PENDAHULUAN
Low back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan masalah
umum kesehatan di masyarakat. Terutama dalam kehidupan sehari-hari.
Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence ratarata 30%. Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling
sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke
2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan
di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 3-17%.
Penyebab low back pain bisa bermacam-macam mulai dari mengangkat
beban yang terlalu berat atau overstreched, iritasi otot, saraf, atau lesi pada tulang,
kondisi degeneratif seperti penyakit diskus atau arthritis, osteoporosis,
abnormalitas kongenital pada spine, dan sebagainya.
Oleh karena seringnya seorang dokter dalam menghadapi kasus low back
pain atau nyeri pinggang bawah ini, maka akan dibahas sebuah kasus untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai low back pain dan cara penanganan serta
pencegahannya.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
: Ny.N
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 75 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: Sudah menikah
Pendidikan Terakhir
: Tidak Sekolah
Pekerjaan
Tanggal Pemeriksaan
: 10 februari 2016
3.2 ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Nyeri pada punggung bawah menjalar hingga ke pinggang dan pangkal
paha kanan yang memberat sejak 1 bulan SMRS.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSAM dengan keluhan nyeri pada punggung bawah
menjalar hingga ke pinggang dan pangkal paha kanan yang memberat sejak 1
bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku sering mengalami keluhan yang
sama tetapi hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu. keluhan dirasakan terus
menerus. Nyeri dirasakan seperti berdenyut. Dan dirasakan lebih berat pada saat
bangun pagi, berdiri, beraktifitas berat, rukuk sujud dan berjalan jauh . Nyeri
biasanya membaik dengan istirahat dan minum obat Ponstan.satu bulan yang lalu
nyeri dirasakan memberat sampai pasien tidak kuat untuk berjalan. Pasien juga
mengatakan adanya rasa kesemutan tungkai kaki kanan. pasien berprofesi sebagai
ibu rumah tangga. Pasien mengurus rumah, pasien sering mencuci sambil
jongkok. pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada punggung sebelumnya.
Gejala yang diderita tidak didahului atau disertai oleh gejala demam, batuk
2
kronis, penurunan berat badan yang masif, dan keringat malam. Selama menderita
sakit. Pasien menyangkal adanya nyeri yang menetap di malam hari, pasien
menyangkal adanya gejala susah tidur, jantung berdebar-debar, nafsu makan
berkurang, menjadi pendiam, dan suka menyendiri. Kelemahan satu sisi tubuh(-).
BAB sulit (-) BAK sulit (-) Mengompol (-). Riwayat trauma (-), Riwayat
konsumsi alkohol (-).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
DM (-), HT (+), Penyakit jantung (-), Alergi obat (-).tumor atau operasi
disangkal (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama
RIWAYAT SOSIAL
Aktivitas pasien sehari-hari adalah mengurus cucu, mengurus rumah.
Pasien sering mencuci pakaian dengan jongkok dan menggendong cucu nya.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
GCS
: E4M6V5
Tekanan darah
Nadi
: 80x / menit
Suhu
: 36,5 oC
Pernafasan
BB
: 54 kg
TB
: 153 cm
IMT
: 23 (normal)
Kulit
Kepala
Rambut
Mata
Leher
THT
: sekret - / -
Tenggorok
: T1 T1, tenang
Gigi mulut
Paru
Jantung
Punggung
Abdomen
Anggota gerak
: edema (-/-)
2. Pemeriksaan Neurologis
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kernig : >135o / >135o
Lasegue : >70o / > 70o
Fungsi saraf otonom
Nervus Kranialis
N.I
: normal
N.II
: Visus > 2/60
Lapang pandang luas
N.III, IV, VI
N.V
N.VII
(-/-)
: normal
: normal
: normal
: normal
Motorik
Superior
Gerakan
Kekuatan otot
Tonus
Klonus
Atropi
: aktif/aktif
: 5/5 5/5
: (-/-)
: (-)
: (-)
Inferior
Gerakan
Kekuatan otot
Tonus
Klonus
Atropi
Refleks fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles
Reflex patologis
Babinsky
Chaddock
Gordon
Gonda
Schaefner
Oppenheim
Hoffman trommer
: aktif/aktif
: 5/5 5/5
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (+/+)
: (+/+)
: (+/+)
: (+/+)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif/rasa permukaan
Rasa raba
Rasa nyeri
: +/5
: Deformitas
:Spasme otot
: +
Gerakan aktif otot punggung
: terbatas karena nyeri ,
nyeri
ekstensi
maupun fleksi
::-
Gibbus
Nyeri ketok
Fungsi Luhur
Berbicara
Orientasi waktu
Orientasi orang
Orientasi tempat
saat
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
3.4 RESUME
Pasien usia 75 tahun dengan keluhan nyeri pada punggung bawah menjalar
hingga ke pinggang dan pangkal paha kanan yang memberat sejak 1 bulan yang
lalu. Sebelumnya, pasien merasakan nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri
dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan seperti berdenyut. Keluhan memberat
pada saat bangun pagi, berdiri, beraktifitas berat, rukuk sujud dan berjalan jauh .
