Anda di halaman 1dari 58

BAB I

ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. I A
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Salabenda, RT 04 RW 07, Kelurahan Parakanjaya Kecamatan Kemang
Umur : 11 Tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Anak ke : 1
Tanggal Rawat : 19 Desember 2015
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan Ibu pasien dan pasien
sendiri pada tanggal 19 Desember 2015.
Keluhan Utama : Tubuh dingin dan lemas
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin sejak 3 jam sebelum
masuk RSUD Cibinong, selain kaki dan tangan yang teraba dingin pasien juga merasa lemas.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 12 jam sebelum masuk RS terutama di ulu hati dan
perut bagian kanan atas. Empat hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengalami
demam. Demam dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Demam terkadang disertai
menggigil. Pasien berkeringat ketika demam. Demam yang dialami pasien tidak turun ke
suhu normal walaupun sudah diberikan obat penurun demam. Keluhan demam disertai
dengan rasa pegal-pegal pada tungkai, sakit kepala, dan disertai dengan mual muntah.
Riwayat batuk dan pilek disangkal. Pasien juga mengeluhkan timbul bintik bintik merah yang
1 | DEMAM BERDARAH DENGUE

muncul pertama kali di tangan pada hari sabtu malam. Buang air kecil jumlah menjadi lebih
sedikit. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien muntah-muntah sebanyak 3x, dan tidak
ada darah pada muntah pasien.
Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, buang air besar berdarah, buang air kecil
berdarah disangkal. Selama lima hari demam pasien buang air besar kurang teratur. Pasien
tidak memiliki riwayat ke luar kota sebelumnya.
Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Berhubungan dengan Penyakit Sekarang
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat
demam tinggi 6 bulan sampai 1 tahun sebelumnya.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga/ Lingkungan Sekitarnya yang Ada Hubungan dengan
Penyakit Sekarang
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit
yang serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa teman
pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien dikandung cukup bulan dan ibunya memeriksakan diri 4 kali ke bidan selama
masa kehamilan. Ibunya tidak pernah mengalami kelainan selama masa kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis. Berat badan lahir sekitar 3400
gram dengan panjang badan Ibu tidak ingat.
Riwayat Makanan
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Saat ini pasien makan tiga kali
sehari. Pasien makan nasi dengan berbagai lauk setiap harinya, namun pasien tidak suka
makan sayur-sayuran. Pasien terkadang minum susu instan tetapi tidak rutin.
Riwayat tumbuh Kembang
Pasien tumbuh seperti anak seusianya, termasuk aktif bermain. Saat ini pasien berusia
11 tahun dan telah masuk kelas 5 SD, dan mendapat peringkat di kelasnya.
2 | DEMAM BERDARAH DENGUE

Riwayat Imunisasi
Imunisasi wajib pasien lengkap, memenuhi kriteria IDAI
Riwayat Penyakit Keluarga, sosial dan ekonomi
Pasien tinggal serumah dengan orang tua. Pasien berobat menggunakan layanan
BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tanggal 19 Desember 2015:
Tanda Vital :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis, gelisah
Tekanan darah : Tidak dapat terukur
Frekuensi nadi : 120x/menit, regular, isi kurang, teraba lemah
Frekuensi nafas : 22x/menit
Suhu tubuh : 36,2 C
Status Antropometri :
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 145 cm
BB Persentil 90
PB Persentil 50
BB/U = 50/37 x100% =135 % (Obes)
TB/U = 145/144 x100% =100,6 % (gizi baik/normal)
BB/TB =50 /38 x 100% =131,5 % (Obesitas ringan derajat 1)
Kesan : gizi obes
3 | DEMAM BERDARAH DENGUE

IMT: 50/(1,45)2 = 23,80 (menurut kurva NCHS berdasarkan IMT/umur didapatkan hasil
diantara persentil dan = Obes )
Status Generalis dan Lokalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut.
Wajah : Ekspresi baik, bentuk simetris
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, conjunctiva anemis -/sklera ikterik -/Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/Hidung : Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-, nafas cuping hidung Mulut : Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir kering, sianosis
perioral (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba membesar.
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di garis midclavicula sinistra intercostae V
Perkusi : Redup, tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : S1 S2 murni, murmur (-) gallop (-)
Pulmo: Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang tertinggal, penggunaan
otot bantu napas (-), retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua hemithorax
Perkusi : Sonor di kedua hemithorax
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/Abdomen :

Inspeksi : penonjolan massa (-), abdomen lebih tinggi dari dinding dada
Palpasi : lemas, Hepar sulit dinilai, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
4 | DEMAM BERDARAH DENGUE

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Extremitas : Akral dingin, petechiae (+), perfusi perifer kurang, CRT 3, oedema (-), pulsasi
arteri perifer (A.Dorsalis pedis dekstra et sinistra) teraba lemah.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 19 Desember 2015
o 19/12/2015 11.23 (IGD)
Leukosit 9.600 / L
Trombosit 64.000 / L
Hb 18 g/dL
Ht 53,7%
IgG dan IgM dengue (+)
Masa Perdarahan 3 menit
Masa Pembekuan 12 menit
E. RESUME
Anak IA usia 11 tahun dengan berat badan 50 kg datang dengan keluhan utama kaki dan
tangan teraba dingin sejak 3 jam sebelum masuk RS. Demam tinggi sejak empat hari SMRS.
Demam dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Menggigil (+), Kejang (-). Batuk (-).
Mencret, (-) sesak (-), Mual (+), muntah (+). Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, buang air
besar berdarah dan buang air kecil berdarah disangkal. Buang air kecil pasien menjadi
semakin sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit berat, tanda vital
didapatkan Tekanan darah tidak terukur, Frekuensi nadi 120x/menit, regular, isi kurang,
teraba lemah, Frekuensi nafas 22x/menit,Suhu tubuh 36,2 C, nyeri tekan epigastrium (+),
pulsasi arteri perifer teraba. Status gizi obes. Dengan hasil pemeriksaan penunjang Leukosit
9.600 / L, Trombosit 64.000 / L, Hb 18 g/dL, Ht 53,7%, IgG dan IgM dengue (+), Masa
Perdarahan 3 menit, Masa Pembekuan 12 menit, kesan terjadi trombositopenia dan terjadi
peningkatan Hb dan Ht.
5 | DEMAM BERDARAH DENGUE

F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Demam Berdarah Dengue derajat IV (Dengue Shock Syndrome)
Diagnosis banding : Syok Sepsis
Rencana diagnostik
Pemeriksaan darah perifer lengkap setiap 6-8 jam.
Monitor tanda vital setiap 15-30 menit
G. Tatalaksana
o Medikamentosa
IGD
O2 4L/menit, nasal
IVFD RL I 20 cc/kgBB/30 mnt 1000 cc/30 mnt
500 cc/jam Gelafusal
RL 3 cc/kgBB/jam 150 cc/jam
Ondancetron 8 mg (IV)
Ranitidin 2x50 mg(IV)
Pasang Douer Catheter = urin 250 cc
Pro rawat ICU
H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Dubia
Quo Ad functionam : Dubia
Quo Ad sanactionam : Dubia

6 | DEMAM BERDARAH DENGUE

CATATAN KEMAJUAN
1. 19/12/2015
S : Perut terasa sakit, nyeri ulu hati, demam (+), nafsu makan kurang, Belum BAB (-),
kaki dan tangan sudah terasa hangat, BAK sedikit
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD : 90/50 mmHg, FN : 110 x/menit, FP : 24x/menit, suhu 36,4 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Thoraks : Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar sulit dinilai, NT (+), NT
epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (+).
Pemeriksaaan laboratorium
o 19/12/2015
Leukosit 10400 / L
Trombosit 57.000 / L
Hb 14,9 g/dL
Ht 43,1%
A : Demam Berdarah Dengue grade IV (Dengue Shock Syndrome)
P: IVFD RL loading cairan 2000 cc/2 jam
Gelafusal 500 cc/1 jam
Selanjutnya 150 cc/jam, Dopamin 10 mcg
7 | DEMAM BERDARAH DENGUE

