Anda di halaman 1dari 5

Pendekatan Komunikasi Lintas Budaya

- Pendekatana Perangai terjadi Tatkala berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan lain,
maka anda menampilkan perangai (trait) tertentu. Ingatlah bahwa perangai tidak saja
dibentuk oleh factor-faktor internal individu tetapi juga dipengaruhi oleh factor-faktor social.
Itulah yang disebut Internal Response Trait yaitu derajat (tinggi atau rendah) kestabilan
disposisi dan konsistensi disposisi individu untuk merespons karakteristik orang lain.
- Pendekatan Perseptual apabila Anda harus mengidentifikasi jenis-jenis persepsi, seperti
kognisi (akal), pandangan dan pemahaman bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan
berkomunikasi lintas budaya yang memperhitungkan tekanan psikologi, berkomunikasi
secara efektif dan membangun relasi antar pribadi.
- Pendekatan Perilaku merupakan Pendekatan terhadap kompetensi komunikasi lintas budaya
dapat juga dilakukan melalui pendekatan perilaku, terutama perilaku social (perilaku individu
dalam konteks social) karena invidu berhubungan dengan seseorang dalam konteks budaya
tertentu.
- Pendekatan terhadap kebudayaan tertentu. Jika kita ingin meningkatkan komunikasi dengan
orang lain dari kebudayaan lain maka yang dilakukan adalah mempelajari kebudayaan,
belajar tentang nilai, norma, kepercayaan, bahasa, struktur pengetahuan, system social dan
budaya, system ekonomi, mata pencaharian, dan adat
Asumsi dasar bahwa komunikasi sangat berhubungan dengan perilaku manusia dan
kepuasan terpenuhi kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Ketika kita
berbicara, sebenarnya kita sedang berprilaku. Melambaikankan, tersenyum, bermuka masam,
mengganggukan kepalaatau memberikan suatu isyarat , kita juga sedang berprilaku.
Pendekatan dalam komunikasi berfokus pada pemberian makna kepada perilaku.
Pemberian disini berarti bahwa kita memberikana mankna yang telah kita miliki kepada
perilaku yang telah kita observasi dilingkungan kita. Berbagai makna tel;ah tumbuh
sepanjang hidup kita sebagai akibat dari pengaruh budaya kita terhadap kita sebagai
hasil dari pengalaman-pengalaman pribadi. Makna adalah relative bagi kita masing-masing,
oleh karena kita masing-masing adalah manusia yang unik dengan latar belakang yang
berbeda-beda dan memilki pengalaman yang unik pula.

Proses Komunikasi Lintas Budaya


a. Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Nilai-nilai adalah aspek evaluative dari sitem kepercayaan, nilai dam sikap. Dimensi
evaluative ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan
memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai tatanan nilai
ayang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderungmenyerap budaya. Nilai-nilai ini
dinamakan nilai budaya.
Nilai dari suatu budaya menampakkan diri dari perilaku para anggotabudaya yang
dituntut oleh budaya. Nilai-nilai ini disebut nilai normative. Sseperti seorang pengendara
motor dituntut berhenti ketika tanda lampu merah menunjukkan tanda berhenti.
b. Peran Bahasa dalam Komunikasi
Berkomunikasi dengan orang lain adalah rutinitas kita sehari- hari. Dalam
berkomunikasi tentunya kita menggunakan bahasa dalam penyampaiannya. Bahasa dibentuk
oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan
pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata
bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan
baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah suatu
sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh
masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Arbitrer yaitu tidak adanya
hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Bahasa memiliki beberapa fungsi,
diantaranya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja
sama dengan sesama manusia, alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa
sebagai alat komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat
tangan atau anggota tubuh lainnya.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor
biologis diantaranya evolusi biologis, ikatan biologis, bahasa binatang, dan masa kritis belajar
bahasa. Evolusi biologis, perubahan biologis membentuk manusia linguistik, karena
berkenaan dengan evolusi biologis, otak, sistem saraf, dan sistrem vokal berubah selama
beratus-ratus juta tahun dan akhirnya bahasa adalah pemerolehan yang selalu baru
terjadi. Ikatan biologis, bahasa adalah suatu kemampuan gramatikal yang dibawa sejak lahir
yang memungkinkan anak mendeteksi kategori bahasa tertentu. Peranan otak, otak yang
paling berperan dalam perkembangan bahasa adalah otak kiri, tetapi dalam melakukan
kegiatan ada keterkaitan antara dua belahan otak yaitu kana dan kiri. Bahasa binatang,
binatang dapat berkomunikasi dengan sesamanya dan dapat dilatih untuk dimanipulasi
simbul-simbul bahasa. Periode kritis belajar, bahasa harus digerakan melalui belajar dan
waktu yang efektif untuk pengembangan bahasa adalah selama usia dini.Faktor lingkungan,
mencakup perubahan kultural dan konteks sosiokultural bahasa, dukungan sosial untuk
perkembangan bahasa yang meliputi simplikasi pengasuhan dan pemetaan melalui motherese,
recasting, echoing, expanding, labeling, modeling, dan correctiver feedback., dan pandangan
behavioral. Dalam berbahasa seseorang melalui beberapa tahap, diantaranya perkembangan
bahasa usia bayi, perkembangan bahasa usia dini, perkembangan bahasa usia sekolah, dan
perkembangan membaca dan menulis.

