keterampilan,
keuletan,
memunculkan
kreatifitas
mahasiswa dan dapat dibuat dalam waktu
yang relatif singkat yaitu 2 x 50 menit.
SEMNAS MIPA 2010
Pada
tahap
ini
dimunculkan
permasalahan yaitu:
(1) bagaimana
membuat desain motor listrik sederhana? (2)
bahan apa yang diperlukan untuk membuat
motor listrik sederhana? (3) bagaimana
prosedur membuatnya? (4) bagaimana
membuat motor listrik sederhana?. Dalam
hal membuat desain, mahasiswa diberi
kebebasan untuk memunculkan gagasan,
kreatifitasnya. Mahasiswa menemukan
model desain yang tepat untuk membuat
motor listrik sederhana. Mahasiswa mampu
mengalokasikan waktu yang tersedia untuk
menyelesiakan tugasnya. Dalam waktu yang
tersedia yaitu 2 x 50 menit mahasiswa
mampu membuat desain media.
Tahap III: Merencanakan aktivitas
FIS - 171
Tabel 1 Nilai rerata kelas masing-masing aspek kemampuan membuat produk media
pada siklus I
Aspek
Desain media
Pemahaman konsep
Pemilihan alat
Penggunaan alat
Penggunaan waktu
Kejelasan pesan
Pemilihan bahan
Penampilan media
Cara kerja media
Pemunculan masalah
Rerata
Nilai
67
33
100
75
73
75
100
65
85
100
79,5
Keterangan
cukup
sangat kurang
Sangat baik
baik
Baik
baik
Sangat baik
cukup
Sangat baik
Sangat baik
baik
FIS - 172
f. Kemampuan
membuat
produk
sudah baik, rata-rata mencapai 79,5
dari rentang nilai 0-100.
g. Ditinjau dari keberhasilan kelas
99% mahasiswa berhasil dengan
baik dalam membuat media.
Kekurangan tindakan
FIS - 173
FIS - 175
Aspek
Desain media
Nilai
55
Keterangan
kurang
Pemahaman
konsep terkait
dengan media
74
baik
Pemilihan alat
88
Sangat baik
Penggunaan alat
68
Cukup
Penggunaan
waktu
Kejelasan pesan
yang ditampilkan
media
Pemilihan bahan
86
Sangat baik
100
sangat baik
100
sangat baik
Penampilan
media
Menjelaskan cara
kerja media
71
baik
88
Sangat baik
Pemunculan
masalah
Rerata
88
Sangat baik
85,4
baik
FIS - 176
(1995)
yang menyatakan bahwa
pencapaian prestasi belajar melalui
pembelajaran individual tidak lebih baik
dari pada pembelajaran kelompok secara
kolaboratif.
Meskipun dalam bekerja
mereka berkelompok setiap mahasiswa
dituntut untuk berhasil membuat produk
media. Kenyataannya, pada umumnya
mereka berhasil dalam membuat media
meskipun beberapa mahasiswa dalam aspek
tertentu
masih
dibawah
kriteria
keberhasilan yaitu membuat desain,
pemahaman konsep serta penggunaan alat
bengkel.. Adanya beberapa mahasiswa
yang masih belum memenuhi kreteria
keberhasilan hal ini disebabkan oleh faktor
keterampilannya yang memang mahasiswi
yang secara alami tidak seterampil
mahasiswa dalam kerja bengkel. Penyebab
lain adalah jumlah mahasiswa jauh lebih
sedikit dari pada mahasiswi sehingga ketika
mereka berkelompok untuk menempatkan
satu kelompok terdiri dari satu mahasiswa
dan tiga mahasiswi tidak tercapai.
Diharapkan bila dalam satu kelompok
terdapat satu mahasiswa dan tiga mahasiswi
maka mereka mendapat bantuan dan diajari
oleh mahasiswa dalam kerja bengkel.
Ditinjau proses pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran berbasis proyek
bahwa semua anggota kelompok aktif, tidak
saja
mahasiswa
yang pandai yang
mengerjakan tugas, tetapi mahasiswa yang
kurang pandaipun mendapat kesempatan
untuk belajar. Pembelajaran berbasis
proyek memberi peluang bagi setiap
mahasiswa untuk belajar. Hal ini relevan
dengan pendapat Syamsuri (2008) bahwa
tujuan mengajar adalah membelajarkan
setiap mahasiswa tidak hanya mahasiswa
yang pandai saja tetapi juga mahasiswa
yang kurang pandaipun harus diberi
kesempatan belajar. Interaksi belajar antar
mahasiswa
dalam kelompok menjadi
maksimal. Hal ini disebabkan setiap
anggota kelompok memiliki tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan
tugas.
Perbaikan pembelajaran yang telah
dilakukan memberi kesempatan kepada
setiap individu belajar, berkreasi dan
membuat produk media. Melalui kerja
kelompok, para mahasiswa diberi tugas
membuat media yang lebih baik dan
sifatnya menantang dan mereka termotivasi
untuk menyelesaikan tugasnya sebagaimana
FIS - 177
DAFTAR PUSTAKA
Arief.S, Rahardjo, Haryono.A, Rahardjito, 1986
Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan
dan Pemanfaatannya), PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
BSNP, 2007 Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses, Jakarta
Gokhale. Anuradha, 1995 Collaborative
Learning Enhances Critical Thinking, JTE,
Vol.7 Number-1
Hikmat, Halwat.H, 2003 Metode Pembelajaran
Kolaboratif Berhasil meningkatkan
Kemandirian dan Kemampuan belajar
mahasiswa, QAC UMS
Jurusan Fisika, 2004 Katalog FMIPA UM
Kamdi Waras, 2008 Project-Based Learning:
Pendekatan Pembelajaran Inovatif, UM, Malang
Kemmis, S & Taggart R. 1988. The Action
Research Planer. Victoria: Deakin University
Santyasa,W. 2006 Pembelajaran Inovatif
Model Kolaboratif Berbasis Proyek dan
Orientasi NOS, Universitas Pendidikan Ganesha
Sato, Masaaki 2006. Perlunya Pembelajaran
Kolaboratif (Makalah, Terjemahan).
SISTTEMS JICA
Sutrisno, 1977. Statistik, Jilid II. Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Yogyakarta.
Syamsuri, Istamar. 2008. Reformasi Sekolah
dalam Membangun Komunitas Belajar,
Makalah disajikan dalam pelatihan Kepala
Sekolah SMA di Kabupaten Pasuruan pada 8
Agustus 2008, FMIPA UM
Ridwan J. 2005. Reformasi Sekolah melalui
Kegiatan Lesson Study, Makalah disajikan
dalam seminar dan workshop lesson study
dalam rangka persiapan workshop kolaborasi
FIS - 179
PENDAHULUAN
Matakuliah Fisika Dasar dipandang
sebagai tempat yang paling strategis untuk
meluruskan kesalahan konsepsi terhadap
konsep-konsep dasar Fisika. Pemikiran di
atas setidaknya didukung oleh tiga alasan
pokok. Pertama sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya
hampir
bisa
dipastikan
bahwa
mahasiswa
yang
mengikuti matakuliah Fisika Dasar IIni
masih membawa sisa-sisa kesalahan
konsepsi dalam memahami konsep-konsep
Fisika Dasar di SMA. Kedua, matakuliah
Fisika Dasar IIni antara lain bertujuan
untuk menanamkan konsep-konsep dasar
fisika yang nantinya harus diajarkan di
sekolah menengah. Oleh karena itu
kesalahan pemahaman yang terjadi harus
diluruskan kembali.
FIS - 180
FIS - 181
3.
4.
5.
6.
7.
8.
METODE PENELITIAN
Pr osentase
B
x 100%
N
keterangan:
B
: Total Nilai dari
mahasiswa
N
: Nilai maksimum
Kriteria:
Prosentase > 50% : Kriteria layak
Prosentase 50%: Kriteria tidak
layak
HASIL
Berikut disajikan hasil observasi
awal terhadap kompetensi awal mahasiswa
Angkatan
Tahun
2009/2010
yang
menempuh matakuliah Fisika Dasar II.
