Anda di halaman 1dari 44

THE MODEL OF HUMAN OCCUPATIONAL

PERFORMANCE CAPACITY (COMPONENT(S)/SKILL(S))

Disusun Oleh :
Afizal Dicky Antono
Aniniken Ningsih
Fatihatul Khamilah
Firdha Nuzulul
Fitriani
Fransisca Ruth W
Ikhsani Asri Ashari
Melia Resti Utami
Nuzul Khasanah
Retno Tri Indiyani
Rifqi Fadhlurrahman M
Rosilia Uswatul
Sitti Ainatul Lailiah
Sofia Nur Fadhila

(P27228015 061)
(P27228015 066)
(P27228015 081)
(P27228015 083)
(P27228015 084)
(P27228015 085)
(P27228015 088)
(P27228015 095)
(P27228015 101)
(P27228015 103)
(P27228015 105)
(P27228015 109)
(P27228015 111)
(P27228015 113)

JURUSAN OKUPASI TERAPI


POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I

PENDAHULUAN

Okupasi Terapi adalah suatu profesi kesehatan yang berfokus pada pasien yang
mengalami gangguan atau disabilitas yang berfokus pada 3 area yaitu self-care, productivity,
dan leisure. OT memandang klien/pasien secara holistic. Tindakan atau terapi yang diberikan
okupasi terapis adalah tindakan yang terstruktur yang biasa dikenal dengan konsep OT. Salah
satu kerangka acuan dalam mempersiapkan terapi oleh okupas terapis adalah kerangka Model
Of Human Occupation (MOHO) dimana OT melihat kemampuan pasien melakukan aktivitas
berdasarkan 3 area subsistem Volition, Habituation, dan Performance. Subsistem Volition
yaitu berupa kemauan, yaitu berupa pengaruh yang kuat yang mendasari atau mempengaruhi
seseorang mengerjakan aktivitas, mengapa orang mengerjakan aktivitas. Subsistem
habituation merupakan subsistem yang menjadi pencetus dan penunjuk kebiasaan rutin,
terdiri atas roles dan habits. Sedangkan subsistem performance merupakan struktur biologi
atau proses yang terorganisasi sehingga menjadi keterampilan dan digunakan untuk
mengerjakan aktivitas.
Dalam konsep MOHO mengenal istilah performance capacity component(s)/skill(s)
yang terdiri dari 4 komponen, yaitu sensorymotor, kognitif, psikologis, dan interpersonal.
Komponen sensorimotor terdiri dari diskriminasi taktil, visual persepsi, koordinasi gerak
halus, koordinasi gerak kasar, kekuatan otot, lingkup gerak sendi, koordinasi bilateral,
koordinasi mata tangan. Komponen kognitif terdiri dari manajemen waktu, pentahapan,
diskriminasi sebab-akibat, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kreativitas.
Komponen psikologis terdiri dari mengatasi dua hal yang berbeda, control diri, mengatasi
risiko, kompetensi, dan asertif. Dan komponen interpersonal terdiri dari kesadaran akan
adanya orang lain, berbagi pengalaman, dan kerjasama.

BAB II

PEMBAHASAN

Performance Capacity (Component(s) /Skill(s))

1. Sensorymotor
a. Diskriminasi Taktil/Tactile Diskrimination

Sensory discrimination disorder (SDD)


Anak dengan SDD mengalami kesulitan dalam menginterpretasi
kualitas rangsangan, sehingga anak tidak dapat membedakan sensasi
yang serupa. Diskriminasi sensori memungkinkan untuk mengetahui apa
yang dipegang tangan tanpa melihat, menemukan benda tertentu dengan
hanya memegang, membedakan tekstur atau bau-bauan tertentu, atau
mendengarkan sesuatu meskipun terdapat suara lain di sekitarnya.
Sensory discrimination disorder pada sistem penglihatan dan
pendengaran

dapat

menyebabkan

gangguan

belajar

atau

bahasa,sedangkan SDD pada sistem taktil, proprioseptif, dan vestibular


menyebabkan gangguan kemampuan motorik.
Sistem taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh
reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan
cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua
komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam
melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi
b. Visual Persepsi
Kemampuan

manusia

untuk

membedakan,

mengelompokkan

dan

memfokuskan pikiran terhadap suatu hal dan kemudian menginterpretasikannya


disebut persepsi. Pembentukan persepsi berlangsung ketika seseorang menerima
stimulus dari lingkungan sekitarnya, dimana stimulus tersebut diterima oleh
panca indera dan kemudian diolah melalui proses berpikir di dalam otak sehingga
muncul suatu pemahaman tertentu.

Dalam dunia arsitektur, indera manusia yang erat kaitannya dengan


pembentukan persepsi adalah telinga dan mata, namun kulit juga kerap kali
digunakan khususnya dalam merasakan tekstur dari suatu bentuk.
Telinga merupakan indera yang menarik, dengan telinga kita dapat
mendengar sesuatu dan kemudian merespon dengan persepsi kita. Respon tiap
individu berpengaruh erat dengan pengalaman hidupnya. Dengan mendengar, kita
mampu merasakan suasana. Misalkan kita memejamkan mata, ada suara air
dengan intensitas yang beragam, kita dapat mengetahui apa yang ada disekitar,
misalkan itu air terjun, atau suara ombak di pantai. Efek pendengaran yang
berkaitan dengan psikologi dan persepsi manusia kerap kali dimanfaatkan
dalam pembuatan sebuah film, tentunya hal ini melibatkan mata akan sangat
berbeda apabila kita menonton suatu film dengan menggunakan suara atau tidak,
bahkan volume suara yang kita dengar pun berpengaruh. Film dengan music yang
beragam dapat membawa penonton untuk ikut merasakan adegan dalam film,
misalnya adegan menyenangkan, menyedihkhan atau mengerikan. Mata sering
kali disebut sebagai jendela hati. Hal ini karena dengan melihat sesuatu hal,
secara spontan akan timbul kesan (persepsi) tertentu dalam benak manusia.
Contoh lain bahwa telinga sangat berpengaruh dalam persepsi manusia
adalah adanya hipnotis dan hipnoterapi. Seseorang diajak untung merasakan atau
memikirkan sesuatu hanya dengan mendengar.
Mata juga merupakan indera yang erat kaitannya dengan pembentukan
persepsi manusia. Dengan hanya melihat sesuatu hal maka otak akan
merespon dan menterjemahkan dalam bentuk interpretasi. Reaksi otak terhadap
apa yang dilihatnya sangat beragam, tergantung pula pada pengalaman hidupnya.
Mata kerap dianalogikan seperti kamera. Mata mengukur banyaknya intensitas
cahaya yang masuk dengan cara melebarkan dan menyempitkan pupil mata.
Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya ke retina yang bekerja
layaknya sebuah film dan membentuk suatu imaji. Persepsi visual memiliki
beberapa prinsip, yaitu:
-

Wujud dan Latar (Figure and Ground atau Emergence)

Objek yang kita amati di sekitar kita selalu muncul sebagai wujud (figure)
sedangkah hal- hal lainya namun tidak menjadi fokus yang diamati disebut latar
(ground). Sebagai contoh apabila kita melihat meja di dalam ruangan, maka meja

itu adalah suatu wujud, sedangkan hal lain seperti lantai, dinding, jendela dan lain
sebagainya merupakan suatu latar. Ada kalanya perbedaan antara wujud dan latar
tidak begitu jelas, sehingga kita harus memilih mana yang dianggap wujud dan
sebaliknya mana yang dianggap sebagai latar. Pemilihan fokus dari hal yang
dilihat menimbulkan pesan yang berbeda, sehingga terkadang muncul bentuk
yang

ambigu

(ambiguous

figure)

atau

disebut

pula

stabilitas

ganda

(multistability). Dalam dunia arsitektur kita juga mengenal hal seperti itu, yaitu
pada ruang aktif dan ruang pasif.Salah satu contoh bentuk ambigu dapat dilihat
pada gambar berikut. Apabila kita terfokus pada warna yang putih, maka kita
melihat sebuah bentuk pot/vas sedangkan apabila kita terfokus pada warna hitam
maka kita dapat melihat siluet wajah yang berhadap-hadapan.
-

Pola Pengelompokan.