Bila kegiatan belajar mengajar yang diciptakan efektif, maka perkembangan bahasa
anak dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya bahwa jika kurang efektif, maka
perkembangan bahasa anak mengalami hambatan. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
paling efektif dalam pergaulan sosial, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif yang
memungkinkan semua pihak yang terlibat interaksi belajar mengajar dapat berperan aktif dan
produktif. Sehingga guru SD diharapkan lebih banyak menggunakan bahasa anak daripada
bahasa orang dewasa. Lingkungan yang kondusif dapat tercipta sesuai dengan kebutuhan
anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif terhadap
perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, melainkan juga
dapat menjadi pengguna bahasa yang aktif.
c. Bahasa Tubuh
Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi, biasa disebut sebagai komunikasi
non-ujaran (non-verbal communication). Manajer perlu mengetahui cara menggunakan
bahasa tubuh sebagai cara penekanan ekspresi pesan yang akan disampaikan. Hal ini penting
untuk menghindari terjadinya distorsi informasi.
Ketika berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ujaran (verbal communication)
orang acap menggunakan bantuan gerak-gerik anggota tubuh [seperti mata, tangan, kepala,
dll). Kemampuan memanfaatkan anggota tubuh merupakan aset komunikasi dan bukan
sekedar tampilan fisik. Jika digunakan secara tepat dan benar akan menimbulkan rasa
tenteram (bagi diri sendiri atau pendengar), memperjelas bahasa ujaran dan sekaligus akan
menghasilkan dampak positif yang mungkin tidak diduga. Sebagai contoh, cara berdiri,
bergerak, menatap, dan tersenyum yang dimanipulasikan sedemikian rupa akan memberi
nuansa komunikatif terhadap penampilan kata-kata.
Perilaku nonverbal. Bahasa verbal merupakan istilah digital, dengan kata lain katasebgai
simbolisasi atas fenomena tertentu. Perilaku nonverbal merupakan istilah analogi,yang
mewakili fenomena tertentu dengan menciptakan keadaan atau suasana yang diekspresikan
secara langsung. Misalnya, secara digital kita ucapkan Aku Mencintai mu. Sementara,
secara analogi perasaan tersebut terwakili dengan tatapan dan sentuhan.
d. Lingkungan komunikasi,
Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi:
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud.
2. Sosial-psikoilogis, meliputi, misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat,
peran yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi.
Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas
atau informalitas, serius atau senda gurau,
3. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana
komunikasi berlangsung.
Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat memenuhi janji dengan seseorang
(dimensi temporal), dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan
(dimensi sosial-psikologis), yang kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik
dan pemilihan rumah makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan
tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak pernah statis.

1.

2.

3.

4.