FIS - 182
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
FIS - 183
FIS - 184
FIS - 185
1)
Media
pembelajaran
berupa
PowerPoint Fisika Dasar II memenuhi
kriteria kelayanan dengan skor total
94,12%, dengan kriteria sangat baik, 2)
Perangkat Midle Test I, Midle Test II,
dan Final Test berbahasa inggris
memenuhi kriteria valid dan soal tes
berbentuk esay.
Saran
FIS - 186
Abstrak
Penelitian untuk meningkatkan kemampuan pedagogik calon guru, khususnya kemampuan menerapkan
model pembelajaran fisika sekolah. Penelitian dilakukan pada calon guru di Program Studi Pendidikan
Fisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian dilaksanakan untuk
mendeskripsikan kemampuan pedagogik calon guru fisika setelah memperoleh pembelajaran berbasis
inkuisi. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi, tes, portofolio, angket dan catatan
lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan pedagogik calon guru dapat dibangun dan ditingkatkan dengan pembelajaran berbasis
inkuiri. Kemampuan pedagogik yang merujuk pada kemampuan melaksanakan pembelajaran merupakan
keterampilan yang dapat dilatihkan dan dapat berkembang lebih baik jika calon guru diberi contoh.
Kata kunci : calon guru fisika, kemampuan pedagogik, pembelajaran berbasis inkuiri
1. PENDAHULUAN
Guru merupakan komponen utama
dalam sistem pendidikan selain siswa dan
tujuan. Guru menjadi ujung tombak dalam
keberhasilan pendidikan. Dalam situasi
tertentu, tugas guru dapat dibantu oleh unsur
lain misalnya dengan penggunaan media,
tetapi peran guru tidak dapat digantikan.
Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru
menjadi fondasi peningkatan kualitas
pendidikan.
Kualitas
guru
pertama-tama
ditentukan oleh pendidikan calon guru di
LPTK (Jalal & Supriadi, 2001:245).
Semakin baik kualitas lulusan LPTK,
semakin besar peluang untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Modal kemampuan dan
sikap-sikap keguruan calon guru yang
terbina secara mantap sejak awal akan
mempermudah usaha-usaha lanjutan untuk
meningkatkan kualitas
guru dengan
pembinaan yang berkelanjutan.
Calon guru IPA hendaknya memiliki
pengetahuan dan kemampuan tentang IPA,
belajar IPA dan mengajar IPA (National
Research
Council/NRC,
1996:28).
Pengembangan kemampuan calon guru IPA
tersebut juga hendaknya mengintegrasikan
kemampuan profesional dan kemampuan
pedagogik (Adair & Chiaverina, 2000).
Kemampuan pedagogik calon guru
dibangun melalui proses pembelajaran di
LPTK. Proses pembelajaran bagi calon guru
SEMNAS MIPA 2010
hendaknya
dapat
mengembangkan
kemampuan calon guru. Wahana yang dapat
menumbuhkan
dan
mengembangkan
kemampuan calon guru adalah pembelajaran
berbasis
inkuiri
(McDermott,
1990;
McDermott, dkk., 2000). Pembelajaran
berbasis inkuiri merupakan pembelajaran
yang melibatkan calon guru (peserta didik)
secara fisik dan mental untuk memecahkan
masalah (Hinduan, 2003; Rustaman, 2005).
Pembelajaran
berbasis
inkuiri
mempertanyakan fenomena yang terjadi dan
menemukan jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan tersebut.
