PTK Biologi Sma
PTK Biologi Sma
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan
guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya
masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya adalah:
1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;
2. faktor penyampaian materi dari guru;
3. faktor pengelolaan kelas; dan
4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.
Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor ke4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan hal itu diduga kuat sebagai
faktor utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA
Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam
kehidupan. Dugaan tersebut sangat beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di
lingkungan SMA adalah suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan
suasana dan lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman
sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih memerlukan waktu
bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam beradaptasi, terutama dengan
materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas, sangat mungkin menjadi penyebab
utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran dan juga rendahnya prestasi belajar yang
mereka capai.
Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam
pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat tersebut maka dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research.
Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan
ini adalah Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions
atau Tim Siswa Kelompok Prestasi).
Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran
kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap
perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi,
agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran
kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork.
Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi
tercapainya prestasi belajar yang optimal.
Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini
diformulasikan dengan judul sebagai berikut: UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN
yang ada dalam penelitian tindakan ini, patut kiranya untuk dicoba mengatasinya melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik untuk bidang studi yang sama dengan ini
ataupun untuk bidang studi yang lainnya. Mengingat satu dan lain hal, pembelajaran kooperatif
tipe STAD di samping prosedur penerapannya sederhana dan mudah, dampak yang
ditimbulkannya bagi peningkatan aktivitas belajar siswa sangat mengesankan dan sangat sesuai
dengan tuntutan paradigma pendidikan yang berkembang belakangan ini, yakni pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan (PAIKEM) sesuai dengan motto: learning is
fun.
Lamongan,
Penulis
Nopember 2007
BAB I
PENDAHULUAN
dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak
memberikan ruang dan tantangan bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.
Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang dihembuskan
oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan, melainkan semakin
berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan dasar dalam penyusunan
KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam implementasinya di lapangan. Itu berarti
KTSP menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru.
Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki
dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang
selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh terulang lagi. Tugas
guru sekarang ini bukanlah mengajar biologi, tetapi membelajarkan siswa tentang biologi.
Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru
tidak lagi harus mendominasi kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah sampai berbusabusa, sementara siswa hanya duduk manis mendengarkan sambil bengong atau bahkan sampai
terkantuk-kantuk.
Biologi
sebagai
bagian
dari
Ilmu
tidak
cukup
hanya
dengan
dan
eksperimen.
Melalui
Melalui
dikembangkan
(Keterampilan
pengalaman
proses
inilah
Keterampilan
Proses
belajar
Ilmiah),
yang
dapat
Sains
sehingga
benar-benar
Menyusun kesimpulan
Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan
Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai
pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup (Life Skill), karena
dengan keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental siap untuk menghadapi
permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu dari guru
kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (obyek), dan guru
hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam
pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan disikapi secara positif oleh guru biologi
seiring dengan penerapan KTSP.
Namun demikian, meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh guru,
bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya akan
selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi subyek didik dan
seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis.
Terkait dengan itu tugas guru adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap setiap masalah
yang timbul sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi
terciptanya suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I SMA
Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008, khususnya terhadap penguasaan materi/Kompetensi
Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam kehidupan. Guru dengan
berbagai cara telah mengusahakan agar semua siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran standar juga telah dilakukan oleh guru, berbagai media pembelajaran yang ada di
sekolah telah dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan
oleh siswa, baik di dalam
melakukan eksperimen, membuat laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi,
mengerjakan LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya
jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka sangat rendah.
Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas masing-masing
hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada. Sebagian besar dari siswa justru
memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti kelihatan bengong
dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-main sendiri, berbicara dengan
teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau berdialog dengan teman waktu diskusi, dan
lain sebagainya. Sementara itu dari hasil ulangan harian/ulangan blok, prestasi belajar mereka
hanya sebesar 45% yang berhasil mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal
KKM yang ditetapkan bagi Kelas X SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 untuk
mata pelajaran biologi (IPA) hanya sebesar 65.
Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas hal
itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus segera
dicarikan pemecahannya.
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan
guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya
masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya adalah:
1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;
2. faktor penyampaian materi dari guru;
3. faktor pengelolaan kelas; dan
4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.
Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor ke4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga kuat sebagai faktor
utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA
Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam
kehidupan. Dugaan tersebut sangat beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di
lingkungan SMA adalah suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan
suasana dan lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman
sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih memerlukan waktu
bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam beradaptasi, terutama dengan
materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas, sangat mungkin menjadi penyebab
utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran dan juga rendahnya prestasi belajar yang
mereka capai.
Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam
pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat tersebut maka dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research.
Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan
ini adalah Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement
Divisions).
Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran
kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap
perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi,
agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran
kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork.
Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi
tercapainya prestasi belajar yang optimal.
Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini
diformulasikan dengan judul sebagai berikut: UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian Tindakan Kelas Pada
Siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008).
Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling membantu dan
saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa meningkatkan aktivitas belajar
dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi, khususnya pada materi dan atau
Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan penelitian, maka perlu dirumuskan masalahmasalah pokok yang ingin dicarikan jawaban pemecahannya melalui penelitian tindakan ini,
sebagai berikut:
1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan aktivitas
belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada
bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri,
replikasi dan peranan virus dalam kehidupan?
2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan prestasi
belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada
bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri,
replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan?
1.
Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
2.
Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat
Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.
D. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang tidak diinginkan, maka perlu
diberikan batasan-batasan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1
Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
2.
Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi Biologi,
khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan.
3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini hanya berlangsung selama kurang lebih 3
(bulan) mulai dari awal bulan September sampai dengan akhir Nopember 2007.
4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru bidang
studi yang bersangkutan sendiri.