Rencana transfusi FFP 500 cc/3 jam


Ceftriaxon drip 1500 mg/24 jam
Pemeriksaan GDS per 6 jam
Pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit, Trombosit per 6 jam
Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 38oC
2. 20/12/2015
S : Perut terasa sakit, nyeri ulu hati, demam (+), nafsu makan kurang, Belum BAB (-),
kaki dan tangan sudah terasa hangat, BAK sedikit
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD : 114/64 mmHg, FN : 79 x/menit, FP : 28x/menit, suhu 36,4 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar sulit dinilai, NT (+), NT
epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT 2 detik, Petekie (+).
Pemeriksaaan laboratorium
o 20/12/2015 07.55
Leukosit 10100 / L
Trombosit 35.000 / L
Hb15 g/dL
Ht 45,4 %
8 | DEMAM BERDARAH DENGUE

o 20/12/2015 13.00
Leukosit 10600/ L
Trombosit 50.000 / L
Hb14,2 g/dL
Ht 41,6 %
o 20/12/2015 18.00
Leukosit 13800 / L
Trombosit 49000 / L
Hb14 g/dL
Ht 42,2 %
Kesan : Peningkatan Hb,Ht, trombositopenia, leukositosis
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV perbaikan)
P : - IVFD RL 3 cc/kgBB/jam (150 cc/jam)
- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
- Ceftriaxon drip 1500 mg/24 jam
- Dopamin diturunkan menjadi 5 mcg
- Monitor tanda vital tiap 15-30 menit
- Rencana pemeriksaan serial tiap 6-8 jam
3. 21/12/2015
S : Perut sakit berkurang, demam (-), kaki dan tangan tidak terasa dingin, kencing sudah
mulai banyak
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
9 | DEMAM BERDARAH DENGUE

TD : 100/70 mmHg, FN : 88 x/menit, FP : 24x/menit, suhu 36,4 C


Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar sulit dinilai, NT (+), NT
epigastrium (+)
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (+).
Pemeriksaaan laboratorium
o 21/12/2015 00.00
Leukosit 11800 / L
Trombosit 53.000 / L
Hb13,4 g/dL
Ht 38,6 %
o 21/12/2015 06.21
Leukosit 8200 / L
Trombosit 56000 / L
Hb 13,5 g/dL
Ht 38,7 %
GDS 74 g/dl
o 21/12/2015 13.25
Leukosit 8300 / L
Trombosit 77.000 / L

10 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Hb12,5 g/dL
Ht 36,5 %
GDS 71 g/dl
Kesan : Penurunan Ht,Hb dan trombositopenia
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade III) Teratasi
P : - IVFD RL 1,5 cc/kgBB/jam (75cc/jam) (maintenance)
- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
- Ceftriaxon drip 1500 mg/24 jam
4. 22/12/15
S : Sakit perut (-) , demam (-), nafsu makan (+), BAB (+), kaki dan tangan terasa hangat,
muntah (-), BAK lancar dan banyak
O : Keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD : 110/70 mmHg, FN : 92x/menit, FP : 24x/menit, suhu 36 ,1 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-),gallop (-)
Paru : bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar tidak teraba membesar, NT (+), NT
epigastrium (-)
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, Petekie (-).
o 22/12/2015 00.01
Leukosit 6800 / L
Trombosit 97.000 / L
11 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Hb12,7 g/dL
Ht 39,6 %
GDS 73 g/dl
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV) Teratasi
P : - IVFD RL 1,5 cc/kgBB/jam (75 cc/jam) (maintenance)
- Injeksi Omeprazol
- Ceftriaxon drip 1500 mg/24 jam
5. 23/12/15
S : Sakit perut (-), demam (-), nafsu makan (+) baik, BAB (+), kaki dan tangan terasa
hangat, BAK banyak
O : Keadaan umum tampak sakit ringan
Kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD : 120/70 mmHg, FN : 80x/menit, FP : 22x/menit, suhu 36,3 C
Mata: Pupil isokor, bulat, : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+, Konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
Jantung : Si S2 murni, irama teratur, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar tidak teraba membesar, NT (+), NT
epigastrium (-)
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (-).
o 23/12/2015 06.17
Leukosit 5800 / L
Trombosit 175.000 / L
Hb12,7 g/dL
12 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Ht 37,2 %
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV) teratasi
P : - IVFD RL 1,5 cc/kgBB/jam (75 cc/jam) (maintenance)
- Imupor Syrup 2x1 cth
- Boleh pulang
6. 24/12/2015
Pasien pulang

13 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

ANALISA KASUS
Pasien An. IA usia 11 tahun didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue grade IV
(Dengue Shock Syndrome). Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah kaki dan tangan
teraba dingin sejak 3 jam sebelum masuk RS. Demam tinggi sejak empat hari SMRS. Demam
dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Menggigil (+), Mual (+), muntah (+).
Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, buang air besar berdarah dan buang air kecil berdarah
disangkal. Buang air kecil pasien menjadi semakin sedikit. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak sakit berat, tanda vital didapatkan tekanan darah tidak terukur,
Frekuensi nadi 120x/menit, regular, isi kurang, teraba lemah, Frekuensi nafas 22x/menit,
Suhu tubuh 36,2 C, nyeri tekan epigastrium (+), pulsasi arteri perifer teraba. Status gizi
obes. Dengan hasil pemeriksaan penunjang Leukosit 9.600 / L, Trombosit 64.000 / L, Hb
18 g/dL, Ht 53,7%, IgG dan IgM dengue (+), Masa Perdarahan 3 menit, Masa Pembekuan 12
menit, kesan terjadi trombositopenia, dan peningkatan Hb dan Ht.
Berdasarkan kriteria dari WHO mengenai penegakan diagnosis DBD terdapat kriteria
demam berdarah dengue grade IV (DSS) pada pasien yaitu demam tinggi mendadak yang
tidak turun dengan pemberian obat penurun demam selama 2-7 hari, disertai dengan
anoreksia, lemah, nyeri pada persendian, terdapat manifestasi perdarahan berupa petekie di
kedua tangan, terdapat tanda kegagalan sirkulasi berupa tekanan darah yang tidak terukur,
nadi kecil, cepat dan lemah, gelisah dan akral dingin, disertai dengan hasil laboratorium
berupa trombositopenia (64000/l) pada awal masuk, dan terjadi peningkatan hematokrit
20% jika dibandingkan dengan hematokrit pada masa konvalesen, hasil IgM dan IgG Dengue
(+). Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratorium dapat menegakkan diagnosis
kerja Demam Berdarah Dengue. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat ditegakkan bahwa pasien mengalami Demam Berdarah Dengue grade IV
(Dengue Shock Syndrome).
Penatalaksanaan pertama sudah diberikan untuk mengatasi syok pada pasien yaitu
pemberian IVFD dengan cairan kristaloid RL 20cc/KgBB dalam 30 menit, lalu dilanjutkan
dengan RL 20cc/KgBB dalam 30 menit karena tanda-tanda vital belum membaik dan koloid
10 cc/KgBB selama 1 jam, setelah kondisi tanda-tanda vital pasien mulai membaik,
pemberian cairan pada pasien menjadi 3cc/KgBB/jam. Pemberian cairan sesuai dengan
WHO.

14 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

BAB II
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara endemi Dengue dengan kasus tertinggi di Asia Tenggara.
Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari kasus Dengue dan hampir 80% kematian dengue
dalam daerah Asia Tenggara (1132 kematian dari jumlah 1558 kematian dalam wilayah
regional). Di Indonesia infeksi virus Dengue selalu dijumpai sepanjang tahun di beberapa
kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Perbedaan pola
klinis kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun. Perubahan musim secara global, pola
perilaku hidup bersih dan dinamika populasi masyarakat (adanya perang dunia,
perkembangan kota yang pesat setelah perang dan dan mudahnya transportasi) berpengaruh
terhadap kejadian penyakit infeksi virus Dengue.1

Gambar 1.1 Virus Dengue dengan TEM Micrograph


Sumber : Candra A, Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 119
World Health Organization memperkirakan terjadi 50 juta kasus infeksi Dengue di
seluruh dunia setiap tahun. Di Indonesia kasus pertama dengan pemeriksaan serologis
dibuktikan pada tahun 1969 di Surabaya. Angka kematian karena infeksi virus Dengue
menurun secara drastis dari 41,3% ditahun 1968 menjadi kurang dari 3% ditahun 1991,
namun Sindroma Syok Dengue masih merupakan kegawatan yang sulit diatasi. Prevalensi
infeksi dengue secara global telah meningkat secara dramatis pada dekade terakhir.2
15 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DHF di Indonesia terus meningkat dari
0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1988
yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 47.573 orang, dan
1.527 orang penderita dilaporkan meninggal. Setelah epidemi tahun 1988, insidens DHF
cenderung menurun, yaitu 12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per 100.000 penduduk. Terjadinya syok
pada DHF masih banyak ditemukan, di RS Sardjito Yogyakarta, selama periode januari 2002
sampai agustus 2003 ditemukan 41% pasien DHF dengan syok. Syok pada DHF sering
terjadi pada 35,2% dari seluruh kasus. Case fatality rate (CFR) DHF di Indonesia dilaporkan
adalah 4,6%.3,4
Infeksi virus dengue dengan keempat serotipe akan memberikan variasi klinis yang
beragam mulai dari asimptomatik, dengue fever (DF), DHF sampai ke Dengue Shock
Syndrome (DSS) yang merupakan klinis terberat dari infeksi dengue. Gejala klinis DHF
ditandai oleh kebocoran plasma dan gejala perdarahan pada periode mendekati waktu
defervesent, biasanya hari ke-5 setelah awal panas. Morbiditas dan mortalitas DBD/DSS
yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status
umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus
dengue dan keadaan meteorologis. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam
ringan yang tidak spesifik (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam
berdarah dengue (DBD), dan dengue shock syndrome. Terdapat berbagai teori yang terkait
dengan patofisiologi infeksi virus Dengue seperti hipotesis (ADE), teori virulensi virus yang
mendasarkan pola perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den- 4. Teori
antigen-antibodi, yang mendasarkan kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan
aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3,C4,dan C5. Teori
mediator, dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepaskan mediatormediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain. Diperkirakan berbagai
mediator tersebut bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Teori Th1/Th2 pada infeksi memperkirakan adanya faktor genetik
merupakan perkembangan teori yang menarik. Tetapi berbagai teori tersebut masih belum
mampu menjelaskan imunopatogenesis infeksi virus Dengue ataupun membedakan dengan
jelas kelompok klinis mana yang akan terjadi pada penderita, Demam Dengue, atau Demam
Berdarah Dengue atau bahkan yang lebih fatal yaitu Sindroma Syok Dengue. Ini disebabkan
kurangnya model invitro dan invivo penyakit infeksi virus dengue. Dengue hemorrhagic
16 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

fever dan DSS merupakan manifestasi klinis berat yang dijumpai pada infeksi virus dengue.
Kasus DHF di Asia Tenggara sangat banyak dijumpai pada anak-anak. Sampai saat ini belum
didapatkan prediktor pasti yang dapat mengarahkan suatu infeksi dengue akan menuju derajat
yang lebih berat. Protein nonstruktural ditemukan pada saat replikasi virus. Protein-protein
tersebut disintesis dalam bentuk prekursor poliprotein tunggal yang cukup besar, yang
tersusun dari lebih kurang 3400 asam amino. Protein NS1 ditampilkan dalam bentuk
membrane associated (mNS1) dan dalam bentuk yang tersekresi (sNS1), yang berkaitan
dengan patogenesis penyakit yang berat. Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan
keterlibatan NS1 dalam replikasi virus RNA. Kadar NS1 tersekresi (sNS1) dalam plasma
berkorelasi dengan titer virus, yang dijumpai lebih tinggi pada pasien dengan DHF
dibandingkan demam dengue. Peningkatan kadar sNS1 bebas dalam 72 jam onset penyakit
(fase viremia) menunjukkan risiko penyakit berkembang ke arah DHF. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa cut off value dari titer sNS1 bebas untuk berkembang menjadi DHF adalah
600ng/ml dengan menggunakan alat capture ELISA. Selain itu, beberapa penelitian
sebelumnya menemukan bahwa protein NS1 dapat secara langsung terlibat dalam proses
perjalanan penyakit menjadi 5 derajat yang lebih berat melalui kemampuannya merangsang
sel dendritik untuk memproduksi TNF-, IL-1, IL-6. Dimana sitokin sitokin diketahui
sebagai sitokin yang berperan dalam terjadinya peningkatan permeabilitas vaskuler yang
berakibat kebocoran plasma.5,6

17 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit
ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menginfeksi luas dibanyak negara di Asia
Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam
berdarah baik ringan maupun fatal. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat hampir
diseluruh daerah Indonesia.7
Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik
termasuk virus, vektor dan pejamu (host). Faktor abiotik termasuk suhu, kelembaban dan
curah hujan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi kejadian DBD. Faktor lingkungan ini
meliputi kondisi geografi dan demografi. Kondisi geografi yaitu ketinggian dari permukaan
laut, angin dan iklim.7,8

Gambar 2.1 Siklus Transmisi Demam Berdarah Dengue


Sumber : Clinical Guidelines For Dengue Haemorrhagic Fever 2008, diunduh tanggal
4 Januari 2015
Virus dengue adalah genus dari Flavivirus dan familia Flaviviridae dengan ukuran 50
nm, mengandung RNA rantai tunggal sebagai genome. Virion terdiri atas nukleokapsid
berbentuk kubus simetris dalam amplop lipoprotein. Virus dengue memiliki 4 strain DENV1,
18 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

DENV2, DENV3 dan DENV4. Infeksi salah satu serotipe virus dapat membentuk sistem
imun dari serotipe yang menginfeksi. Apabila terjadi infeksi sekunder dengan serotipe lain
atau multipel infeksi dengan serotipe berbeda dapat menyebabkan infeksi dengue berat yaitu
Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS).8,9
2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Kasus DBD meningkat pada lima dekade terakhir. Terdapat 50-100 juta kasus infeksi
baru yang diperkirakan terjadi lebih dari 100 negara endemik DBD. Setiap tahun ratusan
sampai ribuan kasus DBD meningkat dan menyebabkan 20.000 kematian. Pada Asia
Tenggara menjadi area endemik dengan laporan kasus dengue sejak tahun 2000-2010 angka
kematian mencapai 355.525 kasus. DBD pertama kali ditemukan tahun 1968 di Surabaya
dengan 58 kasus pada anak dan diantaranya 24 anak meninggal. DBD menunjukkan
kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Wilayah diseluruh
Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD kecuali daerah yang memiliki
ketinggian lebih dari 1.000 meter DPL (Diatas Permukaan Laut). Jumlah kasus DBD di
Indonesia tahun 2008 mencapai 137.469 kasus dan jumlah kematian sebanyak 1.187 orang.
Tahun 2009 kasus DBD meningkat mencapai 158.912 kasus, jumlah kematian 1.420 orang.
Selama tahun 2010, kasus DBD menurun menjadi 156.806 kasus dan jumlah kematian 1.358
orang. Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan hingga sepuluh
tahunan. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor
diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. DBD merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung pada khususnya.
Kasus DBD cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi
menimbulkan KLB, selama tahun 2004-2012 cenderung berfluktuasi. Angka kesakitan DBD
di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 68,44 per 100.000 penduduk (diatas IR Nasional
yaitu 55 per 100.000 penduduk) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95% namun
CFR telah kurang dari 1%.2
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling
ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue
shock syndrome (DSS); ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi.
Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam
famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan
19 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Den-4. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi
KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang
dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009
sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%. Penularan virus
dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus yaitu nyamuk Aedes aegypti
dan Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae
(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual dari
nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan transovarial dari induk
nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti
terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari
beberapa cara penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan
nyamuk Ae. aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar
8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan
diikuti dengan respon imun. Penelitian di Jepara dan Ujung pandang menunjukkan bahwa
nyamuk Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di
masyarakat; tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena
masih tergantung pada faktor lain seperti vector capacity, virulensi virus dengue, status
kekebalan host dan lain-lain. Vector kapasitas dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang
terpengaruh iklim mikro dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus
gonotropik, umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan
Hospes. Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh aktivitas
manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Ae.
Aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang
aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk
menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga
diperkirakan nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi
frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat. Selain zat gizi
makro, disebutkan pula bahwa zat gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi respon
kekebalan tubuh, apabila terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan merusak
20 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

sistem imun. Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh manusia
dan lingkungan yang merupakan hasil interaksi antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh
manusia dan penggunaannya. Tanda-tanda atau penampilan status gizi dapat dilihat melalui
variabel tertentu (indikator status gizi) seperti berat badan, tinggi badan, dan lain lain.
Sumber lain mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berbagai fungsi biologis: pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan
kesehatan, dan lain lain. Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia
karena zat gizi mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum
berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi aktivitas
yaitu kerja otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot & organ lain,
pada tahap tumbuh kembang; fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh agar tak mudah sakit;
fungsi perawatan jaringan yaitu mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu
persediaan zat gizi menghadapi keadaan darurat. Penderita DBD yang tercatat selama ini,
tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan
adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan
proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di
Jawa Timur berkisar 3,64%. Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk,
artinya munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya
agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan
berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi
diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah,
pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap
penyakit, dan lainnya.8,9,10

