Anda di halaman 1dari 14

TARI MELINTING DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

APRESIASI DAN KREASI DI SEKOLAH


Dwi Tiya Juwita
Abstrak
Pendidikan merupakan salah satu media untuk melestarikan budaya nusantara.
Penyampaian pembelajaran seni budaya di sekolah dapat dilakukan dengan
kegiatan apresiasi dan kreasi. Pembelajaran seni budaya di Lampung juga
mempelajari tari tradisional,diantaranya adalah tari Melinting. Tari Melinting
merupakan tarian kelompok menggunakan properti kipas. Saat ini tari Melinting
berfungsi untuk hiburan dan penyajian estetis saja. Siswa diajarkan untuk
memahami tari Melinting dari aspek teori dan praktik. Kegiatan apresiasi
dilakukan dengan memahami dan mengamati tari Melinting. Sementara kegiatan
kerasi dilakukan dengan menganalisis bentuk tari Melinting dan menarikannya.
Melalui kegiatan apresiasi dan kreasi siswa memperoleh pengalaman baru,
menanamkan cinta budaya setempat, menanamkan nilai-nilai positif (kesusilaan,
kesopanan, disiplin dan tanggung jawab), ketahanan budaya. dan meningkatkan
potensi kreatif siswa.
Kata kunci : Tari Melinting, Pendidikan Seni, Lampung

1. PENDAHULUAN
Pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak
(Dewantara, 1977: 14). Pendidikan pada hakekatnya berlangsung dalam suatu
proses. Proses itu berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan
keterampilan. Pendidikan seni adalah pemberian pengalaman estetik kepada
siswa. Pengalaman estetik adalah pengalaman menghayati keindahan. Pendidikan
seni diharapkan dapat membuat siswa menginternalisasi (meresapi, mengakarkan)
nilai-nilai estetik yang berfungsi untuk melatih kepekaan rasa, kecerdasan
intelektual, dan menggambarkan imajinasinya (Jazuli 2008: 16). Pendidikan seni
diberikan di sekolah karena keunikan, keberagaman dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan siswa yang terletak pada pemberian pengalaman estetik
dalam bentuk kegiatan apresiasi dan kreasi.

Berkait dengan apresiasi dan kreasi dalam pembelajaran seni budaya menuju
tercapainya pengalaman estetik bahwa apresiasi itu sendiri secara konsep adalah
suatu pengenalan seni melalui perasaan dan kepekaan batin terhadap seni yang
diperkenalkan sampai memahami serta mengakui terhadap nilai-nilai keindahan
yang diungkapkan oleh seniman (Malarsih 2011). Kegiatan apresiasi dilakukan
dengan siswa berperan sebagai penikmat atau pengamat yang menghayati suatu
karya seni atau gejala keindahan untuk kemudian menanggapi dan menilainya.
Kreasi pada haekatnya adalah melahirkan sesuatu , menciptakan sesuatu yang
belum ada. Sensivitas menjadi urutan pertama dari sifat kreatif karena tanpa
pengalaman sensitif suatu karya kreatif tidak akan lahir (Jazuli 2008: 88).
Seni tari sebagai salah satu unsur kebudayaan memiliki peranan penting
sebagai alat pendidikan yang efektif dalam rangka membantu membentuk
kepribadian yang utuh. Nilai-nilai pendidikan pada seni tari secara mudah dapat
ditemukan pada ragam gerak, tema-tema yang digunakan, sikap-sikap gerak yang
ada didalamnya. Semua itu dapat membantu ke arah pembentukan sikap, perilaku
dan pola pikir seorang anak. Hal itu akan membuat anak senantiasa terkontrol
dalam setiap aktivitasnya.
Tari Melinting merupakan tarian tradisional masyarakat adat keratuan
Melinting yang merupakan peninggalan dari Ratu Melinting pada abad ke-16.
Tarian ini awalnya digelar untuk menyambut para tamu agung Raja-Raja atau
Residen pada acara adat atau resmi. Tari Melinting pada saat ini sudah mendapat
sentuhan pola garapan dari sebuah tarian, baik dari gerak, musik, kostum dan
tempat penyajiannya. Dengan demikian tari Melinting sudah menjadi tarian yang
hanya berfungsi sebagai tarian ucapan selamat datang atau dapat pula dikatakan
untuk penyajian estetis. Pada pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama kelas
VII, tarian yang dipelajari adalah tari daerah setempat. Tari Melinting adalah salah
satu tari tradisional kelompok daerah Lampung yang dapat dijadikan materi dalam
pembelajaran. Ragam gerak tari Melinting memiliki makna yang dapat
membentuk kepribadian dan karakteristik siswa. Melalui kegiatan apresiasi dan
kreasi pada pembelajaran seni budaya khususnya tari Melinting maka siswa dapat
meningkatkan kepekaan estetisnya.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan yang