Siswa; mereka diharapkan bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang betapa
pentingnya kerjasama, saling membantu dan saling memotivasi demi tercapainya tujuan
bersama yang diinginkan, termasuk salah satu di antaranya adalah demi tercapainya tujuan
pembelajaran dan prestasi belajar yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga, kelas atau
kelompok. Lebih dari itu, siswa secara sadar belajar menerapkan prinsip simbiosis
mutualisme dalam kehidupan riil di kelas, sebagaimana diajarkan dalam ilmu biologi, demi
kelangsungan hidup dan kemajuan ekosistem sekolah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini
diharapkan bisa semakin meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas X-1
Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada bidang studi Biologi,
khususnya pada penguasaan materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri,
replikasi dan peran virus dalam kehidupan.
2.
Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif,
kreatif, inovatif dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa bisa
ditingkatkan secara optimal.
3.
Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi
kepustakaan sekolah, yang suatu saat mungkin berguna sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah setempat.
BAB II
LANDASAN TEORI
atau pengalaman (Learning may be difined as the process by which behavior originates or is
altered through training or experience).
Hampir senada dengan pendapat di atas, Howard L. Kingsley (dalam Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: Learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training {Belajar
adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan}.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan
bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Menurut Winarno Surakhmad (1980), belajar dapat dipandang sebagai hasil, sebagai
proses dan sebagai sebuah fungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana guru terutama hanya
melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan adalah
menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Adapun belajar dipandang
sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai proses di mana guru terutama melihat apa yang
terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai sesuatu tujuan.
Yang diperhatikan adalah pola-pola tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung.
Selanjutnya, belajar dipandang sebagai fungsi dimaksudkan adalah bilamana perhatian ditujukan
pada aspek-aspek yang menentukan atau yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku
manusia di dalam pengalaman edukatif.
Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Jadi, kata kunci dari belajar menurut pendapat tersebut adalah perubahan perilaku. Lebih
lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku yang diperoleh dari
belajar, sebagai berikut:
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah
atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses
belajar.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu akan menjadi dasar bagi
pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu
yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi
termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang Teori-Teori Belajar, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang Teori-Teori Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai Teori-Teori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan Teori-Teori Belajar.
Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan
hasil belajar dapat berbentuk :
1.
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
2.
3.
4.
Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu
yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau
peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan
kesiapan untuk bertindak.
5.
Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol
oleh otot dan fisik.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar
meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan
aspek-aspeknya. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif,
mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif
(affective domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain).
Selanjutnya, perlu pula diketengahkan di sini empat pilar belajar sebagai landasan
pendidikan yang dikemukakan oleh organisasi pendidikan sedunia, yakni UNESCO (dalam
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun kebersamaan masa depan
memasuki abad ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan
dunia yang semakin cepat. Keempat pilar belajar dimaksud adalah: : belajar mengetahui
(learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar berkembang secara utuh (learning to be).
1. Belajar mengetahui (learning to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan
informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja
disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi,
tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang
elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh
dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui
merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca,
mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan,
tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan
untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan,
memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll. Pengetahuan terus berkembang, setiap saat
ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan
ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang
sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan
belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco,
belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar
berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan
dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja
ini, juga berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis
atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan
didunia industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau
telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing
much (berusaha berkarya banyak).
3. Belajar hidup bersama (learning to live together)
Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik,
daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama
dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan
hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar
belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa
bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable
(berusaha membina kehidupan bersama)
4. Belajar berkembang utuh (learning to be)
guru
di
sekolah
pada
hakikatnya,
menurut
Wardiman
Djojonegoro,
untuk
menginternalisasikan tiga nilai dasar. Masing-masing adalah (1) membangun atau membentuk
siswa yang memiliki orientasi ke depan dengan ciri-ciri, antara lain luwes, tanggap terhadap
perubahan, dan memiliki semangat berinovasi; (2) senantiasa punya
hasrat untuk
mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya tidak tunduk pada nasib,
senantiasa memecahkan masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai iptek, dan (3) memiliki
orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation, antara lain ditandai
oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai dasar tersebut siswa
harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).
Proses pembelajaran pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam
pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para peserta
didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
Gibbs (dalam E. Mulyasa, 2003:106) berdasarkan berbagai hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan,
komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil
penelitian tersebut dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan
lebih kreatif jika:
a. dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut;
b. memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah seara
bebas dan terarah;
c. melibatkan peserta didik dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
d. memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan
e. melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan.
Kendatipun begitu, menurut E. Mulyasa (2003:107), kualitas pembelajaran sangat
ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru dengan segala kompetensi profesionalnya.
Aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada aktivitas dan
kreativitas guru dalam mempersiapkan rencana pembelajaran, penyampaian dan pengembangan
materi pelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, serta penciptaan lingkungan belajar
yang kondusif. Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan, kebutuhan peserta didik, dan tujuan yang ingin dicapai.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala bentuk
kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas atau di sekolah.
Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacam-macam, bisa berupa
mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya, menjawab pertanyaan,
berdiskusi, melakukan eksperimen, dan lain sebagainya, yang dengan itu semua dapat diketahui
bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan bukan pada guru. Guru hanya sekedar
berperan untuk memfasilitasi,
B. Prestasi Belajar
Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar.
Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada
yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan tetapi ada
pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil
belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu
semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek,
misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar diartikan
sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan murid
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari
hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:
a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan
atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan, dan
c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki cakupan
makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar adalah
sebagian dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang dinyatakan
dengan nilai atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan dan diberikan oleh guru. Meskipun
demikian, dalam tulisan ini kedua istilah tersebut dianggap identik dan karenanya bisa saling
dipertukarkan pemakaiannya.
Selanjutnya perlu dikemukakan di sini, bahwa hasil belajar (baca, prestasi belajar)
merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor yang
mempengaruhi hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil atau prestasi belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu faktor dari dalam diri
individu (baca, subyek didik) atau disebut faktor internal, dan faktor dari luar diri subyek didik,
atau disebut faktor eksternal. Baik buruknya kualitas kedua faktor ini akan banyak berpengaruh
terhadap baik buruknya hasil atau prestasi belajar. Semakin baik kondisi atau kualitas kedua
faktor tersebut dimiliki oleh subyek didik, maka cenderung semakin baik hasil atau prestasi
belajar yang bisa dicapai. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kondisi atau kualitas kedua
faktor dimaksud, maka cenderung semakin buruk pula hasil atau prestasi belajar yang dicapai.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:
C. Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan oleh
Robert
Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang
paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.
Belajar secara koperatif adalah strategi mengajar yang menyertakan partisipasi anak
dalam aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif. Pemikiran ini
mendiskusikan alasan untuk menggunakan strategi belajar secara koperatif di pusat dan kelaskelas, cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka panjang bagi pendidikan anak.
Belajar secara kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, ini relatif mudah
diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan kehadirannya, serta
senang bersekolah adalah beberapa keuntungah belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).
Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih
asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen
yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1)
saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4)
keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara
sengaja diajarkan(Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-790). Itulah unsur dasar yang terdapat
dalam metode pembelajaran kooperatif, yang perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut sebagai
berikut:
1. Saling ketergantungan positif;
Dalam pembelajaran kooperatif guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud
dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling
ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan
(b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan dan
sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
2. Interaksi tatap muka;
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber
belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena
ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
3. Akuntabilitas individual;
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun
demikan, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh
guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok
yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap
anggota kelompok harus memberikan urunan atau kontribusi demi kemajuan kelompok.
Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas
individual.
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi;
Dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, mempertahankan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam
menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi
secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antara pribadi tidak
hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
Selanjutnya,
bagaimanakah
peran
guru
dalam
pembelajaran
kooperatif?
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari model pembelajaran
tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukanan
sebagai berikut ini:
a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan
oleh guru, yaitu tujuan akademik (Academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja
sama (collaboratives skill objectives). Tujuan akademis dirumuskan sesuai dengan taraf
perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja
sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dan
mengelola konflik.
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok
belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 (tiga) faktor yang
menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah (1) taraf
kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota
kelompok belajar hedaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan
tugas.
Ada sedikitnya 4 (empat) pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh oleh guru saat akan
menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukanan
sebagai berikut:
1. Pengelompokan siswa secara homogen atau heterogen?
Pengelompokan siswa hendaknya heterogen. Heterogenitas kelompok mencakup jenis
kelamin, ras, agama (kalau mungkin) tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah) dan
sebagainya.
2. Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok belajar
kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non task orientied) dan (2) yang
berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi
bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap angota kelompok.
Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal
LKS atau soal-soal latihan yang diberikan guru yang berbentuk prosedur penyelesaian
dan mencocokan pendapatnya antar kelompok satu dengan yang lain. Sedangkan
kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas
yang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti
pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehingga harus disusun oleh
panitia untuk menentukan siapa yang
transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar
kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari
jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
3. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru? Kebebasan memilih teman sering
menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif
tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh
guru. Ada tiga teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat
digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan metode sosiemetri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan
siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling
tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri
tersebut guru menyusun kelompol-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada
siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.
2) Berdasarkan
kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa
misalnya, dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang terdiri dari 1 hingga
10, maka para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuk 10
dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar
kemampuannya (tinggi, sedang, rendah) dan sebagainya. Setelah itu, secara acak
siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah
kelompok-kelompok belajar yang heterogen.
4. Bagaimana menentukan tempat duduk siswa? Tempat duduk siswa hendaknya disusun
agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok
yang satu
1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok
harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda
bentuk untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan
dalam bentuk jigsaw puzzle sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari
bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu
bentuk pertandingan antara kelompok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar
untuk
meningkatkan
saling
ketergantungan
positif
antar
anggota
kelompok.
e. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam
menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek dimaksud dapat
dikemukanan sebagai berikut:
1) Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas
sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau
kebingungan. Dalam pembelajran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya
dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
2) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan
lampau.
3) Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti
atau pengertian contoh kepada para siswa.
4) Mengajukan berbagai pertanyaan
dapat
2) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk
mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan
antara anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masingmasing
tidak dapat
anggota kelompok benar-benar menjalin kerjasama dan agar kelompok mengetahui adanya
anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan
pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi yang sedang
dipelajari.
h. Menyusun kerja sama antara kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok
belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar
kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar
mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik para
anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai.
Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang
memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan terintegrasi.
mendefinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai
perilaku, antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti Tetaplah berada dalam
kelompokmu, Berbicaralah pelan-pelan, Berbicaralah menurut giliran, dan sebagainya.
Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup halhal sebagai berikut:
1) Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
2) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang
telah dipelajari sebelumnya.
3) Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang
dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
4) Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
5) Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota
lain.
6) Jangan mengubah
yang logis.
p. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas
terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas
kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan
untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa
Setiap
pendekatan memberi penekanan pada tujuan tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Salah satu dari model pemebelajaran kooperatif adalah model atau tipe STAD
(Sudent Teams-Achievement Divisions) atau dapat diterjemahkan dengan istilah Tim Siswa
Kelompok Prestasi.
Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama
dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter
tergantung keberhasilan
individu. Namun demikian, setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota
yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
diantara siswa untuk saling memotivasi,
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang dipelajari;
4.
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, anggota
dalam suatu kelompok tidak boleh saling membantu;
Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar
siswa di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang timbul dalam
pembelajaran biologi di kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008,
khususnya terhadap materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan
peranan virus dalam kehidupan.
D. Hipotesis Tindakan
Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan hipotesis
tindakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.
Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciriciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.
2.
Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun
Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciriciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan September sampai dengan akhir
bulan Nopember 2007.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian
tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti
penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan
terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.
Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan
Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research), pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt
Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc
Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah
satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan
pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia.
Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas,
menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian para guru atau
kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti
para peneliti konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain
adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang halhal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan
pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan
adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran.
Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan
nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi
dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut
dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan
penting, menarik perhatian dan mampu
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (ongoing), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang
tidak dapat berhenti tetapi
2002:82).
Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas,
yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3)
penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana
guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap
menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi
Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada, peranannya sangat kecil dan tidak
dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara
garis besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui,
yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah
berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan
dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas,
maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam
Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan)
dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 1
berikut:
menyusun
rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah disusun dan
direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah langkah-langkah kegiatan pembelajaran
terkait dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yang telah dipilih dan
ditetapkan.
3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan tahap
sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Dan jika pelaksana tindakan (guru) sekaligus
bertindak sebagai pengamat (dalam penelitian tindakan individual, di mana guru bertindak
sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak lain), maka instrumen pengamatan
sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur dan sistematis.
4. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan kembali
tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan,
keberhasilan dan
dilihat di mana kelemahan, khususnya pada bagian mana dari materi atau kompetensi dasar
berikut indikator-indikatornya yang belum dikuasai siswa.
Selain tes, alat pengumpul data lain yang dipergunakan dalam penelitian tindakan ini
adalah format observasi berupa tabel-tabel isian yang telah dipersiapkan dan disusun secara
terstruktur dan sistematis, sehingga guru tinggal membubuhkan tanda centang atau check list
pada kolom-kolom tabel isian format observasi yang sesuai dengan aspek pengamatan. Di
samping itu dipergunakan juga teknik pengumpulan data yang bersifat dokumenter melalui
tugas-tugas prtofolio dan catatan-catatan pelajaran yang telah dibuat oleh siswa.
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian tindakan ini dilihat dari sifatnya ada yang
berupa data kuantitatif dan ada pula yang berupa data kualitatif, atau kombinasi dari keduanya.
Data kuantitatif terutama adalah data yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa, yang
datanya akan dijaring melalui alat tes tertulis yang dibuat sendiri oleh guru. Sedangkan data
kualitatif adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, seperti ketekunan dan kerajinannya dalam kegiatan pembelajaran, tingkat
keaktifannya dalam tanya jawab, semangat dan motivasinya dalam belajar, partisipasinya dalam
diskusi dan kerja kelompok, dan lain sebagainya. Untuk data kualitatif ini pengumpulan datanya
terutama dilakukan melalui format observasi dalam bentuk tabel isian yang telah dipersiapkan
sebelumnya dan disusun secara terstruktur dan sistematis. Selain itu juga dilakukan pengumpulan
data dengan teknik dokumentasi melalui lembar-lembar portofolio dan catatan-catatan pelajaran
dari siswa yang relevan.
F. Prosedur Penelitian
Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa penelitian tindakan kelas
berjalan melalui siklus-siklus dalam sebuah spiral, di mana setiap siklus terdiri dari 4 (empat)
tahapan kegiatan yang terus berulang dan meningkat. Sejalan dengan itu maka prosedur
pelaksanaan
penelitian
ini
diwujudkan
dalam
bentuk
tahapan-tahapan
siklus
yang
berkesinambungan dan berkelanjutan, di mana untuk setiap siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan
langkah yang secara garis besar adalah: 1) membuat perencanaan tindakan perbaikan, 2)
implementasi atau pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan, 3) melakukan observasi atau
pengamatan atas tindakan perbaikan yang dilakukan, dan 4) melakukan refleksi, termasuk di
dalamnya analisis, interpretasi dan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, sehingga bisa
diketahui tindakan-tindakan mana yang sudah berhasil sesuai rencana dan tindakan mana yang
masih perlu diperbaiki lebih lanjut pada siklus berikutnya.
Untuk lebih jelasnya, prosedur pelaksanaan penelitian ini bisa dipaparkan sebagai
berikut:
Siklus I : meliputi tahapan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
Menentukan skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih, yang dalam
Dan lain-lain persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan dan kegiatan
pembelajaran.
2. Tindakan
Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan tindakan perbaikan dalam kegiatan
pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan dengan mengacu pada skenario
pembelajaran yang telah direncanakan, yang dalam hal ini terdiri dari urut-urutan tindakan
sebagai berikut:
Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan
mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa serta memberitahukan tujuan yang ingin
dicapai dari kegiatan pembelajaran;
Siswa membentuk kelompok kecil beranggotakan 5 orang yang dibentuk secara acak sesuai
Siswa mendengarkan secara aktif penjelasan materi pelajaran secara global dari guru tentang
Siswa mengamati gambar-gambar atau foto-foto virus yang telah disiapkan oleh guru dan
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar materi pelajaran dan gambar-gambar
Setiap kelompok diminta membuat dan merumuskan kesimpulan tentang materi yang telah
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh guru
untuk membuat rangkuman materi tentang virus beserta ciri-ciri dan reproduksi/replikasinya
sebagai bahan untuk diskusi kelas pada pertemuan yang akan datang;
3. Pengamatan
Tahap pengamatan atau observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan perbaikan di atas. Teknik pelaksanaannya untuk pengamatan ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi terstruktur yang telah disiapkan sebelumnya, yaitu berupa tabeltabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas belajar siswa. Dengan demikian, sambil
melakukan tindakan (perbaikan), guru melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar setiap
siswa dalam proses pembelajaran.
4. Refleksi
Tahap ini merupakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, tindakan mana yang
sudah berhasil sesuai dengan rencana dan mana yang perlu diperbaiki sebagai acuan untuk
menyusun rencana tindakan pada siklus berikutnya.
Siklus II: meliputi tahapan langkah-langkah seperti pada siklus I, tetapi berbeda bentuk
dan sifat tindakan yang dilakukan. Bahkan boleh dikata, sikulus II ini merupakan perbaikan dan
peningkatan dari siklus I dengan tetap mengacu pada hasil tindakan dan perbaikan pembelajaran
yang ingin dicapai, sebagai berikut:
1. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II ini mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi berikut penetapan
alternatif pemecahannya;
Pengembangan program tindakan yang perlu untuk mengatasi masalah yang muncul ataupun
Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan
Siswa duduk bersama anggota kelompoknya masing-masing dan mendengarkan secara aktif
penjelasan materi pelajaran dari guru tentang peranan virus dalam kehidupan;
Siswa terlibat aktif tanya jawab dengan guru tentang materi pelajaran yang telah dibahas.
Dalam kesempatan ini antar anggota kelompok tidak boleh saling membantu.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh guru
untuk dikerjakan di luar kelas (Pekerjaan rumah) berupa membuat klipping dari koran, majalah
ataupun internet dengan tema Perkembangan virus dan dampaknya bagi kehidupan manusia.
Setiap anggota kelompok harus menyumbangkan minimal satu judul/topik kliping sesuai dengan
tema tersebut disertai komentar pribadi seperlunya dan dengan jelas mencantumkan nama
penyusunnya. Kliping yang dibuat oleh setiap anggota kelompok tersebut kemudian disatukan
dan menjadi milik hasil kerja kelompok yang bersangkutan dengan tetap memperlihatkan nama
Pada pertemuan tatap muka selanjutnya, setiap kelompok siswa mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya di depan kelas secara bergiliran disertai dengan tanya jawab antar siswa antar
kelompok. Dalam kesempatan ini siswa dalam suatu kelompok harus kompak dan saling
membantu dalam bertanya maupun dalam menjawab;
Pada akhir kegiatan diskusi kelas, siswa membuat kesimpulan hasil diskusi di bawah
bimbingan guru.
Setelah itu sampai akhir jam pelajaran, siswa secara individual mengerjakan soal Post tes
Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.
Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus
Sedangkan keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi hasil
belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa secara signifikan sesuai dengan acuan yang telah
ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini sedapat mungkin
mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik, artinya penilaian dilakukan
sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan proses kegiatan belajar siswa dengan
isntrumen penilaian yang bervariasi dengan tetap memperhatikan perbedaan kemampuan
individual siswa. Oleh karena itu Pedoman acuan penilaian yang ditentukan dalam penelitian
ini untuk mengukur kemajuan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa ditetapkan berdasarkan
kriteria PAP (Penilaian Acuan Patokan). Berdasarkan kriteria PAP, kemajuan hasil belajar siswa
melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dikatakan meningkat secara
signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan penelitian (siklus), seluruh siswa atau
secara klasikal 85% dari siswa telah berhasil mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran Biologi pada kelas X Semester I SMA Negeri
1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008, yang dalam hal ini adalah sebesar 65. Atau secara
prosentase, kemajuan hasil belajar siswa di sini dikatakan meningkat secara signifikan manakala
nilai rata-rata hasil belajar siswa di akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari
hasil belajar sebelumnya. Dan dengan begitu berarti menandai berakhirnya siklus pelaksanaan
program tindakan.
Berikut ini ditetapkan kisi-kisi indikator keberhasilan dan indikator proses sebagai
berikut:
Variabel Masalah
o
1
Pemecahan
Indikator Keberhasilan
Masalah
1.Aktivitas belajar
siswa
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe STAD
2.Prestasi belajar
siswa
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe STAD
N
o
Variabel Tindakan
Indikator Proses
Urutan Kegiatan
Pembentukan
kelompok belajar
secara acak
terstruktur;
1. Interaksi
dengan sesama
siswa dalam
proses belajar;
Pemberian dan
penyematan nomor
identifikasi siswa
selama proses;
belajar berlangsung
2. Kerjasama
dalam
mengerjakan
tugas
kelompok;
1. Guru mengarahkan
pembentukan
kelompok
beranggotakan 5
orang secara
heterogen
berdasarkan
gender, sekolah
asal, dan
kecerdasan.
Pemberian tugas
kelompok;
3. Motivasi dan
kegairahan
dalam proses
belajar;
Guru memfasilitasi
diskusi kelas;
3
Guru melakukan
tanya jawab
tentang penguasaan
materi dengan
seluruh siswa di
kelas;
Guru memberikan
post tes tertulis ke1 dan ke-2 dan
pada pertemuan
selanjutnya
menyampaikan
hasil evaluasi
kepada siswa dan
mengumumkannya
di depan kelas;
4. Keberanian
siswa dalam
bertanya dan
mengemukaka
n pendapat;
5. Kreativitas
belajar siswa
(membuat
catatan,
ringkasan, dan
lainnya);
2. Guru membagikan
tanda nomor
identifikasi yang
harus disematkan
pada diri siswa
selama proses
belajar di kelas
untuk
memudahkan
observasi dan
penilaian proses;
3. Guru
menyampaikan
kriteria penilaian
hasil dan penilaian
proses
4. Guru memberikan
tugas kelompok
dan mengarahkan
perlunya
pembagian peran
yang jelas di antara
anggota kelompok;
Pemeriksaan
7. Partisipasi aktif
portofolio dan buku
siswa dalam
5. Guru memfasilitasi
catatan belajar
kegiatan
dan membimbing
siswa.
pembelajaran.
6. Interaksi
dengan guru
selama
kegiatan
pembelajaran;
Instrumen
Pengumpul
Data
Format
observasi
Lembar
portofolio
siswa;
Buku
catatan
pelajaran
siswa.
diskusi kelas;
6. Guru memandu
tanya jawab
tentang
penguasaan materi;
7. Guru membagikan
lembar soal post
tes ke-1 dan ke-2,
dan pada
pertemuan
berikutnya
membagikan dan
mengumumkan
hasilnya kepada
siswa;
7
8. Guru memeriksa
hasil portofolio
dan buku catatan
pelajaran siswa.
Selanjutnya perlu pula dikemukakan di sini kriteria penilaian hasil sehubungan dengan
penguasaan siswa terhadap materi atau kompetensi dasar dan kriteria penilaian proses terkait
dengan aktivitas belajar siswa, sebagai berikut:
Tabel 3
Kriteria Penilaian Prestasi Belajar
No
NiIai
Kriteria
< 65
65 - 75
76 - 90
91 - 100
Nilai/Frekuensi
Kriteria
< 40
Rendah Sekali
41 - 55%
Rendah
56 70%
Cukup
71 85%
Tinggi
86 100%
Tinggi Sekali
Tabel 5
Kriteria Aktivitas Siswa Yang Tidak Relevan Dengan Belajar
No
Nilai/Frekuensi
Kriteria
1 20%
Rendah Sekali
21 - 40%
Rendah
41 60%
Cukup
61 80%
Tinggi
81 100%
Tinggi Sekali
Indikator keberhasilan dan indikator proses yang telah ditetapkan tersebut dengan
sendirinya juga merupakan kriteria penerimaan ataupun penolakan hipotesis penelitian
(tindakan) yang telah dirumuskan di bagian awal penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua
kali pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus
penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan
dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalamsetiap siklus adalah data yang berhubungan dengan
aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah
ditetapkan, dalam hal ini adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah
disiapkan oleh guru.
Hasil Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah diolah dapat
dilihat pada tabel 6 berikut ini :
Tabel 6
Data Aktivitas Belajar Siswa (N = 40)
Ketercapaian
N
o
INDIKATOR PROSES
Siklus I
Siklus II
22
55
33
82,5
26
65
35
87,5
26
65
37
92,5
28
70
35
87,5
catatan, ringkasan)
5
25
62,5
34
85
24
60
36
90
25
62,5
38
95
25
62,5
35
87,5
Rata-rata
Berdasarkan data pada tabel 6 tersebut diketahui bahwa aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada siklus II, yang
berarti mengalami peningkatan sebesar 25%.
Selanjutnya, bagaimana data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran,
dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7
Data Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran
(N = 40)
Ketercapaian
N
o
INDIKATOR PROSES
Siklus I
Siklus II
16
40
17,5
Tidak/kurang memperhatikan
penjelasan dari guru atau teman
sekelas
18
45
12,5
12
30
15
22
55
20
10
25
100
Rata-rata
16
40
12,5
Berdasarkan data pada tabel 7 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang relevan
dengan kegiatan pembelajaran mengalami penurunan, dari 40% pada siklus I menjadi 12,5%
pada siklus II, yang berarti mengalami penurunan sebesar 27,5% pada akhir siklus II.
Selanjutnya, prestasi hasil belajar dan atau ketuntasan belajar siswa terhadap materi
pokok pembelajaran virus, berikut ciri-ciri, replikasi dan peranannya dalam kehidupan setelah
data diolah dan disederhanakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini (Data mentahnya dapat
dilihat pada Lampiran 8).
Tabel 8
Data Prestasi Belajar Siswa
Ketercapaian
N
o
Kriteria Penilaian
Siklus I
f
Siklus II
f
11
27,5
12,5
Tuntas
18
45
21
52,5
20
10
25
7,5
10
N=
40
40
Dari data pada tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa prestasi belajar dan atau ketuntasan
belajar siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang relatif besar. Dari
11 siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun menjadi hanya 5 siswa (12,5%) yang
tidak tuntas dan memerlukan remidi pada akhir siklus II. Seiring dengan itu jumlah siswa yang
tuntas tetapi tidak perlu pengayaan juga meningkat, dari 18 siswa (45%) pada siklus I meningkat
menjadi 21 siswa (52,5%) pada siklus II. Siswa dalam kategori tuntas tetapi tidak memerlukan
pengayaan ini merupakan jumlah yang terbesar dalam sebaran distribusi. Berikutnya adalah
siswa yang tuntas dengan predikat memuaskan dan sangat memuaskan, masing-masing
sebanyak 8 (20%) dan 3 (7,5%) pada siklus I dan hanya meningkat sedikit pada akhir siklus II,
yaitu masing-masing menjadi 10 (25%) dan 4 (10%). Baik yang tuntas memuaskan maupun
yang tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah termasuk kategori siswa yang perlu
mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori yang terakhir itu secara kumulatif
pada akhir siklus II adalah sebanyak 14 siswa (35%).
C. Pembahasan Hasil
Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 6, 7, dan 8 tersebut dengan jelas
diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan mengalami peningkatan
yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD melalui tindakan
terstruktur ditambah dengan pemberian dan penyematan tanda nomor identifikasi selama proses
belajar untuk memudahkan observasi dan penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah
motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan penciptaan
suasana belajar dan proses penilaian yang tampak serius dan resmi dari guru. Mereka berusaha
untuk tampil sebaik mungkin dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama
proses pembelajaran. Apalagi setelah mereka mengetahui tentang aturan main dalam penilaian
proses maupun penilaian hasil.
Itulah kiranya yang mendorong siswa untuk, sepertinya, berlomba dan terpacu
meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan pemalu dan pendiam
berubah menjadi pro-aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru maupun
apalagi dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula pemalas,
pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan bersemangat belajar; dari
yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan
tanya jawab; dari yang semula kelihatan cuek dan egois berubah menjadi penuh atensi dan
mau berbagi dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana
tersajikan pada tabel 6 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan
dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti naik sebesar
25%. Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan (lihat tabel 4 Bab
III), prosentase aktivitas belajar sebesar 87,5% itu tergolong tinggi sekali. Demikian pula angka
prosentase kenaikan sebesar 25% tersebut jelas jauh melampaui kriteria keberhasilan penilaian
proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni
sebesar 10%. Dengan demikian maka hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan
di bagian terdahulu dalam penelitian ini bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu
berarti, bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran
Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan
peranan virus dalam kehidupan terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-1
Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti yang
diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi kesannya agak ramai
dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan meriah dan gelak tawa riang dari
para siswa untuk memberikan applause dan support atau karena munculnya spontanitas
perilaku jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas
kelompok dan tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses
pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar yang
menyenangkan (joyful learning atau learning is fun). Hal ini setidaknya terbukti dari semakin
menurunnya secara signifikan aktivitas siswa yang tidak relevan dengan belajar dari siklus I ke
siklus berikutnya, sebagaimana terlihat dari sajian data pada tabel 7 di atas, dari 40% aktivitas
siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran pada siklus I turun menjadi 12,5% pada siklus
II. Dan berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan untuk ini (lihat tabel 5 Bab III),
angka prosentase 12,5% itu tergolong rendah sekali. Itu artinya apa? Penerapan tindakan melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti bisa mereduksi atau mengurangi sampai seminimal
mungkin aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran.
Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data hasil belajar atau prestasi belajar
siswa sebagaimana tersajikan pada tabel 8 di atas dengan jelas membuktikan bahwa telah terjadi
peningkatan yang sangat signifikan pada prestasi belajar siswa, dari semula hanya 29 siswa (18 +
8 + 3 ) atau sebesar 72,5% yang tuntas belajar pada siklus I meningkat menjadi 35 siswa (21 +
10 + 4) atau sebesar 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti mengalami peningkatan sebesar
15% untuk kategori ini. Sementara itu untuk kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori
siswa yang tidak tuntas, dari semula sebanyak 11 siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I
berkurang secara drastis menjadi hanya 5 siswa (12,5%) yang tidak tuntas pada akhir siklus II,
yang berarti berkurang sebesar 15%.
Meskipun angka prosentase kenaikan bagi yang tuntas maupun prosesntase pengurangan
bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II tersebut tidak terlalu fantastis, yakni masingmasing hanya, kebetulan sama 15%, namun bila dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang
telah ditetapkan sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu sudah
lebih dari cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan secara
klasikal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam kelas harus mencapai
ketuntasan belajar, sementara dari penilaian hasil di akhir siklus II ini hanya menyisakan 12,5%
yang tidak tuntas (yang berarti 87,5% siswa telah mencapai ketuntasan belajar), maka dari situ
dapat dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini telah berhasil mencapai tujuannya. Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian
(tindakan) kedua yang dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya
secara sah dan meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
pembelajaran Biologi, khususnya pada materi atau kompetensi dasar mendeskripisikan ciri-ciri
virus, replikasi dan peranannya dalam kehidupan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan jawaban
terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya
pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus
dalam kehidupan terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar 25% (dari semula 62,5%
pada siklus I menjadi 87,5% pada akhir siklus II) dari aktivitas belajar siswa Kelas X-1
Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya
pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus
dalam kehidupan terbukti juga telah berhasil meningkatkan sebesar 15% (dari semula 27,5%
yang tidak tuntas pada siklus I berkurang menjadi 12,5% yang tidak tuntas pada akhir siklus
II) dari prestasi belajar atau ketuntasan belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1
Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.
Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada bidang studi Biologi di sini telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Saran
Mengingat hasil-hasil penelitian yang telah dicapai di sini, maka disarankan:
1.
Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam
kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang diberikan
oleh guru. Dengan begitu maka selain akan menimbulkan rasa saling asah, saling asih dan
saling asuh di antara siswa juga akan mempermudah upaya pencapaian tujuan pembelajaran
di sekolah.
2. Kepada teman sejawat, guru; jika menghadapi masalah pembelajaran yang sama atau yang
mirip dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, kiranya patut dicoba untuk diatasi
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada bidang studi yang sama
dengan ini ataupun untuk bidang studi yang lain. Mengingat satu dan lain hal, model
pembelajaran kooperatif tipe STAD selain prosedurnya mudah dan sederhana, dampaknya
sangat terasa bagi peningkatan aktivitas belajar siswa sesuai dengan tuntutan dan trend
pembelajaran yang berkembang akhir-akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI; Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1990.
Mulyasa,E., Dr.,M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik
Implementasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
dan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I
N
o
NAM
A
SISW
A
Keberania
n
Motivasi
Kerja
belajar
Sama
dlm ke-
bertanya
Kreativi
-
Interaks
i
Interaks
i
tas
belajar
Sesama
Dengan
siswa
guru
si dalam
lompok
Ya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tdk
Y
a
Td
k
Y
a
Td
k
Partisipa
pembelajara
n
40
Lampiran II
Format Observasi
Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran
Siklus I dan II
No
NAMA
SISWA
Asyik
bermain
sendiri
Ya
1
2
3
4
5
6
7
Tdk
Kurang
memperhatikan
penjelasan
guru
Ya
Tdk
Berbicara
sendiri
dengan teman
Ya
Tdk
Melamun
dan kurang
bergairah
Ya
Tdk
Mengerjakan
tugas
pelajaran lain
Ya
Tdk
8
9
40
Lampiran III
INTRUMEN PENILAIAN MEMBUAT RANGKUMAN MATERI
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar
Tanggal Penilaian
Kriteria /Aspek
No
Nama siswa
1
1.
2.
3.
4.
5.
Skor
Nilai
6.
7.
8.
9.
40.
Kriteria:
1. Kelengkapan dan keluasan cakupan materi
2. Keruntutan sitematika rangkuman
3. Kecermatan dan ketepatan bahasa
4. Kerapian tulisan
5. Ketepatan waktu pengumpulan
6. Keanekaragaman sumber informasi
Lampiran IV
INSTRUMEN PENILAIAN KLIPING
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Tanggal Penilaian
Kriteria /Aspek
Skor
No
Nilai
Nama siswa
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
40.
Kriteria:
Lampiran V
INSTRUMEN OBSERVASI KEGIATAN PRAKTIKUM KELOMPOK
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Tanggal Penilaian
Kriteria /Aspek
No
Nama siswa
Skor
1
1.
2.
3.
4.
Nilai
5.
6.
7.
8.
9.
40.
Kriteria:
1. Persiapan alat dan bahan
2. Kesesuaian pelaksanaan dengan cara kerja
3. Inisiatif dalam bekerja
4. Kontribusi dan partisipasi dalam kelompok
5. Kerapian dan kebersihan tempat setelah bekerja
Lampiran VI
INSTRUMEN PENILAIAN LAPORAN HASIL PRAKTIKUM KELOMPOK
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar
Indikator
Tanggal Penilaian
No
Nama siswa
Kriteria/aspek
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
40.
Kriteria:
1. Bentuk susunan sistematika laporan
Skor
5
Nilai
Lampiran VII
FORMAT OBSERVASI DISKUSI KELOMPOK
No
NAMA
SISWA
Kelancaran
Keruntutan
Penalaran
bahasa
Ya
1
2
3
4
5
6
Tdk
Ya
Tdk
Keberanian
bertanya dan
menjawab
Ya
Tdk
Kesesuaian
pertanyaan
dan jawaban
Ya
Tdk
Kerjasama
Dalam
kelompok
Ya
Tdk
7
8
9
40
Lampiran VIII
FORMAT PENILAIAN PORTOFOLIO DAN CATATAN PELAJARAN
No
NAMA
SISWA
Kerapian
Kelengkapan
Catatan dan
portofolio
Catatan dan
Keruntutan
sistematika
penulisan
Keruntutan
bahasa
penulisan
Kemampuan
penalaran
membuat
kesimpulan
portofolio
Ya
1
2
Tdk
Ya
Tdk
Ya
Tdk
Ya
Tdk
Ya
Tdk
3
4
5
6
7
8
9
40
Lampiran IX:
Data Aktivitas Belajar Siswa
Ketercapaian
N
o
INDIKATOR PROSES
Siklus I
Siklus II
22
55
33
82,5
mengemukakan pendapat
2
26
65
35
87,5
26
65
37
92,5
28
70
35
87,5
25
62,5
34
85
24
60
36
90
25
62,5
38
95
25
62,5
35
87,5
Rata-rata
Lampiran X
DATA AKTIVITAS SISWA
YANG TIDAK RELEVAN DENGAN PEMBELAJARAN
Ketercapaian
N
o
INDIKATOR PROSES
Siklus I
Siklus II
16
40
17,5
Tidak/kurang memperhatikan
penjelasan dari guru atau teman
sekelas
18
45
12,5
12
30
15
22
55
20
10
25
100
Rata-rata
16
40
12,5
Lampiran XI
Indikator
Tanggal Penilaian
NO
NAMA SISWA
SIKLUS I
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TT
TM
SIKLUS II
TSM Nilai
TT
TM
TSM
40
RATA-RATA
Keterangan:
TT
: Tidak Tuntas/Remidi
: Tuntas
TM
: Tuntas Memuaskan/Pengayaan
Lampiran XII
DATA HASIL PRESTASI BELAJAR SISWA
SIKLUS I DAN II
NO
NAMA SISWA
SIKLUS I
Nilai
Aditya M.
52
Afan Hamzah
93
TT
TM
SIKLUS II
TSM Nilai
69
95
TT
TM
TSM
Anita Puji Y.
88
90
Ardiansyah
62
Ayu Rohmana
73
Azza Linata I.
56
62
Dewi Nasyiatul
60
73
Dwi Ayu S.
82
Eko Firmansyah 75
10
Ellok Shoffil I.
62
11
Ertinda D.S.
72
12
Gesang K.
70
13
Hasty Tiana.S.
60
14
Henti Nurdiana
91
15
Hesti Setiawati
80
16
Holly Aphrodita
91
17
Ida Rahayu
60
68
75
87
83
68
75
75
63
95
93
95
69
18
Intan Dewi P.
80
19
Khoirul Sodikin
62
20
M.As Sidiq
79
21
M.Rizal Basori
55
22
M.Fanani Rois
70
73
23
M.Alim Safiro
73
75
24
72
74
25
Noyan Faris S.
72
75
26
Retno Sulistiyo
79
27
Rhea Rahma A.
67
28
Roidatul R.
89
29
Sonni Anggara
70
75
30
69
74
31
Sulis Ikhwanul
70
75
32
Taufiq M.D.
85
85
67
83
61
84
72
90
88
33
Tika Anggraeni
70
34
Tri A. Buhori
60
35
Wahyu S.Efendi
68
77
36
Yusuf Ihwanudi
69
72
37
Zumrotus S.
70
74
38
M.Nur Firdaus
60
39
Laila Nur
75
82
40
Indra M.
73
75
Jumlah Frekuensi
75
63
11
63
18
21
10
Lampiran XIII
http://massholeh.webs.com/ptkbiologisma.htm