Anda di halaman 1dari 3

Nama : Virdo Manurung

NIM : 20.3659

Kelas : 5C

Mata kuliah : Sejarah Kristen Indonesia

Dosen pengampu : Pdt. Pulo Aruan, S. Si., M. Div., M. Th.

Laporan pertemuan keempatbelas (bab keduapuluh - Christian art Indonesian)

Bab ini akan menjelaskan beberapa seni teologi Kristen abad kedua puluh. Hal ini
dipengaruhi oleh kebebasan berbicara relatif yang diusulkan oleh Konsili Vatikan dan karena
kecenderungan dunia ke arah teologi kontekstual. Seni ini dipengaruhi melalui imajinasi mereka
oleh teologi Kristen dan khususnya oleh Trinitas dan Yesus Kristus. Yang pertama adalah
gambar Trinitas yang dibuat oleh Raden Mas Josef Poerwodiwartjo. Bapa digambarkan di tengah
dan lingkaran kecil di sebelah kiri mewakili sifat manusia Anak, sedangkan lingkaran yang lebih
besar mewakili sifat ilahi. Ketiganya beristirahat dengan satu tangan di lingkaran yang lebih
besar ini dan ditempatkan pada tingkat yang sama, memperkuat status dan esensi mereka yang
setara. Ada juga lukisan Trinitas. Di sini ayah duduk di sebelah kiri, Roh Kudus sebagai
ungkapan kasih antara ayah dan anak duduk di tengah. Mereka mengenakan pakaian Jawa pada
tubuh bagian bawah dengan motif ikat parang patah dengan garis-garis sederhana yang
digunakan khusus untuk keluarga kerajaan pada zaman klasik. Hal ini dijelaskan oleh
Poerdiwijo. Sang ayah memiliki mahkota di tangannya, simbol kekuatan tertinggi. Ada juga
gambar cahaya yang dilambangkan sebagai seorang anak. Ada juga gambar lidah yang
direpresentasikan sebagai Pentakosta. Hal ini juga dijelaskan oleh Poerdiwijo.

Ada juga lukisan penyaliban Yesus karya Anton Sudiharto. Lukisannya tentang Penyaliban
menunjukkan pengaruh Kubisme, terutama di latar belakang. Yesus adalah sosok yang cukup
aktif, tanpa tanda darah. Meskipun dia diikat di kayu salib, sepertinya dia ingin menyerahkan
tempatnya di tempat lain. Ini lebih aktif daripada pengabdian pasif. Tiga wanita di bawah dan di
samping salib dicat dengan sangat gaya. Bahkan tidak mudah untuk menyadari bahwa ada tiga
wanita. Lukisan itu tidak dalam warna gelap tetapi bahkan sedikit lebih terang. Secara
keseluruhan, gambaran penyaliban di Indonesia bukanlah tentang kerinduan yang panjang dan
berdarah, tetapi tentang peristiwa keselamatan yang membahagiakan. Selain pemeluk agama
Kristen, ada pemeluk agama lain yang turut andil dalam penciptaan seni rupa Kristen. Dalam
buku ini ada seorang tokoh bernama Iko. Iko adalah seorang muslim yang berprofesi sebagai
pematung. Beberapa karya yang dibuatnya adalah patung Yesus, patung Maria dan patung
Trinitas. Hasil terbaik dari Iko ini adalah patung Trinitas. Model patung tersebut adalah Bapa,
Anak dan Roh Kudus duduk tiga orang secara paralel. Bapa di sebelah kiri, Anak di sebelah
kanan, dan Roh Kudus di tengah. Alasan Roh Kudus berada di tengah diyakini sebagai Roh
Kudus sebagai penghubung antara Bapa dan Roh Kudus.

Ada pameran seni tentang agama Kristen dengan model budaya daerah. 50 karya seni akan
dikirim, 42 di antaranya dari Jawa. Pilihan berikut dibuat dari luar pulau: dari Sumatra, sebuah
altar bergaya Batak, dengan ukiran kayu yang sangat kaya. Hanya beberapa barang kecil yang
dikirim dari Kalimantan: pakaian tenun tradisional yang cocok untuk menghias patung orang
suci dan kotak bambu untuk menyimpan dupa. Makassar menjadi model gereja gaya rumah
Toraja, sedangkan Flores menjadi gereja model rumah Manggarai yang disiapkan untuk
pameran. Tak kurang dari 42 buah dikoleksi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini adalah model
gereja Ganjuran dan Pohsarang yang terkenal (lihat di atas), gereja Pugeran Yogyakarta dengan
gaya rumah Jawa yang megah; Altar bambu, batu dan kayu, peralatan liturgi seperti lampu dan
monstran, tetapi jumlah terbesar adalah 16 patung orang kudus.