21 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.2 Infeksi Dengue Di Indonesia


Sumber: Departemen Kesehatan Tahun 2012, diunduh tanggal 27 Desember 2015
Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor berbagai
macam penyakit diantaranya DBD. Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula
berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam
penyebaran penyakit DBD. Di Indonesia, vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes sp.
terutama adalah Aedes aegypti walaupun Aedes albopictus dan Aedes scutellaris dapat juga
menjadi vektornya.10,11

22 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah
atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat perkembangbiakan yang potensial adalah
tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti drum, bak
mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-lain. Tempat-tempat perkembangbiakan lainnya
terkadang ditemukan pada vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas,
tempat minum burung dan lain-lain. Tempat perkembangbiakan yang disukai adalah yang
berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Nyamuk Aedes
aegypti menggigit pada siang hari pukul 09.00-10.00 dan sore hari pada pukul 16.00-17.00.
Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein dari darah manusia
diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap, nyamuk ini akan
mencari tempat hinggap.10,11
Morfologi nyamuk Aedes aegypti secara umum sebagaimana serangga lainnya mempunyai
tanda pengenal sebagai berikut :10,11
1. Terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut.
2. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang (proboscis)
untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya.
3. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan sayap belakang
yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang.
Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang kompleks dengan perubahan signifikan
fungsi, serta habitat. Nyamuk betina bertelur pada dinding basah, kemudian telur menetas dan
menjadi larva lalu berubah menjadi pupa dan terakhir menjadi nyamuk dewasa baru.10,11

23 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.3 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti


Sumber : CDC 2014, Diunduh tanggal 3 Januari 2016
Tahapan daur nyamuk Aedes aegypti meliputi :
2.2.1 Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti memiliki dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan
seperti kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu persatu pada dinding perindukan.
Panjang telur 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang. Telur dapat bertahan
berbulan-bulan pada suhu -2oC sampai 42oC dalam keadaan kering. Telur ini akan menetas
jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5 hari. Ciri-ciri dari Telur Nyamuk Aedes
aegypti adalah berwarna hitam dengan ukuran 0,08 mm, dan berbentuk seperti sarang
tawon.10,11
2.2.2 Larva
Setelah menetas telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium ini
kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan,
cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup serta adanya predator. Larva memiliki kepala yang
cukup besar serta thorax dan abdomen yang cukup jelas. Larva menggantungkan dirinya pada
24 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme, dan
partikel-partikel lainnya dalam air. Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah:10,11
- Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir.
- Pada segmen-segmen terakhir tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(Palmate hairs)
- Sepasang rambut serta jumbai pada siphon.
- Pada sisi torak terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang
rambut di kepala.
- Siphon dilengkapi pecten.
Terdapat empat tingkat larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:10,11
- Instar I berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan
pada siphon belum jelas.
- Instar II berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri dada belum jelas, corong kepala mulai
menghitam.
- Instar III berukuran 4-5 mm, berumur 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri didada mulai
jelas dan corong berwarna coklat kehitaman.
- Instar IV berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
2.2.3 Pupa
Kepompong nyamuk Aedes aegypti berbentuk seperti koma, gerakannya lambat dan
sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi nyamuk dewasa
baru. Siklus nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga nyamuk dewasa memerlukan waktu 710 hari. Pupa akan tumbuh baik pada suhu optimal sekitar 28oC-32oC. pertumbuhan pupa
nyamuk jantan memerlukan waktu 2 hari, sedangkan nyamuk betina selama lebih dari 2
hari.10,11

25 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

2.2.4 Nyamuk dewasa


Aedes aegypti secara makroskopis memang terlihat hampir sama seperti Aedes
albopictus tetapi berbeda pada letak morfologis pada punggung (mesonotum) dimana Aedes
aegypti mempunyai punggung berbentuk garis seperti lyre b. dengan dua garis lengkung dan
dua garis lurus putih sedangkan Aedes albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada
mesonotum.10,11
Secara mikroskopis mesepimeron pada mesonotum yang ditunjukan Gambar 6 dan
Gambar 7 dimana antara Aedes aegypti dan Aedes albopictus berbeda. Anterior pada kaki
Aedes aegypti bagian femur. kaki tengah terdapat garis putih memanjang sedangkan pada
Aedes albopictus tanpa garis putih memanjang hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Dengan memahami klasifikasi dan morfologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat
berperan dalam melakukan upaya pengendalian vektor DBD karena Aedes aegypti dan Aedes
albopictus mempunyai habitat yang berbeda.10,11
2.3 Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk perkotaan
yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan
terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB.
Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai
kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan
pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk
yang lebih makmur terutama yang biasa bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi
Riau, diketahui faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan
pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan
tanaman hias dan pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan
keberadaan jentik tidak menjadi faktor risiko. Faktor risiko yang menyebabkan munculnya
antibodi IgM anti dengue yang merupakan reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian
di wilayah Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi.
Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis
kelamin laki-laki, riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke
daerah perkotaan.12,13

26 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor
utama serta Ae. albopictus yang menjadi vektor pendamping. Kedua spesies nyamuk itu
ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, hidup optimal pada ketinggian di atas 1000 di atas
permukaan laut, tapi dari beberapa laporan dapat ditemukan pada daerah dengan ketinggian
sampai dengan 1.500 meter,44 bahkan di India dilaporkan dapat ditemukan pada ketinggian
2.121 meter serta di Kolombia pada ketinggian 2.200 meter. Nyamuk Aedes berasal dari
Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lainnya. Kedua spesies nyamuk tersebut termasuk ke dalam Genus Aedes dari Famili
Culicidae. Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih
yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip
putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih
tebal di bagian dorsalnya. Nyamuk Ae. aegypti mempunyai dua subspesies yaitu Ae. aegypti
queenslandensis dan Ae. aegypti formosus. Subspesies pertama hidup bebas di Afrika,
sedangkan subspecies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan virus
DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya dibandingkan subspecies pertama.12,13
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis Demam Berdarah Dengue
Patogenesis Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih kontrovesial dan belum
dapat diketahui secara jelas. Terdapat dua teori yang dikemukakan dan paling sering dianut
adalah : Virulensi virus dan Imunopatologi yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder Heterolog (The
Secondary Heterologous Infection). Teori lainnya adalah teori endotel, endotoksin, mediator,
dan apoptosis.14,15
1. Virulensi Virus
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2, 3, 4).
Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue
memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel
pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi.
Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :14,15
a. Menginfeksi lebih banyak sel.
b. Membentuk virus progenik.

