Anda di halaman 1dari 15

Anuria

Definisi
Anuria dalam arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine
dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi urine dalam
24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup
berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak.
Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya
menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan
gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut
oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100 400 ml.
Etiologi Anuria
Kegagalan fungsi ginjal, yang dapat memiliki penyebab ganda termasuk obat-obatan
atau racun (misalnya, antibeku), diabetes, tekanan darah tinggi. Batu atau tumor dalam saluran
kemih juga dapat menyebabkan obstruksi dengan menciptakan untuk aliran urin. Kalsium darah
yang tinggi, oksalat, atau asam urat, dapat berkontribusi terhadap risiko pembentukan batu. Pada
laki-laki, kelenjar prostat membesar adalah penyebab umum dari anuria obstruktif.
Anuria akut, di mana penurunan produksi urin terjadi dengan cepat, biasanya merupakan
tanda obstruksi atau gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
tidak berhubungan dengan ginjal, seperti gagal jantung, infeksi, dan kondisi lain yang
menyebabkan ginjal akan kekurangan aliran darah.
Berdasarkan penyebab terjadinya, anuria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu :
sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal.
1. Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi,
combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis.
2. Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada
beberapa keadaan glumerulopati.
3. Anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran
prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan
dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih
Anuria pre renal :
1

1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi
yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik) (Sudoyo, 2007).
Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ
padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat
dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka bakar yang luas. (Sudoyo,
2007)
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang berkurang.
Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari
perdarahan misalnya hemoatom subkpsular hati, aneurisma aorta pecah, dan perdarahan
gastrointestinal. Yang kedua adalah kehilangan plasma, terdiri dari luka bakar yang luas,
pankreatitis, deskuamasi kulit. Dan yang ketiga kehilangan cairan ekstraseluler yaitu muntah,
dehidrasi, diare, terapi diuretik yang sangat agresif, diabetes insipidus, insufisiensi renal.
(Sudoyo, 2007)
Sistem renalis berespon terhadap syok hipovolemik dengan peningkatan sekresi renin
dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I,
yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dan hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hipovolemik,
yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air. (Paul, 2009)
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hipovolemik dengan peningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior
sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle. (Paul, 2009)
2

Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya
sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah
nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi
hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama
dengan aldosteron dan vesopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
( Sudoyo, 2007)
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah
yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi
oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
(Hadinegoro,2004)
2. Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia,
takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat.
Halini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus
menerusdengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan
penyebaraninfeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua
tanda responsepsis adalah perluasan dari peradangan biasa
Jika terjadi severe sepsis maka terjadi disfungsi organ, salah satunya adalah
organ ginjal. Serum kreatinin >2 kali diatas batas normal sesuai umur, atau kenaikan
dua kali dari batas dasar kreatinin. Jika terjadi disfungsi organ tandanya :
a. Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)
b. Oliguria akut (jumlah urin <0,5 ml/kg/jam selama minimal 2 jam meskipun resusitasi cairan
adekuat.
c. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL
d. Koagulasi abormal (NR>1,5 atau aPTT > 60 s
3

e. Ileus
f. Trombositopenia (hitung trombosit < 100.000)
g. Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4 mg/dL
Anuria Renal :
1. Gagal ginjal akut
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48
jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 mol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam
(Molitoris et al, 2007).
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan
ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan
(Eric Scott, 2008).
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)
AKI Prarenal

I. Hipovolemia
-

Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

Kerusakan

jaringan

(pankreatitis),

hipoalbuminemia,

obstruksi
-

usus

Kehilangan darah

Kehilangan cairan ke luar tubuh

Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui


saluran

kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit

(luka bakar)
4

II. Penurunan curah jantung


-

Penyebab miokard: infark, kardiomiopati

Penyebab perikard: tamponade

Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal

Aritmia

Penyebab katup jantung

III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik


-

Penurunan resistensi vaskular perifer

Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan

(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)

Vasokonstriksi ginjal

Hiperkalsemia,

norepinefrin,

epinefrin,

siklosporin,

takrolimus,
-

amphotericin B

Hipoperfusi ginjal lokal

Stenosis a.renalis, hipertensi maligna

IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal


-

Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi

kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),

penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi

tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,

sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

Penggunaan penyekat ACE, ARB

Stenosis a. renalis

V. Sindrom hiperviskositas
AKI Renal

- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia


I. Obstruksi renovaskular
-

Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,

diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,


5

kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal


-

Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)


-

Iskemia (serupa AKI prarenal)

Toksin

Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,

pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,


hemolisis,

asam urat, oksalat, mieloma)

IV. Nefritis interstitial


-

Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi


(bakteri,

viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),

idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular


-

Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,


sulfonamida

AKI pascarenal

VI. Rejeksi alograf ginjal


I. Obstruksi ureter
-

Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi


eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih


-

Kandung

kemih

neurogenik,

hipertrofi

prostat,

batu,

keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
-

Striktur, katup kongenital, fimosis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat
badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat
ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
6

takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,
stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis.
Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik
tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis
penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin,
asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang
menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna.
AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik
akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik
yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat,
baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom (Robert Sinto,
2010).
Anuria Post Renal :
1. Striktur uretra
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan
fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai
dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar
dari tubuh.Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi,
dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal. ( Basuki, 2011).
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaituderajat:1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen
uretra2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra3. Berat :
jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.(Basuki, 2011).
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang.
Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia,
urin yangmenetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel.
Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.(Rochani,1995).
2. BPH

BPH adalah hiperplasia kelenjar periuretralyang mendesak jaringan prostat


yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Ada juga yang menyatakan defenisi
BPH adalah jika berat prostat 20 gram.(Mulyono, 1995)
Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi:
a. Gejala obstruktif :
1) perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih
2) kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
3) menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
4) harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
5) rasa belum puas sehabis miksi
b. Gejala iritatif :
1) Nokturia
2) miksi bertambah ( Frequency)
3) miksi sulit ditahan (urgensi)
4) nyeri pada waktu miksi (disuria)
Sindrom

obstruksi

biasanya

lebih

disebabkan

karena

prostat

d e n g a n volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi


retensiurin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam
vesika. Halini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut, p e n d e r i t a

tidak

mampu

lagi

miksi.

Suatu

saat

v e s i k a t i d a k m a m p u l a g i menampung urin sehingga tekanan intravesika akan


naik dan bila lebih tinggi darit e k a n a n s f i n c t e r a k a n t e r j a d i i n k o n t i n e n s i a
p a r a d o k s . R e t e n s i k r o n i s d a p a t menyebabkan terjadinya refluks vesikouretral
dan menyebabkan dilatasi ureter.dan sistem pelvikokalikes ginjal dan akibat
tekanan intravesikal yang diteruskan k e u r e t e r d a n g i n j a l m a k a g i n j a l a k a n
r u s a k d a n t e r j a d i g a g a l g i n j a l . P r o s e s kerusakan ginjal dapat dipercepat
apabila ada infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka
tekanan intra abdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh
karena selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan
dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping
pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan apabila
terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis (Mansjoer, 2000).
3. Batu saluran kemih

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih
belum terungkap (ideopatik) (Basuki,2011).
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang.
Nyeri bisa kolik atau bukan kolik. Batu yang terletak di sebelah ureter, dirasakan oleh pasien
ketika saat kencing atau sering kencing, batu dengan ukuran kecil bisa keluar spontan.
(Basuki,2011).
Gejala Anuria
Anuria sendiri adalah gejala, bukan penyakit. Hal ini sering dikaitkan dengan gejala lain
dari kegagalan ginjal, seperti kurangnya nafsu makan, mual, lemah, dan muntah. Ini adalah
sebagian besar hasil dari penumpukan racun dalam darah yang biasanya akan dikeluarkan oleh
ginjal yang sehat.
Tanda dan gejala anuria :
1. Bengkak
2. Uremia (Mual, muntah, sakit kepala,pusing, penglihatan kabur)
3. Nyeri pada pinggang

Patofisiologi Anuria
Pre-renal
Anuria yang terjadi di prerenal adalah respon fungsional dari ginjal normal terhadap
hipoperfusi. Penurunan volume darah memicu respon sistemik yang bertujuan untuk
menormalisasi volume cairan dalam pembuluh darah dengan cara mengurangi GFR. Aktivasi
sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah
di ginjal dan menghasilkan penurunan GFR.

Gambar : Mekanisme penurunan GFR


Patogenesis anuria pre-renal
Tahap awal dari oliguria pre-renal merupakan kompensasi dari perfusi ke ginjal yang
berkurang. Dalam tahap ini yang terjadi adalah auto-regulasi dari ginjal yang mempertahankan
GFR melalui dilatasi arteriolar afferen (melalui respon myogenik, feedback tubuloglomerular)
dan konstriksi arteriol efferen (melalui Angiotensin II).

Gambar : Mekanisme kompensasi untuk mencegah turunnya GFR


Pada tahap awal ini juga termasuk peningkatan reabsorpsi garam dan air di tubulus
(distimulasi oleh sistem RAA dan sistem saraf simpatis). Biasanya oliguria pre-renal ini bersifat

10

reversibel apabila perfusi ke ginjal segera diperbaiki. Namun, hipoperfusi ginjal yang
berkelanjutan bisa menghasilkan peralihan dari mekanisme kompensasi ke dekompensasi.
Di fase dekompensasi ini terjadi stimulasi berlebihan dari sistem saraf simpatis dan
sistem RAA, yang menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah di ginjal dan bisa menyebabkan
iskemi pada jaringan ginjal. Konsumsi obat-obatan yang bersifat vasokonstriktor dan inhibitor
sintesis prostaglandin dapat menyebabkan oliguria karena penurunan perfusi ginjal.
Intra-renal
Anuria yang disebakan di intra-renal lebih berhubungan dengan adanya kerusakan
struktural ginjal. Yang termasuk kerusakan struktural misalnya penyakit glomerulus primer,
acute tubular necrosis atau lesi vaskuler.
Patofisiologi dari iskemik karena penyakit acute tubular necrosis sudah banyak
dipelajari. Iskemia yang terjadi pada sel tubulus mempengaruhi metabolisme sel dan sel-sel
tubulus mati yang mengakibatkan deskuamasi sel, pembentukan cast , obstruksi intratubular,
aliran balik cairan tubular, dan oliguria.

Gambar : Mekanisme anuria pada acute tubular necrosis


Pada kebanyakan kasus klinis, oligurianya juga bersifat reversibel dan berhubungan
dengan perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.
Pasca-renal
11

Anuria yang disebabkan oleh gangguan pasca ginjal merupakan konsekuensi dari
obstruksi mekanik atau fungsional terhadap aliran urin. Obstruksi bisa terjadi di bagian atas
saluran kemih (pelvis, ureter) ataupun bagian bawah (vesika urinaria sampai keluar tubuh).
Bentuk oliguria dari masalah ini biasanya diperbaiki dengan menghilangkan obstruksi.
Gambaran Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan tidak keluar kencing atau kencing hanya sedikit
b. Nyeri di daerang pinggang atau kolik
c. Riwayat kehilangan cairan, asupan cairan berkurang atau riwayat penyakit jantung.
2. Pemeriksaan Fisik : palpasi bimanual atau perkusi di daerah pinggang adanya nyeri atau massa
akibat adanya Hidronefrosis atau pielonefrosis.
3. Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
a.
b.
c.
d.

Darah rutin
Urinalisis
Elektrolit
Blood urea nitrogen (BUN)

Radiologi :
a.
b.
c.
d.

Foto polos
USG Abdomen
CT scan
MRI

Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari gejala ini. Yang paling mudah
diobati penyebabnya adalah obstruksi aliran urin, yang sering diselesaikan dengan penyisipan
kateter urin ke dalam kandung kemih.
Manitol adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah air yang dikeluarkan
dari darah dan dengan demikian meningkatkan aliran darah ke ginjal. Namun, manitol merupakan
kontraindikasi pada anuria sekunder untuk penyakit ginjal, dehidrasi berat, perdarahan intrakranial
(kecuali selama kraniotomi), kongesti paru yang parah, atau edema paru. Dekstrosa dan
Dobutamine yang keduanya digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal dan bertindak
dalam 30 sampai 60 menit.

12

1. Syok hipovolemik
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat
fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk
mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan
bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan
menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan
menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena
perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan
umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan
elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah
mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline
atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah
kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan
pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan
landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus
segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan
dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan
akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan
plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama
atau emesis, dan pankreatitis akuta.
2. Gagal ginjal akut
Tujuan

pengelolaan

adalah

mencegah

terjadinya

kerusakan

ginjal,

mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik


dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Prinsip pengeloaannya dengan mengidentifikasi pasien beresiko GGA,
mengatasi penyebab GGA, mempertahankan homeostasis, keseimbangan cairan dan
elektrolit,

mencegah

komplikasi

metabolik

seperti

hiperkalemia,

asidosis,

13

hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu


mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (syakieb, 2005)
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang
lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis,
gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialisis dini. Dialisis bermanfaat
untuk koreksi akibat metabolik akibat GGA. Dengan dialisis dapat diberikan cairan/
antibiotik. GGA post renal memerlukan tindakan cepat dengan ahli urologi misalnya
pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan
yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostat. (syakieb, 2005)
3. Batu saluran kemih
batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan
tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi,
infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan
cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL melalui tindakan endourologi, bedah
laparoskopi, atau pembedahan terbuka (Basuki, 2011)
4. Striktur uretra
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah :
4. Businasi ( dilatasi ) dengan busi logam yang dilakukan secara hati hati. Tidakan yang
kasar akan tambah merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.
5. Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatriks urera dengan pisau otis atau dengan
pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total,
6. Uretrotomi externa : adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan
fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.
(Basuki, 2011)
7. Benigna Prostat Hiperplasia
Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik adalah
pembedahan, karena pemberian obat- obatan atau terapi non invasif lainnya
membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan terbuka :
prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat

14

ini., paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Pembedahan endoneurologi :
TURP, elektrovaporasi prostat, dan laser prstatektomi. (Basuki, 2011)

15

Anda mungkin juga menyukai