TK Biopros Fix
TK Biopros Fix
masih mengandung zat warna atau pigmen akan mencemari lingkungan perairan.
Kebanyakan zat warna organik stabil secara kimia baik terhadap cahaya, panas,
dan zat oksidator serta sulit untuk disingkirkan dari air limbah secara biologis
karena tahan terhadap penguraian aerobik. Berbagai metode dapat digunakan
untuk mengurangi atau mengambil zat warna sebagai bahan pencemar lingkungan
perairan
seperti
filtrasi
membran,
adsorpsi,
koagulasi/flokulasi,
mewarnai kertas, pewarna rambut, zat warna kain katun, wol, dan lain-lain.
Walaupun biru metilena bukan termasuk zat warna berbahaya tetapi setelah
terhirup akan menimbulkan gejala sesak napas, muntah-muntah, diare, dan mual.
Selama ini biru metilena telah digunakan sebagai model untuk mempelajari proses
adsorpsi bahan pencemar organik dari larutan berair, dan telah diketahui kinetika
adsorpsinya pada kitin dan kitosan yang mengikuti reaksi orde dua. Secara
termodinamika, proses adsorpsi akan mencapai kesetimbangan yang pada
N
(CH ) N
3 2
N(CH )
3 2
Cl
tentang keadaan kesetimbangan yang telah terjadi sehingga tidak ada perubahan
dalam konsentrasi adsorbat pada permukaan adsorbent dan yang ada pada larutan
ruah
(bulk).
Isoterm
adsorpsi
diperoleh
dengan
memetakan
distribusi
kesetimbangan adsorbat dalam fase padat dan cair pada temperatur tetap. Ada dua
isoterm adsorpsi yang biasa digunakan untuk kasus adsorpsi spesies tunggal dalam
fase padat dan cair yaitu isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich. Zat warna
dapat digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu adsorbent, salah
satunya adalah BM. Serbuk kulit udang tanpa mineral kemudian dituangkan ke
dalam glas beaker yang berisikan larutan NaOCl 4% dengan rasio 1:10 (gr/mL)
antara serbuk kulit udang dengan NaOCl. Campuran diaduk selama 1 jam tanpa
dipanaskan setelah itu disaring dan dibilas dengan akuades. Padatan dikeringkan
di dalam oven pada suhu 70oC selama 6 jam setelah itu ditimbang hingga berat
konstan (Wiyarsi dan Priyambodo, 2007). Padatan kering yang diperoleh adalah
serbuk kitin halus berwarna putih. Serbuk kitin hasil isolasi dari limbah kulit
udang
selanjutnya
dikarakterisasi
dengan
pereaksi
Van
Wesslink
dan
spektrofotometer IR.
2. Adsorben metil orange
Zat warna indikator Metil Oranye merupakan zat warna anionik atau
sering disebut dengan zat warna asam, yang sangat berguna sebagai larutan
indikator asam bagi kepentingan analitik di berbagai laboratorium kimia.
Laboratorium yang bersangkutan terus menerus akan membuang zat-zat tersebut
ke lingkungan. Zat warna Metil Oranye secara perlahan akan mencemari
lingkungan sekitar laboratorium. Sebagai masyarakat ilmiah yang setiap saat ada
di lingkungan laboratorium kimia dan menggunakan zat warna indikator Metil
Oranye, harus melakukan upaya mengurangi cemaran zat tersebut sebelum
dibuang ke lingkungan perairan.
Berdasarkan kenyataan bahwa zat warna indikator Metil Oranye secara
perlahan akan mencemari lingkungan laboratorium kimia dan penelitian terdahulu
maka diajukan suatu adsorben altenatif yang digunakan yaitu kitosan. Kitosan
adalah kitin yang telah mengalami deasetilasi dengan menggunakan NaOH
konsentrasi tinggi (Muzzarelli, 1977). Kitin tersebar luas di alam dan merupakan
senyawa organik kedua yang melimpah di bumi setelah selulosa. Kitosan
mempunyai gugus aktif NH2 yang akan berinteraksi secara elektrostatik dengan
zat warna indikator Metil Oranye pada pH yang rendah
Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin, yaitu kitin yang telah
mengalami penghilangan gugus asetil. Kitin untuk pertama kalinya dipelajari oleh
Braconnot pada tahun 1811 dalam penelitianya tentang jamur.
Penelitian
dilanjutkan pada tahun 1923 oleh Odier yang mempelajari polisakarida dari
jamur, dan menamainya dengan kitin. Kitin berasal dari bahasa Latin yang artinya
penutup atau sampul. Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 dengan
cara mendidihkan kitin dalam larutan KOH yang sangat pekat dan larut dalam
asam organik. Kitosan ini memberikan warna violet bila direaksikan dengan
iodine dan asam, sedangkan kitin menghasilkan warna coklat.
Kitin merupakan suatu polisakarida alami yang mengandung N-asetil-Dglukosamin sebagai unit pengulangnya dengan ikatan - (1-4). Kitin membentuk
kristal berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak dapat larut dalam
pelarut organik umumnya serta dalam asam atau basa encer. Kitin memiliki sifat
khas seperti bioktivitas, biodegrabilitas dan sifat tidak liat, sehingga merupakan
jenis polimer yang banyak dimanfaatkan pada berbagai bidang.