Secara sadar atau tidak sadar, kerapkali kita mengkelompokkan beberapa hal
dalam persepsi kita. Pengelompokan tersebut menentukan bagaimana kita
mengamati suatu hal. Dalam ilmu psikologi kecenderungan manusia untuk
mengelompokkan persepi dinamakan hukum Gesalt. Termasuk di dalamnya
adalah hukum kesamaan, hukum kedekatan dan hukum. Dalam gambar hukum
kesamaan terlihat delapan buah kolom yang berjejer ke samping dengan variasi
persegi dan lingkaran. Dalam kumpulan bentuk ilustrasi hukum kedekatan terlihat
kumpulan enam lingkaran yang vertical dan enam lingkaran yang tersusun
horizontal. Sedangkan pada gambar ketiga yang merupakan ilustrasi hukum
keutuhan, kita akan melihat sebuah bentuk smiley sebagai lingkaran yang utuh
walaupun lingkaran tersebut terpotong, hal ini dikarenakan hukum keutuhan
berlaku.
-

Ketetapan (Constancy atau Invariance)

Teori gesalt juga mengemukakan bahwa dari prosses belajar manusia


cenderung mempersepsikan segala sesuatu sebagai sesuatu yang tidak berubah,
walaupun indera kita menangkap adanya perubahan. Misalnya kita bertemu
bernama seseorang bernama Peter, maka kita akan mengenal Peter walaupun dia
menggunakan pakaian dan gaya yang berbeda setiap harinya.Dalam persepsi ada
tiga ketetapan dasar yang dikemukakan dalam Psikologi Gesalt,yaitu Keterapan
Warna, Ketetapan Bentuk, dan Ketetapan Ukuran.
Seorang anak yang mengalami gangguan visual persepi akan sulit
mempersepsikan suatu hal yang dia lihat. Hal ini berdampak negatif pada

occupational performance dan akan mengalami masalah kesulitan makan,


berpakaian, membaca,menulis, kemampuan mengetahui letak suatu
benda,danlain sebagainya.
Anak yang mengalami hal ini kesulitan membaca dan menulis karena dia
kesulitan membedakan huruf atau kata yang hampir sama, misalnya huruf b/d;
u/v; m/n; r/n; n/h; p/q. Dia kesulitan mengelompokkan sesuatu yang dilihatnya.
c. Koordinasi Gerak Halus
Gerakan motorik kasar terbentuk saat anak mulai memiliki koordinasi dan
keseimbangan hampir seperti orang dewasa. Gerakan motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh. Oleh
karena itu, biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang
lebih besar. Pengembangan gerakan motorik kasar juga memerlukan koordinasi
kelompok otot-otot yang tertentu yang dapat membuat seseorang dapat meloncat,
memanjat, berlari, menaiki sepeda, serta berdiri dengan dengan satu kaki. Bahkan,
ada juga individu yang dapat melakukan hal-hal yang lebih sulit, seperti jungkir
balik dan bermain sepatu roda atau yg lainnya. Gerakan motorik kasar melibatkan
aktivitas otot tangan, kaki, dan seluruh tubuh manusia. Gerakan ini mengandalkan
kematangan dalam koordinasi. Berbagai gerakan motorik kasar yang dicapai
seorang individu tentu sangat berguna bagi kehidupannya kelak. Misalnya,
seorang anak dibiasakan untuk terampil berlari atau memanjat jika ia sudah lebih
besar ia akan senang berolahraga. (Bambang Sujiono, 2005 : 10).
d. Koordinasi Gerak Kasar
Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagianbagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti ketrampilan menggunakan
jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. oleh karena itu
gerakan ini tidak terlalu membutuhkan tenaga, namun gerakan ini membutuhkan
koordinasi mata dan tangan yang cermat. Semakin baiknya gerakan motorik halus
seorang individu membuat individu tersebut dapat berkreasi seperti : melipat
kertas, menggunting kertas, mewarnai, menyatukan dua lembar kertas,
menganyam kertas dan lain-lain. (Bambang Sujiono, dkk 2005 : 11) dalam
bukunya Metode Pengembangan Fisik).

e. Kekuatan Otot/Muscle Strength


Kekuatan otot adalah tenaga, gaya atau ketegangan yang dapat dihasilkan oleh
otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal.
Seseorang mungkin memiliki kekuatan pada bagian otot tertentu namun belum
tentu memiliki pada bagian otot lainnya.
Skala 0.
artinya otot tak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika tapak tangan dan
jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempat walau
sudah diperintahkan untuk bergerak.
Skala 1.
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
Skala 2,
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya
tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja
sudah tak mampu bergerak
Skala 3,
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat
menggerakkan tapak tangan dan jari
Skala4,
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
Skala 5,
Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal).
SKALA KEKUATAN OTOT
Skala
Nilai
Ket.

Normal
5/5

Mampu menggerakkan persendian dalam


lingkup gerak penuh, mampu melawan gaya
gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh

Baik

4/5

Mampu menggerakkan persendian dengan gaya


gravitasi, mampu melawan dengan tahan sedang

Sedang

3/5

Hanya mampu melawan gaya gravitasi

Buruk

2/5

Sedikit

1/5

Tidak ada

0/5

Tidak mampu melawan gaya gravitas {gerakkan


pasif}i
Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan
persendian
Tidak ada kontraksi otot

f. Lingkup Gerak Sendi/Range Of Motion


ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,
transversal, dan frontal. Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi
yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif.
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan

atau

memperbaiki

tingkat

kesempurnaan

kemampuan

menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa


otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008). Latihan range of motion (ROM)
merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau batasan gerakan sendi yang
normal dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk
menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Arif, M, 2008).

1.

Garis Potongan Pada Tubuh


Potongan sagital, yaitu garis yang melewati tubuh dari depan ke

belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.


2.
Potongan transversal, yaitu garis horizontal yang membagi tubuh
menjadi bagian atas dan bawah.
3.
Potongan frontal, yaitu melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi
tubuh menjadi bagian depan dan belakang.

Tujuan ROM
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot
2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3. Mencegah kekakuan pada sendi
Manfaat ROM
ROM bermanfaat untuk :
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
b. Mengkaji tulang, sendi,dan otot
c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
d. Memperlancar sirkulasi darah
e. Memperbaiki tonus otot
f.Meningkatkan mobilisasi sendi
g. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
ROM itu ada dua jenis, yaitu :
1. ROM Aktif, yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %. Hal ini untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif .
2. ROM Pasif, yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang
lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien
sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan
rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna
untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
Macam-macam gerakan ROM, yaitu:
a. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.

b. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.


c. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
d. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.
e. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
f.Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang.
g. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak
membentuk sudut persendian.
h. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak
membentuk sudut persendian.
i.Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke
bawah.
j.Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak
ke atas.
k. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama.
Sendi Yang Digerakan
a. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif
b. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien
tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
a. Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
b. Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
c. Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
d. Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
e. Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi)
f.Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal),
Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)
g. Jari kaki (fleksi/ekstensi)
Indikasi
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama
Kontra Indikasi
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
Attention

a. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah

latihan.
b. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien.
c. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
Gerakan ROM
Berdasarkan bagian tubuh, yaitu :
a. Leher
- Fleksi
- Ekstensi
- Hiperekstensi
- Fleksi lateral
- Rotasi

: menggerakkan dagu menempel ke dada.


: mengembalikan kepala ke posisi tegak.
: menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin.
: memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu.
: memutar kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu.

b. Bahu
- Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi
diatas kepala.
- Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh.
- Hiperekstensi : menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus.
- Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping diatas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala
- Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin.
- Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan
sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang
- Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas
dan samping kepala.
- Sirkumduksi : menggerakan lengan dengan gerakan penuh.
c. Siku
- Fleksi : menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi bahu
dan tangan sejajar bahu.
- Ekstensi : meluruskan siku dengan menurunkan lengan.
d. Lengan Bawah
- Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan
menghadap ke atas
- Pronasi
: memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah
e. Pergelangan Tangan

- Fleksi
- Ekstensi

: menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah


: menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan dan lengan bawah

berada dalam arah yang sama


- Hiperekstensi : membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
.mungkin.
- Abduksi
- Adduksi

: menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari


: menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari

f.Jari-Jari Tangan
- Fleksi
: membuat genggaman
- Ekstensi : meluruskan jari-jari tangan
- Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
- Abduksi : meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
- Adduksi : merapatkan kembali jari-jari tangan
g. Ibu Jari
- Oposisi
: menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang
sama.
h.
Pinggul
- Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas
- Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain
- Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke belakang tubuh
- Abduksi : menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh
- Adduksi : menggerakkan kembali tungkai ke posisi medial dan melebihi jika
mungkin
- Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain
- Rotasi luar : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
- Sirkumduksi : menggerakkan tungkai memutar
i.Kaki
- Inversi : memutar telapak kaki ke samping dalam (medial)
- Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)
j.Jari-Jari Kaki
- Fleksi : melengkungkan jari-jari kaki ke bawah
- Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki
- Abduksi : merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain
- Adduksi : merapatkan kembali bersama-sama.
g. Koordinasi Bilateral/Bilateral Coordination

Koordinasi bilateral mengacu pada kemampuan untuk mengkoordinasikan


kedua sisi tubuh pada waktu yang sama dengan cara yang terkendali dan
terorganisir; misalnya, menstabilkan kertas dengan satu tangan saat menulis /
pemotongan dengan lainnya. Baik bilateral integrasi / koordinasi merupakan
indikator bahwa kedua sisi otak berkomunikasi secara efektif dan berbagi
informasi. Anak-anak yang mengalami kesulitan mengkoordinasikan kedua sisi
tubuh mereka dapat memiliki kesulitan menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari
(ganti, mengikat sepatu), kegiatan motorik halus (membenturkan blok bersamasama,

merangkai

manik-manik,

mengancingkan),

tugas

motorik

visual

(menggambar, menulis, memotong, penangkapan / lempar), dan kegiatan motorik


kasar (merangkak, berjalan, naik tangga, naik sepeda).
"Menyeberangi garis tengah" merupakan keterampilan terpisahkan terkait
dengan koordinasi bilateral. Menyeberangi garis tengah mengacu pada
kemampuan untuk secara spontan menyeberang garis tengah tubuh selama
bermotor penyelesaian / Tugas- fungsional bergerak satu tangan, kaki, atau mata
ke ruang yang lain tangan, kaki, atau mata (yaitu duduk dengan kaki disilangkan,
menggaruk siku berlawanan, berhasil memotong garis menggambar silang tanpa
beralih tangan, pembacaan dari kiri ke kanan, dll). Bayi dan balita dapat
menggunakan kedua tangan sama dan memulai mengambil atau berinteraksi
dengan objek dengan mana tangan lebih dekat (yaitu jika item tersebut di sisi kiri
meja ia kemungkinan akan menggunakan tangan kiri, jika objek tersebut pada sisi
kanan, ia kemungkinan akan menggunakan tangan kanan). Namun, dengan 3-4
thn. usia anak harus biasanya telah menguasai keterampilan "persimpangan garis
tengah." Menetapkan dominasi tangan ( "pekerja tangan" vs "penolong tangan")
adalah indikator bahwa otak jatuh tempo dan lateralisasi adalah occurring- ini
sangat berkorelasi dengan kemampuan untuk menyeberang garis tengah. Anak
yang menghindari garis tengah persimpangan dapat memiliki kesulitan
mengkoordinasikan kedua sisi tubuh dan sering kali, memiliki kesulitan
membangun dominasi tangan; cenderung menggunakan tangan alternatif ketika
mewarnai,