Selain karya seni, ada juga gereja yang dibangun dengan model budaya daerah. Pada tahun
1930-an sebuah gereja dibangun dengan gaya rumah adat di Manggarai, Flores Barat. Di sebelah
Gereja Flores ada sebuah gereja katolik bernama Palasari. Didesain mengikuti struktur
keseluruhan dari Katedral Gotik tetapi dihias dengan ornamen Bali dan terletak di taman dengan
pintu masuk tetap, kolam, banyak tanaman dan bunga, memberikan keseluruhan kompleks
tampilan yang benar-benar Bali. Pada tahun 1930-an sebuah gereja dibangun dengan gaya rumah
adat di Manggarai, Flores Barat. Namun, sebagian besar gereja dan kapel mengikuti gaya neo-
Gothic yang saat itu umum di Eropa. 1940-1970. Selingan diam. Pengecualian Bali Tidak
banyak yang bisa dikatakan tentang perkembangan lebih lanjut seni rupa Kristen antara tahun
1940 dan 1970. Salah satu unsur tertentu yang dapat menghambat perkembangan seni rupa
Indonesia selanjutnya adalah semangat persatuan bangsa yang merupakan hasil perjuangan
kemerdekaan. Namun, tidak ada tradisi seni rupa Indonesia secara keseluruhan. Seni rupa, tetapi
juga bentuk ekspresi seperti teater dan puisi, diasosiasikan dengan arus yang berbeda. Ada
kesenian Jawa, Bali, Sumatera dan Sumba dan masih banyak tradisi lainnya yang masih ada. Ada
dua pusat seni rupa Kristen Indonesia modern: Yogyakarta dan Bali selatan. Sekolah seni paling
bergengsi di tanah air, ISI, Institut Seni Indonesia, didirikan di Yogyakarta. Banyak wisatawan
datang ke kota ini untuk mengunjungi candi Hindu kuno Prambanan dan candi Budha
Borobudur. Ada Sekolah Tinggi Katekismus Katolik, sebuah departemen di Universitas Sanata
Dharma, di mana banyak waktu dihabiskan dalam seni pertunjukan (dekat, tari, teater). Pada saat
ini, banyak pelukis Jawa juga pindah ke Bali untuk mengembangkan bakat seni mereka dan
mencari pembeli di banyak galeri di pulau itu. Diantaranya adalah Koni Herawati dan Pdt.
Yatma Pramana (salah satu dari sedikit menteri yang ditahbiskan aktif sebagai seniman; Pramana
lahir di Purworejo tetapi sekarang bekerja di GKPB, gereja Kristen Protestan di Bali). Kesenian
Kristen kita harus menyebut daerah Asmat Papua. Suku Asmat dikenal di seluruh dunia sebagai
pemahat kayu yang membuat patung nenek moyang mereka. Pada tahun 1981, Uskup Alphonse
Sowada kelahiran AS (yang menjabat sebagai uskup antara tahun 1958 dan 2001) memulai
Lelang Seni Asmat tahunan, yang telah menarik pembeli dan peminat dari seluruh dunia. Juri
internasional memilih ukiran dari lebih dari 1.000 entri, yang mewakili hampir dua pertiga desa
Asmat.

Seni yang diciptakan oleh orang-orang Kristen ini semata-mata berasal dari konsepsi mereka
tentang ajaran Kristen. Hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat seni umat Kristen pada masa itu
sangat tinggi. Tokoh-tokoh yang menciptakan karya seni tersebut juga digunakan oleh umat
Katolik untuk membuat karya seni bertema Kristen. Selain kreativitas masyarakat sekitar,
kesenian kristen ini juga menunjukkan kepada orang asing bahwa Indonesia memiliki keragaman
budaya dan kesenian kristen tersendiri. Hal ini karena model seni yang mereka ciptakan dianut
oleh budaya lokal mereka sendiri. Misalnya, warga Flores menghiasi gerejanya dengan ornamen
Flores, pelukis Jawa melukiskan Trinitas dalam busana batik, dan sebagainya. Catatan Kritis:
Saya tidak setuju bila seni dibuat dalam proses menjelaskan ajaran Kristen oleh orang yang
bukan Kristen. Karena mereka tentu tidak begitu memahami ajaran agama Kristen, meskipun
mereka diajarkan atau dibimbing dalam pembuatannya oleh orang-orang Kristen. Sebaiknya
dalam proses penciptaan seni dengan tema ajaran Kristen, disarankan bagi seniman yang
beragama Kristen.

Anda mungkin juga menyukai