diangkat yaitu bagaimana proses apresiasi dan kreasi dalam pembelajaran tari
Melinting? Sedangkan tujuan yang akan dicapai berdasarkan rumusan masalah di
atas adalah mendeskripsikan proses apresiasi dan kreasi dalam pembelajaran tari
Melinting.
2. PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Seni
Menurut Syafii (2014), pendidikan seni sesungguhnya merupakan upaya
pengembangan potensi peserta didik, pelestarian dan pengembangan seni melalui
aktivitas apresiatif dan kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa substansi yang
dipelajari oleh peserta didik adalah nilai atau aspek penting dalam seni yang
mencakupi pengetahuan konseptual maupun prosedural, keterampilan, dan
apresiasi. Pendidikan seni juga dapat dipahami sebagai suatu upaya, sarana, media
atau alat untuk meraih tujuan. Pendidikan seni sebagai mata pelajaran di sekolah
seringkali berganti nama, namun secara konseptual posisinya tetap sebagai
pendidikan apresiatif dan kreatif. Pendidikan seni seharusnya tidak hanya
berfungsi sebagai sebagai pemenuhan kebutuhan berekspresi, berapresiasi, dan
berkreasi, serta berekreasi siswa, akan tetapi juga berfungsi sebagai pelestari dan
pengembang seni yang ada di masyarakat tempat siswa tersebut belajar.
Menurut Haryono (2014: 210) pendidikan seni di sekolah dikembangkan
melalui tiga kegiatan yaitu apresiasi, ekspresi, dan kreasi. Melalui kegiatan
apresiasi, siswa diperkenalkan pada nilai-nilai keindahan melalui kegiatan
mengamati atau menyaksikan bentuk-bentuk seni.

Biasanya antara konsep

ekspresi dengan konsep kreasi dipahami/ dimengerti rancu. Kerancuan ini bisa
dimengerti sebab dalam dunia seni, berekspresi dalam bentuk mewujudkan sebuah
karya seni bisa dimengerti sebagai berkreasi namun berekpresi dalam bentuk
penjiwaan dan atau pembawaan sebuah karya seni tanpa menghasilkan wujud
karya seni baru tertentu hanya bisa dimengerti sebagai berapresiasi. Sehingga
konsep ekspresi bisa dimengerti sebagai suatu penjiwan atau pembawaan dalam
sebuah tataran apresiasi namun juga bisa dimengerti sebagai sebuah bentuk

berkreasi manakala ekspresi tersebut sampai ketataran mewujudkan sebuah karya


seni (lihat Prier 1996; Rohidi 1993; dan Suryobrongto 1982 dalam Malarsih,
2011: 4).
2.2 Seni Tari
Menurut Anya Peterson Royce (dalam Sasiwi, 2013: 4) dalam bukunya yang
berjudul Antropologi Tari tari adalah gerak yang terpola. Tari sebagai bentuk
seni tidak hanya sebagai ungkapan gerak. Tetapi telah membawa nilai rasa irama
yang mampu memberikan sentuhan rasa estetis. Pendapat lain mengatakan bahwa
tari adalah bentuk gerak yang indah, lahir dari tubuh yang bergerak, berirama dan
berjiwa sesuai dengan maksud dan tujuan tari (Jazuli, 2007: 6). Sehingga tari
dapat dimaknai sebagai seni gerak, maka dari itu seni tari termasuk ke dalam seni
visual yang biasa dinikmati melalui indera pengelihatan. Gerakan-gerakan yang
digunakan dalam tari bukanlah sembarangan gerak, namun gerak yang dimaksud
adalah gerak yang telah distilisasi atau disistorsi sehingga menjadi sebuah bentuk
gerakan tertentu. Unsur-unsur dalam tari terdiri dari beberapa jenis, dan unsurunsur itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diabaikan dan tidak dapat
dipisahkan. Unsur-unsur tersebut adalah gerak, tenaga, irama dan ruang (Soeteja
2009: 2.3.13).
Menurut Hidayat (dalam Sustiawati 2011), bahwa fungsi tari dalam
pendidikan seni dapat diperinci dalam 8 ranah yaitu, seni tari sebagai media
pengenalan fungsi mekanisme tubuh, media pembentukan tubuh, media sosialisasi
diri, media prinsip ilmu pasti-alam, media menumbuhkan keribadian, media
pengenalan karakteristik (perwatakan), media komunikasi, dan pemahaman nilai
budaya.
2.4 Tari Melinting
Tari Melinting merupakan tari tradisional dari daerah Lampung yang tepatnya
berasal dari daerah Melinting Lampung Timur. Tari yang ada di Melinting ada
beberapa macam yaitu tari bejeneng, tari sabai, tari Cetik Cak Embung, tari Cetik
Kipas, tari Sebai, dan tari Semani (Igama 2011: 13).

Tari Melinting semula bernama tari Cetik Kipas. Tari Cetik Kipas adalah tarian
adat yang dipentaskan pada saat acara (begawi). Begawi adalah pesta adat yang
dilakukan oleh masyarakat Lampung untuk pemberian gelar adat.

Tarian ini

merupakan tarian untuk menyambut tamu-tamu agung dan penarinya adalah


keluarga Ratu atau bangsawan Melinting. Sekitar tahun 1935 tari Cetik Kipas
kembali dipentaskan di Teluk Betung pada zaman Residen Lampung G.W. Mein
Derma, kemudian beliau menyebut tari Cetik Kipas dengan nama tari Melinting
karena berasal dari daerah Melinting yang disebut sampai saat ini (Marwansyah
dalam Igama, 2011: 19).
Pada tahun 1965 Presiden Soekarno meminta kepada Pemerintah Daerah
Lampung Tengah (Hasan Basri sebagai Bupati) untuk mementaskan tari Melinting
pada acara 17 Agustus 1965 di Istora Senayan Jakarta. Pada saat itulah atas saran
protokol Istana Kepresidenan untuk menambah keindahan tari maka disepakati
terjadi beberapa perubahan. Pementasan dilakukan dalam ruangan yang lebar
sehingga jumlah penari bertambah menjadi 12 pria dan 12 wanita. Perubahan juga
terjadi pada irama tabuhan yaitu dari tabuh recik ke tabuh kedangdung.
Sedangkan tabuh yang lain tetap sama (arus/gupek dan cetik). Adanya perubahan
gerak penari keluar dan kembali, Adanya penambahan formasi, tetapi gerak dasar
tari masih menggunakan gerak tari Cetik Kipas. Penambahan kostum yaitu pada
penari memikai baju dan penambahan aksesoris.
Seiring dengan perkembangan zaman, tari Melinting dapat ditarikan oleh
masyarakat umum. Tari Melinting yang semula merupakan tari upacara, saat ini
memiliki fungsi sebagai tari hiburan yang dapat ditampilkan pada acara begawi,
gelar budaya atau festival, dan acara resmi untuk menyambut tamu Pemerintahan.
2.5 Busana Tari Melinting
Penari Melinting menggunakan pakaian tradisional Lampung dengan ciri khas
daerah Melinting yang terletak di kepala yaitu Siger Melinting dan Kopiah Emas.
Penari juga menggunakan properti kipas yang berwarna merah dan putih. Pakaian
dan aksesoris tari Melinting antara lain :

Baju putih (wanita) adalah pakaian yang digunakan penari wanita adalah baju
panjang berwarna putih. Baju ini menggunakan kain brukat yang dilapisi kain

polos berwarna putih.


Baju putih (pria) adalah pakaian yang digunakan penari pria adalah baju

panjang berwarna putih. Baju ini menggunakan kain polos berwarna putih.
Celana putih panjang adalah celana panjang ini digunakan penari pria. Celana

ini berwarna putih polos.


Tapis adalah kain yang digunakan oleh penari sebagai sarung. Tapis yang
digunakan penari wanita merupakan tapis yang disulam dengan benang emas.
Kain tapis yang digunakan penari wanita salah satunya adalah tapis pucuk
rebung. Tapis pucuk rebung merupakan ikon dari ujung bambu yang masih

muda.
Tuppal yang digunakan penari pria tidak disulam dengan benang emas. Tapis
ini berwarna merah dan hitam dengan hiasannya berwarna kuning keemasan.
Tapis ini digunakan setelah menggunkan celana panjang berwrna putih. Cara

pemakaiannya sama seperti menggunakan sarung.


Selendang ini digunakan penari wanita di bahu sebelah kanan. Selendang ini
memiliki bahan sejenis dengan tapis yaitu kain yang disulam dengan benang

emas. Motif yang terdapat pada selendang adalah pucuk rebung.


Kikat Pudang merupakan kain berbentuk segiempat yang dilipat menjadi
segitiga. Kain ini diletakkan di pundak pria. Kikat pudang memiliki bahan

yang sejenis dengan tapis.


Bebe adalah kain yang disulam dengan model usus. Hasil sulaman seperti ini
sering disebut sulam usus. Bebe digunakan penari wanita di dada melingkari
leher. Warna bebe yang digunakan untuk menari Melinting adalah merah atau

putih.
Gaharu adalah salah satu aksesoris yang digunakan penari wanita. Gaharu
diletakkan di atas sanggul. Gaharu terbuat dari lempengan logam yang dicat

kuning emas.
Peneken adalah salah satu aksesoris yang digunakan penari wanita di kepala.

Peneken terbuat dari kain beludru berwarna merah dan dihiasi manik-manik.
Siger Melinting adalah salah satu aksesoring yang digunakan penari wanita.
Siger merupakan ikon dari burung elang yang mengepakkan sayapnya. Siger

diletakan di kepala. Siger Melinting memiliki tujuh lekuk yang memiliki

makna tujuh adoq.


Kopiah Emas merupakan aksesoris yang digunakan di kepala pria. Kopiah emas
merupakan ikon dari kopiah umat muslim. Kopiah emas terbuat dari lempengan

logam yang dicat berwarna emas.


Pandan adalah hiasan kepala yang diletakkan meingkari kopiah emas. pandan

terbuat dari kain beludru yang dihiasi lempengan logam berbentuk daun.
Bulu Serttei adalah aksessoris yang diletakkan dikopiah emas penari pria.
Pemakaiannaya dengan ditancapkan mengelilingi kopiah emas. Bulu serttei
terbuat dari lempengan logam yang dibentuk seperti bulu-bulu. Tangkainya

terbuat dari bambu atau kawat.


Gelang Ruwi terbuat dari lempengan logam yang diwarnai kuning keemasan.

Pada pinggir gelang ruwi diletakkan lempengan logam yang dibentuk duri.
Gelang Burung digunakan pada lengan tangan paling atas. Gelang burung
terbuat dari lempengan logam yang dicat warna emas. Gelang burung berbentuk
gelang pipih bagian atas agak lebar dan ditempel lempengan logam berbentuk
burung yang sedang terbang. Gelang burung ini digunakan penari pria dan

wanita.
Gelang Kano terbuat dari lempengan logam yang dibentuk menyerupai ban dan
bagian tengah terbentuk garis lurus sehingga membelah antara kanan dan kiri.
Gelang kano digunakan pada bagian kiri dan kanan di bawah gelang burung.