Konteks dan Pendekatan Komunikasi Antarbudaya sangatlah penting diimplementasikan


dalam kehidupan berkomunikasi. Keurgennya tersebut untuk membuat lawan bicara kita
nyaman dan mermasa dihormati. Dampaknya, keakraban dan komunikasi yang continue pun
terjalin dari budaya yang berbeda-beda. Seperti yang diceritakan dalam buku editor Dedy
Mulyana dengan Rahmat Jalaludin ini bahwa ketika si pencerita menaiki pesawat, Ia
mmenceritakan di dalam pesawat tidak hanya bahasa inggris saja yang digunakan dalam
pemberitahuan kepada para penumpang agar menggunakan sabuk pengamanan. Namun
Pramugari menjawab dengan santai bahwa motto dalam pelayanan kami adalah senyumlah
kepada dunia, maka dunia akan tersenyum kepada anda.So, dalam konteks ini, penggunaan
budaya juga dipengaruhi obyek dan subjek yang ada dalam lingkup tersebut, terbukti dalam
pengumumannya, si pramugari tidak hanya menggunakan bahasa inggris, namun juga bahasa
Jepang, Filipina, arab dll.
Dalam bahasa teoritis terdapat 6 macam pendekatan, antara lain:
Pendekatan Psikologi social
pendekatan ini memberikan kebebasan peneliti untuk mengamati dan mengungkapkan hasil
pengamatannya sesuai objek. Sehingga apa yang peniliti lihat, maka itulah yang disampaikan
dari pandangan dari luar dan pengamatan dari dorongan dirinya. Menurut Bernado Attia
(2000) pendekatan social ini lebih di dominasi oleh para penganut fungsional yang
menekankan pendekatan yang bersifat etik.
Dengan menggunakan etik budayanya orang yang kita ajak komunikasi, peneliti dapat saling
memahami budaya orang lain, sehingga kebebasan dapat tercipta dari etik yang berhubungan
meskipun dari luar.
Pendekatan Interpretatif
Kebalikan dari pendekatan interpretative adalah pendekatan psikologi social (PKS). Jika
PKS lebih mengutamakan etik dengan peneliti berada di luar alias hanya melakukan
penelitian di luar tanpa mengikuti gaya hidup suatu budaya, maka dalam pendekatan
interpretative ini peneliti masuk langsung dalam ranah lingkup budaya. Dapat dikatakan
bahwa peneliti nanti akkhirnya menarik kesimpulan sesuai konteks yang terjadi di lapangan
hal tersebut menjadi salah satu keuntungan, sedangkan kelemahannya peneliti tidak mampu
meneliti pola-pola komunikasi pelbagai budaya karena sangat rumit.
Pendekatan kritis
Kata kunci dari pendekatan ini adalah kreatif. Peneliti dalam mengambil kesimpulan dengan
mengamati realitas yang berpengaruh besar dalam komunikasi antarbudaya. Realitas
kkehidupan yang pengaruhnya sangat besar seperti dalam bidang politik berkaitan dengan
kekuasaan, ekonomi, social dll. Kelebihan ini dapat kita acu dari perjalanan sejarah sebuah
budaya komunikasi dan kelemahannya terletak pada saat penelitian yang tak bisa hanya
dilakukan oleh beberapa person dengan face to face, tentu saja juga dalam
meneliti fenomena internasional akhir-akhir ini.
Pendekatan Dialektikal
Hanya dengan metode dialektikal penleliti dapat mengungkapkan komunikasi antar budaya.
Pendekatan ini adalah gabungan dari pendekatan 3 diatas. Pendekatan ini memberikan
penjelasan bahwa pandangan dapat dilakukan dari dalam maupun luar agar valid, kemudian
di kontruks yang akhirnya kita amati sesuai konteks dan realita di lapangan yang terjadi.

5. Pendekatan Dialog Kultural


Pendekatan ini berkonsepkan sains yang mengacu pada dunia internasional dan
humanismme. Jadi dalam penelitiannya, peneliti mengamati melalui kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh lembaga organisasi atau LSM internasional melalui seminar maupun
pertukaran mahasiswa yang mempersepsikan lintas budaya masing-masing dan gerakan
religious dari pemeluk agama-agama masing-masing.
6. Pendekatan Kritik Budaya
Setiap antar budaya maupun setiap budaya pasti mempunyai konflik ataupun masalah yang
terjadi. Usaha pendekatan ini mengarah kepada menemukan titik-titik antarbudaya yang
universal, sehingga dapat dikatakan bahwa nantinya jika tidak tembus, maka adalah sebagian
budaya yang terisolasi karena peprbedaan pandangan dalam mencari titik temu.

Anda mungkin juga menyukai