Anda di halaman 1dari 9

STT INTI BANDUNG

Matakuliah : Sejarah Gereja Umum


Tugas : Resensi Buku
Nama Mahasiswa : Christian Santana
NIM : 17.002.009
Dosen : Dr. Amos Sukamto

RESENSI BUKU “RAHASIA KEBERHASILAN GEREJA DI KOREA”

Pendahuluan

Kekristenan di Korea bertumbuh sangat pesat dalam waktu yang singkat. Lebih daripada

negara-negara lain di Asia, bahkan di dunia. Pada tahun 1955, jumlah orang Kristen mencapai

sekitar 1.117.000 jiwa dan pada tahun 1987 sudah mencapai sekitar 10.000.000 jiwa mencakup

23 % dari penduduk Korea. Perkembangan yang sangat mengejutkan, mengingat Kekristenan di

negara-negara lain di Asia mengalami kesulitan dan tekanan sehingga sulit berkembang bahkan

mengalami penurunan dalam hal jumlah. Namun pertumbuhan Kekristenan yang pesat ini tentu

bukan tanpa masalah dan tantangan yang harus dihadapi. Melalui kacamata sejarah, buku

“Rahasia Keberhasilan Gereja di Korea” membahas bagaimana Gereja di Korea dapat bertumbuh

dengan hebat, masalah dan tantangan yang dihadapi, dan juga solusi yang dapat menjadi saran

bagi kemajuan pertumbuhan Gereja. Dengan mempelajari sejarah keberhasilan Gereja di Korea,

kita dapat melihat bagaimana Tuhan bekerja memelihara dan menolong umatnya sehingga dapat

menumbuhkan iman kita dan mengambil pelajaran yang berharga dari perjalanan masa lampau

untuk diterapkan pada masa kini dan menolong kita untuk memetakan tantangan bagi Gereja di

masa yang akan datang.

Profil Singkat Negara Korea


Nama Korea pertama kali digunakan pada masa dinasti Koryu (918-1392M). Koryu atau

Korea berarti tinggi dan indah, atau negri dengan gunung-gunung tinggi dan aliran-aliran sungai

yang indah. Secara geografis, Korea merupakan penghubung antara Jepang dan benua Asia.

Letaknya yang strategis sangat menguntungkan karena dapat menyerap kebudayaan negara-

negara sekitarnya dan juga dalam perdagangan. Namun, letaknya yang strategis juga merupakan

ancaman karena Korea menjadi sasaran agresivitas negara-negara di sekitarnya. Secara

geopolitis Korea menjadi ajang pertempuran politis kekuatan militer Jepang, China, dan Rusia.

Warga Korea terkenal sangat rajin dan suka bekerja keras. Sebagai pelajar, mereka

belajar dengan tekun. Sebagai pekerja mereka akan bekerja dengan giat. Dan sebagai penginjil,

mereka menginjil dengan penuh semangat. Bagi penilaian awam, sikap mereka cenderung keras

dan kasar. Namun bagi mereka yang mengerti dengan baik, masyarakat Korea adalah masyarakat

yang menyenangkan. Warga Korea sangat menghargai orang tua, budaya ini juga sangat

berpengaruh di Gereja, mereka sangat menghargai para pendeta (moksa – Bahasa Korea).

Kepercayaan-Kepercayaan di Korea

Sebelum Kekristenan masuk di Korea, terdapat 5 agama dan kepercayaan yang dianut

dan dipercaya oleh warga Korea, yaitu : Budha (agama), Konfusianisme, Shamanisme, Taoisme,

dan Chondogyo. Di dalam legenda Tan’gun yang terdapat dalam buku Samsug Yusa (1270) yang

ditulis oleh Iryeon (1206-1289) dan buku Jewang Ugi (1278) yang ditulis oleh Yi Seung Hyu

(1224-1300), masyarakat Korea sudah mempelajari konsep Allah dan kehidupan yang lebih

beradab.

Dalam perjalanan Kekristenan di Korea, legenda Tan’gun memberi pengaruh yang besar.

Gereja Protestan kebanyakan menyebut nama Allah dengan sebutan Hananim Hananim
merupakan bentuk lain dari kata Hwanim dalam legenda Tan’gun yang dituliskan dalam bahasa

China. Hananim berasal dari Hana yang berarti esa (tunggal) dan kata Nim yang menunjukkan

rasa penghargaan, dapat diterjemahkan sebagai The Great One. Hananim mempunyai

ketritunggalan, yaitu : Hwanim sebagai nenek moyang, Hwanung sebagai ayah, dan Hwangeom

(atau Tan’gun) sebagai anak. Masyarakat Korea yang tidak asing dengan konsep allah tritunggal

dapat lebih mudah menerima dan memahami Trinitas Kristus.

Selain legenda Tan’gun, kepercayaan Shamanisme juga memberi pengaruh dalam

kekristenan di Korea. Shamanisme sangat erat dengan tradisi-tradisi dan ritual dalam rumah

tangga. Pada umumnya para wanita yang lebih banyak tinggal di rumah dan mengurus rumah

tangga, maka kaum wanita yang biasa melakukan ritual Shamanisme. Sehingga kepercayaan

Shamanisme dikenal sebagai kepercayaan milik kaum wanita. Pada perkembangannya, kaum

wanita yang lebih aktif melayani dan berkarya di dalam Gereja daripada kaum pria. Para wanita

memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan Gereja di Korea Selatan. Dalam

kepercayaan Shamanisme, orang Korea juga mempercayai adanya kehidupan setelah kematian,

surga dan neraka. Hubungan antara dewa dan manusia dalam Shamanisme digambarkan seperti

hubungan tuan dengan hambanya, begitu juga dengan hubungan roh dan tubuh, roh adalah tuan

dan tubuh adalah hambanya. Sehingga mereka percaya bahwa tubuh manusia dikendalikan oleh

rohnya, dan umur manusia bergantung dari lamanya kesatuan antara roh dan tubuh. Shamanisme

merupakan kepercayaan tertua di Korea, sebelum agama-agama masuk.

Sejarah Singkat Perkembangan Misi di Korea

Pada abad 17 masyarakat Korea mulai mengenal agama baru, yaitu Katolik Roma.

Katolik Roma masuk ke Korea bukan melalui misionaris, melainkan melalui literatur-literatur

dan orang-orang Korea yang dibaptis di China dan kembali ke Korea. Dalam perkembangannya
di Korea, Gereja Katolik mengalami hambatan. Orang-orang Katolik tidak berpartisipasi dalam

upacara penyembahan arwah yang merupakan ritual dari kepercayaan Konfusianisme.

Kepercayaan Konfusianisme adalah kepercayaan yang dianjurkan oleh pemerintah Korea bagi

seluruh warganya. Sehingga ketika orang-orang Katolik menolak untuk terlibat dalam ritual

upacara tersebut, mereka dianggap bidat dan dianggap melawan pemerintahan saat itu. Maka

sebagai akibatnya, Gereja Katolik mengalami tekanan dan penganiayaan. Walaupun begitu kita

dapat melihat penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang nyata pada GerejaNya, sehingga

walaupun dalam tekanan dan penganiayaan jumlah mereka semakin banyak dan Gereja semakin

berkembang.

Misi Protestan mulai masuk Korea secara resmi pada tahun 1884 melalui medical

missionary yang bernama Horace Newton Allen, kedatangannya diikuti oleh beberapa medical

misionaris lain. Mereka disambut hangat baik oleh royal family maupun masyarakat pada

umumnya. Sampai akhir abad 19, ada beberapa Lembaga misi yang mengirim misionaris ke

Korea, diantaranya : Australian Presbyterian Mission (1889), Southern Presbyterian Mission

(1892), Southern Methodist Mission (1896), dan Canadian Presbyterian Mission (1898).

Pada tanggal 7 Juni 1890, tujuh misionaris presbiterian di Korea mengundang John L.

Nevius (25 tahun menjadi misionaris di China) untuk memberi saran bagi perkembangan misi di

Korea. Bagian yang ditekankan oleh Nevius dalam pekerjaan misi di Korea adalah pendalaman

Alkitab. Berdasarkan pengalamannya, ia melihat bahwa orang-orang di Asia tidak terbiasa

dengan khutbah-khotbah panjang yang disampaikan hingga berjam-jam seperti biasa dilakukan

di barat. Sehingga pengajaran lebih ditekankan pada pendalaman Alkitab di kelompok-kelompok

kecil. Kemudian Nevius juga menganjurkan untuk melakukan pendekatan melalui bidang

pendidikan dan layanan kesehatan. Prinsip-prinsip ini ada dalam hidup Tuhan Yesus dan para
Rasul dalam mengabarkan injil, yakni dengan menyembuhkan orang sakit dan memberi

pengajaran di sinagoge-sinagoge. Sebuah pendekatan misi yang aplikatif dan relevan disetiap

jaman. Kemudian Nevius juga menekankan pergantian kepemimpinan dari para misionaris barat

kepada bangsa asli Korea. Sehingga dengan demikian, orang-orang Korea yang sebelumnya

tertindas merasa Kekristenan datang sebagai pemberi harapan, membuat mereka merasa penting,

dan membebaskan dari penjajahan.

Pada waktu para misionaris datang ke Korea, orang-orang Korea dipaksa menggunakan

bahasa China sebagai bahasa lisan dan tulisan. Sehingga sebagian besar bangsa Korea, terutama

kaum wanita dan menengah ke bawah, tidak dapat membacanya. Padahal mereka mempunyai

alfabet sendiri yang bernama Hangul. Kedatangan para misionaris memberikan harapan

tersendiri bagi rakyat Korea untuk dapat membaca dan menulis menggunakan bahasa mereka

sendiri. Para misionaris menggunakan abjad Hangul sebagai bahasa sehari-hari dan bahasa

literatur. Para misionaris mencetak Alkitab dan literatur-literatur Kristen menggunakan abjad

Hangul sehingga sebagian besar warga Korea, terutama kaum wanita dan kelas menengah ke

bawah mampu membacanya. Saat ini, Korea merupakan negara pencetak Alkitab kedua

terbanyak di dunia.

Rahasia Pertumbuhan Gereja di Korea

Ada dua faktor penyebab pesatnya pertumbuhan Gereja di Korea, faktor Allah dan faktor

manusia. Mengenai faktor Allah, pertumbuhan Gereja yang demikian pesat melebihi negara-

negara di Asia lainnya merupakan anugerah Allah. Kita tidak tahu mengapa Allah memilih untuk

menyelamatkan Korea Selatan setelah Perang Dunia II, sehingga bagi mereka Kekristenan

adalah teman dalam perjuangan kemerdekaan dan harga diri untuk diakui sebagai sebuah bangsa.

Walaupun sukar untuk diukur, namun memahami pertumbuhan Gereja di Korea dalam dimensi
keilahian tidak dapat dilupakan. Bagaimanapun kita dapat melakukan misi, berdoa, dan

berkhotbah namun Roh Kudus-lah yang menyebabkan seorang lahir kembali sehingga ia dapat

masuk dalam Kerajaan Allah.

Melihat faktor manusia dalam pertumbuhan Gereja di Korea, kita dapat melihatnya dari

dua sisi, yakni : faktor non-spiritual (sosial-budaya), dan faktor spiritual. Faktor-faktor non-

spiritual yang menunjang keberhasilan Gereja di Korea berupa kejadian-kejadian yang terjadi di

dalam masyarakat Korea dalam konteks sosial, budaya, dan politik. Kekristenan masuk ke Korea

tidak disertai dengan meriam dan kapal-kapal perang, melainkan dengan misi kesehatan dan

pendidikan. Jika bagi sebagian bangsa Asia lainnya Kekristenan merupakan agama barat, dan

memeluknya berarti kehilangan jati diri sebagai bangsa, tidak demikian dengan Korea.

Kekristenan merupakan pembawa harapan baru bagi bangsa Korea, harapan untuk merdeka dari

penjajahan dan harapan bagi tegaknya kebudayaan Korea sebagai suatu bangsa. Kekristenan di

Korea juga menjadi simbol nasionalisme, di gerejalah lagu kebangsaan Korea dikumandangkan

dan bendera nasional Korea dikibarkan pada peristiwa-peristiwa penting. Para misionaris juga

bersekutu dengan para pejuang dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan

kemerdekaan Korea. Kekristenan juga merupakan alat untuk menangkal paham komunis yang

mencoba masuk dan menguasai Korea Selatan. Kemudian, tidak adanya agama yang kuat di

Korea sebelum Gereja masuk juga menjadi salah satu faktor pesatnya pertumbuhan Gereja di

Korea. Paham-paham atau ajaran dari kepercayaan kuno bangsa Korea juga seolah menjadi

pendahulu bagi Kekristenan sehingga ajaran Kristen dapat diterima dalam pemahaman Korea.

Kemudian faktor yang mendukung pesatnya pertumbuhan Gereja di Korea juga dapat

dilihat dari kacamata spiritual. Terjadi banyak kebangunan rohani di Korea, bahkan hingga

didalam tubuh militer Korea. Pada tahun 1991 terdapat 200.000 anggota militer Korea, 70%
diantaranya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kehidupan doa didalam Gereja

Korea juga sangat kuat mengakar, setiap pagi diadakan pertemuan doa meskipun saat cuaca

bersalju atau hujan. Kemudian diadakan kelas-kelas pengajaran Alkitab dan penginjilan. Gereja

Korea juga memiliki semangat yang tinggi dalam menginjil. Kebiasaan bangsa Korea yang suka

bekerja keras, tekun, dan giat juga dibawa dalam Gereja. Mereka sungguh-sungguh giat dan

memiliki etos kerja yang baik dalam melayani dan menginjil, mereka juga sangat tekun dalam

mempelajari Alkitab. Pelayanan mereka tidak terpusat di dalam gedung gereja saja, tetapi

mereka juga melayani dengan berkunjung ke rumah-rumah. Kelompok-kelompok pendalaman

Alkitab yang mereka bangun menjadi sangat kuat. Gereja juga menjangkau kepada masyarakat

bawah, memperjuangkan hak-hak asasi manusia, dan memberi harapan ditengah masa transisi.

Masalah-Masalah yang Dihadapi Gereja di Korea

Pertumbuhan Gereja yang pesat tentunya bukan tanpa hambatan atau masalah. Saat ini

terjadi penurunan dalam jumlah orang Kristen di Korea disebabkan adanya masalah yang muncul

dan tantangan bagi Gereja di masa depan. Kemakmuran menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Sebagian orang di Korea berlomba-lomba untuk mengejar kemakmuran, sehingga mereka

cenderung menyibukkan diri dengan bekerja dan mulai meninggalkan kehidupan bergereja. Di

Korea juga banyak Gereja yang kuat dan besar dibawah pimpinan pendeta yang cakap, dan

karena merasa besar dan kuatnya ini mereka merasa tidak perlu bekerja sama baik didalam

denominasinya ataupun dengan denominasi lain. Oleh sebagian besar mahasiswa non-Kristen,

Gereja di Korea dipandang kurang memperhatikan masalah-masalah sosial. Gereja dianggap

terlalu sibuk mencari jemaat dan membangun gedung-gedung gereja yang megah.

Dalam hal pengajaran, gereja-gereja di Korea juga terpapar dengan pengajaran teologia

kemakmuran dan injil humanisme. Teologia kemakmuran hanya mengajarkan bahwa menjadi
orang Kristen menjamin hidup sukses, makmur, dan sehat. Memang hal-hal itu terdapat dalam

Alkitab, namun Alkitab juga mengajarkan bahwa mengikuti Kristus berarti juga harus memikul

salib dan menyangkal diri. Mengajarkan teologia kemakmuran dapat membangun mentalitas

yang tidak dapat survive di tengah-tengah jemaat apalagi ketika menghadapi penderitaan.

Sedangkan injil humanisme berfokus pada pencapaian-pencapaian dan pengembangan pribadi di

dunia, tidak menyentuh tentang dosa, hukuman, pengampunan, dan keselamatan.

Kesimpulan

Melihat sejarah keberhasilan Gereja di Korea, kondisi sekarang, dan tantangan yang

dihadapi Gereja di masa yang akan datang, kemudian merefleksikannya dalam kehidupan kita,

dapat ditarik kesimpulan, yaitu : Tuhan turut bekerja dalam pertumbuhan GerejaNya dan dalam

kehidupan kita, Tuhan menyediakan yang diperlukan, Tuhan mempersiapkan jalan dan membuka

jalan agar rancanganNya terjadi, Firman Tuhan merupakan cermin bagi kita untuk dapat berkaca

dan membenahi hidup kita agar menjadi semakin seperti Yesus, pertobatan bukanlah suatu

moment sekali seumur hidup tetapi merupakan hal yang harus terus kita lakukan.

Allah tidak pernah menjamin bahwa Ia akan terus memakai gereja-gereja Korea di masa

depan. Jika gereja tidak sekali lagi datang kepada Allah dengan rendah hati bertobat dan mencari

pertolongan, bukan tidak mungkin gereja-gereja di Korea akan seperti gereja-gereja di Eropa saat

ini. Begitu juga dalam hidup kita, jika kita selalu merasa jumawa, bersikap pongah merasa hidup

benar, tidak perlu pertobatan dan pertolongan Tuhan, tanpa sadar hidup kita semakin jauh dari

Tuhan. Bekerja di dunia pelayanan bukan berarti kita selalu berjalan bersama Tuhan dan hidup

dalam hadiratNya. Ketika kita sibuk melayani, bisa jadi tanpa kita sadari, kita justru semakin

menjauh dari Dia yang kita layani. Alkitab sebagai cermin untuk kita dapat berkaca dan

memantaskan diri dengan pertobatan dihadapan Allah. Alkitab juga sebagai kompas yang dapat
memberi tahu seberapa dekat kita dengan Allah dan memberi kita panduan untuk menghampiri

dan semakin mendekat kepadaNya.

Anda mungkin juga menyukai