PENDAHULUAN
Teologi feminis akan terus berlanjut dimasa depan jika mereka terus
bersatu mendorong dan memberikan motivasi untuk bertarung
melawan berbagai bentuk penindasan, ketidakadilan, dan berusaha
untuk mencintai diri mereka serta orang lain. (Kwok, 74)
Dalam bukunya yang berjudul Voice from the Marginia memiliki cara
pandang sendiri dalam membahas apa yang disebut dengan
kebenaran. Dulunya missionaris Barat menganggap bahwa mereka
memiliki kebenaran karena memiliki Alkitab. Mereka merasa wajib
memberitahukan kepada orang Asia bahwa apa yang mereka miliki
adalah salah dan karena itu perlu diajari mengenai apa yang benar.
Namun, Kwokkemudian melihat bahwa orang-orang Kristen Cina sadar
akan kekayaaan sastra mereka dan menganggap Alkitab juga perlu
diperlengkapi dengan-teks-teks konfusius, Taoime, dan Buddhisme.
Pada tahun 1920 oleh orang-orang Kristen Cina yang lain makna
sempit dari Alkitab yang diajarkan missionaris Barat dihubungkan
dengan aspirasi masyarakat Cina waktu itu. (Singgih, 132)
Kwokkemudian mengusulkaan agar orang Kristen di Asia khususnya di
Cina melakukan interpretasi terhadap Alkitab dengan jalan berimajinasi
secara dialogis.Secara sederhana, ungkapan ini berarti
menghubungankan secara kreatif citra-citra Alkitab dengan citra-citra
yang terdapat di dalam tradisi maupun sejarah setempat. (Singgih,
133)
Terlihat bahwa Kwok Pui Lan dalam bukunya begitu mengkritisi cara
kerja yang dilakukan oleh orang-orang dari Barat sekalipun itu
mengenai pekabaran Injil.Pemahaman Kwokterhadap Alkitab adalah
harus dihubungkan dengan tradisi dan budaya wilayah setempat.
Menurut Kwokbudaya Timur bersifat lebih lentur dan memiliki aspek
bahasa lisan yang tinggi ketimbang tulisan, oleh karena itu tulisan
tidak bisa bersifat sakral daripada bahasa lisan. (Singgih, 133)
Teologi selama ini selalu berdiri pada dunia sendiri dan menutup pintu
akan ilmu-ilmu lain, seakan-akan menunjukkan keekslusifan dirinya.
Padahal menurut Kwok, teologi harus membuka diri terhadap ilmu lain
dan mencoba memikirkan suatu konsepsi lain sehingga dapat
menghasilkan sesuatu yang jah lebih berguna.
Pada akhirnya teologi Kwok Pui Lan adalah teologi yang selalu mencari
keseimbangan antara dirinya dan ilmu-ilmu lain dengan tidak saling
menajatuhkan tapi diharapkan dapat berkolaborasi.Kwokbersama
kelompoknya juga mengharapkan budaya dapat bergerak dimana
kaum perempuan dapat lebih dihargai sebagai makhluk yang memiliki
derajat yang sama dengan laki-laki pada berbagai bidangn kehidupan.
1. Aloysius Pieris
Sri Lanka adalah negara Asia yang mayoritas penduduk aslinya adalah
beragama Buddha oleh Sinhala dan beragama Hindu dari Tamil.Namun,
pada perkembangan selanjutnya yaitu memasuki masa-masa kolonial
bangsa Barat, kekristenan mulai masuk ke Sri Lanka oleh para
missionaris Barat. Selama bangsa Belanda menguasai Sri Lanka,
penduduk dipaksa untuk menganut agama Kristen, hingga nantinya
pada saat Inggris menajajah Sri Lanka kebebasan dalam hal beragama
diperbolehkan (Rubianto 1997, 18).Negara Sri Lanka terus berjuang
untuk memperoleh kemerdekaan baik dalam hal politik maupun
ekonomi. Barulah pada tahun 1956 negara tersebut menjadi negara
repubik yang merdeka.