27 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat.


d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan tingkatan virulensi virus
dalam hal kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target. Perbedaan manifestasi klinis
demam dengue, DBD dan Dengue Syok syndrome mungkin disebabkan oleh varian-varian
virus dengue dengan derajat virulensi yang berbeda-beda.14,15
2. Teori Imunopatologi
Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous (secondary heterologous
infection) menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotype
virus dengue yang heterolog akan mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita
Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenali virus lain yang telah menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membrane sel
leukosit, terutama makrofag. Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak dinetralisasi
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), yaitu suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi sekunder pada replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear yaitu
terbentuknya komplek imun dengan virus yang berkadar antibodi rendah dan bersifat
subnetral dari infeksi primer. Komplek imun melekat pada reseptor sel mononukleus fagosit
(terutama makrofag) untuk mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan multiplikasi.
Kejadian ini menimbulkan viremia yang lebih hebat dan semakin banyak sel makrofag yang
terkena. Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia dan syok.14,15
3. Teori Endotoksin
Syok pada DBD menyebabkan iskemia usus, yang kemudian menyebabkan
translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin sebagai komponen kapsul
luar bakteri gram negative akan mudah masuk ke dalam sirkulasi pada keadaan iskemia berat.
Telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya bahwa endotoksin berhubungan erat dengan
kejadian syok pada Demam Berdarah Dengue. Endotoksinemia terjadi pada 75% Sindrom
Syok Dengue dan 50% Demam Berdarah Dengue tanpa syok.14,15

28 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

4. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokin yang disebut monokin
dan mediator lain yang memacu terjadinya peningkatan permeabilitas vaskuler dan aktivasi
koagulasi dan fibrinolisis sehingga terjadi kebocoran vaskuler dan perdarahan.14,15
5. Teori Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yang merupakan reaksi
terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi
sitoplasma, peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA subseluler yang berisi
badan apoptotik.14,15
6. Teori Endotel
Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro dan menyebabkan
pengeluaran sitokin dan kemokin. Sel endotel yang telah terinfeksi virus Dengue dapat
menyebabkan aktivasi komplemen dan selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskuler dan dilepaskannya trombomodulin yang merupakan pertanda kerusakan sel endotel.
Bukti yang mendukung adalah kebocoran plasma yang berlangsung cepat dan meningkatnya
hematokrit dengan mendadak.14,15
Patofisiologi primer pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran plasma ke dalam ruang ekstra
vaskuler, sehingga akan menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Volume plasma menurun mencapai 20% pada kasus berat yang diikuti efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
hemostasis pada Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Syok Syndrome (DSS) yang
akan melibatkan 3 faktor yaitu: (1) perubahan vaskuler; (2) trombositopenia; dan (3) kelainan
koagulasi. Setelah virus Dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
didalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Respon imun humoral atau seluler muncul akibat dari infeksi virus ini. Antibodi yang
muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi Dengue primer antibodi mulai
terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang ada telah meningkat. Antibodi
terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam pada hari ke 5,
meningkat pada minggu pertama sampai minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.
29 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini pada infeksi primer hanya
dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari kelima, sedangkan pada
infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan
IgM yang cepat. Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan
pada sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue. Trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak
permulaan sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DBD. Gangguan hemostasis melibatkan perubahan
vaskuler, pemeriksaan tourniquet positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan
koagulopati. DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus yang berat dan disertai syok dan
secara potensial dapat terjadi juga pada kasus DBD tanpa syok. Terjadinya syok yang
berlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan perawatan yang tepat dan melakukan
observasi disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostatis.14,15

Gambar 2. 4 Fase Infeksi Demam Berdarah Dengue


Sumber : Darmowandowo W. Infeksi Virus Dengue. RSU Dr. Soetomo Surabaya. Continuing
Education, 2010.
30 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.5 Manifestasi Infeksi Virus Dengue


Sumber : Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015

Patofisiologi Demam Dengue


Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan
oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada Demam Berdarah Dengue
disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage) yang diduga karena proses imunologi.
Hal ini tidak didapati pada Demam Dengue. Virus Dengue yang masuk kedalam tubuh akan
beredar dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting Cell).
Viremia akan terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala hingga setelah lima hari terjadinya
demam. Antigen yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T- Helper dan
menarik makrofag lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper
akan mengaktifasi sel Tsitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis
antibodi yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.
Proses ini akan diikuti dengan dilepaskannya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi
aggregasi

trombosit

yang

menyebabkan

trombositopenia

ringan.

Demam

tinggi

(hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita infeksi virus dengue
31 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. 14,15,16 Sel penjamu yang muncul dan
beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan adalah
jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokon yang
meredam panas adalah TGF-, dan IL-10. Beredarnya virus di dalam plasma bisa merupakan
partikel virus yang bebas atau berada dalam sel platelet, limfosit, monosit, tetapi tidak di
dalam eritrosit. Banyaknya partikel virus yang merupakan kompleks imun yang terkait
dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue sukar dibersihkan. Antibodi
yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non netralisasi antibodi yang dipelajari
dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro sel nyamuk dan preparat virus
yang asli. Respon innate immune terhadap infeksi virus Dengue meliputi dua komponen yang
berperan penting di periode sebelum gejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antibodi
alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel, bersifat tidak spesifik dan memiliki struktur molekul
mutimerix. Molekul hexamer IgM berjumlah lebih sedikit dibandingkan molekul pentameric
IgM namun hexamer IgM lebih efisien dalam mengaktivasi komplemen.Antigen Dengue
dapat dideteksi di lebih dari 50% Complex Circulating Imun. Kompleks imun IgM tersebut
selalu ditemukan di dalam dinding darah dibawah kulit atau di bercak merah kulit penderita
dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus dengue level IgM merupakan hal yang
spesifik.14,15,16
Patofosiologi Demam Berdarah Dengue
Pada DBD dan DSS peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi
primer. Hal ini akan mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus-kasus berat volume
plasma menurun lebih dari 20% meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.
Lesi destruktif vaskuler yang nyata tidak terjadi. Terdapat tiga faktor yang menyebabakan
perubahan hemostasis pada DBD dan DSS yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan
kelainan koagulasi. Hampir semua penderita dengue mengalami peningkatan fragilitas
vaskuler dan trombositopeni, serta koagulogram yang abnormal. Infeksi virus dengue
mengakibatkan muncul respon imun humoral dan seluler, antara lain anti netralisasi, anti
hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
mulai muncul pada infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadarnya telah meningkat. Pada
hari kelima demam dapat ditemukan antibodi dalam darah, meningkat pada minggu pertama
hingga minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat pada hari ke-14 demam sedangkan pada infeksi sekunder kadar IgG meningkat
32 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

pada hari kedua. Karenanya diagnosis infeksi primer ditegakkan dengan mendeteksi antibodi
IgM setelah hari kelima sakit, sedangkan pada infeksi sekunder diagnosis dapat ditegakkan
lebih dini. Pada infeksi primer antibodi netralisasi mengenali protein E dan monoclonal
antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus dengue sehingga terjadi aktifitas netralisasi
atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi virus menjadi lisis. Proses ini
melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh dengan memiliki kekebalan terhadap
serotipe virus yang sama. Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue
serotipe yang berbeda, maka virus dengue tersebut akan berperan sebagai super antigen
setelah difagosit oleh makrofag atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan Antigen
Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari
Major Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan
berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR) sebagai
reaksi

terhadap

infeksi.Kemudian

limfosit

TH-1

akan

mengeluarkan

substansi

imunomodulator yaitu INF, IL-2, dan Colony Stimulating Factor (CSF). IFN akan
merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF.Interleukin-1 (IL-1) memiliki
efek pada sel endotel, membentuk prostaglandin, dan merangsang ekspresi intercelluler
adhasion molecule 1 (ICAM 1). Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang
neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan
beradhesi dengan sel endothel dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endothel
lisis dan endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi
oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga endothel menjadi nekrosis dan
mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler. Antigen yang bermuatan MHC I akan
diekspresikan di permukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+ yang bersifat
sitolitik sehingga menhancurkan semua sel yang mengandung virus dan akhirnya
disekresikan IFN dan TNF.14,15,16
Patogenesis Demam Berdarah Dengue
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES seperti sel
kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus
masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organelorganel sel genom virus akan memulai
membentuk komponen-komponen strukturalnya, setelah berkembang biak di dalam
sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. Diagnosis pasti dengan uji serologis pada
infeksi virus dengue sulit dilakukan karena semua flavivirus memiliki epitope pada selubung
33 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

protein yang menghasilkan cross reaction atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak ada cross
protektif terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari
protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein premembran atau pre-M.Glikoprotein E merupakan epitope penting karena: mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin,
berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi
fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi
terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis komplemen,
Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent
Enhancement. Secara invivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu:14,15,16
a. Antbodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi infeksi virus.
b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang
berperan dalam patogenesis DBD dan DSS. Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS
dapat dijelaskan oleh 2 teori yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE).
Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan terhadap infeksi virus jenis
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang
terbentuk dapat menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang tersebut
mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak dapat
dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang
infeksius antara antibodi heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang
berbeda. Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor Fc gama
pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel
makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi
sehingga makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF
dan juga Platelet Activating Factor Selanjutnya dengan peranan TNF akan terjadi
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endothel
yang rusak, hal ini dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen
yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebosoranplasma dan
perdarahan yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Pada bayi dan anak-anak berusia
34 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam
tubuh anak tersebut telah terjadi Non Neutralizing Antibodies sehingga sudah terjadi proses
Enhancing yang akan memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF juga
PAF. Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan
sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Pada teori
kedua (ADE) , terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu
antibodies enhance infection, T-cells enhance infection, serta limfosit T dan monosit. Teori ini
menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi
tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam
tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Disamping kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan
patofisiolog DBD, diantarnya adalah teori virus yang mendasarkan pada perbedaan keempat
serotipe virus Dengue yang ditemukan berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.
Sedangkan teori antigen-antibodi mendasarkan pada kenyataan bahwa terjadi penurunan
aktifitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan C3, C4, dan C5. teori juga
didukung dengan adanya pengaruh kompleks imun pada penderita DBD terhadap aktifitas
komponen sistem imun. Penelitian oleh Azaredo El dkk, 2001 membuktikan bahwa
patogenesis DBD/DSS umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik.
Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan
dalam patogenesis dan gambaran klinis DBD/DSS. Penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001
menyebutkan bahwa Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen
HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83.Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue ini
sanggup memproduksi TNF- dan IFN- namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-2. Oberholzer
dkk, 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T. Pada infeksi fase akut
terjadi penurunan populasi limfosit CD2+, CD4+, dan CD8+. Demikian pula juga didapati
penurunan respon prroliferatif dari sel-sel mononuklear. Di dalam plasma pasien DBD/DSS
terjadi peningkatan konsentrasi IFN-, TNF- dan IL-10. peningkatan TNF- berhubungan
dengan manifestasi perdarahan sedangkan IL-10 berhubungan dengan penurunan trombosit.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penekanan jumlah dan fungsi limfosit T,
sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan penting dalam keparahan dan patogenesis
DBD/DSS, dan meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan trombosit. Lei
HY dkk, 2001 menyatakan bahwa infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem imun
tubuh berupa perubahan rasio CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi
sel-sel endothel dan hepatosit yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis dan disfungsi
35 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

dari sel-sel tersebut. Demikian pula sistem koagulasi dan fibrinolisis yang ikut teraktivasi.
Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit, karena overproduksi
IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya antibodi antitrombosit dan anti-sel endotel,
serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kebocoran plasma pada DBD/DSS merupakan akibat dari proses kompleks yang
melibatkan aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptosis. Dugaan bahwa
IL-8 berperan penting dalam kebocoran plasma dibuktikan secara invitro oleh Bosch dkk
(2002) melalui kultur primer monosit manusia yang diinfeksi oleh virus DEN-2, diperkirakan
hal ini disebabkan aktifasi dari NF-kappa 8. Penelitian dari Bethel dkk (1998) terhadap anak
di vietnam dengan DBD dan DSS menyebutkan terjadi penurunan level IL-6 dan soluble
intercelluler molecule-1 pada anak dengan DSS. Ini berarti ada kehilangan protein dalam
sirkulasi karena kebocoran plasma.14,15,16

Gambar 2.6 Teori Sekunder Heterolog


Sumber : Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015
36 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Mekanisme Kebocoran Plasma


Kebocoran plasma disebabkan oleh injury pada endotel akibat dari peran sitokin,
kemokin komplemen, mediator inflamasi atapun karena infeksi virus dengue secara langsung.
Peran Sitokin Dan Komplemen
Sitokin adalah protein terlarut yang dihasilkan oleh sel-sel hematopoetik dan non
hematopoetik dalam keadaan inflamasi ataupun infeksi. Sitokin berfungsi dalam proses imun,
misalnya IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, TNF dan IFN.IL-1, IL-6 dan TNF adalah pirogen
endogen yang akan merangsang demam di hipotalamus dan juga berfungsi sebagai vasoaktif
sitokin yang meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh darah. Endotel juga akan
menekspresikan ICAM 1, VCAM 1 dan P-Selectin, molekul adhesive yang menyebabkan
ekstravasasi sel inflamasi. Pemaparan endotel dengan TNF dapat menyebabkan apoptosis.
TNF dan IL-1 menstimulasi radang dengan mengaktivasi berbagai sel radang. TNF, IL-1
dan IL-6 dapat menstimulus hepatosit menghasilkan acute phase protein. IL-1 mempengaruhi
permeabilitas pembuluh darah kapiler dan menginduksi endothel untuk memproduksi dan
mensekresi IL-6 dan TNF (King 2000). Ikatan virus dengue dengan antibodi heterolog akan
mengaktifasi komplemen jalur klasik yang berakhir dengan dilepaskannya faktor C3a, C4a
dan C5a yang disebut anafilatoksin. Anafilatoksin dan melepaskan histamin, serotonin dan
Platelet Activating Factor (PAF). Histmin, serotonin dan PAF merangsang peningkatan
permebilitas pembuluh darah, agregasi trombosit. Sel mast juga mensintesa asam arakidonat
menjadi prostaglandin, prostasiklin, leukotrien dan tromboksan yang berperan dalam
patogenesis DBD yang lebih parah. Pada infeksi virus dengue, endotel sebagai sel pelapis
bagian dalam pembuluh darah dapat langsung terinfeksi oleh virus dengue. Respon yang
terjadi adalah dengan disekresikannya sitokin antara lain IL-8 dan TNF. Pemaparan endotel
dengan TNF dapat menyebabkan apoptosis. Inflammatory cytokines, mediator inflamasi,
anafilatoksin dan kemokin menyebabkan endothel berkontraksi dan menyebabkan timbulnya
celah pada pembuluh darah yang berakibat plasma keluar dari pembuluh darah ke ruang
interstitial. Dengan adanya apoptosis endotel dan vasodilatasi maka plasma leakage semakin
menghebat. Trombositopenia pada DD dan DBD melibatkan dua mekanisme utama, yaitu
penurunan produksi dan peningkatan destruksi perifer atau peningkatan penggunaan.
Penurunan produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada DBD yang lebih penting
adalah mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan peningkatan penggunaan.
Supresi sumsum tulang pada DBD mungkin mengenai tiga faktor utama, yang pertama
37 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

cedera langsung pada sel progenitor hematopoetik. Kedua, infeksi sel stromal dan ketiga
perubahan regulator dalam sumsum tulang. Supresi yang lebih berat telah diamati pada DSS,
diikuti DBD dan DB. Nakoa dkk menunjukkan bahwa virus dengue tipe 4 dapat bereplikasi
dalam sel mononuklear sumsum tulang. Replikasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi
proliferasi dari BFU-E (Burst-forming unit erythroid) dan CFU-GM (Colony forming unit
granulosit-makrofag). Murgur dkk 1997 menunjukkan secara invitro bahwa virus DEN-3
dapat menginfeksi cord blood mononuclear cell dan hal ini dapat mensupresi pertumbuhan
sel progenitor pada kultur. Infeksi virus dengue juga bisa mengenai sel stromal sumsum
tulang sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor homopoietik awal pada
kultur. Selama infeksi dilepaskan sitokin diantaranya macrophage inflammatory protein-1
(MIP- 1a), IL6 dan IL-8.14,15,16
Berbagai sitokin tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor hemopotetik
awal. Juga terjadi penurunan Stem Cell Factor (SCF) yang menyebabkan penurunan sel
progenitor hemopoetik pada kultur. Infeksi virus dengue akan menginduksi MIP-1 dan MIP1. Proses ini terjadi pada myelomono cell line, pada peripheral blood mononuclear cells dan
supresi sumsum tulang. Sitokin yang mensupresi haemopoesis dilepaskan ke dalam aliran
darah pada fase awal demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-), interleukins (IL2, IL-6, IL-8) dan interferon (INF- dan INF-). Parahnya kondisi klinis penderita infeksi
virus dengue dan periode terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari kadar sitokin
tersebut. Penurunan produksi di sumsum tulang atau perusakan di sistem monositmakrofag
yang berlebihan akan berakhir dengan jumlah trombosit yang rendah. Konsekuansinya adalah
terjadi pesmbesaran hati dan limpa Teori mutakhir tentang patogenesis DBD adalah teori
Mimikri Molekuler yang menunjukkan adanya peran auto-antibodi pada infeksi virus dengue.
Wiwanitkit mengamati bahwa nonstructural-1 protein (NS1) dari virus dengue yang
merangsng antibodi memiliki epitop yang sama dengan fibrinogen dan integrin/protein
adhesin pada trombosit. Kedua jenis protein tersebut memiliki hubungan filogenetik dengan
NS-1. Reaksi silang yang terjadi antara antibodi dengan sel endotel akan menginduksi
kerusakan yang berat. Aktivasi sel endotel inflamasi terjadi melalui faktor transkripsi NF-Kbregulated pathway. Sitokin dan kemokin yang diproduksi yaitu IL-6, IL-8 dan MCP1.Kemudian terjadi peningkatan ekspresi ICAM-1 dan kemampuan PBMC menempel pada
endotel. Dan selanjutnya sel endotel akan mengalami apoptosis yang ditandai dengan
terpaparnya fosfatidylserine pada permukaan sel dan fragmentasi DNA. Hal ini diamati oleh
Lin.dkk (2002). Pada kasus Dengue Shock Syndrome, ditengarai ada mediator inflamasi yang
38 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