menulis,

makan,

membuang,

dll

landasan

penting

dalam

pengembangan koordinasi bilateral adalah kesadaran tubuh. kesadaran tubuh


mengacu pada kemampuan untuk tahu di mana tubuh Anda dalam ruang tanpa
harus menggunakan visi (yaitu seberapa tinggi untuk mengangkat kaki Anda saat

naik tangga, dll); melibatkan proprioception, yang merupakan umpan balik dari
otot dan sensasi sendi. Anak-anak yang tidak memiliki kesadaran tubuh yang
memadai mungkin tampak sedikit canggung, berhati-hati dengan gerakan atau
takut dengan kaki dari tanah (melempar di udara, berayun, dll), mencari (atau
menghindari) masukan dalam atau terlalu kasar dengan teman sebaya / mainan
(gulat, menerjang, membawa / mendorong / menarik benda berat). Selanjutnya,
anak-anak yang tidak memiliki rasa yang baik di mana / bagian tubuh tubuh
mereka 'berada dalam ruang dapat hadir dengan kesulitan mengkoordinasikan
kedua sisi tubuh mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas bilateral (yaitu
memakai kaus kaki dan sepatu, melempar / menangkap bola besar dengan 2
tangan
Contoh aktivitas yang melibatkan koordinasi bilateral:

Melempar, menangkap atau memukul bola besar dengan 2 tangan (voli;


tetherball)

Melompat dengan kaki bersama-sama

Mendorong off dinding dengan kaki atau tangan bersama-sama Crawling


samping ke dalam kotak

Melompat malaikat jack Salju Bertepuk permainan bergulir pin & plastisin

kegiatan bilateral timbal balik

Merangkak melalui terowongan, barel, di bawah perabotan

Menarik diri atas miring dengan tali tangan-over-tangan sambil duduk di


skuter

Gerobak berjalan Hop dari satu kaki ke kaki Kolam lain

Memanjat tangga / bar monyet Mengendarai sepeda roda tiga atau sepeda

Memotong memutar puncak dari & pada Menuangkan cairan dari teko ke
gelas

Dribbling bola basket tangan Merangkai manik-manik kartu mengikat tali


bolak

manik-manik pop Merobek kertas untuk kolase, kertas mache

h. Koordinasi Mata Tangan/Hand-eye Coordination

Menurut Bompa (1983: 12), coordination is a complex motor skill


necessary for high performance. Koordinasi merupakan ketrampilan komplek
yang dibutuhkan untuk performa tinggi. Melalui koordinasi yang baik seseorang
akan dengan mudah melakukan ketrampilan teknik tingkat tinggi. Semakin tinggi
tingkat koordinasi seseorang semakin mudah untuk mempelajari teknik dan taktik
yang baru maupun yanh rumit.
Bompa (1990), mengatakan bahwa koordinasi adalah suatu kemampuan
biomotorik yang sangat komplek, saling berhubungan dengan kecepatan,
kekuatan, daya tahan, dan kelentukan.
Menurut Sanjoto (1999: 9), bahwa koordinasi adalah kemampuan
seseorang dalam mengintegrasikan gerakan yang berbeda ke dalam suatu pola
gerakan tunggal yang efektif. Sehingga koordinasi merupakan kemampuan tubuh
untuk merangkai atau mengkombinasikan beberapa unsure gerakan menjadi suatu
gerkan yang efektif dan selaras sesuai dengan tujuan.
Bompa (1969: 64), mengatakan, bahwa koordinasi adalah suatu
kemampuan biomotor yang sangat kompleks, berkaitan dengan kecepatan,
kekuatan, daya tahan dan kelentukan.
Singer (1983: 167), mengatakan, bahwa koordinasi dari berbagai macam
bagian tubuh termasuk suatu kemampuan untuk menampilkan suatu model gerak.
Kemampuan tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan bagian tubuh yang
bebas dilibatkan dalam model gerakan yang kompleks dan menggabungkan
bagian-bagian tersebut dalam suatu model gerakan yang lancar.
Harsono (1988: 65), mengemukakan, bahwa koordinasi adalah
kemampuan menginte-grasikan berbagai gerakan yang berlainan ke dalam satu
pola tunggal gerakan. Selanjutnya Sajoto (1988: 53), mengemukakan bahwa
koordinasi adalah kemampuan untuk menyatukan berbagai sistem saraf gerak
yang terpisah ke dalam satu pola gerak yang efisien.Dari berbagai pendapat
tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa koordinasi adalah kemampuan
untuk mengkombinasikan beberapa gerakan tanpa ketegangan, dengan urutan
benar, dan melakukan gerakan yang kompleks secara lancar tanpa pengeluaran
energi yang berlebihan.
Seorang pasien yang memiliki gangguan koordinasi mata tangan dapat dilatih
dengan memasang puzzle.

Sehubungan dengan fungsi koordinasi, Kiram (1994: 8), mengatakan bahwa


dengan adanya koordinasi maka:
1. Dapat melaksanakan gerakan secara efektif dan efisien. Efektif dalam
kaitan ini berhubungan dengan efisiensi penggunaan waktu, ruangan dan
energi, dalam melaksanakan suatu gerakan. Sedangkan efektif berkaitan
dengan efektivitas proses yang dilalui dalam mencapai tujuan.
2. Dapat memanfaatkan kondisi fisik secara optimal dalam memecahkan
tugas gerakan.
3. Persyaratan untuk dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan gerakan.
4. Persyaratan untuk dapat menguasai keterampilan motorik olahraga
tertentu.

2. Kognitive
a. Manajemen waktu/Time Management
Manajemen memiliki pengertian sebagai cara penggunaan dari sumber daya
yang efektif sehingga dapat mencapai sasaran. Sedangkan waktu adalah segala
rangkaian yang terjadi saat proses, pelaksanaan dan juga ketika kegiatan sedang
berlangsung. Pengertian manajement waktu itu sendiri adalah bagaimana dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan lebih cepat dan juga dengan lebih cerdas.
sedangkan menurut orr manajement waktu dalah suatu cara untuk bisa
menggunakan waktu se-efisien dan juga se- efektif mungkin sehingga mampu
memperoleh hasil penggunaan waktu yang maksimal. Dapat pula di katakan
bahwa manajement waktu adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan juga pengawasan mengenal
produktivitas tertentu atau cara yang dapat di lakukan untuk meyeimbangkan
waktu yang digunakan untuk kegiatan belajar atau bekerja, bersenang senang
atau bersantai dan beristirahat secara efektif. Tanpa disadari setiap saat kita
sesungguhnya telah membuat beberpa putusan terkaitan managemen waktu.
contohnya : kita memutuskan kapan kita akan ke kampus olahraga ibadah dan
lain lain.

Semua putusan ini berperan penting di dalam penyusunan strategi

management waktu kita.

kita dapat menyeimbangkan waktu, maka di harapkan hasilnya adalah


konsentrasi

kita akan meningkat, organisasi waktu kits akan lebih baik,

produktifitas akan meningkat, dan terpenting tingkat stress kita akan terkurangi.
Dengan menata waktu kita akan menemukan keseimbangan antara kapan belajar
bekerja bersantai dan beristirahat yang akhirnya akan membuat hidup kita sedikit
lebih muda dan bahagia
Manajement waktu juga tidak akan lepas dari bagaimana anda bisa
menentukan skala prioritas. Ketika kita di hadapkan dengan beberapa hal yang
penting namun hanya di berikan alokasi waktu yang sedikit maka tugas kita untuk
menentukan skala prioritas, mana kegiatan yang penting untuk dilakukan dan
memerlukan lebih banyak perhatian dan mana kegiatan yang bisa di tinggalkan
sehingga dapat menghemat alokasi waktu. Skala prioritas ini juga di pengaruhi
dengan apakah suatu pekerjaan tersebut termasuk pekerjaan yang mendesak atau
tidak hal ini biasanya di pengaruhi dengan tenggat waktu tertentu. Pelaksanaaan
manajemen waktu juga memerlukan kedisplinan yang tinggi dan juga komitmen
dari orang yang melakukannya. Pelaksana dari manajemen waktu akan di tuntut
untuk dapat mematuhi dan juga menjalankan apa yang telah di putuskan dalam
perencanaan manajement waktu tersebut baik untuk hal hal yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun hal hal yang berhubungan dengan aktivitas sehari
hari.

b. Pentahapan/Sequencing
Pentahapan dalam melakukan suatu aktivitas dapat diartikan sebagai suatu
rancangan awal dalam melakukan suatu aktivitas. Adapun beberapa bagian dalam
pentahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Perencanaan
merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan merupakan tahap implementasi atau
tahap penerapan atas desain perencanaan yang sudah ditentukan. Evaluasi
merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan yang terjadi setelah
melakukan aktivitas tersebut.
Contohnya misalnya seorang okupasi terapis akan memberikan terapi kepada
pasien disabilitas. Salah satu yang menjadi keluhan pasien adalah sulitnya
melakukan aktivitas makan secara mandiri, pentahapan yang dilalui okupasi
terapis bermula dari perencanaan rancangan terapi, mulai dari menyiapkan
peralatan makan dan beberapa alat bantu untuk menunjang aktivitas makan.