Nyeri biasanya membaik dengan duduk, istirahat dan minum obat Ponstan. 1
bulan SMRS, nyeri dirasakan memberat sampai pasien tidak kuat untuk berjalan ,
Pasien juga mengatakan adanya rasa kesemutan kaki kanan. Pasien berprofesi
sebagai ibu rumah tangga. Yang sering mengurus rumah, menggendong cucu dan
pasien sering mencuci sambil jongkok. pasien menyangkal adanya riwayat trauma
pada punggung sebelumnya. Gejala yang diderita tidak didahului atau disertai
oleh gejala demam, batuk kronis, penurunan berat badan yang masif, dan keringat
malam. Selama menderita sakit,. Pasien menyangkal adanya nyeri yang menetap
di malam hari, pasien menyangkal adanya gejala susah tidur, jantung berdebardebar, nafsu makan berkurang, menjadi pendiam, dan suka menyendiri.
Kelemahan satu sisi tubuh(-). BAB sulit (-) BAK sulit (-) Mengompol (-).
Riwayat trauma (-), Riwayat konsumsi alkohol (-).Riwayat Hipertensi (+).
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan.
Pada pemeriksaan fisik umum, tanda rangsang meningeal, dan saraf kranialis
dalam batas normal. gerak aktif punggung terbatas, straight leg raising test pada
kaki kanan (+)
6
Lumbal
disertai
Spondylolithesis L5-S1
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
Nyeri
Diagnosis topis
Diagnosis etiologis
: Radiks lumbosacralis
: Radikulopati
Diagnosis Banding
: arthritis lumbal
degenerasi discus intervertebralis
HNP
3.6 TATALAKSANA
Umum
1. Tirah baring
2. Edukasi pasien
Medikamentosa
1. B1B6B12 2x1
2. Natrium Diclofenac tab 2x 25 mg
3. PCT 500 mg
Codein 10 mg
3x1 cap
Diazepam 2 mg
Rehabilitasi
Latihan(fisioterapi)
3.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal
10/02/2016
Catatan
S/Nyeri pinggang dan sulit bergerak
Instruksi
-IVFD RL gtt XX/m
O/ Ku : TSS
TD : 150/100 mmHg
-Natrium diklofenac 50
N : 80x/m
mg tab 3x1
: CM
RR : 20x/m T : 36,80C
Kekuatan Otot 5
11/02/2015
5 5
S/Nyeri pinggang (+)
O/ Ku : TSS
TD : 140/100 mmHg
-Natrium diklofenac 50
N : 80x/m
mg tab 3x1
: CM
RR : 20x/m T : 36,80C
Kekuatan Otot 5
5
12/02/2015
5
5
-PCT 500 mg
Codein 10 mg 3x1 cap
Tramadol 37 mg
O/ Ku : TSS
TD : 140/90 mmHg
-Natrium diklofenac 50
N : 84x/m
mg tab 3x1
: CM
RR : 20x/m T : 36,40C
Kekuatan Otot 5
5
5
5
-PCT 500 mg
Codein 10 mg 3x1 cap
Tramadol 37mg
BAB IV
PEMBAHASAN
11
Diagnosis kerja
Diagnosis topis
Diagnosis etiologis
: Radiks lumbosakral
: Radikulopati
gabungan
analgetik
nonsteroidal
anti-inflammatory
drug (NSAID) dan muscle relaxant. Diberikan Selain itu, sebagai vitamin
untuk saraf diberikan B1B6B12 2x1.
Paracetamol mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik. Berguna
untuk nyeri ringan sampai sedang. Cepat diabsorbsi dari saluran
pencernaan dengan kadar serum puncak 30-60 menit. Waktu paruh 2 jam
dimetabolisme di hati dan ekskresi ke urin. Bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase sehingga menghambat konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin .Dosis untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan
maksimum 4g /hr.
12
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang
berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang
belakang. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang menghubungkan jaringan
saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua struktur tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau
tekanan pada akar saraf. Nyeri punggung adalah masalah yang sering dirasakan
kebanyakan orang dalam hidup mereka. Nyeri punggung biasanya dirasakan
sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat
bertambah buruk dengan postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau
berdiri, cara menunduk yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang
Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi menjadi
bagian anterior dan posterior. Tulang belakang terdiri dari korpus vertebra yang
silindris, dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan dilekatkan oleh
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Bagian posterior lebih lunak dan
terdiri dari pedikulus dan lamina yang membentuk kanalis spinalis. Bagian
posterior dihubungkan satu sama lain oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial
atau zygoapofisial) superior dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang
dilapisi oleh sinovia, diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang
14
elastic, yang berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari
tulang belakang.
15
16
Gambar 2.4. Kompresi Radix Saraf L5 dan S1 oleh Diskus yang Mengalami
Herniasi
2.3. Klasifikasi
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus
menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat
menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau
tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan tangan
atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri. Gejalanya
dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati rasa.
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri
punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang
ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (12
minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu). Nyeri punggung
dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Nyeri lokal, yang disebabkan oleh regangan struktur yang sensitive
terhadap nyeri yang menekan atau mengiritasi ujung saraf sensoris. Lokasi
17
18
2.4. Etiologi
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada
tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain:
1. Kelainan
kongenital/kelainan
perkembangan:
spondilosis
dan
19
5.
5. Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan
klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial
(misalnya arthritis reumatoid).
6. Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing
spondilitis, sindrom reiter).
7. Neoplasma metastasis, hematologic, tumor tulang primer.
8. Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis,
arachnoiditis lumbalis.
9. Metabolik: osteoporosis hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis (misalnya penyakit
paget).
10. Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
11. Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit,
sindrom nyeri kronik.
6.
7.
8. 2.5. Epidemiologi
9.
10.
dokter di Amerika. Kira-kira seperempat warga Amerika berusia dewasa dilaporkan menderita
nyeri punggung bawah yang berlangsung paling tidak seharian penuh dalam 3 bulan terakhir,
dan 7,6% warga dilaporkan menderita 1 episode nyeri punggung bawah yang parah dalam
waktu 1 tahun. Nyeri punggung bawah juga sangat mahal pembiayaannya: total biaya kesehatan
tambahan untuk nyeri punggung di Amerika diperkirakan mencapai 26,3 milyar dollar pada
tahun 1998. Sebagai tambahan, biaya yang hilang secara tidak langsung karena kehilangan
waktu bekerja sangat penting, diperkirakan 2% dana cadangan Amerika dikeluarkan untuk
mengatasi cedera punggung.
11.
12.
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf
Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada
tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada
20
urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian
secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri
PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar
5,462,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya adalah
penderita berumur antara 41-60 tahun.
13.
14. 2.6. Faktor Risiko
15.
16.
Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan yang
buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis mayor
(kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan dengan
pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam
(posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban,
membungkuk, memutar, dan kehamilan.
17.
18.
Postur tubuh yang tegak tergantung pada lekukan tulang belakang yang normal,
dan lekukan tersebut bukan penyebab nyeri punggung. Obesitas yang menyebabkan bobot
abdomen menjadi berat, dan proses kehamilan pada tahap lanjut, dapat mengubah kelengkungan
tulang belakang dan menyebabkan nyeri punggung. Dalam kasus kehamilan, rasa nyeri biasanya
menghilang setelah proses kelahiran. Beberapa kegiatan, seperti jogging dan berlari di
permukaan yang rata, angkat berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk, dan kursi yang
tidak nyaman), dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun demikian, faktor psikologis
memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan nyeri punggung kronik.
19.
20.
Faktor risiko nyeri pinggang belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko yang paling
sering dilaporkan untuk nyeri pinggang adalah beban kerja fisik yang berat seperti mengangkat,
posisi tubuh membungkuk, dan getaran seluruh tubuh. Gaya hidup juga dianggap sebagai faktor
risiko dari nyeri pinggang. Merokok, kurangnya latihan fisik, dan jam tidur yang pendek
meningkatkan risiko nyeri pinggang. Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang jelas antara konsumsi alkohol dan nyeri pinggang. Hubungan antara nyeri
pinggang dan faktor psikososial juga telah dilaporkan. Pekerja pengolah pangan diketahui
21
sebagai populasi yang berisiko tinggi mengalami nyeri pinggang karena mereka bekerja dalam
posisi membungkuk, mengangkat bahan yang berat, di lantai yang basah, dan suhu yang panas.
21.
22.
Faktor yang berperan menyebabkan nyeri punggung bawah pada remaja antara
lain: perkembangan yang sangat pesat, kurangnya fleksibilitas dari otot kuadriceps dan
hamstring, bekerja sambil sekolah, dan merokok.
23.
24. 2.7. Patofisiologi
25.
26.
oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.
27.
28.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer
pada sistem saraf.
29.
30.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari
nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,
penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana
terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya
mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.
31.
32.
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi
dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang mempunyai
spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini diteruskan ke pusat nyeri. Serabut saraf
22
yang berasal dari reseptor ke ganglion masuk ke kornu posterior dan berganti neuron. Di sini
ada dua kelompok neuron, yaitu: (a) yang berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang
linea mediana membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini disebut
system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat. Kelompok (b)
bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras anterolateral dan
bersinaps di substantia retikularis batang otak dan di talamus. Sistem ini disebut system
paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terlokalisasi.
33.
34.
desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan nucleus rafe magnus merupakan
bagian penting sistem ini. Rangsangan di tempat ini akan menghambat nyeri.
35.
36.
37.
2.8. Diagnosis
38.
39. 2.8.1. Anamnesis
40.
41. Dalam anamnesis perlu diketahui:
42.
1. Awitan
43. Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah
posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi
permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
44.
2. Lama dan frekuensi serangan
45. Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa
bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi
diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4
minggu.
46.
47.
23
53. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari
bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung
seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
54.
55.
56. 2.8.2. Pemeriksaan Fisik
57.
1. Inspeksi :
58. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan
juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang
sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
59.
60. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,
karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi
diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal
tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di
sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke
depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada
sisi yang sama.
Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan
kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak
patognomonik.
61.
25
62.
63.
64.
65.
2. Palpasi :
66.
67. Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu
keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan
letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau
dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons
pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada
palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain
memfokuskan pada kelainan neurologis.
68.
69. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada
diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada
sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama
menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit
predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
70.
3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
71.
4. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan
sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
26
72.
73.
74.
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal :
75.
Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau
S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu
di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut
dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang
positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi
tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg
rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila
menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai
kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin
kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi
radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda
Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada
96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia
yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui
bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada
penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang
sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons
yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.
76.
Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri10.
77.
78.
27
79.
80.
81.
82. 2.8.3. Pemeriksaan Penunjang
83.
1. Laboratorium:
84.
85. Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED)
dan morfologi darah tepi (penting untuk mengidentifikasi infeksi atau myeloma), kalsium,
fosfor, asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada
kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein myeloma),
dalam kasus khusus, dapat diperisa tes tuberculin atau tes Brucella, tes faktor rheumatoid,
dan penggolongan HLA (jika curiga adanya ankylosing spondylitis).
86.
87.
2. Pemeriksaan Radiologis :
88.
Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin
nyeri pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada
sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae
(spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral
kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus
dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
89.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
28
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
90.
91.
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan
kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.
92.
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
93.
2.9.
Penatalaksanaan
94.
2.9.1. Terapi Non Farmakologis
95.
1. Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti
biasanya.
2. Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat
dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.
3. Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas
sehari-harinya dalam 4-6 minggu.
4. Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat
penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu.
(g) Modalitas lain: (a) intervensi fisik: orthosis, pemijatan, mobilisasi,
manipulasi, traksi, (b) modalitas termal: ultrasound terapeutik, diatermi,
bantalan pemanas (kering atau lembab), pemanas inframerah, hidroterapi,
kantong es (dengan atau tanpa pemijatan) (c) terapi elektrik: stimulasi
galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulasi saraf transkutaneus
elektrik, stimulasi neuromuscular, (d) terapi olahraga: terapi rentang
gerakan, program penguatan (isometric, kinetik), program latihan aerobic,
program latihan aqua, control neuromuscular, koreksi postural, (e) magnet,
29
Asetaminofen
99.
100. Penggunaan asetaminofen dosis penuh (2 sampai 4 g per hari) sebagai terapi
lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa pedoman terapi
(rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme,
sedang puasa, memiliki penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu (terutama
antikonvulsan), atau orang tua yang lemah, toksisitas hati dapat terjadi pada dosis
yang direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas asetaminofen meningkat secara
substansial jika dikonsumsi bersamaan dengan dengan inhibitor siklooksigenase-2
spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi (NSAID).
101.
NSAID
102.
103.
Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri akut dan bukti
moderat pada nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID direkomendasikan oleh sebagian besar
pedoman pengobatan. Semua NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama.
Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society
merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama dibandingkan NSAID non
spesifik. Salisilat non-asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan
memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik
dengan biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik yang
dipilih, sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien.
NSAID harus dipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan peran penting dalam
proses produksi nyeri.
30
104.
Relaksan Otot
105.
106.
(rekomendasi B). Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak terkontrol moderat berkualitas
menunjukkan bahwa cyclobenzaprine lebih efektif daripada plasebo dalam pengelolaan
nyeri leher dan punggung. Namun, efeknya minimal dengan efek samping yang lebih besar.
Efek tertinggi terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan serupa juga sama untuk obat
lain yang sejenis. Baclofen dan Tizanidine memiliki lebih sedikit potensi kecanduan
daripada relaksan otot lainnya. Relaksan otot tidak dianjurkan untuk WAD fase akut karena
bukti tentang manfaatnya masih belum jelas.
107.
Opioid
108.
109.
dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak ada penelitian acak
berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka panjang untuk
setiap indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher harus seimbang dengan
efek samping yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi, dan ketergantungan. Beberapa
pihak mendukung penggunaan opioid dalam berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak
melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan
pasien dan memberikan peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan.
110.
111.
112.
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk penggunaan agen
ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya, terutama dalam nyeri kronis dan
neuropatik, secara didukung secara luas oleh berbagai literatur (rekomendasi A). Juga harus
dicatat bahwa dalam sindrom nyeri kronis, depresi sering terjadi bersamaan, dan pengobatan
depresi secara agresif sering memberikan bermanfaat.
113.
31
Hipnotik sedatif
114.
115.
Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang untuk
menunjukkan manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini untuk mengobati nyeri. Selain
menghilangkan rasa sakit yang secara khusus disebabkan oleh kejang otot, obat ini bukan
penghilang rasa sakit yang efektif.
116.
Steroid
117.
118.
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri leher
radikuler dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi antara hasil yang positif dan
negatif. Perbedaan hasil yang didapat merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari penyakit
yang berbeda antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba terakhir dengan
pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah menunjukkan hasil yang
lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan steroid
epidural pada setiap pasien merupakan latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada alasan
yang jelas dalam penggunaan injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular. Penggunaan
steroid
untuk
nyeri
radikuler
harus
jelas
(rekomendasi
B).
Beberapa
pihak
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
Daftar Pustaka
143.
144.
Anderson GBJ. Epidemiological Features of Chronic Low Back Pain. Lancet 1999;
354:581-5.
145.
146.
Adam RD, Victor M, Ruppert AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York:
Deyo, Richard and James, Weinstein. Low Back Pain. New England Journal Med.
In: Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta : Pustaka universitas, 1980: 64-75.
155.
156.
157.
158.
Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan
34