berperan dalam kebocoran plasma. Inilah yang menjadi dasar teori Mediator dalam
patogensis DBD. Diketahui beberapa sitokin yang beredar pada aliran darah penderita DBD
yaitu TNF, IL-1, 1L-6, IFN , IFN, IL-2, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, dan beberapa
mediator yang berfungsi sebagai kemokin antara lain IL-8, MCP-1 (Monocyte
Chemoattractant Proteins-1), MIP-1 (Macrophage Inflammatory Protein- 1), MIP-1,
RANTES (Regulated Upon Activation Normal T cell Express Sequence ) dan PF-4 (Platelet
Factor-4) Keberadaan IL-8 yang tinggi dalam darah tepi, cairan ascites dan efusi pleura
menjawab masalah kebocoran plasma dan perdarahan pada syok karena DBD.14,15,16

Gambar 2.7 Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue


Sumber: Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015

39 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.8 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD


Sumber : Hadinegoro S dan Satari HI (ed.). Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000:32-54.

40 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.9 Patogenesis Perdarahan Pada DBD


Sumber : Hadinegoro S dan Satari HI (ed.). Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000:32-54.
DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3
dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis,
yang dasarnya sebagai berikut:14,15,16
1) Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.
2) Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel,
bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel
fogosit mononukleus.
3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah
terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.

41 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

4) Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular


coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit
mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang
mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh
darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.
2.5 Diagnosis Demam Berdarah Dengue
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:17,18
Kriteria klinis :
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3) Hepatomegali
4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah
dan akral dingin.
Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada
tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan
10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).
Kriteria laboratorium :17,18
1) Trombositopenia ( 100.000/l)
2) Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratorium dianggap cukup untuk menegakkan
diagnogsis kerja DBD.

Sindrom Syok Dengue

42 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :17,18
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin-lembab.
Penentuan Derajat Penyakit
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu
ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.

Tabel 2.1 Tabel Derajat Demam Berdarah Dengue dan Manifestasi Klinisnya
Sumber : Guidlines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in Small
Hospital. WHO, New Delhi 2005
43 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam tinggi,
fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang
sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang
khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan
membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai
peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.17,18

Gambar 2.10 Perdarahan Subkonjungtiva dengan Ekimosis pada Dhf dan DSS
Sumber : Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik pada
penderita DSS menurut Wong:17,18
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,
hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:17,18
44 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok disertai
menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1 ditambah tekanan nadi menjadi
<20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan sistolik menjadi
<80mmHg, tetapi belum sampai nol.
3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak terukur/nol,tetapi belum
ada sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur lagi disertai
sianosis dan asidosis.

Gambar 2.11 Presentase Gejala Klinis Demam Berdarah Dengue


Sumber : Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
2.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Berdarah Dengue
Uji laboratorium meliputi :19

45 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

1. Pemeriksaan Darah Rutin meliputi hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit,


Trombosit, Laju Endap Darah (LED), Hitung eritrosit.

Gambar 2.12 Jumlah Nilai Rata-Rata Leukosit, Hematokrit, dan Trombosit pada Penderita
DD, DBD, dan DSS
Sumber : Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
2. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia. Pertumbuhan virus ditunjukan
dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE
(cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia.
Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk
yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
3. Pemeriksaan Serologi
Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

46 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Tabel 2.2 Interpretasi Uji Hemaglutinasi Inhibisi


Sumber : Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
Uji Netralisasi (Neutralization Test)
Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
Uji IgG Elisa indirek

Tabel 2.3 Positivitas Hasil IgG dan IgM pada Demam Berdarah Dengue
Sumber : Darmowandowo W, Faizi M. Identifikasi Jenis Infeksi Primer dan Sekunder
Melalui Penetapan Rasio IgG dan IgM Pada Penderita DBD, Seminar Penatalaksanaan DBD.
Tropical Disease Central Unair 12 Mei 2001: 12-26, diunduh tanggal 4 Januari 2015
47 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

4. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang
dapat dideteksi yaitu :19
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Cairan dalam rongga peritoneum

Gambar 2.13 Perjalanan Infeksi Virus Dengue Primer dan Sekunder dan Metode Diagnosis
yang Dapat Dilakukan Untuk Menegakan Diagnosa
Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New
edition, 2009. WHO Geneva
2.7 Penatalaksanaan Dengue Shock Syndrome
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB
48 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.20,21,22
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES)
sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan
nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula
darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan
resusitasi inisial memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.20,21,22
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi
> 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume
10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan
hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan
klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan
seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin
>1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai
keadaan umum baik.20,21,22
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih >40
vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam.
Pemasangan CVP (dipertahankan 5- 8cmH2O) padasyok berat kadang-kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.20,21,22
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan
pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka
diberikan dopamin.20,21,22

Jenis Cairan Resusitasi untuk demam berdarah dengue (rekomendasi WHO) :22
1. Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL)


49 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Larutan ringer asetat (RA)


Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
2. Koloid

Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan Dengue Shock Syndrome


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan
dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan
larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan
ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek
volume 10/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat
menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan
menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000
ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.22
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang
mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3
jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah. 22
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7
adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik
dan hiponkotik. Efek volume 6%/10/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan
larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan
mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek
ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan
waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.22
Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/DSS
50 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya
dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan
hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga
pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara
intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.23
Perbandingan Pulihnya Syok pada Sindrom Syok Dengue Memakai Ringer Laktat dan
Natrium Laktat Hipertonik
Resusitasi cairan memakai kristaloid isotonik sering menyebabkan kelebihan cairan
dan jejas reperfusi. Inovasi terbaru resusitasi cairan pada penderita syok yaitu natrium laktat
hipertonik. Saat ini ada kecenderungan baru dalam resusitasi cairan penderita syok yaitu
resusitasi cairan volume kecil menggunakan cairan garam natrium hipertonik (NaCl 37,5%).
Cairan garam natrium hipertonik dapat dipakai untuk resusitasi volume kecil dengan aman
pada penderita syok septik, syok hemoragik, trauma pada kepala, luka bakar, dan
pascaoperasi jantung. 10-15 Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Mustafa dan
Leverve. Resusitasi cairan volume kecil pada syok dengan cairan NLH mempunyai
keuntungan, di antaranya memperbaiki makro/mikrosirkulasi, mengurangi jejas reperfusi, dan
efek antiinflamasi. Laktat endogen dapat memberikan efek protektif dan merupakan substrat
energi alternatif yang setara dengan glukosa pada keadaan hipoksia jaringan dan reperfusi.
Terdapat perbedaan cepat pulihnya waktu pengisian kapiler (WPK) dan kadar laktat darah
sebagai penanda pulihnya syok pada SSD anak setelah resusitasi cairan memakai NLH
dibandingkan dengan RL. Hal ini menunjukkan bahwa resusitasi cairan penderita SSD
memakai cairan RL hanya memperbaiki makrosirkulasi, sedangkan cairan NLH memperbaiki
makro/mikrosirkulasi, lalu menghindari kelebihan cairan dan juga jejas reperfusi sehingga
diharapkan akan mempercepat penyembuhan penderita SSD. Komponen laktat berperan
sebagai substrat energi yang secara aktif dioksidasi oleh setiap sel yang mengandung
mitokondria di seluruh tubuh manusia, terutama organ yang sangat aktif seperti otak, ginjal,
jantung, dan otot. Melalui oksidasi, laktat menghasilkan energi yang sama dengan glukosa (4
Kkal/g laktat). Sesudah mengalami periode hipoksia, laktat tadi merupakan substrat energi
yang terpilih dibandingkan dengan glukosa karena laktat berperan sebagai substrat siap pakai
yang oksidasinya tidak memerlukan adenosine triphosphate (ATP).24Selain mengalami
oksidasi, laktat dapat diubah menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis, terutama terjadi
51 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

di hati, tetapi dapat terjadi juga di ginjal. Natrium laktat hipertonik merupakan cairan
hipertonik yang memiliki efek mempertahankan volume intravaskular yang dapat bertahan
dalam waktu 1 (satu) jam. Efek fisikokimianya akan menghasilkan gradien osmotik dan dapat
menarik cairan dari intrasel dan interstitial ke dalam ruang intravaskular.14-15 Natrium laktat
hipertonik (NLH) merupakan larutan hipertonik dan hiperosmotik yang dapat dipergunakan
untuk cairan resusitasi dengan volume kecil. Pemberian garam natrium hipertonik intravena
mengakibatkan pengisian cairan inisial secara cepat ke dalam pembuluh darah. Hal ini
disebabkan oleh hipertonik plasma yang disebabkan pemberian cairan infus larutan garam
natrium hipertonik dalam waktu yang cepat. Cairan keluar dari ruangan intrasel, pertama dari
sel eritrosit dan sel endotel serta berikutnya dari jaringan interstisial, kemudian masuk ke
dalam ruang intravaskular. Hipertonisitas dapat pula memperbaiki efek mikrosirkulasi dan
aliran darah karena penyusutan endotel yang menurunkan resistensi kapiler, peningkatan
diameter lumen kapiler, dan penurunan ukuran eritrosit. Larutan hipertonik mengisi volume
intravaskular dengan memindahkan cairan yang sudah ada di dalam tubuh yaitu cairan
intraselular dan interstisial berpindah ke dalam ruangan intravaskular. Sebagai simpulan,
resusitasi cairan volume kecil dengan memakai NLH mampu mempercepat pemulihan syok
pada DSS anak dibandingkan dengan RL ditandai dengan pemulihan WPK lebih cepat dan
penurunan kadar laktat yang lebih baik. Pada penelitian ini didapatkan pula bahwa
penggunaan cairan NLH 4x lebih sedikit selama waktu pemantauan 12 jam. Cairan NLH
dapat digunakan pada awal resusitasi cairan DSS dengan dosis 5 mL/kgBB dalam 15 menit.24
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini: 25
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
52 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.14 Skema Penatalaksanaan DBD Derajat I dan II


Sumber: Dengue guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. France: WHO
Library Cataloguing; 2009.

53 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Gambar 2.15 Tatalaksana Kasus Demam Berdarah Dengue Derajat III dan IV
Sumber : Dengue guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. France:
WHO Library Cataloguing; 2009.

54 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

BAB III
KESIMPULAN
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit
ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menginfeksi luas dibanyak negara di Asia
Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam
berdarah baik ringan maupun fatal. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat hampir
diseluruh daerah Indonesia. Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah
dengue (DBD) paling serius. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan
masyarakat, oleh karena morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Gejala klinis yang mencolok
demam, muntah, mual, nyeri perut, epitaksis, dan melena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
uji forniket positif, ruam konvalesen, hepatomegali, efusi pleura, asites. Sindrom syok dengue
sebagian besar infeksi sekunder, sedangkan demam dengue infeksi primer. Gambaran
laboratorium yang mencolok kenaikan transaminase hati, leukopenia, trombositopenia, dan
hematokrit. Rerata angka leukosit dan trombosit lebih rendah pada SSD dibandingkan dengan
DD atau DBD, sedangkan rerata hematokrit lebih tinggi pada SSD. Penggunaan cairan
kristaloid merupakan terapi utama baik pada SSD maupun DBD.Menurut WHO angka
morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun dan DBD sebanyak
500.000 kasus per tahun, dengan mortalitas sekitar 15% atau 24.000 jiwa. Di Asia Tenggara,
termasuk di Indonesia, mayoritas penderita penyakit ini (>95%) anak-anak di bawah usia 15
tahun. Tatalaksana utama pada penderita DSS yaitu resusitasi cairan kristaloid isotonik
Ringer laktat (RL), Ringer asetat (RA), dan larutan garam normal (NaCl 0,9%) sebanyak 20
mL/kgBB dalam 1530 menit.

55 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

DAFTAR PUSTAKA
1. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 119.
2. World Health Organization. Dengue fever in Indonesia-update 4, 2012. Tersedia dari:
http://www.who.int/csr/don/archive/disease/dengue_fever/en/ , diunduh 26 Desember
2015.
3. World Health Organization. Regional office for South East Asia. Dengue/DHF.
Situation

of

dengue.

Diunduh

dari:

http://www.searo.who.int/en/Section10/

Section332_1098.html. Diunduh tanggal 1 Januari 2016.


4. Sapir DG dan Schimmer B., Dengue Fever: New Paradigms For a Changing
Epidemiology.

Emerging

Themes

in

Epidemiology,

(http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1742-7622-2-1.pdf

2004;2(1):1-10.
,

diunduh

25

Desember 2015).
5. Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update. Applied
Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November 2010. halaman 1145.
6. Hadinegoro S dan Satari HI (ed.). Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000:32-54.
7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
8. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Edition
II.

Geneva

World

Health

Organization.

2002.

Available

from

htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/DenguepublicationAccessed.
Diunduh tanggal 28 Desember 2015
9. Dengue guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. France: WHO
Library Cataloguing; 2009.
10. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera:Culicidae). Pertemuan
Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis 2008 Universitas Udayana; 3-6 September 2008;
Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
11. Soedarmo SP. Infeksi virus dengue. Dalam: Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak dan Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.h.176-208.
56 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

12. Raihan, Hadinegoro S, Tumbelaka A. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam
Berdarah Dengue. Sari Pediatri 2010;12(1):47-52.
13. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
Edition. Geneva: World Health Organization; 2009.
14. Hanafiati E. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya. 2012, diunduh tanggal 30 Januari 2015.
15. Juffrie M, Van Der Meer GM, Hack CE, Hasnoot K, Sutaryo, Veerman AJP, Thijs LG
et al. Inflammatory Mediators in Dengue Virus Infection in Children:Interleukin-8 and
Its Relationship to Neutrophil Degranulation.Infection and Immunity (serial on the
internet).1999 Nov 3,p.702-707. Diunduh dari : www.iai.asm.org/cgi/reprint/68/2/702
tanggal 2 Januari 2015.
16. Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015
17. Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
18. Jeannette M. Patofisiologi dan Gejala Klinis Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No. 1/Januari/2009
19. Soegijanto S, Kushartono H, Hidayah N, Darmowandowo D. Demam berdarah
dengue. Dalam Soegijanto S, penyunting. Ilmu Penyakit Anak-Diagnosa, Pemeriksaan
dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2002.h.45-66.
20. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of
the Integrated Management of Childhood Illness. WHO 2005.
21. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
22. Plianbangchang S. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue
and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. WHO 2011.
23. Somasetia DH, Setiabudi D, Harliany E, Sjahid SI. Hasil evaluasi tatalaksana
sindroma syok dengue di unit perawatan intensif anak sesudah memakai protokol
tatalaksana demam berdarah dengue WHO 1997. MKB. 2002;34(1):338.
24. Christianty M, Somasetia D, Sjahrodji A. Perbandingan Pulihnya Syok pada Sindrom
Syok Dengue Memakai Ringer Laktat dan Natrium Laktat Hipertonik. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung. MKB. 2013;45(3):13540
25. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003.
57 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

58 | D E M A M B E R D A R A H D E N G U E

Anda mungkin juga menyukai