Undang-undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menyebutkan
pengertian tentang kompetensi pedagogik
adalah
kemampuan
mengelola
pembelajaran peserta didik. Sementara itu,
Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14
Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyebutkan bahwa kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan dalam
pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a)
pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman terhadap
peserta
didik;
(c)
pengembangan
kurikulum/silabus;
(d)
perancangan
pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi
hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
FIS - 187
FIS - 188
53.6
8.47
59.6
10.41
53.6
9.08
74.8
7.55
72.4
7.65
67.2
7.00
0,44
0,20
0,31
0,15
0,28
0,18
Menerapkan
Pembelajaran Fisika Sekolah
Model
Kemampuan
Melaksanakan
Pembelajaran
Komponen
Kemampuan
Indikator
Mengajar
Menyajikan Menunjukkan penguasaan struktur ilmu dari materi
bahan ajar
yang disajikan
Menunjukkan penguasaan konsep dari materi yang
disajikan
Mengkaitkan bahan ajar dengan pengetahuan lain
Mendorong siswa memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari
Membuka
Menggali pengetahuan awal siswa
pembelajaran Memotivasi siswa dengan peristiwa/alat/data
Mengemukakan masalah
Mengemukakan tujuan pembelajaran
Mengguna- Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
kan model
rancangan pembelajaran
pembelajaran Menunjukkan
kemampuan
menerapkan
metode/pendekatan pembelajaran
Menggunakan multi metode pembelajaran untuk
menyampaikan bahan ajar
Mengguna- Menggunakan media/alat laboratorium sesuai
kan
media karakteristik bahan ajar
pembelajaran Menunjukkan
keterampilan
menggunakan
media/alat laboratorium
Memberi kesempatan pada siswa untuk belajar
dengan menggunakan alat laboratorium
Persentase
Kemajuan
80
95
80
70
100
90
85
100
80
70
100
100
90
100
FIS - 189
Kemampuan
Mengajar
Komponen
Kemampuan
Indikator
Mengajar
Mengelola
Menunjukan sikap tanggap dan perhatian terhadap
kelas
perilaku siswa
Memberi
kesempatan
pada
siswa
untuk
mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya
Menunjukkan kemampuan dalam mengatur
interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa.
Menutup
Membimbing siswa membuat rangkuman/ringkasan
pelajaran
belajar
Memberikan balikan terhadap belajar siswa
Memberikan tugas/pekerjaan rumah sesuai tujuan
pembelajaran
4. PEMBAHASAN
Kemampuan pedagogik mencakup
kemampuan merencanakan pembelajaran,
melaksanakan
pembelajaran,
dan
mengevaluasi pembelajaran. Kemampuan
pedagogik hanya dapat diperoleh melalui
latihan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa calon guru yang memperoleh
kesempatan
berlatih
lebih
banyak
menunjukkan kemampuan pedagogik yang
lebih baik. Kesempatan berlatih ini
dilakukan secara terintegrasi pada praktek
mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan
pedagogik,
terutama
menerapkan
model
pembelajaran,
merupakan keterampilan yang harus
dilatihkan. Hasil penelitian terdahulu
diungkapkan
bahwa
kemampuan
melaksanakan
pembelajaran,
yang
memadukan teori dan praktek mengajar,
merupakan salah satu jenis kemampuan
pedagogik yang hanya dapat dikembangkan
dan dikuasai calon guru melalui latihan
(Cooper, 1990:8; NRC, 1996).
Praktek mengajar merupakan salah
satu tugas perkuliahan yang diwajibkan pada
setiap calon guru. Melalui kegiatan praktek
mengajar diharapkan calon guru dapat
berlatih dan menguji kemampuannya dalam
melaksanakan pembelajaran fisika sekolah
dengan materi tertentu sesuai dengan
kurikulum sekolah. Melalui praktek
mengajar juga diharapkan calon guru dapat
melakukan evaluasi diri (self-evaluation)
dan dapat melakukan penilaian pada
pembelajaran yang dilakukan calon guru
lainnya (peer-evaluation)
Kemampuan membuka pembelajaran
pada calon guru masih perlu peningkatan.