Aloysius Pieris lahir di Ampitiya, Sri Lanka, pada tahun 1934.Ia masuk
Serikat Yesus pada umur 19 tahun dan ditahbiskan menjadi seorang
imam pada tahun 1965 (Rubianto 1997, 20). Pieris adalah orang yang
memiliki pemikiran kristis dan dialektis dalam menyampainkan
aspirasinya. Dengan gayanya mengakaitkan agama terhadap nilai-nilai
kultural, budaya, dan masyarakat (Rubianto 1997, 22). Ia ingin
mengembangkan suatu teologi pembebasan di kawasan Asia demi
untuk melawan kemiskinan dan konflik yang belakangan ini mulai
terjadi.
Kendati demikian, ini merupakan suatu potensi yang besar bagi para
teolog-teolog Asia untuk dapat memperkenalkan pola teologi yang ada
di Asia dengan cara-cara yang lebih kreatif menunjukkan keberadaan
Kristen di Asia. Dalam metodologi untuk penelitian kita, maka tinjauan
perihal teologi kita yang harus dilakukan (a) dari sudut pandang dunia
ketiga pada umumnya dan (b) dari sudut pandang Asia pada khusunya.
( Pieris 1988, 81)
Dari sudut pandang dunia ketiga kita dapat melihat bahwa teologi Asia
sangat banyak dipengaruhi oleh teologi-teologi dari Barat, seperti
teologi Eropa klasik yang sangat banyak di berbagai lembaga penting
gereja Asia.Dan yang kedua adalah teologi Amerika Latin yang
dampaknya juga dirasakan pada kalangan teologis tertentu (Pieris, 81).
Karenanya bagi orang Asia, teologi pembebasan sepenuhnya bercorak
Barat, namun diperbarui secara sangat radikal oleh tantangan-
tantangan dunia ketiga sehingga memiliki relevansi untuk Asia yang
tidak dimiliki oleh teologi klasik (Pieris, 82). Kritik Pieris terhadap
teologi klasik dan teologi pembebasan Amerika Latin di Asia adalah
perumusan revolusi eklesiologis yang dipandang penting oleh Pieris
untuk dapat menemukan teologi (pembebasan) yang sungguh-
sungguh di Asia. (Rubianto, 70)
Berdasarkan apa yang ditulis oleh Pieris, para teolog Asia diajak untuk
dapat turun lebih dalam kepada masyarakat dan ikut merasakan yang
mereka rasakan di sekelilingnya. Bukan hanya berbicara dengan apa
itu teologi Asia tapi melakukan praksis teologi tersbeut demi
membebaskan orang-orang Asia dari pergumulan mereka.
Gereja Asia harus beranjak dari gereja tiban (warisan kolonial) untuk
dapat, menyesuaikan diri dengan gereja-gereja kecil dalam komunitas
basis manusiawi yang di dalamnya gereja-gereja Asia dituntut untuk
kehilangan identitasnya dalam partisipasi. Dengan demikian, Pieris
dalam bukunya menyatakan teologi Asia akan menjadi wahyu Kristiani
dari pengalaman pemerdekaan orang-orang non-Kristiani (Pieris, 86).
Dalam misi total inilah kita berjumpa dengan Kristus secara lebih
penuh. Spiritualitas kita dnegan mengosongkan diri sendiri sebaga
pribadai atau kelompok selalu diawali dengan konteks local sendiri
terutama dalam bangsa-bangas Asia yang miskin dan tersingkir.
Karena mereka yang miskin, tidak berdaya dan tersingkir sama seperti
alam akan menunjukkan jalan ke salib pada gereja-gereja jalan yang
unik menuju kebangkitan. ( Balasuriya, 299)
Selain itu, masalah gender juga menjadi sebuah isu yang harus
dihadapi teolog-teolog Asia.Mereka harus mampu menemukan
kekristenan yang tidak hanya sepenuhnya berbicara tentang laki-laki
tapi juga kesetaraan dengan perempuan.
Daftar Acuan