Kemudian pelaksanaan, pasien di bimbing dan dituntun untuk melakukan aktivitas


makan dan setelah itu, melakukan evaluasi untuk mengetahui perkembangan dari
terapi yang diberikan.
c. Diskriminasi Sebab-akibat/cause & action
Diskriminasi sebab akibat dapat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk menghubungkan antara sebab dan akibat. Diskriminasi sebab akibat bisa
berupa diskriminasi negatif dan positif. Dimana diskriminasi negatif
menimbulkan hubungan miss communication antara pengertian sebab dan
akibat. Diskriminasi positif akan menghasilkan kegiatan yang dilakukan
dengan perbandingan sebab dan akibat yang jelas.
Misalnya seorang ayah memarahi anak yang sedang asyik mencoret
tembok dengan pensil warna, kemudian ayah tersebut langsung melarang anak
tersebut dengan mengatakan jangan mencoret tembok itu, sang anak
mungkin akan berhenti mencoret tembok tersebut namun memiliki ketakutan
dan kebingungan tentang larangan tersebut.
Contoh yang positif, adalah saat seorang ibu melarang anak mencoret
tembok dengan mengganti kata jangan menjadi lebih baik kamu menggambar
di buku saja. Diskriminasi tersebut dapat menghasilkan hubungan sebab dan
akibat yang jelas.
d. Pemecahan Masalah/Problem Solving Abillity
Dalam matematika, istilah problem memiliki makna yang lebih khusus. Kata
Problem terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan
problem solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau
masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut problem dalam perspektif ini paling tidak
memuat 2 hal yaitu:
1. menantang pikiran (challenging),
2. tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).
Pasien dilatih untuk mengenal masalah, menjabarkan masalah,
mengidentifikasi alternative rencana, memilih rencana, menyusun rencana,
menyususun tahap-tahap perencanaan, mengerjakan rencana tersebut, serta
mengevaluasi hasil.
Sebagai contoh, orang-orang amerika menjadi berhati-hati terhadap apa yang
biasa menjadi pola perilaku yang sering dilakukan secara tidak sadar, ketika
mereka mengunjungi suatu Negara seperti Inggris, dimana kebiasaan mereka
dalam menyeberang jalan dengan aman dinegaranya biasanya tidak berguna.

Begitulah sebaliknya, orang-orang inggris mengalami hal yang sama ketika


berkunjung kenegara-negara dieropa, dimana lampu jalannya mempunyai
orientasi yang berbeda dengan inggris. Situasi sehari-hari ini biasanya
diselasaikan secara tidak sadar tanpa memerlukan prosedur formal untuk
menemukan solusinya. Strategi dan metode pemecahan masalah sehari-hari yang
dilakukan seacara sadar biasanya menjadi lebih penting ketika kita melakukan
perjalanan dan berada pada lingkungan yang diluar dari kebiasaan kita. Pada saat
itu cara hidup dan kebiasaan mungkin tidak sesuai atau tidak bekerja. Kita
mungkin harus mengadaptasi secara sadar metode lain untuk mencapai tujuan
kita. Sebagian besar dari apa yang kita lakukan adalah berdasarkan pada
pengalaman kita sebelumnya. Sehingga tingkat kepuasan dalam memecahan suatu
masalah akan bervariasi bagi setiap orang.
e. Pengambilan Keputusan/Decision Making
Menurut Siagian (dalam Hasan, 2002:10) pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat.
Atmosudirjo (1982: 97) mengatakan, pengambilan keputusan selalu bersifat
memilih

diantara

berbagai

alternatif

untuk

menyelesaikan

masalah.

Sedangkan menurut James pengambilan keputusan (dalam Hasan, 2002:10)


adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara
pemecahan masalah.
Baron (1986: 69) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses
terjadinya identifikasi masalah, menetapkan tujuan pemecahan, pembuatan
keputusan awal, pengembangan dan penilaian alternatif-alternatif, serta pemilihan
salah satu alternatif yang kemudian dilaksanakan dan ditidaklanjuti.
Moorhead dan Griffin (1995: 82) menyatakan pengambilan keputusan sebagai
kegiatan pemilihan diantara berbagai alternatif yang tersedia. Ahli lain, yaitu
Gibson, dkk, (1997: 103) menjelaskan pengambilan keputusan sebagai proses
pemikiran dan pertimbangan yang mendalam yang dihasilkan dalam sebuah
keputusan. Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses dinamis yang
dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan
pengetahuan, kecakapan dan motivasi. Dunnette dan Hough (1998: 25)

mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai pemilihan tindakan dari sejumlah


alternatif yang ada. Senada dengan itu Wood dkk, (1998: 57) mendefinisikan
pengambilan keputusan adalah process of identifying a problem or opportunity
and

chooshing

among

alternative

courses

of

action.

De Janasz dkk (2002: 19) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah


suatu proses dimana beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan dan
diprioritaskan, yang hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu
alternatif kemungkinan yang ada. Duncan (Putti dkk, 1998: 34) mendefinisikan
pengambilan keputusan sebagai suatu respon yang sesuai dari seseorang yang
berinteligensi pada suatu situasi yang membutuhkan tindakan yang tepat.
Sedangkan menurut ahli lain (Putti dkk, 1998: 34) pengambilan keputusan adalah
suatu tindakan memilih salah satu alternatif yang ada atas pertolongan para
manajer yang menentukan suatu tindakan pada situasi yang telah ditentukan.
Stoner (1990: 52) berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah proses
pemilihan suatu arah tindakan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk
menghasilkan suatu keputusan yang tepat maka Berman & Cutler (1996: 61)
dalam penelitian mereka menjelaskan bahwa para pengambil keputusan yang
dengan tujuan untuk menghasilkan suatu keputusan yang akurat harus berhati-hati
dengan informasi yang tidak konsisten dari karyawan, sehingga para pengambil
keputusan itu dapat mengenali dan mendapatkan suatu keputusan yang tepat
sebagai hasil pemilihan dari beberapa alternatif pilihan yang tersedia.
Dari

pengertian-pengertian

pengambilan

keputusan

diatas

maka

dapat

disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan satu proses pemilihan


alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti
sebagai

suatu

cara

pemecahan

masalah.

Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacammacam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam Hasan, 2002:12), dasardasar

pengambilan

keputusan

yang

berlaku

adalah

1.

sebagai

berikut:
Intuisi

Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat
subektif,
2.

sehingga

mudah

terkena

pengaruh.
Pengalaman

Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi


pengetahuaan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan

keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung ruginya, baik-buruknya


keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga
masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat
menduga

cara

penyelesaiannya.

3.

Fakta

Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang


sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap
pengambil keputusan dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu
dengan

rela

dan

lapang

dada.

4.

Wewenang

Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh


pimpinan terhadap bawahannnya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya
kepada

orang

yang

lebih

randah

kedudukannya.

5.

Rasional

Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang diambil


bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil
atau nilai dalam batas kendala tetentu,sehingga dapat dikatakan mendekati
kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan
yang
a.

rasional

Kejelasan

ini

terdapat

masalah:

tidak

beberapa
ada

hal,

keraguan

dan

sebagai

berikut:

kekaburan

masalah.

b. Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.


c.

Pengetahuan

alternatif:

seluruh

alternatif

diketahui

jenisnya

dan

konsekuensinya
d.

Preferensi

yang

jelas:

alternatif

bisa

diurutkan

sesuai

kriteria.

e. Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil ekonomis yang


maksimal.
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan
yang

ideal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan

pengambilan keputusan. Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar diri individu.
Menurut Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu yang
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah kematangan
emosi, kepribadian, intuisi, umur. Sedangkan Cervone dkk (1991: 17) dalam

penelitiannya menemukan bahwa suasana hati yang positif dapat meningkatkan


kecepatan dan efisiensi pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Janis &
Mann yang dikutip oleh Forgas (1991: 39) dalam penelitiannya membuktikan
bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan.
Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pengambilan

keputusan

1.

adalah

Pria

sebagai

berikut:

dan

wanita

Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan
dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu.
2.

Peranan

pengambil

keputusan

Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup
kemampuan

mengumpulkan

informasi,

kemampuan

menganalisis

dan

menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang


perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan-perkembangan
hari

depan

3.

yang

lebih

Keterbatasan

baik.
kemampuan

Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan


yang

dapat

bersifat

institusional

ataupun

bersifast

pribadi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Baradell & Klein (1993: 63) menyatakan
bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Selanjutnya dikatakan oleh Bandura
& Jourden (1991: 24) pengambilan keputusan dapat dipermudah atau dihambat
oleh adanya efikasi diri. Hal yang hampir senada dikemukakan oleh Blascovich
dkk (1993: 42) yang mengatakan bahwa sikap individu terhadap objek atau
masalah dapat mempermudah atau menghambat proses pengambilan keputusan.
Miner (1992: 51) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi cara
seseorang dalam mengambil keputusan adalah kreativitas. Keputusan-keputusan
yang kreatif akan membantu dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan
produktivitas organisasi dan berperan dalam penelitian produk baru. Berdasarkan
pandangan ini, kreativitas didefinisikan sebagai pencapaian prestasi yang diakui
secara sosial dalam hal produk-produk baru seperti penemuan-penemuan teori,
publikasi, keperluan medis, dan lain sebagainya. Keputusan kreatif ini asli,
berbeda dengan orang lain tetapi bukan keputusan yang eksentrik dan mampu
memberikan

kontribusi

sosial.

Sebuah keputusan yang kreatif juga memerlukan inteligensi, dan untuk menjadi
kreatif seseorang harus belajar dan mengembangkan pengetahuan yang didasarkan
pada bidang tertentu. Inteligensi ini merujuk pada kemampuan analisis logis dan
pemecahan masalah yang dapat membantu menghasilkan keputusan yang
berkualitas (Kolb dkk, 1984: 58). Meskipun demikian, tingkat inteligensi yang
tinggi dan pengetahuan yang cukup kadang-kadang belum menjamin tercapainya
prestasi yang kreatif karena masih ada faktor lain yang mungkin berpengaruh pada
terbentuknya

keputusan

kreatif.

Mondi dkk (1990: 47) mengemukakan faktor dari dalam diri individu yang
dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil
keputusan, yaitu kemampuan personal sebagai pengambil keputusan. Kemampuan
dan sikap manajer sebagai pengambil keputusan dianggap sebagai faktor
terpenting untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Seberapapun besarnya
kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dan bertanggung jawab,
ia

memerlukan

kemampuan

agar

menghasilkan

keputusan

yang

tepat.

Kemampuan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat pemahaman dan


kualitas manajemen diri individu.
Tahap-tahap

dalam

pengambilan

keputusan

Memilih dan mengambil keputusan merupakan dua tindakan yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam sepanjang hidupnya manusia selalu
diperhadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif dan pengambilan keputusan
(Simatupang, 1986 dalam Kuntadi, 2004: 13). Hal ini sejalan dengan teori real life
choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau
membuat pilihan-pilihan di antara sejumlah alternatif. Pilihan-pilihan tersebut
biasanya berkaitan dengan alternatif dalam penyelesaian masalah (Gladwin, 1980
dalam

Kuntadi,

2004:

13).

Menurut Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 13), tahapan individu dalam
pengambilan

keputusan

melewati

beberapa

tahapan,

antara

lain:

1. Situasi atau kondisi, dalam hal ini seseorang harus mempertimbangkan,


berpikir, menaksir, memilih dan memprediksi sesuatu (Matlin, 1998 dalam
Kuntadi, 2004: 14). Pilihan atau alternatif yang dihadapi oleh setiap orang
seringkali berlainan, demikian pula dalam hal akibat, risiko maupun keuntungan
dari pilihan yang diambilnya. Hal seperti ini jelas sekali pada gilirannya akan
membuat situasi pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan

individu yang lain akan berbeda. Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14), pada
penjelasan berikutnya, juga menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan
yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan
keputusan.
2. Tindakan, dalam hal ini individu mempertimbangkan, menganalisa, melakukan
prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada. Dalam tahap ini
reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi
masing-masing individu. Ada beberapa individu dapat segera menentukan sikap
terhadap pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada individu lain yang
nampak mengalami kesulitan untuk menentukan sikap mereka. Tahap ini dapat
disebut sebagai tahap penentuan keberhasilan dari suatu proses pengambilan
keputusan

(Matlin,

1998

dalam

Kuntadi,

2004:

14).

Berdasarkan penjelasan singkat di atas diketahui bahwa proses pengambilan


keputusan itu diawali ketika seseorang berada dalam situasi pengambilan
keputusan. Hal yang lain adalah bahwa situasi pengambilan keputusan antar
individu bisa berlainan, karena pilihan atau alternatif yang dihadapi individu juga
berlainan dan hal ini akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Penanganan yang tepat terhadap situasi pengambilan keputusan juga akan
menentukan

keberhasilan

suatu

proses

pengambilan

keputusan.

Situasi

pengambilan keputusan terjadi atau muncul dalam diri seseorang ketika ia


diperhadapkan dengan permasalahan dan beberapa alternatif atau pilihan sebagai
jawaban dari permasalahannya. Selanjutnya, dari beberapa alternatif jawaban
tersebut, ia mulai mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi dan
menentukan pilihan. Tahap menentukan pilihan terhadap alternatif yang ada
merupakan tahap penting dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Simon (dalam Hasan, 2002; 24) proses pengambilan keputusan
terdiri

atas

tiga

fase

1.

keputusan,

yaitu

sebagai

Fase

berikut.
intelegensia

Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang memungkinkan dalam


rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan pengamatan lingkungan dalam
pengambilan keputusan. Data dan informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk
mencari bukti-bukti yang dapat diidentifikasi, baik yang pemasalahan pokok
peluang

untuk

memecahkannnya.

2.

Fase

desain

Merupakan fase pencarian/penemuan, pengembangan serta analisa kemungkinan


suatu tindakan. Jadi merupakan kegiatan perancangan dalam pengambilan
keputusan,

fase

-Identifikasi

ini

terdiri

atas

sebagai

berikut.

masalah

Merupakan perbedaan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ingin
dicapai.
-Formulasi masalah
Merupakan langkah di mana masalah dipertajam sehingga kegiatan desain dan
pengembangan sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya. Cara yang
dilakukan

dalam

Menentukan

formulasi

permasalahan

batasan-batasan

adalah

sebagai

berikut.

pemasalahan.

Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan permasalahan dapat


dipecahkan.
Merinci masalah
3. Fase

pokok kedalam

sub-sub

masalah.

pemilihan

Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari alternatifalternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian diputuskan dan dilaksanakan.
Jadi merupakan kegiatan memilih tindakan atau alternatif tertentu dari bermacammacam

kemungkinan yang

akan

ditempuh.

Menurut Terry (dalam Authors Guide, Pengambilan Keputusan dalam


Manajemen,

2008, para. 35), proses pengambilan

a.Merumuskan

problem

yang

b.Menganalisa

problem

tersebut

c.Menetapkan

sejumlah

alternatif

d.Mengevaluasi

alternatif

e.Memilih

alternatif

keputusan meliputi:

dihadapi

keputusan

yang

akan

dilaksanakan

Menurut Drucher (dalam Authors Guide, Pengambilan Keputusan dalam


Manajemen,

2008,

para.

a.Menetapkan

masalah

b.Manganalisa

masalah

c.Mengembangkan
d.Mengambil

35)

proses

pengambilan

keputusan

meliputi:

alternatif

keputusan

yang

tepat

e. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif


Konsekuensi merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil

oleh pembuat keputusan. Konsekuensi dari sebuah tindakan yang diharapkan akan
terwujud oleh seseorang, terutama sekali yang memberikan hasil positif terhadap
pencapaian tujuan, disebut sebagai manfaat (benefit). Manfaat merupakan
konsekuensi yang akan dapat menghindari terwujudnya resiko. Konsekuensi yang
tidak masuk dalam perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu
penting dalam analisis pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh
terhadap pencapain tujuan kelompok atau orang lain diistilahkan sebagai spillover
atau externalities.(Dermawan, 2004: 76).
f. Kreativitas/Creativity
Kreativitas di definisikan dalam empat jenis dimensi sebagai Four Ps
Creativity, yaitu Person, Process, Press, dan Product, sebagai berikut:
1. Dimensi Person
Definisi Kreativitas pada dimensi person adalah kreativitas yang berfokus
pada individu atau person yang dapat disebut kreatif. Definisi kreativitas menurut
para ahli yang berfokus pada kepribadian:
Kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri
seseorang yang erat kaitannya dengan bakat (Guilford).
Kreativitas adalah tindakan kreatif yang muncul dari keunikan keseluruhan
kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya (Hulbeck, 1945).
Contoh: Orang tua memahami bahwa setiap anak memiliki pribadi yang berebeda
baik dari bakat, minat, maupun keinginan.
2. Dimensi Process
Definisi Kreativitas pada dimensi process adalah kreativitas yang berfokus
pada proses berfikir sehingga memunculkan ide-ide unik dan kreatif. Kreatifitas
sebagai sebuah proses yang trjadi di dalam otak manusia dalam menemukan
sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berfikir).
Contoh: Orang tua menghargai kreasi anaknya tanpa komentar negatif, misalnya
memberi pujian pada anak.
3. Dimensi Press
Definisi Kreativitas pada dimensi press adalah kreativitas yang menekankan
faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan

dan hasrat untuk menciptakan atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan
eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Kreativitas kurang berkembang
apabila dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbuka
terhadap perubahan atau perkembangan baru.
Contoh: Memberi fasilitas dan sarana yang mendukung anak untuk berkreasi.
Misalnya, puzzle, balok susun, lego, dan sebagainya.
4. Dimensi Product
Definisi Kreativitas pada dimensi product adalah kreativitas yang berfokus
pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/
original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. Kreativitas tidak
hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu
yang suadah ada sebelumnya.
Contoh: Pajang hasil kreasi anak di kamar anak atau ruang bermain.
Jadi kesimpulannya, Kreativitas adalah suatu aktivitas yang menghasilkan
suatu pandangan baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang original,
bermanfaat, variatif(bernilai seni), dan inovatif(berbeda/lebih baik), dalam bentuk
aptitude maupun non aptitude.
Contoh: Seorang anak berpura-pura menjadi dokter dan bergabung dengan
teman-temannya untuk menjadi seorang dokter dan pasien yang sedang sakit.
Membuat eksperimen gunung berapi menggunakan sebotol cuka, baking soda,
pewarna makanan supaya menarik, kardus karton bekas, botol bekas dan ember
kecil. Kemudian, bahan tersebut dicampur menjadi satu, dan jadilah gunung
berapi dengan lava pijar yang menyala-nyala.