Hal ini terkait dengan kemampuan
SEMNAS MIPA 2010
Persentase
Kemajuan
100
100
100
90
90
100
FIS - 191
FIS - 192
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF MODEL STUDENT FASILITATOR AND
EXPLAINING (SFAE) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN,
PENGUASAAN MATERI DAN KETERAMPILAN PRAKTEK
MENGAJAR MATA KULIAH SBM FISIKA
MAHASISWA PRODI PEND. FISIKA FMIPA-UM
Wartono
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
Jl. Surabaya 6, Malang 65145 Tlp. (0341) 552125
Abstract
Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA-UM bertugas mencetak guru fisika yang profesional
(Katalog FMIPA, 2009). Guru fisika yang profesional haruslah cakap dalam melaksanakan tugasnya
serta mampu menguasai materi fisika, memahami dan menghayati materi pendidikan, serta penguasaan,
penghayatan, dan keterampilan dalam mata kuliah proses belajar mengajar fisika (PBM). Masingmasing materi tersebut mempunyai peran dan kontribusi dalam terbentuknya guru fisika yang handal. Di
antara mata kuliah PBM, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika (SBMF) (FIP 443) mempunyai
kedudukan yang strategis karena merupakan fondasi untuk mata kuliah PBM.
Mata Kuliah SBMF, bertujuan agar mahasiswa mampu menguasai metodologi pembelajaran
secara teori serta terampil mengaplikasikannya dalam praktek pembelajaran fisika (Kurikulum dan
Silabi Prodi Pend. Fisika, 2007).
Berdasarkan pengamatan terhadap perkuliahan SBMF , didapatkan fakta bahwa mahasiswa
memahami dengan baik teori dan konsep SBMF tetapi mengalami kesulitan ketika mempraktekkan
metodologi pembelajaran dalam micro teaching. Perbaikan dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif model student fasilitator and explaining (SFAE) agar mampu meningkatkan
penguasaan teori dan konsep metodologi pembelajaran serta mampu meningkatkan keterampilan (skill)
dalam penerapan metodologi pembelajaran. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif model student
fasilitator and explaining dijamin akan terjadi sinergi yang mantap antara anggota kelompok sehingga
mampu memacu hasil belajar, baik teori maupun praktek .
Untuk mengetahui efektivitas SFAE peningkatan penguasaan teori dan konsep metodologi
pembelajaran serta prakteknya (skill) dalam pembelajaran, dibandingkan dengan MPK, dilakukan
penelitian yang sifatnya eksperimen di prodi pendidikan Fisika semester 2 tahun 2009-2010.
Mahasiswa off a sebagai kelompok eksperimen dan off B sebagai kelompok kontrol.
Untuk menguji efektivitas MPIAL dibandingkan MPK tersebut analisis yang digunakan uji
perbedaan t dengan satu ekor.
Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh kesimpulan: (1) penerapan SFAE lebih efektif
dalam meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam belajar dibandingkan MPK; (2) penerapan SFAE
lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan teori dan konsep metodologi pembelajaran dari pada
MPK. (3) penerapan SFAE lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan (skil) dalam
melaksanakan pembelajaran dibandingkan MPK.
Kata kunci: model pembelajaran, SFAE, hasil belajar, keterampilan, keaktifan
FIS - 193
PENDAHULUAN
FIS - 197
Skor/nilai keaktifan rata-rata kelompok eksperimen yang diajar melalui pembelajaran Kooperatif Model Student
Fasilitator and Explaining (SFAE) sebesar
82 dengan simpangan baku 9,40
sedangkan yang belajar melalui MPK
sebesar 65 dengan simpangan aku 8,8..
Jadi SFAE lebih unggul lebih unggul 20%
dalam meningkatkan keaktifan siswa dari
pada MPK.
Statistik
n
SD
(SD)2
YE 1
23
82
9,40
88,36
YP1
23
65
8,80
77,44
FIS - 198
YE 2
23
87,5
11,2
125,44
YP2
23
75,8
12,4
153,76
YE 2
23
86
YP2
23
73
SD
(SD)2
10,3
106,09
11,1
123,21
FIS - 199
Dari hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa (1)
Model Kooperatif Model Student
Fasilitator and Explaining (SFAE) lebih
efektif dalam meningkatkan keaktifan
mahasiswa dari pada MPK; (2) Model
Kooperatif Model Student Fasilitator
FIS - 200
FIS - 201