Gelang burung ini digunakan penari pria dan wanita.


Kalung Papan Jajar terbuat dari lempengan logam yang di cat warna kuning
emas. Kalung papan jajar berbentuk siger kecil berjumlah 3 buah. Papan jajar ini

digunakan penari pria dan wanita.


Ikat Pingang yang berfungsi sebgai pengikat pakaian agar terlihat rapih. Terbuat
dari kain beludru yang dihiasi lempengan logam yang berwarna kuning emas

dan berjumlah 7. Ikat pinggang ini digunakan penari pria dan wanita.
Kipas yang digunakan dalam tari Mellinting adalah sepasang kipas yang terbuat
dari rangkaian bambu dan kain. Kerangka sebuah kipas adalah bambu
berkukuran panjang 30 cm. Warna kipas penari pria adalah merah dan penari
wanita adalah putih.

2.6 Iringan Tari Melinting


Alat musik pengiring tari Melinting yang lazim dipakai adalah kolintang
terdiri dari delapan buah, piang terdiri dari dua buah, petuk terdiri dari satu buah,
canang terdiri dari satu buah, gong terdiri dari dua buah (gong besar dan gong
kecil), dan ketapak/ redep/ gendang terdiri dari satu buah. Dalam rangka
mengiringi tari Melinting menggunakan instrumen kolintang yang terdapat
berbagai lagu (tabuhan), yaitu tabuh arus yaitu tabuh pembukaan, tabuh centik
dialunkan pada saat tarian dimulai, tabuh kedanggung yaitu para penari
melakukan pertukaran formasi.
2.7 Ragam Gerak Tari Melinting

Lapah Alun

Ragam gerak Lapah Alun yaitu penari wanita berjalan lambat memasuki
panggung. Posisi kedua tangan berada di samping pinggang membawa kipas.
Lapah alun dalam kehidupan masyarakat Melinting dikonotasikan dalam
melakukan segala aktifitas sebaiknya tidak tergesa-gesa.

Babar Kipas

Ragam gerak Babar Kipas adalah gerakan penari berjalan dengan kedua tangan
menekuk di depan dada dan membuka di samping badan. Babar kipas
dikonotasikan kegagahan dan kesiapan dalam mencari rejeki.

Nyembah

Nyembah berarti hormat. Nyembah adalah gerakan kedua tangan menekuk di di


depan dada dan posisi badan duduk. Kipas dipegang dan saling berhimpit di
depan dada. Nyembah merupakan simbol dari gerak memberi salam yang
dikonotasikan sikap penghormatan terhadap ratu, tokoh adat, tamu-tamu yang
agung yang hadir.

Ngiyow Bias

Ngiyow Bias memiliki arti mencuci beras. Ngiyow Bias adalah gerakan kedua
tangan di samping bawah. Kedua telapak tangan di putar ke dalam. Kemudian
tangan di ayun ke kiri. Sedangkan gerakan kaki bisa menggunakan injak lado dan

injak tahi manuk. Nginyow bias dikonotasikan wanita yang mempunyai sifat
lembut dan pandai menjaga kepribadian serta mampu mengatur rumah tangga.

Kenui Melayang

Kenui Melayang berarti burung terbang. Gerak Kenui Melayang adalah gerak tangan
kanan serong ke depan, tangan kiri serong ke belakang dan sebaliknya. Sedangkan
gerakan kaki bisa menggunakan injak lado dan injak tahi manuk. Gerak kenui
melayangi dikonotasikan kebebasan dan kemerdekaan dalam berkreasi.

Injak Tahi Manuk

Injak Tahi Manuk adalah gerak yang dilakukan kaki. Kaki kanan jinjit di samping
kaki kiri, ketika kaki kanan melangkah maka diikuti kaki kiri. Begitu sebaliknya,
kaki kiri jinjit di samping kaki kanan, lalu kaki kiri melangkah dan diikuti kaki
kanan.

Injak Lado

Injak Lado memiliki arti menginjak lada. Kaki kanan terlebih daluhu digerakkan
yaitu jempol dihentakkan dan dilanjutkan dengan tumit bergeser ke depan. Jempol
dihentakkan kembali dan tumit kembali ke belakang. Kemudian dilanjutkan
dengan kaki kiri.

Mampang Randu

Mampang Randu memiliki arti membawa batang randu. Mampang randu adalah
gerakan tangan kiri sejajar bahu dan tangan kanan menekuk di depan dada. Kaki
kanan dihentakkan. Kipas digoyangkan ke kiri ke kanan. Gerak mampang randu
dikonotasikan keperkasaan laki-laki Melinting dalam bekerja mencari nafkah.
Gerak membuka tangan dikonotasikan jiwa besar dalam menjaga marabat
keluarga.

Cak Ambung

Cak Ambung memiliki arti ke atas. Cak Ambung adalah gerakan kaki kanan
melangkah terlebih dahulu dikuti kaki kiri dengan melompat. Kedua tangan serong
ke atas.

Gerak meloncat pada Cak Ambung dikonotasikan kepiawaian dan

kelincahan pria.

Surung Sekapan

Surung Sekapan memiliki arti tarik jendela. Surung Sekapan adalah gerakan
berjalan dengan tangan kanan dan kiri bergantian di dorong ke depan dada. Surung
sekapan merupakan simbol dari mendorong membuka jendela. Pada masyarakat
Melinting dikonotasikan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dimulai dari
rumah.
2.8 Proses Pembelajaran Tari Melinting

Pembelajaran apresiasi
Tahap pengenalan awal (deskripsi) dalam konteks apresiasi seni tari adalah

penggambaran tentang pesan tarinya/ isi tarinya yang pesan itu selalu
berhubungan dengan aspek jaman dan atau kehidupan tertentu (Malarsih 2014:
307). Guru merumuskan tujuan yang akan dicapai oleh siswa dalam pembelajaran
tari Melinting. Guru menjelaskan sejarah, fungsi, kostum dan ragam gerak tari
Melinting. Guru menampilkan video tari Melinting dan menganalisis struktur
bentuk tari yang terdiri dari delapan ragam gerak. Kemudian guru mengamati
respon para siswa ketika menyaksikan tayangan tersebut. Jika siswa merespon
dengan menirukan gerakannya, berinteraksi setelah mendengar iringannya dan
memberi kritik, maka siswa dapat dikatakan melalukan apresiasi aktif. Tetapi jika
siswa hanya diam saja memperhatikan dan tanpa ada respon apa pun, berarti siswa
tersebut melakukan apresiasi pasif, tetapi jika siswa tidak memperhatikan
tayangan dan hanya mengganggu teman lainnya yang menyaksikan tayangan,
siswa tersebut belum melakukan apresiasi.
Pijakan guru dalam memberikan nilai kepada siswanya adalah melalui
pengamatan proses pembelajaran berapresiasi dan bukan dari hasil pembelajaran
berpresiasi. Dengan demikian jika siswa sudah melakukan apresiasi walau hanya
apresiasi pasif, maka siswa tersebut sebenarnya sudah melakukan apresiasi. Jadi
yang penting dalam pembelajaran apresiasi adalah siswa sudah dapat menghargai
kaya seni tersebut.

Pembelajaran kreasi
Pertama-tama kita dapat menganalisis teksnya atau bisa kita sebut dengan

analisis tekstual. Analisis tekstual, kita bisa menganalisis struktur bentuk tarinya.

Dalam menganalisis bentuk tari itu nanti kita akan bicara tentang ragam gerak tari
(Malarsih

2014:

308).

Guru

melanjutkan

pembelajaran

dengan

mendemonstrasikan ragam gerak terlebih dahulu dan diikuti oleh siswa. Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Kemudian siswa berlatih tari
Melinting bersama kelompoknya. Latihan dilanjutkan dengan menggunakan
iringan musik. Siswa menata gerak tari yang telah diberikan sesuai dengan iringan
musik. Guru memberikan penilaian untuk proses dan hasil pembelajaran tari
Melinting. Pada kegiatan ini siswa dapat mengekspresikan diri sesuai dengan
karakter pada tarian tersebut. Laki-laki yang mencerminkan keperkasaan dan
perempuan yang memiliki perilaku lembut.
2.9 Kontribusi tari Melinting
Pengalaman estetik muncul dari kegiatan apresiasi dan kreasi. Pengalaman
estetik merupakan pengalaman tentang keindahan: bagaimana menghayati nilainilai keindahan atau bagaimana keindahan itu dimaknai melalui pengindraan
(Jazuli 2008: 70). Tari Melinting sebagai salah satu materi dalam pembelajaran
seni tari diarahkan untuk memberikan siswa pengalaman estetis. Melalui kegiatan
apresiasi siswa berperan sebagai penikmat atau pengamat yang mencerap /
menghayati suatu karya seni atau gejala keindahan (alam) untuk kemudian
menanggapi dan menilainya (Jazuli: 2008, 80). Kegiatan kreasi dilakukan dengan
memberikan pengalaman kepada siswa untuk memproduksi karya baru atau yang
sudah ada. Kegiatan apresiasi dan kreasi pada pembelajaran tari Melinting ini
ditujukan untuk memperoleh pengalaman baru, menanamkan cinta budaya
setempat, menanamkan nilai-nilai pendidikan (kesopanan, disiplin dan tanggung
jawab), meningkatkan ketahanan budaya dan potensi kreatif siswa.
Pertama, untuk memperoleh pengalaman baru. Pada kegiatan pembelajaran
teori, siswa diarahkan untuk memahami sejarah, fungsi, kostum dan ragam gerak
tari Melinting. Hal ini merupakan materi baru yang dipelajari siswa. Ragam gerak
tari Melinting memiliki keunikan dan kekhasan, gerakkannya berbeda dengan
tarian yang ada di Lampung lainnya. Sehingga mempelajari teori dan praktik
menjadikan pengalaman yang baru bagi siswa.

Kedua, menanamkan cinta budaya setempat. Rasa cinta terhadap budaya


setempat dapat diciptakan dari pengenalan terhadap karya seni daerah setempat
yaitu tari Melinting. Melalui pembelajaran tari Melinting tentang sejarah, fungsi,
kostum dan ragam gerak maka siswa dapat mengembangkan kepekaan terhadap
perasan estetiknya. Hal ini berarti siswa memahami keindahan yang terkandung
sehingga diharapkan siswa lebih mencintai budaya setempat.
Ketiga, meningkatkan ketahanan budaya. Sebagian besar siswa tidak
memahami tentang karya seni yang ada di daerahnya. Khususnya seni tradisional
yang dianggap kuno, mereka cenderung memahami kebudayaan barat. Melalui
perkenalan budaya setempat sejak dini, maka mereka akan mampu memahami
dan menghargai budaya di daerahnya. Sehingga dapat meningkatkan kecintaan
dan melestarikan budaya setempat yang

implikaasinya terhadap peningkatan

ketahanan budaya.
Keempat, menanamkan nilai-nilai positif yaitu kesopanan, disiplin dan
tanggung jawab. Tari Melinting mencerminkan karakteristik masyarakat
Melinting yaitu saling menghargai. Ragam gerak laki-laki memiliki makna
tanggung jawab, keperkasaan dan kepiawaian dalam melakukan pekerjaan.
Sedangkan pada ragam gerak perempuan memiliki makna kelembutan dan pandai
dalam mengurus rumah tangga. Proses penataan gerak tari Melinting menjadikan
siswa disiplin karena dalam penataan gerak tari harus tepat sesuai iringan musik,
waktu dan membutuhkan kerja sama antar individu.
Kelima, meningkatkan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai dengan berfikir
kritis, percaya diri, berani mengambil resiko dan tampil beda. Ketika siswa
melakukan penataan gerak tari Melinting maka siswa dituntut memiliki ide-ide
kreatif yang menjadikan susnan gerak menjadi berbeda dan indah. Siswa juga
harus tampil percaya diri dalam menata dan menampilkan tari Melinting.
3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran apresisi siswa dilakukan dengan mengamati, memahami dan

menjelaskan tari Melinting. Sedangkan pada pembelajaran kreasi dilakukan


dengan menata ragam gerak tari Melinting secara kelompok. Melalui
pembelajaran apresiasi dan kreasi dengan materi tari Melinting, siswa diharapkan
mendapatkan pengalaman estetik. Pengalaman estetik yang dimaksud adalah
dapat memahami dan memaknai nilai-nilai keindahan tari Melinting. Melalui
kegiatan apresiasi dan kreasi siswa memperoleh pengalaman baru, menanamkan
cinta budaya setempat, menanamkan nilai-nilai positif (kesusilaan, kesopanan,
disiplin dan tanggung jawab), ketahanan budaya. dan meningkatkan potensi
kreatif siswa.
Berdasarkan simpulan yang telah disampaikan, maka saran yang dapat
disampaikan adalah pada pembelajaran apresiasi sebaiknya guru memahami lebih
banyak materi yang akan disampaikan sehingga siswa lebih mudah memahami
materi yang disampaikan. Sedangkan pada pembelajaran kreasi, guru harus sering
mengontrol kegiatan siswa dalam mengkreasikan gerak agar siswa dapat
mengkreasikannya dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, Ki Hadjar. 1977. Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa.
Haryono, Slamet. 2014. Pendidikan Seni: Membentuk Siswa Kreatif Melalui
Pembelajaran seni Di Sekolah dalam makalah Seminar Nasional
Pendidikan Seni. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Semarang.

Igama IV, Sultan Ratu Idil M.T. 2011. Mengenal Dari Dekat Tari Daerah
Lampung. Lampung: Bukit Ilmu.
Jazuli, Muhammad. 2008. Pendidikan Seni Budaya Suplemen Pembelajaran Seni
Tari, Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
.2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: Unesa
University Press.
Juwita, Dwi Tiya. 2014. Kemampuan Menari Meliniting Dengan Menggunakan
Metode SAS Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Pekalongan Lampung
Timur dalam Skripsi. Universitas Negeri Lampung.
Malarsih & Wadiyo. 2009. Pendidikan Estetika Melalui Seni Budaya Di Fakultas
Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang dalam Jurnal Harmonia.
9(1) UNNES.
, dkk. 2011. Model Pengembangan Metode Pembelajaran Seni Tari Dalam
Konteks Pendidikan Apresiasi Dan Kreasi Untuk Siswa Sekolah Menengah
Pertama dalam Artikel Penelitian.UNNES.

. 2014. Pendidikan Seni Tari Sebagai Alat Pendidikan Karakter dalam


makalah Seminar Nasional Pendidikan Seni. Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.
Sasiwi, Era Aryani. 2013. Pembelajaran Tari Bedayo Tulang Bawang Dengan
Menggunakan Metode Demonstrasi Di SMP Negeri 16 Bandarlampung
dalam Skripsi. Universitas Negeri Lampung.
Soedarsono. 1977. Tari-Tarian Indonesia 1. Jakarta: Proyek Pengembangan
Media Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Soeteja, Zakarias dkk. 2009. Pendidikan Seni 4 SKS. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sustiawati , Ni Luh. 2011. Kontribusi Seni Tari Nusantara Dalam Membangun
Pendidikan Multikultur dalam Jurnal Mudra. Volume 26 Nomer 2. ISI
Denpasar.
Syafii.

2014. Pendidikan Seni : Hakikat, Fungsi dan Pendekatan


Pembelajarannya dalam Makalah Seminar Nasional Pendidikan Seni.
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

http://palupi.staff.fkip.uns.ac.id diakses 31/5/2015.

Anda mungkin juga menyukai