Anda di halaman 1dari 5

Kerajinan Kayu

Persediaan kayu yang berlimpah-limpah di Indonesia sejak dulu kala menyadiakan


bahan mentah untuk masyarakat dalam menghasilkan benda yang bermanfaat dan
indah. Banyak ragam hias yang terdapat dalam artefak perunggu prasejarah
menggunakan ukiran kayu. Pengaruh India sekitar abad pertama Masehi
mengakibatkan pencakokan pola hias yang baru, namun dengan masuknya Islam pada
abad ke-12 banyak arti pentingnya hilang. Meskipun demikian banyak ragam hias
yang bertahandengan masih diilhami oleh makna keagamaan.
Perkiraan Asal-Usul Prasejarah
Keadaan iklim menghalangi kelestarian artefak kayu dari masa yang paling awal
karena tidak meninggalkan banyak peninggalan, tapi tampanya kerajinan kayu
merupakan bentuk ungkapan artistik yang tua. Banyak upacara agama prasejarah
dipercaya terpusat pada hubungan antara yang hidup dan leluhur dan bahwa tiang
peringatan dari kayu dibangun untuk menghormati yang sudah meninggal. Anggapan
itu disadarkan pada kenyataan bahwa beberapa masyarakat adat masih memasang
peringatan seperti itu, mereka menegaskan bahwa kegiatan tersebut berasal dari
peradaban awal.
Teknik
Kayu yang melimpah di Nusantara mendorong seni ukir berbagai benda dalam
lingkup luas, yang dibiarkan asli, atau seperti ukiran indah dari Jawa, Bali, Batak,
Minangkabau, dan Toraja diselesaikan dalam beragam warna. Zat pewarna merah
atau emas merupakan bagian dari kerajinan kayu Jawa, karya berpernis terutama di
Palembang dan Bali.

Benda Sehari-hari
Di antara barang-barang kerajinan kayu yang merupakan bagian penting kehidupan
sehari-hari adalah perabot rumah tangga, benda penghias, dan benda pelengkap,
seperti bakiak, bingkai kaca, wadah kue, dan kotak penyimpanan pakaian. Wayang,
patung, dan topeng juga diukir dari kayu.
Hiasan Bangunan
Daya than dan keindahan alami kayu dimanfaatkan untuk ukiran unsur-unsur
arsitektural bangunan. Kerajinan kayu dan papan hias tembok yang sangat indah di
Yogyakarta dan Surakarta, Jawa memberikan contoh yang bagus. Benda-benda
tesebut dihias dengan ukiran mewah yang menggambarkan bentuk manusia, taru dan
satwa, serta ragam hias abstrak. Pada abad ke-18, pada saat kedua kerajaan tersebut
didirikan, ukiran kayu menjadi sarana yang cair dan ekspresif di tangan para
pengrajin Jawa. Bagaimanapun, mereka tidak bebas mengungkapkan gagasangagasan pribadi (seperti yang dilakukan orang Bali, misalnya); mereka harus lebih
ragam hias-ragam hias yang dihubungkan dengan makna-makna tertentu. Suatu
contoh yang agak aneh adalah Putri-mirong, di keraton Yogyakarta, yang tampak
seperti seorang wanita yang terlihat dari belakang. Ada penafsiran yang berbeda atas
patung ini: satu Hindu dan satu Islam. Yang pertama mengatakan itu Nyai Rara Kidul,
Ratu Laut Selatan, sedang yang lainnya menunjuk kaligrafi Islam.
Ukiran Bali
Bali menempati kedudukan istimewa dalam ukiran kayu Indonesia. Para seniman di
ulau ini bereputasi tinggi baik untuk ukiran hias, maupun karya patung mereka.
Seni bermakna banyak bagi orang Bali dan sulit memisahkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Daya batin seni Bali berasal dari agama: Hindu yang
bercampur dengan kepercayaan pada leluhur dipadu dengan keahlian seni yang
sempurna. Pengaruh India sekitar abad pertama Masehi mengakibatkan pemakaian
pola baru. Ragam hias-ragam hias ini bertahan selama berabad-abad dan masyarakat
banyak menganggapnya dikarunii kekuatan gaib.

Ukiran kayu, disamping menjadi hiasan, berperan penting dalam peristiwa


yang paling dramatis, yaitu ngaben atau upacara pembakaran mayat. Pusat perhatian
adalah menara pembakaran yang luar biasa setinggi 18-21 meter, terbuat dari kayu
dan bamboo dihias dengan kain-kain sutera yang mahal. Jenazah ditempatkan dalam
peti mayat berbentuk sosok hewan yang mencerminkan kedudukan orang yang
meninggal. Jenazah pendeta dibakar dalam peti mati berbentuk banteng , raja-raja
agung dalam peti mati yang dihias merupai singa bersayap, bangsawan dalam peti
mati berbentuk rusa, dan orang biasa dalam bentuk makhluk hewan mitologis
berkepala gajah dengan ekor ikan.

Ukiran untuk Pasar


Sekarang, dengan kemunduran daya dan penurunan penggunaan lambang-lambang
keagamaan dan umum, ukiran ditingkatkan untuk pasar komersial. Usaha itu sering
diilhami oleh karya-karya tradisional yang sering menerjemahkan cerita rakyat dan
keyakinan keagamaan.

Kerajinan Kayu menurut Tempatnya


Jawa
Jepara, di pntai utara, dikenal sebagai Kota Ukir dan mempunyai nama karena
beragam hasil ukiran yang sangat laku. Took-toko yang berjejer di jalan-jalan kota itu
dipenuhi susunan barang-barang ukiran yang berjajar dari perabot rumah tangga
ukuran besar hingga benda-benda hias ukuran kecil.

Bali

Orang Bali sejak muda dilatih menjadi calon seniman. Adalah hal yang biasa bila
dijumpai anak-anak kecil bermain dengan pahat dan pisau pada sebongkah kayu dan
bahkan menghasilkan patung yang benar-benar hidup. Raksasa bermata bulat (kiri)
dibuat oleh Wayan Tanggun, sedangkan di kanan, Garuda tradisional berdiri bersama
kayu ukiran bergaa Barat, bernuansa Pariwisata. Bakat alamiah itu membuat seniman
dan penulis Mexico, Miguel Covarrubis, menyebut setiap orang Bali seniman.
Sulawesi Selatan

Bagian luar rumah dan lumbung padi Toraja memperlihatkan ukiran yang
melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Bentuk yang sering terlihat adalah
ukiran kayu kabongo kepala kerbau realistic dengan tanduk asli. Diatasnya biasanya
ada burung berleher panjang seperti naga yang disebut katik (kiri). Kabongo dan katik

masing-masing melambangkan upacara tertentu. Ornamen dalam bentuk lingkaran,


pilin, dan satwa pada papan bingkai diwarna kuning, merah, hitam, dan kuning
(kanan). Lingkaran kuning melambangkan matahari yang member kehidupan dan
juga merupakan lambing kekuatan, diwarnai dengan warna tanah. Jelaga digunakan
untuk warna hitam dan kapur untuk garis putih. Tuak dicampurkan dengan bahanbahan ini untuk memperkuat warna.

Irian Jaya

Pengukir asmat yang unggul, diberi nama wow ipit, dan hanya mereka yang
mengerjakan ukiran tiang peringatan mbis (leluhur) setinggi delapan meter. Mbis
diukir dengan ornament burung, satwa, dan orang-orang mati yang semuanya
menghuni roh manusia.
Daftar Pustaka:
Sumartono. 2002. Indonesian Heritage; Kerajinan Kayu. Jakarta: Buku Antar
Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai