Anda di halaman 1dari 29

BRONKIOLITIS

I.

PENDAHULUAN
Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama

akibat peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus. Sering mengenai anak usia
dibawah

satu

tahun

dengan

insiden

tertinggi

umur

bulan,

Bronkiolitis

akut yang terjadi dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus,
sedangkan

pada

tahun

kedua

lebih

jarang

lagi,

yaitu

sekitar

setengahnya.

Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran pernafasan bawah terbanyak


pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory Syncytial, kira-kira 45
55 % dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan
Enterovirus sekitar 20%.(2)
Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. (2,4) Belum
ada bukti bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis. (1,4) Sekitar 70 % kasus bronkiolitis
pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan
sisanya

dirawat

dipoliklinik.

Sebagian

besar

infeksi

saluran

nafas

ditularkan

lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan
gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan
akan bermanifestasi berat.(2)
Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS
pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan
menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus
perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis dinegara-negara berkembang hampir sama
dengan di Amerika Serikat. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di
negara-negara tropis.(4)
Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Keadaan tersebut harus
dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma
akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan
bronkiolitis

tidak.

Bronkiolitis

juga

harus

dibedakan

yang disertai enfisema obstruktif dan gagal jantung.(3)

dengan

bronkopneumonia

Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa kanak-kanak.
Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak memerlukan pengobatan.
Pada jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan pengobatan penanganan utama termasuk
pemberian oksigen dan cairan yang adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi
sebagian anak yang mungkin memerlukan intervensi lebih.(5)
Infeksi oleh respiratory syncitial virus (RSV) memiliki morbiditas dan mortalitas yang
tinggi terutama pada anak dengan resiko tinggi dan imunokompromise. Oleh karena itu
langkah preventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Saat ini juga sedang
dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin virus hidup yang
dilemahkan (attenuated live viral vaccines) mengalami hambatan karena imunogenositas yang
rendah dan kecenderungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.(6)
Bronkhiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini
karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4 6 minggu kehidupan, kemudian
akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran nafas
bawah, terutama terhadap virus.(2)
Prognosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penangangan
dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun dan prematuritas).(1)

II.

DEFINISI
Bronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya

inflamasipada bronkiolus.(1,2,4) yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang
dari 2 tahun.(3,7,8) angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan (2,3) secara
klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing. (4,8) bronkhiolitis
bisa disertai dengan superinfeksibakteri.(1)

III.

ETIOLOGI
Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV)

(1,3,4,7

),

penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae),


adenovirus dan beberapa virus lainnya.(1,3,7) tetapi belum ada bukti kuat bahwa
bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.(1,4)

Pada tahun 1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang menderita
penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan kerjanya pada tahun 1960
mengidentifikasi virus tersebut mula-mula diisolasi dari simpanse dan disebut dengan
chimpanze

coryza

agent

pada

anak

belia

usia

dibawah

tahun

dengan

penyakit saluran pernafasan bawah. Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen
penyebab pada sebagian besar kasus anak dengan bronkhiolitis baik sebelumnya
maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi penyebab 8 % dari
bronkhiolitis,
lainnya

dimana

terutama

sebelumnya
rhinovirus,

RSV

ditemukan

adenovirus,

negatif.

semua

tipe

Infeksi

oleh

virus

parainfluenza

virus,

enterovirus dan influenza virus telah diringkas oleh Hall dan Hall.(8)

IV.

EPIDEMIOLOGI
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering

terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen
kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak
dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada
bayi laki-laki berusia 3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat
penduduk.
bronkiolitis

Selain
terjadi

Orenstein,

1,25 kali

lebih

Louden
banyak

pada

menyatakan
anak

laki-laki

bahwa

daripada

anak

perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay,
yaitu

1,6

kali

lebih

banyak

daripada

anak

perempuan;

sedangkan

Fjaerli

menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.(4)


Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di
AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di
rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 %
dari semua kasusperawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara
berkembang hampir sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau
pada musim hujan di negara-negara tropis.(4,9)
Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya
bronkiolitis

adalah

jenis

kelamin

laki-laki,

status

sosial

ekonomi

rendah,

jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan
anak

atau

ke

tempat-tempat

umum

yang

ramai,

rendahnya

antibodi

maternal

terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar

melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila


berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang
besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat
menularkan

virus

tersebut

selama

10

hari.

Di

negara

dengan

musim,

bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di
negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo
Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada
bulan Januari sampai bulan Mei.(10)
Pada tahun 2005 pada pola rawat jalan umur 65 tahun 558 kasus atau 10.8 %.(11)
Rerata

insidens

perawatan

setahun

pada

anak

berusia

di

bawah

tahun

adalah 21,7 per 1000 dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu
6,8 per 1000 pada usia 1 2 tahun. Lama perawatan adalah 2 4 hari, kecuali
pada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan (PJB).
Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada bayi muda. Hal ini
ditunjukkan
terpapar

asap

bronkiolitis
gestasi

dengan

70

lebih

rokok

atau

yang

x/menit,

rendahnya

pasca

natal.

akan

saturasi
Beberapa

menimbulkan

adanya

ronki,

O2

prediktor

komplikasi

dan

juga

riwayat

pada
lain

yaitu

bayi

untuk

bayi

displasia

yang

beratnya

dengan

masa

bronkopulmoner

(bronchopulmonary displasia, BPD).


Kenaikan jumlah perawatan karenabronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak
anak yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA), dan faktor virus sendiri yaitu perubahan
virulensi
kriteria

strain

RSV.

diagnostik

mortalitas

bayi

Selain

terutama

prematur

itu

mikrobiologis

dan

bayi

terdapat
dan

dengan

juga

panduan

kelainan

faktor
terapi

bawaan

perubahan

serta
kompleks

turunya
yang

merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV.


Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada
di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,
kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka
mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1 3 %.(4)

V.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk

paramyxovirus.

Terdapat

dua

glikoprotein

permukaan

yang

merupakan

bagian

penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein
)yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel
virus

dengan

antibodi

sel

target

neutralisasi

dan

sel

protektif

tetangganya.

pada

host.

Kedua

Terdapat

protein

dua

ini

macam

merangsang

strain

antigen

RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih
berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi
di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas
bawah

melalui

penyebaran

langsung

aspirasi

sekresi

nasofaring.

RSV

pada

epitel

mempengaruhi

saluran
sistem

nafas

saluran

dan

melalui

napas

melalui

kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi
gambaran

patologi

awal

berupa

nekrosis

sel

epitel

silia.

Nekrosis

sel

epitel

saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan
fibrin kedalam lumen bronkiolus.(8,10)
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai
dengan

obstruksi

selular/sel-sel
limfosit

bronkiolus

mati

yang

peribronkial

akibat

edema,

terkelupas,

dan

sekresi

kemudian

timbunan

diikuti

submukosa.(4)

edema

mucus,

dengan

Karena

debris
infiltrasi

tahanan

aliran

udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran pernafasan, maka


sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar.(2,4,8)
terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil. Resistensi pada
bronkiolus

meningkat

tetapi

radius

akan

karena

menyebabkan

air

selama

saluran

fase

respiratori

traping

dan

lebih

inspirasi
kecil

hiperinflasi.

dan

selama

Ateletaksis

ekspirasi,

ekspirasi,

dapat

terjadi

maka
pada

saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi total.(4)
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf
aferen

lebih

terpapar

terhadap

alergen/iritan,

sehingga

dilepaskan

beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot


polos

saluran

meningkatkan

napas.
ekpresi

Pada

akhirnya

Intercellular

kerusakan
Adhesion

epitel

saluran

Molecule-1

napas

juga

(ICAM-1)

dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,

bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran
nafas,

akumulasi

napas.Adapun

sel-sel

respon

debris

paru

ialah

dan

mukus

dengan

serta

spasme

meningkatkan

otot

polos

saluran

kapasitas

fungsi

residu,

menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta


meningkatkan shunt.(8)
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja
ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi, yang berikutnya akan
menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida
(hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju
pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat
selama end expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea
biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.(4)
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4
hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . (4,10)Jaringan
mati akan dibersihkan oleh makrofag.(4)Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan
antara infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi
atau

anak

keci

wheezing

berulang

seringkali

mengalami

seringkali

yang

disertai

infeksi

virus

disertai
dengan
saluran

wheezing.

penurunan
napas

tes

pada

(2)
faal

saat

Penderita

paru,
bayi/usia

ternyata
muda.

Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi
sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai
respon imun yang lebih buruk.(10)

VI.

KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS


Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.

Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu
makan

berkurang.

Kemudian

timbul

distres

nafas

yang

ditandai

oleh

batuk

paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta
sulit

makan

dan

minum.

Bronkiolitis

biasanya

terjadi

setelah

kontak

dengan

orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang
ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada
yang mengalami hipotermi.(2,3,10)
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
kadang-kadang

disertai

sianosis,

nadi

juga

biasanya

meningkat.

Terdapat

nafas

cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya
tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat

ekspirasi

yang

memanjang

wheezing

yang

dapat

terdengar

dengan

ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma
karena

tertekan

halus

kadang-kadang

oleh

paru

terdengar

yang
pada

akhir

hiperinflasi.(2,10)
inspirasi

atau

Ronkhi
pada

nyaring
permulaan

ekspirasi.(2,3) Pada keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.(3) Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang
terdengar dengan jelas.(2) Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan
berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau
modifikasinya yang mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR), usaha nafas, beratnya
wheezing dan oksigenasi.
Skala klinis yang digunakan Abul Ainine dan Luyt adalah :
1. Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada,
dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.
2. Heart Rate (HR) diambil dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1
menit, diambil rata-ratanya.
3. Saturasi O2 : dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit,
diambil rata-ratanya.
4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.
5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :
1.

Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)

2.

Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat)

3.

Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik).(4)

Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi : bronkiolitis
ringan dan bronkiolitis berat (R 60 x/ menit).(1)
Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang, berat
dengan tanda sebagai berikut(5,12) :
Tabel 1.
Klasifikasi Bronkiolitis
berdasarkan gejala klinis
Bronkiolitis
Ringan
-

Sedang

Kemampuan

untuk -

makan normal

Gangguan

Berat

pernafasan -

sedang dengan beberapa


kontraksi

Tidak dapat untuk makan

Sedikit atau tidak ada

dinding

dengan

dada dan nafas cuping

gangguan pernafasan

Gangguan pernafasan berat,


dada

hidung

retraksi
yang

cuping
-

Tidak
akan

kebutuhan

oksigen

Hipoksemia ringan dan

dinding

jelas,

hidung

nafas
dan

dengkuran.

dapat dikoreksi dengan

tambahan (saturasi O2

oksigen

> 95 %

Hipoksemia

yang

tidak

terkoreksi dengan oksigen


-

Mungkin menampakkan

tambahan

pernafasan yang pendek


-

ketika

Mungkin

peningkatan frekuensi atau

makan

episode
-

Mungkin
episode

terdapat

memiliki
apnoe

yang

panjang.

apnoe

yang

singkat

Mungkin

menampakkan

peningkatan kelelahan.

VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya,(4)berdasarkan gambaran klinis, umur


penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat.(10)
7.1. Anamnesis
Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan,
batuk dan demam.(4) yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak
terkena adalah usia dibawah 12 bulan.(7) Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk
yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih,
nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan.(1,4,7) Adanya
riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran pernafasan atas.(13)
Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau
kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya
batuk,

pilek,

demam

dan

(4)

menyingkirkan

pneumonia

atau

riwayat

atopi yang dapat menyebabkan wheezing.(10)


7.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya
takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C dan bisa mencapai suhu 41 0C.
Selain itu dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis media.(4,7)
Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan
gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan
anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi
interkostal. Selain itu dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru.
Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi
berusia (4,7) Selain itu ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2 yang rendah
dan tanda dehidrasi.(13)

7.3. Pemeriksaan Penunjang

7.3.1. Laboratorium
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian
pula dengan elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya
didominasi oleh PMN dan bentuk batang.(4,10) Analisa gas darah (AGD) diperlukan
untuk

anak

dengan

gangguan

pernafasan

berat,

khususnya

yang

membutuhkanventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.(4,7) Analisa gas


darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis
metabolik jika terdapat dehidrasi.(10)
Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection test
(direct immunofluoresence assay dan enzyme linked immunosorbant assay.
ELISA). Atau polimerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody
pada fase akut dan konvalesens.(4)
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau
bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan
waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.(10)

7.3.2. Radiologi
Foto Thorak diindikasikan pada :
-

Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih

Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga

Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.(7)

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya


terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercakbercak yang tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini
tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan
aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis terutama saat konvalesens
akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping,
diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.(4,6,10)
Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma
tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila
kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma

lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang


retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.(10)\
Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis
yang dapat menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus,
dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.(4,6)

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi klinis yang
dapat menyerupai penyakit lain. Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma
bronkiale serangan pertama, bronkhitis, gagal jantung kongestif, edema paru, pneumonia,
aspirasi

benda

asing,

refluks

gastroesophageal,

sistik

fibrosis,

miokarditis,

pneumothorak, pertussis.(1,4,5,9,10)

IX.

PENATALAKSANAAN
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian

besar

tatalaksana

oksigen,

minimal

bronkiolitis
handling

pada

pada

bayi

bayi,

bersifat

cairan

suportif,

intravena

dan

yaitu

pemberian

kecukupan

cairan,

penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi


bila

perlu,

antiinflamasi

dan

nutrisi.

seperti

Setelah

itu

kortikosteroid,

barulah
antiviral

digunakan
seperti

bronkodilator,

ribavirin,

dan

pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV
monoclonal antibody (palvizumad).(2,4)
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang
adekuat.

Bayi

dengan

bronkiolitis

sedang

sampai

berat

harus

dirawat

inap.

Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3
bulan,

prematur,

kelainan

jantung,

kelainan

neurologi,

penyakit

paru

kronis,

defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi
suportif,

mencegah

antivirus.(10)

dan

mengatasi

komplikasi,

atau

bila

diperlukan

pemberian

Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis


stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan
akut bronkiolitis adalah :
-

Pengawasan yang hati-hati terhadap status klinis

Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan


pembersihan cairan).

Pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

Edukasi orang tua.(13)

Untuk mendukung pasien anak

Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.(8)

Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :


-

Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

Apnoe

Ketidakmampuan untuk makan

Keadaan sosial khusus

Hypoxemia

Pasien dengan kondisi dasar medis.(7)

Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan
jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.(7,13)
B. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. (2)
Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah

91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. (13) Oksigenasi dengan
kadar oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia. (2,8) gunakan nasal
kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala.
Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau
tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka
segera lakukan permintaan untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.(5,8)
C. Pengaturan Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akiba keluarnya cairan lewat
evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi
diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika
didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5

C). Cara pemberian

cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus
hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah
sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru.
Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan.(2,5,7) Lakukan pemeriksaan serum
elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan penggantian dengan
cairan elektrolit.(5)

Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus
yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial
mengenai

efektivitas

dan

keamanannya.

The

American

of

Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya


menjadi

lebih

berat

seperti

pada

penderita

bronkiolitis

dengan

kelainan

jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada


bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan
ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan
angka kesakitan dan

kematian jika diberikan

pada saat

awal. Penggunaan

ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis
kecil dengan 2 jam 3 x/hari.(2,4)

B. Bronkodilator
Peran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial.(2,4,8) Secara umum jangan
gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan.(5) bronkodilator
juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat
memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen
akan meningkat.(3)
Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96%
bayi dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88
pusat pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan
bronkodilator pada semua pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan
hanya menggunakan bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan
Australia, penggunaan bronkodilator lebih jarang.
Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah
inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya
saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi
adalah kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik.
Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah :
-

Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi


absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation
perfusing matching.

Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik

Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

Mengurangi sekresi kataral.


Beta agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis
nantinya akan menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose.
Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien
menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.(4)

C. Kortikosteroid

Tentang pemberian kortikosteroid masih belum ada keseragaman.(3) masing-masing


negara melakukan pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan masing-masing Panduan
Nasional maupun konsensus yang berdasarkan bukti. (4) Untuk pasien rawat jalan dengan
akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total
pemberian tidak lebih dari 5 hari. Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin
diberikan tergantung dari studi penelitian. Sedangkan untuk penanganan pasien pada
intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid sistemik dapat
dipertimbangkan.

Sedangkan

pemberian

steroid

inhalasi

(budesonide

&

Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.(7)


D. Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena
sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan
diberikan antibiotik spektrum luas.(2,3,6,12) Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan
infeksi

sekunder

tersebut.(2)

Antibiotik

oleh
bila

kuman

yang

dicurigai

resisten
adanya

terhadap

infeksi

bakteri

antibiotik
dapat

digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila


ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia
trachomatis.(1)

Pengobatan Intensive Care Unit


Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :
-

Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang
beresiko.

Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi
pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

Saturasi oksigen rendah yang menetap

Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan
pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO22 > 50 mmHg; pH (5,12)

Tabel 2.
Penatalaksanaan
Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala(12)
Bronkiolitis
Ringan
-

Tidak

Sedang

memerlukan -

penilaian lebih lanjut

Berat

Perawatan

di -

rumah sakit
-

Perawatan dirumah, jika -

Berikan

oksigen

orang tua pasien mampu

sehingga

saturasi

dan

oksigen > 93 %

sudah

dijelaskan

kemudian

Pengamatan seksama untuk


antisipasi

Berobat ulang ke dokter


setelah

Pemberian oksigen sampai


saturasi oksigen > 95 %

serta

mempunyai kendaraan.
-

Perawatan di rumah sakit

kemungkinan

Pertimbangkan

memerlukan

pemberian

intubasi

cairan

intravena

dan

pemakaian

ventilator

hari
-

Pengamatan
seksama

Berikan cairan intravena

Monitor

terhadap

perburukan kondisi

system

cardiorespiratori
-

Foto thorak
-

Foto thorak

Aspirasi

Aspirasi
nasopharyngeal
untuk

untuk

virus

virus

imunoflurorecency dan kultur

imunoflurorecency
dan kultur

nasopharyngeal

Pertimbangkan

pengawasan

gas pembuluh darah arteri


-

Pertimbangkan
konsultasi

untuk

perawatan

ICU

anak.

Kriteria Pulang
Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :
-

Status pernafasan
o Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda
klinis usaha pernafasan lebih
o Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan
alat sedot gelembung.
o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi
yang stabil.
o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan
kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai
faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.(5)

Status nutrisi
o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi

Sosial
o Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah
o Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah
o Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

Peninjauan lebih lanjut


o Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melukakan
visit terakhir.

o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan


o

Janji untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.(13)

Edukasi Keluarga
Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :
-

Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap


gelembung.

Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika
didapatkan gangguan pernafasan

Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari


paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan,
dll.(9,13)

X.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan

penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang
menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial. (1,8) Komplikasi
seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai. (3) Beberapa
studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang
menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan riwayat
bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1 % pada
kelompok kontrol.(4)

XI.

PENCEGAHAN
Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif dan

pasif. Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung
titer antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap
bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan (6) Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi
adalah meningkatkan (augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara
pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang
mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan
mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit paru
kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F
yang disebut dengan Palizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama
perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi resiko efek samping
kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik.(4)
Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin

live attenuated.

Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk
orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah
menjadi

virus

dikembangkan

biasa

kembali.

DNA dan

peptik

Kemudian

dari

sintetik.

Vaksin

permukaan
live

glikoprotein
attenuated

murni,

mempunyai

kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan
sistemik.(4) Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV menyebar
melalui hidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga perlu dilakukan
prosedur cuci tangan yang baik terhadap perawat, pegawai maupun orang tua pasien untuk
meminimalisir masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak dengan bronkiolitis
(RSV positif atau sedang menunggu hasil) dengan anak-anak yang mempunyai resiko tinggi
tertular RSV.(5)

XII.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit

latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).(1)


Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari
1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik
yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-

minum.(3) Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis
mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang
menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para
RSV positif, maupun RSV negatif.
Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan
kecendrungan asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat
mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok pengobatan.(4)
XIII.

KESIMPULAN
1.

Bronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya


inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur
kurang dari 2 tahun.

2.

Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV),


penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma
pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lainnya. Tetapi belum ada bukti kuat
bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.

3.

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling


sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sebanyak
11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS
pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus
perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.

4.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial
ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada
tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya
antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.

5.

Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada
dan whezing.

6.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan


laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis,
umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat

7.

Diagnosisbanding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan


pertama, bronkhitis, gagal jantung kongestif, edema paru, pneumonia, aspirasi

benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak,


pertussis
8.

Infeksi

virus

RSV

biasanya

sembuh

sendiri

(self

limited)

sehingga sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif,


yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan
kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal,
tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru pemberian
medikamentosa
9.

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan


penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi
paru yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas
bronkial.

10. Pencegahan dengan imunisasi aktif dan pasif serta menghindari penyebaran virus
RSV
11. Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan
penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).

ASUHAN KEPERAWATAN
BRONKHIOLITIS

PENGKAJIAN
Pernafasan : Takipnea, Retraksi, Nasal flaring, Dispnea, Pernafasan dangkal, Penurunan
bunyi nafas, Crakel, Wheezing, Ekspirasi yang memanjang, Batuk
Kardiovaskuler : Takipnea
Neurologis : Iritabilitas, Kesulitan tidur
Gastrointestinal : Kesulitan makan
Integumen: Peningkatan temperature Sianosis
Psikososial : Cemas.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema bronkial dan peningkatan produksi
mucus
Hasil yang diharapkan :

Anak akan meningkat petukaran gas yang ditandai bernafas secara mudah dan warna kulit
merak muda.
Intervensi
1. Ciptakan lingkungan dengan tinggi kelembabannya dengan cara menempatkan ke dalam
tenda lembab atau alat dengan humidifikasi yang dingin.
2. Berikan oksigen melalui sungkup muka, kanule hidung, atau oksigen tenda, sesuai
3.
4.
5.
6.
7.
8.

petunjuk.
Posisikan anak dengan kepala dan dada lebih tinggi dan leher agak enstensi.
Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam, atau sesuai petunjuk.
Berikan bronkodilator sesuai petunjuk
Lakukan pengisapan lendir sesuai kebutuhan untun mengeluarkan secret
Berikan obat antivirus sesuai petunjuk.
Berikan istirahat yang adekuat dengan mengurangi kegaduhan dan pencahayaan dan

berikan kehangatan dan kenyamanan


9. Kaji frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak mengalami gangguan
pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan fisioterapi dada, dan informasikan
pengobatan pernafasan
10. Monitor denyut apikal pada anak; jika mendeteksi adanya takikardia (dasarkan pada usia
anak), laporkan pada dokter kejadian tersebut
Rasional :
1. Kelembaban yang dingin dari tenda atau Croupette akan membantu mengencerkan lendir
dan mengurangi edema bronkiolus.
2. Oksigen akan membantu mengurangi kegelisahan berhubungan dengan kesukaran
pernafasan dan hipoksi.
3. Posisi ini mempertahankan terbukanya jalan nafas dan memudahkan respirasi oleh karena
menurnnya tekanan diaphragma.
4. Fisoterapi dada membantu menghilangkan dan mengeluarkan mukus yang dapat
menghambat jalan nafas yang lebih kecil
5. Walaupun sering digunakan untuk menangani spasme otot, bronkodilator juga secara
efektif mengobatan edema bronkiolus.
6. Mengeluarkan lendir akan membantu membersihkan bronkiolus, akan meningkat
pertukaran gas.
7. Obat anti virus, seperti respiratory syncytial virus immune globulin (RespiGam),
digunakan untuk pengobati RSV, ribavirin (Virasole) juga digunakan, walaupun
kemanjuran dapat dipertanyakan.
8. Meningkatkan istirahat akan mengurangi kesukaran pernafasan yang berhubungan
dengan bronkiolitis.
9. Pengkajian yang sering akan menjamin fungsi pernafasan yang adekuat.

10. Takikardia dapat disebabkan adanya hipoksia atau pengaruh penggunaan bronkodilator.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko penurunan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui ekshalasi
dan penurunan asupan cairan.
Hasil yang diharapkan :
Intervensi :
1. Berikan cairan melalui infus sesuai petunjuk.
2. Yakinkan bahwa anak istirahat adekuat. monitor asupan cairan pada anak dan luaran
cairan secara hati-hati.
3. Kaji tanda-tanda dehidrasi, termasuk kehilangan berat badan, pucat, turgor kulit jelek,
membran mukosa kering, oliguria, dan peningkatan frekuensi nadi.
4. Tingkatkan asupan cairan melalui mulut saat serangan akut terjadi.
Rasional :
1. Cairan via I.V. digunakan untuk hidrasi hingga anak melewati saat kritis.
2. Istirahat memungkinkan frekuensi pernafasan anak kembali pada batas normal, akan
mengurangi jumlah kehilangan cairan melalui ekshalasi.
3. Hati-hati melakukan monitoring yang menjamin hidrasi adekuat. Jika haluaran urine
berkurang, anak dapat dipertimbangkan untuk penambahan cairan. Tanda-tanda ini
menunjukkan bahwa anak tidak menerima cairan yang cukup.
4. Cairan membantu mengencerkan lendir.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermi berhubungan dengan infeksi.
Hasil yang diharapkan.:
Anak akan mempertahankan temperatur tubuhnya kurang dari 100 F (37,8C). (Temperatur
secara khusus bergantung pada metoda yang digunakan dalam pengambilan temperatur).

Intervensi :
1. Pertahankan lingkungan yang sejuk melalui penggunaan piyama sinar kuat dan selimut
2.
3.
4.
5.

dan pertahankan temperatur ruangan antara 72 dan 75F (22 dan 24 C).
Berikan antipiretik sesuai petunjuk.
Monitor temperatur anak setiap 1 sampai 2 jam bila terjadi peningkatan secara tiba-tiba.
Berikan antimikroba, jika disarankan.
Berikan kompres pada anak. (98,6 F [37C]) guna menurunkan demam

Rasional.
1. Lingkungan yang sejuk akan membantu menurunkan temperatur tubuh melalui
kehilangan panas melalui radiasi..
2. Antipiretika seperti acetaminophen (Tyleno), efektif menurunkan demam.
3. Peningkatan temperatur secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang-kejang.
4. Antimikroba sesuai dengan petunjuk guna mengobati organisma penyebab. Antibiotik
biasanya tidak disarnkan untuk mengobati RSV.
5. Kompres air efektif menyebabkan tubuh menjadi dingin melalui peristiwa konduksi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial berhubungan dengan pencegahan isolasi
Hasil yang diharapkan Anak akan mempertahankan kontak sosial walaupun ia diisolasi
akibat kondisi pernafasan
Intervensi :
1. Jelaskan pada anak (jika perlu) dan orang tua tujuan dan sifat isolasi, termasuk detail
2.
3.
4.
5.

tentang hal disekitar yang kurang familiar dan gunakan masker dan celemek.
Perkenalkan diri anda saat masuk kedalam ruang anak.
Ajarkan orang tua dan anak (jika perlu) bagaimana menggunakan call system.
Kaji anak setiap jam untuk mengetahui perobahan yang terkadi pada kondisi anak.
Jika perlu, berikan aktifitas yang bervariasi, seperti permainan, baca buku, televisi, dan
musik. Jika anak menerima oksigen, hindari permainan yang dapat menimbulkan cetusan

listrik (contoh berbagai permainan yang menggunakan elektronik).


6. Anjurkan orang tua untuk ikut serta mengambil bagian dalam perawatan anak.
Rasional :

1. Penjelasan diperlukan guna menghindari ketakutan pada anak.


2. Anak dan orang tua sering kesulitan membedakan petugas karena penggunaan pakaian
isolasi.
3. Call system memungkinkan keluarga berkomunikasi untuk meminta bantuan.
4. Kebutuhan anak untuk monitoring secara ketat guna mendeteksi perubahan perlu
difikirkan dalam ruang isolasi.
5. Aktifitas yang bervariasi memungkinkan anak terstimulasi dan tertarik selama diisolasi.
6. Permainan dengan alat-alat elektronik dan mengakibatkan bahaya kebakaran.
7. Orang tua merupakan sumber-sumber utama sosialisasi pada anak yang diisolasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kelelahan berhubungan dengan gangguan pernafasan.
Hasil yang diharapkan:
Anak akan isitirahat paling sedikit 1 jam pada pagi dan siang hari
Intervensi:
1. Membantu menurunkan kelelahan pada anak, berikan istirahat secara teratur setiap 2 jam.
Juga mengganti seprei saat anak mandi, dan lakukan pengkajian neurologis selama
kunjungan guna mencegah istirahat yang terganggu.
2. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional :
1. Kebutuhan istirahat anak yang adekuat mencegah kelelahan akibat peningkatan gangguan
pernafasan.
2. Kegaduhan yang tidak dikehendaki dan aktifitas yang menyebabkan kelelahan pada anak
akan meningkatkan terjadinya gangguan pernafasan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
Hasil yang diharapkan :

Anak akan meningkat asupan nutrisi ditandai dengan anak mengkonsumsi paling sedikit 80 %
pada setiap kali makan.
Intervensi :
1. Berikan makan sedikit, tapi sering pada makanan yang dapat diterima anak.
2. Berikan diet tinggi kalori dan protein.
Rasional :
1. Makan yang sedikit tapi sering memerlukan sedikit pengeluaran energi dan penggunaan
pernafasan.
2. Anak makan banyak pada setiap kali makan termasuk makanan kesukaannya. Diet tinggi
protein,tinggi kalori diperlukan anak untuk meningkatkan kebutuhan metabolik.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kecemasan (anak dan orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi anak.
Hasil yang diharapkan:
Anak dan orang tua akan berkurang kecemasannya yang ditandai mengekspresikan
pemahamannnya tentang kondisi anak.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan orang tua dan (jika perlu) anak tentang kondisi anak dan program
pengobatan yang diberikan.
2. Dorong orang tua tinggal bersama anak
3. Jelaskan semua prosedur sesuai dengan perkembangan anak.
4. Berikan dukungan emosional pada orang tua selama tinggal dirumah sakit.
Rasional :
1. Pengkajian sebagai dasar memulai pengajaran.
2. Tinggal bersama dengan anak memungkinkan orang tua memberikan dukungan dan
membantu mengurangi kecemasan pada keduanya yaitu anak dan orang tua.
3. Memberikan penjelasan sebelum prosedur dan selama tinggal di rumah sakit akan
menurunkan kecemasan akibat kesalahan pemahaman dan kuirangnya pengetahuan.

4. Hospitalisasi menimbulkan krisis situasi. Mendengarkan perhatian orang tua serta


perasannnya akan membantu dia untuk menangani krisis yang dialami

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua akan mengekspresikan pemahamannya tentang pentunjuk perawatan dirumah.
Intervensi :
1. Ajarkan orang tua dan anak (jika perlu) bagaimana dan kapan pemberian pengobatan,
termasuk uraian tentang dosis dan reaksi nya.
2. Jelaskan tanda tanda dan gejala-gejala kesukaran pernafasan dan infeksi, termasuk
demam, dispnea, takipnea, perubahan warna sputum, dan adanya wheezing.
3. Jelaskan pentingnya istirahat yang adekuat pada anak.
4. Ajarkan perlunya nutrisi yang adekuat dan hidrasi, tekankan pada kebutuhan cairan yang
cukup dan diet tinggi kalori.
5. Ajarkan perlunya menciptakan lingkungan yang lembab dan sejuk.

Rasional:
1. Pemahaman diperlukan untuk mempertahankan program pengobatan yang teraur yang
dapat membantu orang tua berada dengan anak selama pengobatan. Mengetahui akibat
lanjut pengobatan diharapkan orang tua segera meminta bantua seuai kebutuhan.
2. Pengetahuan yang tepat pada orang tua akan memberikan perhatian pada saran dokter
saat diperlukan.
3. Setelah infeksi,anak akan isitirahat secara teratur merupakan alat untuk kembali pulih dan
mencegah kambuhnya infeksi.
4. Pemberian cairan akan mengencerkan lendir. Diet tinggi kalori akan membantu
mengembalikan kalori yang diperlukan dalam melawan penyakit.

5. Udara yang lembab membantu mengencerkan lendir. Udara yang lembab dan sejuk yang
berasal dari tenda yang terpasang pada anak akan menjamin penguapan dan udara yang
hangat, yang dapat menyebabkan kebakaran.

Dokumentasi daftar cek Selama tinggal di rumah sakit, catatan :


1. Status anak dan pengkajian saat masuk rumah sakit.
2. Perubahan status anak Berhubungan dengan pemeriksaan laboratorium dan test
3.
4.
5.
6.
7.
8.

diagnostic.
Asupan dan haluaran cairan
Asupan nutrisi
Respon anak terhadap pengobatan
Reaksi anak dan orang tua terhadap sakit dan tinggal rawat
Pedoman pengajaran pasien dan keluarga.
Pedoman rencana tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai