Ahmad Faidi
IAIN Salatiga
Jl.Tentara Pelajar No.2 Salatiga
e-mail: ahmadfaidi86@gmail.com
Abstract
Anthropologists' interest in religion began to emerge during the colonial period by Europeans.
This was triggered by their success in discovering a "new world," namely a world that was
very different from theirs in Europe. At that time the European world was known to be so
secular and did not want to know religion. Whereas in the eastern world, they actually found
something completely new for them, namely the emergence of various cultural phenomena
that were so closely related to the religion that thrived in it.
Abstrak
Ketertarikan kaum antropolog terhadap agama mulai muncul pada masa-masa kolonialisasi
yang dilakukan oleh orang-orang Eropa. Hal demikian dipicu oleh keberhasilan dalam
mereka menemukan “dunia baru,” yakni sebuah dunia yang begitu berbeda dengan dunia
mereka di Eropa. Pada masa itu dunia Eropa terkenal begitu sekuler dan tidak (mau)
mengenal agama. Sedangkan pada dunia timur, justru mereka menemukan hal yang benar-
benar baru bagi mereka, yakni munculnya berbagai fenomena kebudayaan yang begitu erat
kaitannya dengan agama yang tumbuh subur di dalamnya.
1
M. Amin Abdullah, Urgensi Pendekatan dalam : http://aminabd.wordpress.com, diakses pada
Antropologi Untuk Studi Agama dan Studi Islam, tanggal 10 Juni 2014
2
Ahmad Faidi
Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
berbeda antara satu sama lain. Pasalnya, pada tahap selanjutnya mengakibatkan
dalam konteks ini agama tidak dapat kemucnulan fenomena-fenoemana agama
dilepaskan dari keberadaan berbagai yang saling berbeda antara satu sama lain.
elemen yang melingkupinya.
Dengan demikian, kemucnulan B. Pendekatan Antropologi Dalam
fenomena agama di suatu masyarakat Studi Islam
tertentu akan berbeda dengan fenomena Pernyataan bahwa agama adalah
yang muncul dalam masyarakat lainnya. suatu fenomena kultural sebagaimana
Meski agama berasal dari sumber ajaran tergambar di atas, memberikan gambaran
normatif yang sama, akan tetapi setiap bahwa keberadaan agama tidak lepas dari
suatu masyarakat tertentu akan pengaruh realitas yang melingkupinya.
menafsirkannya dengan cara yang berbeda Praktik-praktik keagamaan pada suatu
sesuai dengan konteksnya masing-masing. masyarakat tertentu dikembangkan dari
agama sebagai ajaran akan ditafsirkan doktrin ajaran agama yang kemudian
sesuai dengan konteksnya dan kemudian disesuaikan dengan kondisi lingkungan
diaplikasikan dan terimplementasi dalam budaya pada masyarakat itu sendiri.3
kebudayaannya. Oleh karena itu, untuk Pergumulan antara ajaran agama dan
melacak pandangan masyarakat tertentu realitas kultural sebagaiman tergambar
tentang agama maka dapat dilacak melalui diatas dapak kita lihat dalam dalam
manusia dan kebudayaannya. berbagai praktik ritual keagamaan pada
Sjafri Sairin (1993) menilai bahwa masyarakat Indoenesia. Sebut saja di
agama dalam kacamata antropologi antaranya adalah perayaan Idul Fitri.
dianggap sebagai salah satu unsur dari Dalam perayaan salah satu hari besar Islam
kebudayaan. Menurutnya, agama yang tersebut, masing-masing daerah memiliki
dianut oleh manusia merupakan bagian cara pelaksanaan yang saling berbeda.
dari sistem kognitif manusia, yang juga Dalam masyarakat Jawa dapat kita
berfungsi sebagai pedoman bagi tingkah temukan adanya tradisi sungkeman
laku mereka. Dengan demikian, (bersilaturahmi kepada yang lebih tua),
pendekatan antropologi disini maka dalam masyarakat Madura terdapat
memposisikan fenomena agama adalah tradisi ter-ater, yakni berbagi menu
sama dengan fenoemena kebudayaan makanan kepada para kerabat dan
lainnya.2 tetangga.
Dalam konteks inilah mengapa Kenyataan tersebut menadakan
pendekatan antropologi, sebagai suatu bahwa perkembangan agama dalam
disiplin ilmu yang terfokus pada sebuah masyarakat tidak dapat dilepaskan
pengakajian manusia dan kebudayaannya, dari campur tangan manusia. akan tetapi,
menjadi begitu relevan untuk digunakan pernyataan ini tidak lantas berarti bahwa
dalam studi agama. Melalui pendekatan agama semata-mata merupakan ciptaan
antropologi inilah kita dapat melihat manusia, melainkan hubungan yang tidak
faktor-faktor atau elemen-elemen yang bisa dielakkan antara dimensi normatif
saling terkait antara satu sama lain dan (ajaran-ajaran agama : misalnya dalam al-
Qur’an) dengan dimensi historis
2
Sjafri Sairin, Pendekatan Antropologi Yogyakarta, (Yogyakarta : IAIN Sunan, Kalijaga,
Dalam Penelitian Agama Di Indonesia, makalah 1993), hlm. 3
3
untuk peringatan 100 Tahun Parlemen Agama- Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi
Agama Sedunia dan Kongres Nasional Agama- Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja
Agama di Indonesia pada Taggal 2 Oktober 1993 di Rosdakarya, 2003), hlm. 62
3
Tsaqofah & Tarikh Vol. 6 No.2 Bulan Juli-Desember Tahun 2021
4
David N. Gellner dalam Peter Connolly
(ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam
Khoiri, (Yogyakarta: LKiS, 2002), hlm. 15
4
Ahmad Faidi
Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
5 7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Bustanuddin Agus, Agama dalam
Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi
Cet. Ke-18, hlm. 10-13 Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006),
6
Abd. Shomad, Pendekatan Antropologi, hlm. 18.
8
dalam M. Amin Abdullah, dkk., Metodologi M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam
Penelitian Agama, Pendekatan Multidisipliner, dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka
(Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Pelajar, 1998), hlm. 15
Kalijaga, 2006), hlm. 62.
5
Tsaqofah & Tarikh Vol. 6 No.2 Bulan Juli-Desember Tahun 2021
9 10
Abd. Shomad, Pendekatan Antropologi, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,
hlm.26 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 345-
346
11
Ibid, hlm.348
6
Ahmad Faidi
Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
12 14
Ibid, hlm. 349 M.Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam
13
Ibid, hlm.349 dalam Teori dan Praktek, hlm. 57, 228, 229
7
Tsaqofah & Tarikh Vol. 6 No.2 Bulan Juli-Desember Tahun 2021