3. Psikologis
a. Mengatasi 2 Hal yang Berbeda/Conflict(s) Management
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk Spiritual tujuan.
Manajemen merupakan proses penting yang menggerakkan organisasi karena
tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama.
Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana tindakan
salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan
pihak lain. Kendati unsur konflik selalu terdapat setiap bentuk hubungan antar
pribadi, pada umumnya masyarakat memandang konflik sebagaikeadaan yang

harus dihindarkan karena konflik dianggap sebagai faktor yang merusak


hubungan.
Menurut Vasta (Indati, 1996), konflik akan terjadi bila seseorang melakukan
sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju
dengan apa yang dilakukan seseorang.
Dalam perkembangan sosial remaja, dapat dilihat adanya dua macam gerakan
yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman-teman sebaya,
tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan lingkungan primer bagi
seseorang sejak lahir sampai tiba masa individu meninggalkan rumah dan
membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia
paling awal terjadi dalam keluarga. Oleh sebab itu setiap individu akan menyerap
norma dan nilai yang ada dalam keluarga untuk dijadikan bagian dari
kepribadiannya sebelum mengenal norma dan nilai dari masyarakat umum.
Namun demikian bermacam nilai dan norma yang ada masuk ke dalam
masyarakat melalui teknologi komunikasi sehingga terciptanya norma-norma dan
nilai-nilai baru yang kemudian masuk dalam lingkungan keluarga sehingga
terjadilah berbagai konflik dan kesenjangan dalam kelurga. Konflik yang terjadi
dalam keluarga karena masa remaja awal muncul perasaan-perasaan negatif,
timbul keinginan lepas dari kekuasaan orang tua, tidak lagi patuh pada
kebijaksanaan orang tua (Ahmadi, 1991). Konflik ini membuat orang tua juga
berada dalam keadaan dilema sebab bila orang tua ingin bertindak otoriter
terhadap anaknya, kenyataannya anak tidak bisa dididik secara keras tetapi bila
orangtua melonggarkan pola didikannya, dikhawatirkan anak akan menjadi manja
dan tidak disiplin (Sarwono,1994).
Selain konflik dalam lingkungan rumah, remaja juga mengalami konflik di
tengah masyarakat sebagai lingkungannya. Pesatnya teknologi komunikasi massa
memperkecil batas geografis, etnis, politis, maupun sosial antara masyarakat satu
dengan masyarakat yang lain. Pengaruh lingkungan diawali dengan pergaulan
antar teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan teman merupakan hubungan yang
akrab dan diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, saling berbagi
perasaan dan diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, saling berbagi
perasaan dan tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Namun pada
usia yang lebih tinggi, ikatan emosi bertanbah kuat dan remaja makin saling
membutuhkan tetapi saling memberi kesempatan untuk mengembangkan
kepribadiannya masing-masing.(Selman dan Selman dalam Sarwono, 1994).

Menurut Bigot,dkk, rentang usia remaja adalah 13-21 tahun sedangkan


menurut Hurlock, usia remaja adalah 13-21 tahun yang dibagi dalam masa remaja
awal usia 13/14-17 tahun dan masa remaja akhir 17-21 tahun (Mappiare, 1982).
Pada masa remaja terdapat gejala-gejala yang disebut negative phase, di
antaranya adalah kejemuan kegelisahan, pertentangan sosial, penantangan
terhadap orang dewasa, dan sebagainya. Selain itu pada masa remaja juga terdapat
ciri-ciri khas yaitu ketidakstabilan emosi, berani dalam sikap dan moral, status
yang sulit ditentukan membuat remaja menghadapi banyak masalah baik dengan
orang tua, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Konflik antar remaja
dengan teman sebaya terbukti dengan adanya penelitian Arswendo, dkk. pada
tahun 1985 terhadap pelajar sekolah menengah di Jakarta dan Bogor di mana
sebagian besar responden menyatakan pernah berkelahi dalam tahun terakhir.
Penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang berkaitan dengan perkelahian
remaja ini yaitu disebabkan lawan yang memulai, solidaritas pada teman,
memperebutkan gadis, dan faktor ikut-ikutan (Sarwono, 1994). Kuatnya pengaruh
teman ini yang sering disebut sebagai akar dari tingkah laku remaja yang buruk
sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Banyaknya studi dengan menggunakan
berbagai metode penelitian diketahui bahwa sebagian besar konflik yang dihadapi
remaja lebih banyak diselesaikan dengan power assertion (adu kekuatan) dan
disengagement (putus hubungan) daripada melalui negosiasi atau kompromi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja pada usia 15-18
tahun banyak mengalami konflik dengan teman sebaya dalam masyarakat selain
dari konflik dengan keluarga dan sekolah Pada orang dewasapun juga tidak lepas
dari adanya konflik, dimana konflik itu pada umunya baik yang terjadi
dilingkungan keluarga (rumah tangga) maupun dilingkungan kerja. Konflik
dilingkungan rumah tangga pada umunya banyak berkisar pada masalah tekanan
ekonomi. Sedangkan konflik dilingkungan kerja banyak berkisar karena adanya
kesenjangan kepentingan antara realita dengan harapan-harapan. Hal ini mungkin
terjadi karena adanya iklim kerja yang kurang harmonis dan kurang transparan,
maupun sistem pemberian job yang dinilai kurang adil oleh pihak lain.
Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar
ada dua manajemen konflik, yaitu :
1) Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang
dan lepas control), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang

kadang-kadang

sangat

menakutkan

hingga

menjauhkan

diri

ketika

menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri, dan


compliance (menyerah dan tidak membela diri).
2) Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri dari
kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana
pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercaSpiritual suatu
penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk melaksanakan
kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan
memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya sedangkan negosiasi yaitu
suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima
oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan
dilakukan di masa mendatang.
Menurut Prijaksono dan Sembel (2000), negosiasi memiliki sejumlah
karakteristik utama, yaitu :
a. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan
organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok
b. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi
mulai dari awal samSpiritual terjadi kesepakatan dalam akhir
negosiasi.
c. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar
menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter).
d. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan,
gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
e. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu
yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
f. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh
kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah
pihak sepakat untuk tidak sepakat.
b. Kontrol Diri/Inner Control-Self Control
Menurut kamus psikologi (Chaplin, 2002), definisi kontrol diri atau self
control adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri
dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Goldfried

dan Merbaum, mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk


menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa individu kearah konsekuensi positif.
Larry (dalam R.S Satmoko, 1986:130) mengungkapkan bahwa Pengendalian
diri adalah kemampuan mengenali emosi dirinya dan orang lain. Baik itu
perasaan bahagia, sedih, marah, senang, takut, dan sebagainya, mengelola emosi,
baik itu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas,
kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan,
atau ketersinggungan, mengendalikan dorongan hati memotivasi diri sendiri, dan
memahami orang lain secara bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Kontrol diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan
individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi
kondisi yang terdapat dilingkungan yang berada disekitarnya, para ahli
berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang
bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari
stressor-stresor lingkungan. Disamping itu kontrol diri memiliki makna sebagai
suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan
lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor
perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam
melakukan sosialisasi (Calhoun dan Acocela, 1990).
Mengapa penting memiliki self control ?

Pertama : kontrol diri berperan penting dalam hubungan seseorang

dengan orang lain (interaksi social). Hal ini dikarenakan kita senantiasa hidup
dalam kelompok atau masyarakat dan tidakbisa hidup sendirian. Seluruh
kebutuhan hidup kita (fisiologis) terpenuhi dari bantuan orang lain, begitu pula
kebutuhan psikologis dan social kita. Oleh karena itu agar kita dapat memenuhi
seluruh kebutuhan hidup ini dibutuhkan kerjasama dengan orang lain dan
kerjasama dapat berlangsung dengan baik jika kita mampu mengendalikan diri
dari perbuatan yang merugikan orang lain.

Kedua : Kontrol diri memiliki peran dalam menunjukkan siapa diri

kita (nilai diri). Seringkali seseorang memberikan penilaian dari apa yang kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kontrol diri merupakan salah satu aspek
penting dalam mengelola dan mengendalikan perilaku kita. Kontrol diri menjadi
aspek yang penting dalam aktualisasi pola pikir, rasa dan perilaku kita dalam
menghadapai setiap situasi. Seseorang yang dapat mengendalikan diri dari hal-hal
yang negatif tentunya akan memperoleh penilaian yang positif dari orang lain
(lingkungan sosial), begitu pula sebaliknya.

Ketiga : kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi.

Pengendalian diri dipercaya dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuan


hidup seseorang. Hal ini dikarenakan bahwa seseorang yang mampu menahan diri
dari perbuatan yang dapat merugikan diri atau orang lain akan lebih mudah focus
terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mampu memilih tindakan yang
memberi manfaat, menunjukkan kematangan emosi dan tidak mudah terpengaruh
terhadap kebutuhan atau perbuatan yang menimbulkan kesenangan sesaat. Bila
hal ini terjadi niscaya seseorang akan lebih mudah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Pada dasarnya sumber terjadinya self control dalam diri seseorang ada 2 (dua)
yaitu sumber internal (dalam diri) Pengendalian diri dapat dilihat dari kehidupan
seseorang dalam kehidupan sehari- hari yang mempunyai keinginan yang tinggi
agar pada diri seseorang dapat tercapai keinginan dalam kehidupannya, contoh
nya seperti:
1.Suka bekerja keras.
2.Memiliki inisiatif yang tinggi.
3.Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah.
4.Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin.
5.Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil.
dan eksternal (di luar dir) Pengendalian diri dari luar yang menunjukkan
kendali diri seseorang kurang mempunyai harapan atau kemauan untuk berusaha
memperbaiki kegagalan yang ada pada diri nya seperti:

1.Kurang memiliki inisiatif.


2.Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan.
3.Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang
mengontrol.
4.Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.
Apabila seseorang dalam berperilaku cenderung mengatur perilakunya sendiri
dan memiliki standar khusus terhadap perilaku yang dipilih, memberikan
ganjaran bila dapat mencapai tujuan dan memberikan hukuman sendiri apabila
melakukan kesalahan, maka hal ini menunjukan bahwa self controlnya bersumber
dari diri sendiri (internal). Sedangkan apabila individu menjadikan orang lain atau
lingkungan sebagai standart perilaku atau penyebab terjadinya perilaku dan
ganjaran atau hukuman juga diterima dari orang lain (lingkungan), maka ini
menunjukkan bahwa self control yang dimiliki bersumber dari luar diri
(eksternal).
Jenis-Jenis Kontrol Diri
Kontrol diri yang digunakan seseorang dalam menghadapi situasi tertentu,
meliputi :
1.

Behavioral control : kemampuan untuk mempengaruhi atau

memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Adapun cara yang sering
digunakan antara lain dengan mencegah atau menjauhi situasi tersebut, memilih
waktu yang tepat untuk memberikan reaksi atau membatasi intensitas munculnya
situasi tersebut.
2.

Cognitive control : kemampuan individu dalam mengolah informasi

yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai dan menggabungkan


suatu kejadian dalam sutu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau
untuk mengurangi tekanan. Dengan informasi yang dimiliki oleh individu
terhadap keadaan yang tidak menyenangkan, individu berusaha menilai dan
menafsirkan suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
subyektif atau memfokuskan pada pemikiran yang menyenangkan atau netral.

3.

Decision control : kemampuan seseorang untuk memilih suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri
dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan atau kemungkinan untuk memilih berbagai kemungkinan (alternative)
tindakan.
4.

Informational control :Kesempatan untuk mendapatkan informasi

mengenai kejadian yang menekan, kapan akan terjadi, mengapa terjadi dan apa
konsekuensinya. Kontrol informasi ini dapat membantu meningkatkan
kemampuan seseorang dalam memprediksi dan mempersiapkan yang akan terjadi
dan mengurangi ketakutan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang tidak
diketahui, sehingga dapat mengurangi stress.
5.

Retrospective control : Kemampuan untuk menyinggung tentang

kepercayaan mengenai apa atau siapa yang menyebabkan sebuah peristiwa yang
menekan setelah hal tersebut terjadi. Individu berusaha mencari makna dari setiap
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Hal ini bukan berarti individu
mengontrol setiap peristiwa yang terjadi, namun individu berusaha memodifikasi
pengalaman stress tersebut untuk mengurangi kecemasan.
Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri antara lain :

Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan

kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah


atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.

Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur

perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh
masyarakat.

Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan

melalui pertimbangan secara objektif.

Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan

penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara


subjektif.

Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.


Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan reaktif dan
terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang
tinggi kemampuan mengendalikan diri akan cenderung proaktif (punya kesadaran
untuk memilih yang positif).
Untuk mengecek sejauh mana kita punya kemampuan mengendalikan diri, kita
bisa melihat petunjuk di bawah ini:

c. Mengatasi Risiko/Risk(s) Management


Menurut Gunanto jika dikehendaki, resiko dapat dihindari dengan
mengurungkan segala tindakan yang mengandung resiko itu, misalnya tidak jadi

membeli, tidak jadi menyewa, tidak jadi menerima, simpanan barang, tidak jadi
membangun, dan sebagainya. Jelaslah bahwa roda perekonomian tidak akan
berputar jika tidak ada yang berani menanggung resiko.
Dapat disimpulkan bahwa, cara untuk mengatasi resiko dilakukan Antara lain
berupa :
1.
Menerima (Retention)
Apabila diperkirakan kerugian yang mungkin timbul tidak terlalu besar jika
dibandingkan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pencegahannya, oleh yang bersangkutan diputuskan untuk diterima saja resiko
yang mungkin akan timbul tersebut. Demikian pula apabila keuntungan yang
diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada kerugian yang mungkin terjadi.
2.
Menghindari (Avoidance)
Dengan menghindari resiko berarti yang bersangkutan menjauhkan diri dari
perbuatan atau peristiwa yang dapat menimbulkan resiko baginya. Apabila setiap
orang selalu menghindar dari setiap perbuatan atau peristiwa yang dianggap
mengandung resiko, namun apabila berhadapan dengan resiko, harus tetap
dihadapi agar tujuan yang lebih baik dapat tercapai. Dengan perkataan lain untuk
menghindari resiko banyak bergantung kepada berbagai factor. Suatu hal yang
tidak disangkal bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghindar dari resiko
kematian yang merupakan rahasia tuhan.
3.
Mencegah (Prevention)
Mencegah adalah melakukan beberapa usaha himgga akibat yang tidak
diharapkan yang mungkin timbul dapat diatasi atau dihindari. Dalam
kenyataannya, usaha pencagahan tersebut tidak selalu berhasil. Banyak contoh,
sebuah rumah yang penjagaannya ketat, tetapi tetap berhasil dimasuki pencuri.
Demikian pula, seorang anak dapat terlibat perbuatan jelek meskipun
keluarganya telah membatasi pergaulannya.
4.
Mengalihkan/Membagi (Transver or Distribution)
Mengatasi resiko dapat juga dilakukan dengan cara mengalihkan atau membagi
kepada atau dengan pihak lain. Melalui cara ini, ada pihak ketiga yang bersedia
menerima resiko yang mungkin akan diderita oleh orang lain.
d. Kompetensi/Competency
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh
sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi dalam dunia kerja

merupakan kemampuan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang


dimiliki dalam setiap individu untuk melakukan tugas dan tanggung jawab secara
efektif dan meningkatkan kualitas profesional dalam pekerjaan.
Menurut Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2007:6), mengemukakan bahwa
kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul
(superior performer) di tempat kerja.
Beriku ini penguraian karakteristik menurut Spencer dan Spencer :
1. Pengetahuan; merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran.
2. Keterampilan; merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu
kegiatan.
3. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri
seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu
situasi.
4. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi
tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan
kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan.
5. Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongandorongan lain yang memicu tindakan.
Karakteristik kompetensi dibedakan berdasarkan pada tingkat mana
kompetensi tersebut dapat diajarkan. Keahlian dan pengetahuan biasanya
dikelompokkan sebagai kompetisi di permukaan sehingga mudah tampak.
Kompetisi ini biasanya mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya
pelatihan yang besar untuk menguasainya. Kompetensi konsep diri, karakteristik
pribadi dan motif sifatnya tersebunyi dan karena itu lebih sulit untuk
dikembangkan atau dinilai. Untuk mengubah motif dan karakteristik pribadi
masih dapat dilakukan, namun prosesnya panjang, sulit dan mahal. Cara yang
paling hemat bagi organisasi untuk memiliki kompetensi ini adalah melalui
proses seleksi karakter.
Berikut ini akan diuraikan secara rinci masing-masing karakteristik
kompetensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Spencer dan Spencer (1993),
sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan turut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam mengerjakan
atau menyelesaikan tugasya.
2. Keterampilan
Keterampilan juga sangat berperan karena dapat menentukan kreativitas yang dia
ciptakan.
3. Konsep Diri dan Nilai-nilai
Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap. Disamping pengetahuan dan
ketrampilan, hal yang perlu diperhatikan adalah sikap atau perilaku kerja. Apabiia

seseorang mempunyai sifat yang mendukung dalam pencapaian tujuannyai, maka


secara otomatis segala tugasnya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
4. Karakteristik Pribadi
Karakteristik pribadi merupakan cerminan bagaimana seseorang mampu/tidak
mampu melakukan suatu aktivitas dan tugas secara mudah/sulit dan sukses/tidak
pernah sukses.
5. Motif
Motif adalah kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna
mencapai tujuan kepuasan dirinya.
e. Asertif/Assertive
Asertif adalah kemampuan untuk mengomunikasikan pikiran, perasaan dan
keinginan secara jujur pada orang lain tanpa merugikan orang lain. Apabila kita
mampu mengungkapkan perasaan negatif (marah, jengkel) secara jujur sesuai
dengan apa yang kita rasakan tanpa menyalahkan orang lain, maka kita telah
mampu berperilaku asertif. Berperilaku asertif, tidak hanya terbatas untuk
mengungkapkan perasaan yang positif (senang) tetapi juga yang negatif.
Orang yang berperilaku asertif memiliki karakteristik antara lain :
1. Mampu dan terbiasa mengekspresikan pikiran dan perasaan pada orang
lain.
2. Meminta pertolongan pada orang lain pada saat membutuhkan
pertolongan.
3.

Sering bertanya pada orang lain pada saat sedang bingung.

4. Pada saat berbeda pendapat dengan orang


mengungkapkan pendapatnya secara jujur dan terbuka.

lain,

mampu

5. Memandang wajah orang yang diajak bicara pada saat berbicara


dengannya.
6. Pada saat tidak ingin melakukan sesuatu pekerjaan, mampu berkata
tidak.
Berikut adalah beberapa kelebihan seseorang bersikap asertif.

1.

Bebas dari konflik internal

Karena sikap asertif memiliki ketegasan untuk menolak atau menerima apa
yang dikehendaki orang lain. Sikap asertif juga akan membuat seseorang
terhindar dari stres dan tekanan yang tidak perlu dari lingkungan.

2.

Meningkatkan percaya diri

Komunikasi asertif membantu meningkatkan kepercayaan diri. Orang yang


asertif berarti tidak ragu dalam menyuarakan pendapatnya. Orang lain juga
akan cenderung menghargai orang yang asertif karena berani menyuarakan

pikiran dan memilih memberikan jawaban yang jujur. Apresiasi dan


penghargaan untuk orang yang memiliki sifat asertif dari orang lain pada
akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri.

3.

Membantu mengelola stress

Bersikap asertif membuat seseorang lebih mudah mengelola stres. Orang


yang asertif tidak akan menyesali apa yang dilakukan karena telah
menyuarakan apa yang menjadi pendapat dan keyakinannya.

4.

Hidup yang tidak terikat dan bebas

Orang asertif selalu percaya dengan prinsipnya tanpa terlalu banyak


terganggu dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang asertif umumnya
bahagia dan percaya diri karena mampu menentukan pilihan dan tujuan
hidupnya sendiri. Orang lain tidak akan bisa memanfaatkan orang yang
asertif karena perilaku asertif membuat seseorang tetap kukuh dengan
prinsipnya. Sebaliknya, orang yang tidak bisa berkata tidak cenderung
dimanfaatkan orang lain karena ketidakmampuannya untuk menolak. Jika
Anda merasa belum mampu berkomunikasi secara aasertif, latihan dan
pembiasaan bisa membantu menumbuhkan sifat positif ini
Faktor pengalaman masa kanak-kanak, faktor tersebut dapat mempengaruhi cara
kita berinteraksi dengan orang lain :
1. Apabila pada masa kanak-kanak terbiasa takut untuk mengungkapkan
apa yang kita rasakan karena takut orang lain tidak menyukai kita dan takut
mengecewakan orang lain, maka hal ini dapat mengakibatkan kita
berperilaku non asertif ketika dewasa.
2. Bila pada masa kanak-kanak, kita terbiasa meluapkan emosi tanpa
kontrol maka hal ini mengakibatkan kita berperilaku agresif ketika dewasa.
3. Pola Interaksi
Asertif adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan
keinginan secara jujur kepada orang lain tanpa merugikan orang lain. Apabila kita
mampu mengungkapkan perasaan negatif (marah, jengkel) secara jujur sesuai dengan
apa yang kita rasakan tanpa menyalahkan orang lain, maka hal tersebut dapat
dikatakan sudah bertindak secara asertif. Contoh asertif Seorang pasien stroke datang
ke unit OT, memiliki motivasi yang besar untuk bisa berjalan lagi.

4. Interpersonal
a. Kesadaran akan adanya orang lain
Dalam kehidupan, setiap manusia membutuhkan orang lain. Oleh karena itu,
kesadaran sosial (berupa kesadaran akan adanya orang lain) setiap individu harus
dibina dan dikembangkan. Dimulai dari lingkungan keluarga, dan melalui proses
sosialisasi, sehingga kesadaran sosial dapat tumbuh. Kesadaran sosial tersebut

meliputi kesetiakawanan, tolong-menolong, bekerja sama, dan kebersamaan.


Tersebut merupakan aspek dari psikologis yang sangat penting dalam kehidupan.
Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain tersebut menumbuhkan
kesadaran akan adanya orang lain dalam kehidupannya merupakan kesadaran
sosial yang harus selalu dikembangkan dan dimiliki oleh setiap individu.
Fakta bahwa setiap individu membutuhkan hubungan atau membutuhkan
orang lain akan menumbuhkan kesadarannya akan adanya orang lain yang juga
saling membutuhkan.
Need for affiliation merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini akan
mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan hubungan yang akrab
dengan orang lain. Orang-orang dengan need affiliation yang tinggi ialah orang
yang berusaha mendapatkan persahabatan (McClelland, ....).
Ciri-ciri:

Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam

pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.

Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang

lain dalam suasana yang lebih kooperatif.

Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.

Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.

Selalu berusaha menghindari konflik.

b. Berbagi Pengalaman
Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
dilakukan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Komunikasi
antarpribadi memiliki bermacam-macam tujuan salah satunya untuk berbagi
pengalaman kepada orang lain.
Berbagi pengalaman dapat membuat seorang individu erasa lebih tenang dan
lega, dan dapat mengurangi stress serta trauma yang pernah dihadapinya. Berbagi
pengalaman kepada dapat memberi manfaat kepada orang yang mendengarkan.
Karena orang yang mendengar cerita kita tentu akan mengambil hikmah dari

cerita atau peristiwa yang kita ceritakan. Membagi pengalaman dapat merupakan
pengalaman menyenangkan ataupun menyedihkan, namun dalam berbagi
pengalaman tidak disampaikan kepada semua orang, melaikan kepada orang
terdekat kita saja.
Contoh berbagi pengalaman misalnya antar Okupasi Terapis, saling berbagi
pengalaman mengenai kondisi dan penanganan terhadap pasien sehingga dapat
menambah ilmu dan pengetahuan untuk Okupasi Terapis yang lain. Atau berbagi
pengalaman dalam cakupan antara terapis dan pasien, ketika pasien menceritakan
pengalamannya sebelum akhirnya dalam kondisi yang memerlukan terapi, itu
dapat membantu si terapis itu sendiri dalam pengambilan tindakan
c. Kerjasama
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yaitu
apabila suatu kelompok masyarakat mempunyai pandangan yang sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Kerjasama dapat dilakukan antara orang-perorangan
atau anatr kelompok, tergantung tujuan yang ingin dicapai. Kerjasama timbul
karena orientasi orang-perorangan dengan kelompoknya (in group) dan kelompok
lainnya (out grup),
Menurut Charles H. Cooley kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan kesadaran terhadap diri sendiri untuk
memenuhi kepentingan-kepentingannya.
motivasi seseorang atau suatu kelompok melakukan suatu kerjasama dengan pihak
lain dapat dipengaruhi oleh :
1. Orientasi perorangan terhadap kelompoknya sendiri yang meliputi arah,
tujuan, atau kepentingan-kepentingan lain. Untuk mencapainya setiap
anggota kelompok mengharapkan bantuan dari anggota kelompok lainnya.
Misalnya kerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas kelompok.
2. Ancaman dari luar (musuh bersama) yang dapat mengancam ikatan
kesetiaan atau persaudaraan yang secara tradisional dan institusional telah
tertanam di setiap anggota kelompoknya. Misalnya adanya semangat
membela tanah air dari setiap ancaman dan gangguan dari negara lain.
3. Rintangan dari luar, untuk mencapai cita-cita kelompoknya kadangkadang muncul kekecewaan atau rasa tidak puas karena apa yang

diinginkan tidak tercapai. Hal inilah yang menimbulkan sifat agresif dan
membutuhkan kerjasama diantara anggotanya.
4. Mencari keuntungan pribadi. Dalam kerjasama, seseorang kadang
berharap mendapatkan keuntungan yang diinginkan, hal inilah yanng
mendorong untuk bekerjasama. Motivasi ini biasanya tidak baik sehingga
terkadang dapat menimbulkan perpecahan.
5. Menolong orang lain. Kerjasama dilakukan

semata-mata

untuk

meringankan beban penderitaan orang lain tanpa mengharapkan imbalan


apapun. Misalnya kerjasama dalam mengumpulkan dana bagi korban
bencana.
Contoh kerjasama misalnya kerjasama antar profesi kesehatan dalam
pelayanan terhadap pasien seperti kerja sama antara Okupasi Terapis dengan
Terapi Wicara dalam memberikan terapi kepada pasien stroke. Selain itu
kerjasama juga dapat terjadi antara terapis dan pasien itu sendiri, karena dengan
adanya kerjasama yang baik antara terapis dengan baik maka proses terapi akan
lebih mudah.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Dalam perencanaan terapinya, seorang okupasi terapi memerlukan


rancangan terapi yang terencana. Penyusunan rencana terapi yang akan
dirancang mengacu salah satunya pada The Model Of Human Occupational
yang mengenal istilah Performance Capacity (Component/Skill) yang terdiri
dari empat komponen yaitu sensorimotor, kognitif, psikologis, dan
interpersonal.
Komponen sensorimotor terdiri dari diskriminasi taktil, visual persepsi,
koordinasi gerak halus, koordinasi gerak kasar, kekuatan otot, lingkup gerak
sendi, koordinasi bilateral, dan koordinasi mata tangan.
Komponen kognitif terdiri dari manajemen waktu, pentahapan,
diskriminasi sebab akibat, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
kreativitas.
Komponen psikologis terdiri dari mengatasi dua hal yang berbeda,
kontrol diri, mengatasi risiko, kompetensi, dan asertif.
Komponen interpersonal terdiri dari kesadaran akan adanya orang lain,
berbagi pengalaman, kerjasama.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis Edisi III. Penerbit : Erlangga. Surakarta :
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Sajoto.1988.Penguatan dan Pembinaan Kondisi Fisik. Semarang: IKIP Semarang.


Boma, Tudor.1983. Theory and Metodology of Training to key Athletic Performance.
Harsono. 1998. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta:
Depdikbud.
Soeroso, Andreas. 2008. Sosiologi 2 SMA Kelas XII Edisi I. Penerbit: Quadra

Anda mungkin juga menyukai