Kitosan adalah polimer dari 2-amino-2 Deoksi-D-glukosa. Untuk
membedakan polimer kitin dan kitosan berdasarkan kandungan nitrogennya.
Polimer kitin mempunyai kandungan nitrogen kurang dari 7% dan kitosan bila
mempunyai kandungan nitrogen lebih dari 7%. Di alam kelompok kitin dan
kitosan merupakan senyawa yang tidak dibatasi dengan stoikiometri secara pasti.
Kitosan merupakan senyawa yang mempunyai daya koagulan dan sering
dimanfaatkan sebagai koagulan limbah industri; terutama pengolahan air minum
karena sifatnya yang tidak beracun dan mudah terbiodegradasi. Berat molekul
kitosan 1,2 x 105, tergantung pada degradasi yang terjadi selama proses
deasetilasi. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino (NH2) dan hidroksil (-OH) yang terikat. Adanya gugus-gugus tersebut
menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas yang tinggi dan memberikan sifat
polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti. Adsorben
kitosan mempunyai kemampuan mengikat lebih kuat daripada kitin karena
gugusgugus aktifnya.
H+
In-
Hal ini yang menyebabkan mengapa zat warna indikator Metil Oranye dapat
diserap oleh adsorben kitosan. Ikatan yang terjadi adalah ikatan elektrostatik
(ionik) antara kitosan yang bermuatan positif dan zat warna yang bermuatan
negatif. Stuktur Metil Oranye disajikan dalam gambar 2.
Menurut Oscik
RNH3+
RNH3+ + AMO-
RNH3+ AMO-
monoceros). Arifin et. al. (2010) melaporkan bahwa limbah udang Delta
Mahakam mempunyai rendemen kitin dan kitosan berturut-turut adalah sebesar
23.30% dan 18.43%.
Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa kitosan tersebut
memenuhi standar kualitas kitosan niaga. Kitosan tersebut digunakan untuk
menjerap zat warna DB 38 yang sering digunakan dalam proses pewarnaan
benang sarung samarinda. Ambas (2010), telah melakukan penelitian dekolorisasi
DB 38 menggunakan karbon aktif dari cangkang biji ketapang. Kondisi optimum
diperoleh dengan persen penurunan warna sebesar 74.54%. Berdasarkan
keberhasilan penelitian di atas, dilakukan dekolorisasi DB 38 menggunakan
kitosan dari limbah udang Delta Mahakam.
4. Adsorpsi Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintesis yang sering digunakan dalam
industri batik. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna
kehijauan, berwarna merah keunguan pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah
terang pada konsentrasi rendah. Zat warna sintetis dalam limbah industri sangat
beracun bagi kehidupan di air. Oleh karena itu penghilangan zat warna dari
limbah menjadi penting. Berbagai metode telah dilakukan untuk menghilangkan
zat warna antara lain: oksidasi kimia dengan ozon, UV ditambah H 2O2,
bioremediasi anaerobik, adsorpsi, dan lain-lain. Di antara metode-metode
tersebut, proses adsorpsi adalah salah satu metode yang efektif untuk
menghilangkan zat warna dari limbah cair. Menurut Chatterjee et al adsorben
berbasis kitosan memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi terhadap banyak zat
warna. Beads kitosan mempunyai kapasitas yang tinggi untuk mengadsorpsi zat
warna Black DN dan Black B Penurunan konsentrasi Direct Black 38 dengan
kitosan mencapai 63,10% dengan kapasitas adsorpsi sebesar 4,21 mg/g.
Kitosan dalam penelitian ini disintesis dari kitin kulit udang jerbung.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh serbuk kitosan sebanyak
18,11% dari serbuk kulit udang yang digunakan, sedangkan beads kitosan yang
diperoleh sebesar 98,77% dari serbuk kitosan yang digunakan. Pembuatan beads
kitosan diawali dengan melarutkan serbuk kitosan ke dalam asam asetat. Larutan
kitosan yang diperoleh kemudian diteteskan ke dalam batch pengendapan yang
beads kitosan.
DAFTAR PUSTAKA
Probondari. 1999. Studi Pengambilan Zat Warna Asam Solophenyl Turquise
Blue Secara Koagulasi dan Flokulasi. Skripsi. FMIPA, UGM,
Yogyakarta.
Kurniyasih M, dkk. 2014. Adsorpsi Rhodamin B dengan Adsorben Kitosan
Serbuk dan Beads Kitosan. Jurnal. Volume 2 no.2. FMIPA. Universitas
Jendral Sudirman.Purwokerto.
Arifin Z. dkk. 2013. Adsorpsi Zat Warna Direct Black 38 Menggunakan Kitosan
Berbasis Limbah Udang Delta Mahakam. Jurnal. Teknik kimia. Poltek
Samarinda
Killay A. 2012. Kitosan dari Limbah Kulit Kepiting Rajungan (Portunus
sanginolentus L.) sebagai Adsorben Zat Warna Biru Metilena. Jurnal.
FMIPA. Universitas Ambon.
Sumarni W, F. Widhi Mahatmanti. 2012. Penyerapan Zat Warna Indikator Metil
Oranye (Mo) Dalam Larutan Air Oleh Adsorben Kitosan. Jurnal.
FMIPA. Universitas Negeri Semarang.
Tammi T, dkk. 2012. Variasi Konsentrasi Dan Ph Terhadap Kemampuan Kitosan
Dalam Mengadsorpsi Metilen Biru . Jurnal. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran