Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)


I.

KONSEP DASAR DHF


1. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan tipe I IV dengan infestasi klinis dengan 5 7 hari disertai
gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF
IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik orang dewasa maupun anak anak tetapi lebih banyak menimbulkan
korban pada anak anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan
dapat menimbulkan syok yang

disebabkan virus dengue dan penularan melalui

gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).


Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua
hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
2. ETIOLOGI
i.

Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel
BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

ii.

Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990 ; 37).
iii.

Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).

3. PATOFISIOLOGI
Infeksi Virus Dengue

Perbanyak diri di hepar

Terbentuk komplek antigen-antibodi

Hepatomegali

Mengaktivasi sistem komplemen

Mual-Muntah

PGE2 Hipotalamus

Dilepaskan C3a dan C5a (peptida)

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan


tubuh
Melepaskan histamin
Peningkatan suhu

Permeabilitas membran meningkat

tubuh

Kebocoran plasma
Hipovolemia
Renjatan hipovolemi dan hipotensi

Kerusakan

endotel
pembuluh darah
Kekurangan volume cairan

Agregasi Trombosit
Ke ekstravaskuler

Trombositopenia

Merangsang dan
Mengaktivasi
faktor pembekuan

Efusi pleura dan asites

Dalam jangka waktu lama


menurun dan terjadi
DIC

Gangguan pertukaran gas

Intoleransi activity

Perdarahan
Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia jaringan

Asidosis Metabolik

Kematian

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun
Antibodi virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di
Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga
dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi virus juga
menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan

yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan
dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena
kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen
sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas
kapiler

sehingga terjadi perembesan

plasma

dari ruang intravaskular

ke

ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah
akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2)
kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
4. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE
1.

Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun


menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto,
1990 ; 39).
ii.

Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
iii.

Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati

teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Soederita, 1995 ; 39).
iv.

Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.

Derajat I

Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif


2.

Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
3.

Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4.

Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
a.

Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

b.

Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c.

Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80

120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )


d.

Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):

a.

Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b.

Derajat II

: Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan

lain.
c.

Derajat III

: Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan

nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
d.

Derajat IV

: Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak

dapat diukur.

TANDA DAN GEJALA


Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda
dan gejala lain adalah :
-

Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

Asites

Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah muntah, diare maupun obstipasi
dan kejang kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).
5. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan
dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan
dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan
akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua
atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam
stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro
kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:
Klinis:
-

Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).

Pembesaran hepar.

Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral
dingin dan sianosis, dan gelisah.

Laboratorium:
-

Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.

6. DIAGNOSA BANDING
1.

Belum / tanpa renjatan :

1. Campak
2. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok
pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
ii.

Dengan renjatan

1. Demam tipoid
2. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
iii.

Dengan perdarahan

1. Leukimia
2. Anemia aplastik
iv.

Dengan kejang

1. Ensefalitis
2. meningitis
7. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga penyakit menular laibn
didasarkan atas meutusan rantai penularan, terdiri dari virus, aedes dan manusia.
Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka
pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ;
56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1) manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2) memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah
dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling
penting

adalah

upaya

membasmi

jentik

nyamuk

penularan

ditempat

perindukannya dengan melakukan 3M yaitu


1) Menguras tempat tampet penampungan air secara teratur sekurang kurangnya
sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2) Menutup rapat rapat tempat penampung air dan

3) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat menampung air


hujan seperti dilanjutkan di baliknya.
8. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat
simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic
Fever (DHF) sedang kadang kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang
tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan
terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,
1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejangkejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesakitan, Hb dan Ht/PCV meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai
renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA,
1994 ; 203 206 adalah.
Belum atau tanpa renjatan:
Grade I dan II
1.

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan surface
cooling. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak
boleh diberikan
Umur 6 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 5 tahun : 50 100 mg, 4 sehari
Umur 5 10 tahun : 100 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

2.

Terapi cairan
1) infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama
sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak
banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24

jam yang diestimasikan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik


untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

10

Dengan Renjatan ;
Grade III
1.

Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam


Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba
dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer
Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam
24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

2.

100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

3.

Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

11

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
IDENTITAS
-

Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan


kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).

Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF.
Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak
laki-laki.

Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar
saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan
sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif
singkat.

KELUHAN UTAMA
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah,
nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, panas.
Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, mual, muntah dan penurunan nafsu
makan.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


Tidak ada hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit
DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu
bisa terulang dengan strain yang berbeda.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit ini tidak ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu.
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal didalam satu
rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan
karena penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.

12

RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN


DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
-

Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama hidup
dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat penampungan air
bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang
diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk +
100 meter.

Aedes albapictus.

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia
3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak
usia pra sekolah rata rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk
perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun
yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3
tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada
usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah
tinggi.

Tahap perkembangan.

Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak


punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli
maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu
percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.

Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik


( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra
komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).

Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase


preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada
tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu
belum benar dan magical thinking.

Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan

13

kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari


teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh
keluarga.

Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu


atau guru dan belajar yang benar salah untuk menghindari hukuman.

Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendektinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran
tubuhnya dengan kelompoknya.

Perkembangan sosial yaitu berada pada fase Individuation Separation .


Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di
kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan
sedikit atau tidak protes.

Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada
akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa
menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama
temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.

Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya,


lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran
juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.

Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang
mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan
kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda
dengan roda tiga.

RIWAYAT IMUNISASI
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain :
BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
RIWAYAT NUTRISI
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk
umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal
menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi

BBSekarang
100%
BBideal

Klasifikasinya sebagai berikut :


Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % - <80 %

14

Gizi baik 80 % - 110 %


Obesitas lebih dari 120 %
DAMPAK HOSPITALISASI
Sumber stressor :
1.

Perpisahan
a. Protes : pergi, menendang, menangis
b. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
c. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi

2.

Kehilangan

kontrol

ketergantungan

fisik,

perubahan

rutinitas,

ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.


3.

Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.

4.

Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.

PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM


1.

Sistem Pernapasan / Respirasi


Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi
pleura (crackless).

2.

Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I :

uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan dan

hemokonsentrasi.Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan


lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
(tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jarijari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
3.

Sistem Persyarafan / neurologi


Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel,
cengeng apatis sopor coma. Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi kejang,
nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di
belakang bola mata.

4.

Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
15

5.

Sistem Pencernaan / Gastrointestinal


Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan
nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah
(melena).

6.

Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular

1.

Riwayat Tumbuh Kembang


a.

Tahap pertumbuhan
Pada anak umur empat tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada
usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untu
anak

usia

pra

sekolah

kg/tahun.Sedangkan

untuk

rata

rata

perkiraan

pertambahan

tinggi

badan

berat
dalam

badan
senti

2,3
meter

menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada


rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5
tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan.
Perkembangan psikososial ( Eric

Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman


baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan
menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang
ketrampilan motorik dan bahasanya.
Perkembangan

psikosexsual

( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya
senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek
( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan
lebih dekat ke ayahnya ).

Perkembangan kognitif ( Piaget )


: Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun )
dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical

16

thinking.
Perkembangan

moral

berada

pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing,


menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa
menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
Perkembangan

spiritual

yaitu

mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang
benar salah untuk menghindari hukuman.
Perkembangan body image yaitu

mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran


jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
Perkembangan

sosial

yaitu

berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah bisa


mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah
bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau
tidak protes.
Perkembangan

bahasa

yaitu

vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun.
Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek
yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya.
Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
Tingkah laku personal sosial

yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai


menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai
menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
Bermain jenis assosiative play

yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang


mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus
yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
II. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus


dengue (viremia).

2.

Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke


ekstravaskuler

17

3.

Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,


pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

4.

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.

5.

Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan penurunan factor-fakto


pembekuan darah ( trombositopeni )

6.

Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdaahan

7.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.


Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi & Rasional

1.

Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus


dengue (viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas
normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
a.

Berikan kompres (air biasa / kran).


Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi

b.

Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai


toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c.

Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah


menyerap keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

d.

Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3
jam sekali atau lebih sering.
Rasional

Mendeteksi

dini

kekurangan

cairan

serta

mengetahui

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan


acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e.

Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik


sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

18

2.

Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke


ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3
detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a.

Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering


Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler

b.

Observasi capillary Refill


Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c.

Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.


Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.

d.

Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)


Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

e.

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.


Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah
terjadinya hipovolemic syok.

3.

Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,


pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.

Monitor keadaan umum pasien


Raional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat
terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

b.

Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih


Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan
tidak terjadi presyok / syok

c.

Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan
jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
segera diberikan.

19

d.

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena


Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat.

e.

Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

4.

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan,
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien,
mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a.

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai


Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

b.

Observasi dan catat masukan makanan pasien


Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi
makanan

c.

Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )


Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

d.

Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau
makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.

e.

Berikan dan Bantu oral hygiene.


Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

f.

Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.


Rasional : : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat
menstimulasi muntah.

g.

Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi
proses penyembuhan.

h.

Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

i.

Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.

j.

Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.

k.

Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

20

5.

Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan


darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada
perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas
normal (150.000/uL).
Intervensi :
a.

Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )


Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.

b.

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat
timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera
melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis),
berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.

c.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara


kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan
Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

d.

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).

e.

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.


Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis seperti epistaksis, ptike.

f.

Monitor trombosit setiap hari


Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang
dialami pasien.

g.

Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

21

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas


Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai