Anda di halaman 1dari 11

Laporan Kasus

SPONDILISIS LUMBAL

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani Program Dokter
Internship Indonesia pada Bagian Rumah Sakit
RSUD Langsa
Aceh, 2021

Disusun Oleh:
dr. Aghnia Rahmi

Pembimbing:
dr. Leni Afriani M.K.T

BAGIAN/SMF NEFROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA
2021
Topik: Orthopedi-Spondilisis Lumbalis
Tanggal (kasus): 30 Juni 2021 Presenter: dr. Agnia Rahmi
Tanggal (Presentasi): 30 Juni 2021 Pendamping: dr. Leni Afriani M. KT
Tempat presentasi: Ruang Auditorium RSUD Kota Langsa
Obyektif Presentasi
 Keilmuan Keterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka
 Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Perempuan 57 tahun dibawa ke IGD RSUD Langsa dengan keluhan nyeri pinggang
menjalar ke kaki kanan dan kiri.
Tujuan: Menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien dengan keluhan
nyeri pinggang menjalar ke kaki kanan dan kiri serta memberikan edukasi lanjutan pada
pasien.
Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset  Kasus Audit
Cara Diskusi  Presentasi dan Email pos
Membahas diskusi
Data Pasien: Nama: Perempuan, Inisial Ny. No. RM : 0-63-42-62
SI usia 57 tahun, IRT, Alue
Dua.
Nama Klinik: Telp: - Terdaftar sejak 30-06-2021
RSUD Langsa
Data utama untuk bahan diskusi
Diagnosis/Gambaran Klinis:
- Pasien mengeluhkan nyeri pinggang bawah sejak 3 hari terakhir makin lama makin
memberat
- Pasien mengeluhkan nyeri menjalar ke kedua kaki
- Pasien mengeluhkan kebas pada kedua kaki
Riwayat Pengobatan:
- Pasien belum pernah berobat dan minum obat sebelumnya untuk keluhan ini
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lainnya seperti darah tinggi, diabetes
- Keluhan ini sebelumnya belum pernah dikeluhkan pasien
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
- Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular atau keturunan lainnya
Riwayat Kebiasaan Sosial:
- Pasien adalah seorang IRT
- Pasien memiliki aktivitas ringan sedang di rumah

Daftar Pustaka
1. Lumbantobing SM. Nyeri Kepala, Nyeri Punggung Bawah, Nyeri Kuduk. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 2008.
2. Ropper AH, Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. In: Adams and Victor’s
Principle of Neurology, 8 Edition. New York: McGraw Hill, 2005. p.168-191.
th
3. Mahadewa TGB. Diagnosis dan Tatalaksana Spondylosis Lumbalis. Dalam: Mahadewa
TGB dan Maliawan S (Ed.). Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang
belakang. Jakarta: Sagung Seto, 2009. Hal: 88-101.
4. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT,
Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA. Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi
Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 171-184.
5. Chou R and Huffman LH. Nonpharmacologic Therapies for Acute and Chronic Low
Back Pain: A Review of the Evidence for an American Pain Society. American College
of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern Med. 2007; 147:492-504.
Hasil Pembelajaran
- Defenisi Spondilosis Lumbalis
- Diagnosa Spondilosis Lumbalis
- Tatalaksana Spondilosis Lumbalis

RANGKUMAN

1. Subjektif
Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak tiga hari
ini. Keluhan nyeri punggung bawah menjalar ke kedua kaki. Pasien juga mengeluhkan
kebas di kedua kaki. Selain itu, pasien mengeluhkan nyeri pada saat berjalan. Keluhan ini
timbul tiba-tiba. Pasien diketahui tidak memiliki riwayat trauma ataupun terjatuh. Pasien
diketahui sudah tidak menstruasi sejak satu tahun terakhir ini.

2. Objektif
Status Present
- Kondisi Umum: Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran: Compos Mentis
- Tekanan Darah; 110/60 mmHg
- Heart Rate: 98 x/menit, regular
- Pernapasan: 20 x/menit
- Suhu: 36,7 0C, suhu axial
- SpO2: 97-98% tanpa O2 nasal canul

Status General
- Kepala: Deformitas (-)
- Mata: Conj palpebral inferior pucat (-/-), kelopak udem (-/-)
- Telinga: Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-)
- Hidung: Napas cuping hidung (-), sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut: Bibir sianosis (-)
- Leher: KGB tidak teraba
- Pulmo Anterior
 Inspeksi: Simetris, retraksi intercostal (-)
 Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)
 Perkusi: Sonor/Sonor
 Auskultasi: Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Pulmo Posterior
 Inspeksi: Simetris, retraksi intercostal (-)
 Palpasi: Pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)
 Perkusi: Sonor/sonor
 Auskultasi: Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
- Jantung
 Inspeksi: Ictus cordis terlihat di ICS V Midclavicula
 Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V LMCS 1 jari ke lateral
 Perkusi batas batas jantung
Atas : ICS II
Kanan : 2 jari lateral Linea parasternal dextra
Kiri : Linea midclavicula sinistra 1 jari lateral
 Auskultasi: BJ1 > BJ2, regular, murmur pansistolik (-)
- Abdomen
 Inspeksi: Soepel, distensi (-)
 Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
 Palpasi: NT (-), organomegali (-), ballotment (-)
 Perkusi: Timpani (+)
- Pemeriksaan Neurologi: Tidak ditemukan defisit neurologi
- Ektremitas
 Udem: Tidak ditemukan
 Deformitas: Tidak ditemukan
 Laseque Sign (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah rutin
Hemoglobin : 13.6 g/dL
Hematokrit : 35.6 %
Eritrosit : 4.32 x 106/mm3
Leukosit : 9.4 x 103/mm3
Trombosit : 261 x 103/mm3
GDS : 218 mg/dl
Ureum : 15 mg/dl
Creatinin : 0.8 mg/dl
3. Assasment (Penalaran klinis)
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang, pasien
dicurigai mengalami kondisi spondilisis lumbalis. Spondilis lumbalis sendiri diketahui
akan menyebabkan keluhan berupa nyeri punggung bawah. Nyeri punggung bawah pada
daerah lumboskral merupakan gangguan yang hampir semua orang pernah mengalaminya.
Setelah nyeri kepala, kelainan inilah yang paling sering diderita dan penyebab orang
mangkir tidak masuk kerja. Pada satu penelitian didapatkan 18% populasi berusia 18 – 68
tahun menderita nyeri punggung bawah. Nyeri punggung bawah merupakan nyeri yang
dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular
atau keduanya.

Spondilosis Lumbalis
a. Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti vertebra/ tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri-ciri
khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang
serta jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan berlebih dari tulang (osteofit), yang
terutama terletak di aspek anterior, lateral dan kadang-kadang posterior dari tepi superior
dan inferior vertebra sentralis (korpus).1,2,3
b. Epidemiologi
Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di Amerika
Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis
lumbalis, meningkat mulai dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia,
spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat dan
mungkin tidak dapat dihindari lagi, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74%
wanita mempunyai osteofit pada tulang belakang, yang sering terjadi pada level T9-10 dan
L3. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis.
Rasio jenis kelamin bervariasi namun pada dasarnya sama.1,2,3
c. Etiologi
Spondilosis lumbalis adalah fenomena penuaan yang non spesifik. Kebanyakan
penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi badan, berat
badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol ataupun riwayat
reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi Inggris, tapi tidak
pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih kontraversial, sebagaimana
diduga berhubungan dengan degenerasi diskus.1,2

d. Patofisiologi
Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah ligamentum
yang mendapat tekanan. Secara skematik dapat dijelaskan:1,3,4
Gambar 1. Patofisiologi Spondilosis Lumbalis
Berbagai bangunan peka nyeri terdapat pada punggung bawah. Bangunan tersebut
adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis,
fasia serta otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka pada berbagai
stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor tersebut sebenarnya berfungsi sebagai
proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan
timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia atau alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan
untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk
mencegah kerusakan atau lesi lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan.
Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu
(triggers points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri. Berbagai stimulus seperti
mekanikal, termal maupun kemikal dapat mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor.
Aktifasi nosiseptor langsung, menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan
hiperalgesia. Nyeri yang timbul akibat aktifasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif.
Bentuk nyeri yang lain yang sering timbul pada NPB yaitu nyeri neuropatik.1,4,5

e. Gambaran Klinis
Keluhan dapat berupa nyeri yang terpusat pada bagian tulang belakang yang ikut
terlibat, bertambah dengan pergerakan, dan berkaitan dengan kekakuan serta keterbatasan
gerakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada gejala sistemik seperti keletihan, malaise, dan
demam. Nyeri biasanya berkurang dengan istirahat dan yang lebih penting diketahui bahwa
tidak ada tanda penekanan radiks saraf. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri yang samar-
samar dan intermiten pada tungkai atas ataupun tungkai belakang tapi bukan suatu bentuk
nyeri skiatika dan straight-leg raising test tidak menimbulkan nyeri tersebut. Pasien
memilih posisi sedikit fleksi. Posisi duduk biasanya membuat pasien nyaman, meskipun
rasa kaku dan tak nyaman bisa terjadi jika pasien dalam posisi tegak. Keparahan pada
gejala sering sedikit berhubungan dengan gambaran radilogik, nyeri bisa muncul meskipun
gambaran radiologi yang dijumpai minimal. Malah berkebalikan, osteofit yang bermakna
dengan spur formation pada vertebra dapat terlihat pada pasien dengan ataupun tanpa
gejala.1,4,5
Jika spondilosis lumbalis (osteofit) menonjol ke dalam kanalis spinalis maka dapat
terjadi komplikasi berupa kanalis stenosis. Delapan puluh persen pasien dengan kanalis
stenosis mengalami klaudikasio intermiten neurogenik, tergantung pada beratnya stenosis
kanalis. Gejala yang mengarah kepada hal-hal tersebut adalah defisit motorik, sensorik,
nyeri tungkai bawah dan kadang-kadang terdapat inkontinensia urin.1,4,5

f. Xray Pada Spondilosis Lumbalis


Pemeriksaan foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique
yang berguna untuk menunjukkan kondisi spondilosis (osteofit), spondilolistesis,
sementara stenosis kanalis sentralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.1,2,3
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi osseus (tulang). Dengan potongan
setebal 3 mm, ukuran dan juga bentuk kanalis spinalis, resessus lateralis, sendi faset,
lamina serta morfologi diskus intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum flavum juga
terlihat.1,2,3
MRI lebih canggih dari CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini
merupakan metode terbaik untuk memvisualisasi isi pada kanalis spinalis. Sangat penting
bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala, karena penyempitan
asimtomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik stenosis segmen yang
asimtomatik atau pasien yang sama sekali asimtomatik dan seharusnya tidak
diperhitungkan.1,2

Gambar 2. Rontgen Lumbosacral Pasien Spondilosis

g. Tatalaksana
Tujuan pemberian medikamentosa meliputi:1,4,5
1. Simtomatik: mengurangi/ menghilangkan nyeri
Obat-obat yang digunakan meliputi NSAID, analgesik non opioid dan analgesik opioid.
Pemilihan analgesik tersebut dapat didasarkan pada intensitas dari nyeri (ringan, sedang
dan berat). Nyeri yang ringan digunakan NSAID atau analgesik non opioid seperti
parasetamol, aspirin, ibuprofen. Nyeri yang sedang diberikan pengobatan analgesik opioid
ringan seperti kodein, dihidrokodein, dekstropropoksifen, pentazosin. Kombinasi antara
NSAID dengan analgesik opioid ringan dapat juga diberikan. Nyeri berat diberikan opioid
seperti morfin, diamorfin, petidin dan buprenorfin. Untuk kasus tertentu dapat diberikan
analgesik ajuvan seperti golongan fenotiazin, antidepresan trisiklik dan amfetamin.1,4,5
2. Kausal:
- Menghilangkan spasme otot misalnya baklofen, diazepam, eperison, tizanidine, dan
lain-lain
- Menghilangkan kecemasan (antiansietas)
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan ada gejala permanen
khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi.
Prosedur operasi yang dapat dilakukan antara lain: operasi dekompresi, operasi stabilisasi
segmen gerak yang tidak stabil dan kombinasi keduanya.1,4,5

1. Terapi Fisik
a. Penentraman dan Edukasi Pasien
Edukasi meliputi pemberian keterangan sebanyak mungkin sesuai kebutuhan, sehingga
pasien mengerti tentang kondisi penyakitnya. Sebagai tambahannya, dokter harus
berempati, menyemangati dan juga memberikan informasi yang positif kepada pasien.
Menentramkan pasien, yaitu mengatakan bahwa tidak terdapat kelainan serius yang
mendasari penyakitnya, prognosisnya baik dan pasien dapat tetap melakukan aktifitas
sehari-hari. Hal tersebut untuk mengatasi pemikiran negatif dan kesalahan penerimaan
informasi terhadap pasien tentang nyeri punggung bawahnya. Ada suatu bukti yang kuat
dari systematic reviews bahwa nasehat untuk beraktifitas secara normal akan mempercepat
pemulihan dan mengurangi disabilitas daripada nasehat untuk beristirahat dan ”let pain be
your guide”.1,4,5
2. Tirah Baring
Modalitas kunci pengobatan pada nyeri punggung akut adalah tirah baring. Istirahat
harus menyeluruh dan spesifik, yang berarti bahwa tidak ada beban pada punggung, karena
dengan adanya beban akan menyebabkan trauma, otot-otot berkontraksi sehingga timbul
rangsangan nosiseptif dan nyeri ini akan mendasari kontraksi otot dan menyebabkan
spasme. Dengan menghindari gerak pada jaringan yang telah meradang selama periode
tertentu dapat secara bermakna mengurangi rangsangan nosiseptif. Posisi istirahat yang
diterima adalah posisi modifikasi Fowler, yakni suatu posisi dimana tubuh bersandar
dengan punggung dan lutut fleksi dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi.1,4,5

4. Planning
Diagnosis :
- Spondilosis Lumbalis
Pengobatan :
- Tirah baring (alas keras)
- Diet MB
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/ i
- Inj. Ketorolak 1 amp/ 12 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Eperison 3 x 1 tablet
- Vit B kompleks 3x1 tab
- Fisioterapi
Pendidikan :
Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk membantu mengobati dan mencegah
dari penyakit pasien semaksimal mungkin dan juga menghindari keluhan yang sama
kambuh kembali. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit
pasien dan kemungkinan perkembangan penyakit serta pentingnya kerjasama dari
keluarga dalam pelaksanaan tindakan medis dan pengobatan. Disarankan untuk kontrol
rutin tiap bulan.

Mengetahui,
Pendamping

dr. Leni Afriani M.KT


NIP. 197808292006042010

Anda mungkin juga menyukai