Anda di halaman 1dari 4

Catatan

1. kitin tidak larut dalam air. Kitin adalah polisakarida yang tersusun dari unit-unit
N-asetilglukosamin. Unit-unit ini terikat satu sama lain melalui ikatan glikosida.
Ikatan glikosida ini sangat kuat dan sulit untuk diputus oleh air.
2. Kitin juga memiliki gugus asetil yang terikat pada setiap unit N-asetilglukosamin.
Gugus asetil ini juga berperan dalam mencegah kelarutan kitin dalam air. Kitin
dapat larut dalam asam pekat, seperti asam sulfat dan asam asetat. Asam pekat
dapat memecah ikatan glikosida dan gugus asetil pada kitin. Kitin juga dapat larut
dalam basa pekat, seperti natrium hidroksida dan kalium hidroksida. Basa pekat
dapat menghidrolisis kitin menjadi glukosa. Pada pH netral, kitin tidak larut dalam
air. Oleh karena itu, kitin sulit untuk dicerna oleh hewan ternak.
3. Struktur molekul kitin dapat digambarkan sebagai rantai lurus yang panjang dan
bercabang. Rantai lurus ini terdiri dari monomer N-asetilglukosamin yang
tersusun secara berselang-seling. Monomer N-asetilglukosamin terdiri dari sebuah
unit glukosa yang tersubstitusi dengan gugus asetamida pada atom karbon kedua.
4. monomer N-asetilglukosamin digambarkan sebagai lingkaran berwarna biru.
Gugus hidroksil pada atom karbon keempat dari monomer N-asetilglukosamin
digambarkan sebagai garis putus-putus berwarna biru. Gugus asetamida pada
atom karbon kedua dari monomer N-asetilglukosamin digambarkan sebagai garis
putus-putus berwarna merah.
5. dang dikenal dengan istilah demineralisasi. Mineral yang dihilangkan adalah
CaCO3 (kalsium karbonat) dalam jumlah besar dan Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat)
dalam jumlah kecil. Mineral ini dipisahkan dari kulit udang dengan cara
merendam kulit udang dalam larutan asam asetat. Akibatnya adalah dilepaskan
gas CO2 dan terbentuk ion Ca+2, ion H2PO4 - yang terlarut dalam larutan berair
6. Dalam proses demineralisasi terbentuk gelembung gas CO2 yang menandakan
adanya reaksi antara asam asetat dengan garam mineral
7. Kitosan (C6H11NO4)n berbentuk padatan amorf berwarna putih kekuningan,
bersifat polielektrolit. Umumnya larut dalam asam organik, pH sekitar 4–6,5,
tidak larut pada pH yang lebih rendah atau lebih tinggi. dipengaruhi oleh bobot
molekul dan derajat deasetilasi (Mima, dkk.,1983).
8. industri makanan. Namun aplikasi kitosan sangat parah keterbatasannya karena
tidak larut dalam pH netral atau basa disebabkan struktur kristal yang timbul
sangat stabil dengan ikatan hidrogen yang kuat. Kelarutan hanya diamati pada
larutan berair asam di bawah pH 6,5 (di bawah pKa kitosan). Kelarutan kitosan
dapat ditingkatkan dengan depolimerisasi dan modifikasi kimianya.
9. Warna kitosan yang dihasilkan memenuhi persyarata karakterisasi kitosan
menurut SNI No. 7949 (2013), yaitu berwarna coklat muda. Hal ini karena pada
proses pembuatan kitosan dilakukan proses depigmentasi untuk menghilangkan
warna (pigmen) astaxanthin yang berwarna red-orange.
10. Kadar abu khitin sangat dipengaruhi oleh kondisi proses demineralisasi karena
komponen terbesar dari cangkang rajungan adalah CaCO3 yaitu sekitar 50%
(Kobelke, 1989). Pomeranz and Maloan (1994) menyatakan bahwa abu adalah
residu anorganik dari pembakaran komponen organik sedangkan mineral
merupakan komponen penyusun abu yang terdapat dalam proporsi yang berbeda-
beda tergantung jenis bahan organiknya.
11. Secara umum, kelarutan protein pada suhu tinggi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Suhu tinggi → Molekul air bergerak lebih cepat → Ikatan hidrogen lebih mudah
terbentuk → Protein lebih mudah larut
12. Struktur molekul kitin adalah rantai lurus yang panjang. Dalam pembuatan kitin
dan kitosan paling banyak dilakukan menggunakan limbah cangkang udang yang
mengandung tiga komponen utama yaitu protein (25%-44%), kalsium karbonat
(45%-50%) dan kitin (20%- 30%). Oleh karena itu, untuk mendapatkan kitin dari
limbah cangkang udang melibatkan proses pemisahan seperti pemisahan protein
(deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi), sedangkan untuk
mendapatkan kitosan membutuhkan proses deasetilasi
13. Karakteristik kitosan yang penting adalah derajat deasetilasi (DD). Nilai DD dapat
ditentukan dengan FTIR (FourierTransform Infrared). FTIR adalah suatu metoda
karakterisasi gugus fungsi atau senyawa berdasarkan pada serapan radiasi
inframerah oleh atom yang mengalami vibrasi. Analisa ini berdasarkan pada fakta
bahwa molekul memiliki frekuensi vibrasi yang spesifik. Frekuensi ini terjadi
dalam spektrum elektromagnetik daerah inframerah pada bilangan gelombang
4000 – 400 cm-1 .
14. Derajat deasetilasi kitin ditentukan dengan metoda base-line. Metoda ini
berdasarkan perbandingan nilai absorbansi pita serapan dari spektrum inframerah
pada bilangan gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1 . Absorbansi (A) dinyatakan
sebagai persamaan (1), sedangkan nilai DD dinyatakan sebagai persamaan (2).
15. Saran; Perlu dilakukan pengujian nilai Derajat Deasetilen (DD) yang merupakan
parameter keberhasilan sintesis kitin menjadi kitosan dan yang menentukan
karakteristik kitosan yang paling penting
16. Deproteinasi secara kimiawi dengan larutan basa dengan konsentrasi dan suhu
yang cukup tinggi, dapat menyebabkan hilangnya gugus asetil atau terjadi proses
deasetilasi pada kitin. Penggunaan larutan basa dengan konsentrasi rendah lebih
ptimal dalam proses pemisahan protein dan kitin.
17. Uji kelarutan kitosan dilakukan menggunakan air pH netral karena kitosan
memiliki sifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan asam dan basa. Dalam pH
netral, kitosan akan berada dalam bentuk zwitterion, yaitu bentuk yang memiliki
muatan positif dan negatif. Bentuk zwitterion ini memiliki kelarutan yang paling
tinggi. Jika uji kelarutan kitosan dilakukan menggunakan asam dengan pH rendah,
maka kitosan akan terhidrolisis dan menghasilkan asam amino. Asam amino ini
akan larut dalam asam, sehingga akan sulit untuk menentukan kelarutan kitosan
secara kuantitatif.
18. Keunggulan Bioplastik Berbasis Kitin:
 Biodegradabilitas: Terurai secara alami oleh mikroorganisme dalam waktu
singkat.
 Biokompatibilitas: Aman untuk digunakan dalam aplikasi biomedis dan
farmasi.
 Sifat fungsional yang menarik: Memiliki sifat mekanik yang baik, tahan
air, dan antimikroba.
19.

Rendemen;

1. P5;47,5%.
2. P1;41,25%,
3. P2;37,5%,
4. P3;36,25%,
5. P4;35%,
For presentasi:

Latar belakang

 Slide 1 : Udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang paling penting di
Indonesia maupun di dunia. Udang memiliki nilai jual yang tinggi dan memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian bangsa terutama sebagai sumber
devisa, pendapatan nelayan/pembudidaya,

Anda mungkin juga menyukai