Anda di halaman 1dari 14

VITAMIN C

Disusun oleh:
Febrina Sari

04112681620031
Dian Anggraeni 04112681620029

PROGRAM STUDI BIOMEDIK


BKU FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
Disusun oleh:
Febrina Sari 04112681620031
Dian Anggraeni 04112681620029
Farmakologi Angkatan 2016

VITAMIN C
PENGERTIAN:
Vitamin C adalah asam organik yang terasa asam, berbentuk kristal putih,
akan lebih tahan terhadap panas lama, stabil dalam bentuk kering tetapi mudah
teroksidasi dalam keadaan larutan dan basa.Vitamin C adalah nutrien dan vitamin
yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan.
Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam
askorbat. Vitamin C termasuk golongan antioksidan karena sangat mudah
teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam, oleh karena itu penggunaaan vitamin
C sebagai antioksidan semakin sering dijumpai. Oksidasi akan terhambat bila vit
C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah. Kelenjar adrenalin
mengandung vit C yang sangat tinggi. Kelebihan vit C diekskresikan melalui air
kemih.
Asam askorbat oksidase atau disingkat askobase merupakan enzim yang
hanya mengkatalisis reaksi oksidasi asam askorbat saja, baik asam askorbat alami
ataupun sintesis, tetapi tidak mengkatalisis senyawa yang lain misalnya sistein,
glutation,tirosin dan phenol. Enzim heksosidase tersebut mempunyai aktifitas
optimal pada pH 5,6 5,9. Asam askorbat oksidase dapat mengakibatkan
defisiensi vitamin C akibat intake zat gizi yang kurang dari makanan.

Sifat-Sifat Vitamin C
1. Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air.
2. Mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila
terkena panas.
3. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi.
4. Tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam.
5. Vitamin yang paling labil.
6. Berat molekul 150.000.
7. Ko-enzim mengandung 6 atom tembaga untuk setiap molekul protein.
8. Berperan dalam batas yang luas dari pH 4-7, tetapi pengaruh maksimal
adalah antara pH 5,6 6,0 dan jika pH diturunkan 2,0 maka enzim
menjadi inaktif.
A. Biosintesis Vitamin C
Biosintesis asam askorbat pada hewan termasuk dalam jalur metabolisme
asam glukuronik. Kebanyakan hewan dapat mengubah D-glukosa menjadi asam
L-askorbat. Manusia dan primata lainnya, marmut, kelelawar, beberapa ikan dan
burung, dan serangga tidak mampu menghasilkan asam askorbat secara endogen.
D-glukosa diubah menjadi asam L-askorbat melalui asam D-glukuronat, asam L-
gulonik, L-gulonolakton dan 2-keto-L-gulonolakton sebagai zat antara. Studi
dengan teknik pelabelan radioaktif, menunjukkan bahwa, dalam jalur sintetis,
inversi C-1 dan C-6 terjadi antara asam D-glucuronic dan asam L-gulonic,
sementara rantai D-glukosa tetap utuh.
Hewan yang tidak dapat mensintesis asam askorbat secara endogen
disebabkan karena tidak memiliki enzim pengoksidasi L-gulono- -lactone
oxidase. Enzim ini diperlukan pada tahap terakhir dari konversi L-gulono--
lactone menjadi 2-oxo-L-gulono--lactone, yang merupakan tautomer asam L-
askorbat dan berubah secara spontan menjadi vitamin C.
Gambar 1: Alur Biosintesis dan Biodegradasi Asam Askorbat

B. Absorpsi
Vitamin C merupakan molekul yang bersifat hidrofilik dan memiliki muatan
yang negatif pada pH fisiologi. Absorpsi vitamin C dilakukan oleh transpoter
yang spesifik. Mekanisme ini melalui transport aktif dan difusi. Melalui transport
aktif yakni sodium-dependent active transport-sodium-ascorbate co-transporters
(SVCTs), sedangkan secara difusi dilakukan oleh transpoter hexose (GLUTs).
SVCTs merupakan sistem utama untuk transpor vitamin C. Sodium-dependent
vitamin C transpoter tipe 1 (SVCT1) merupakan produk dari gene SLC23A1
yang ada di manusia dan bertugas untuk absorpsi dan re-absorpsi vitamin C yang
ada di intestinal dan tubular sel renal. SVCT1 berada di batas apikal membran
eritrosit dan sel tubular. Sodium-dependent vitamin C transpoter tipe 2 (SVCT2)
merupakan produk dari gene SLC23A2 yang berada di hampir seluruh sel dalam
jaringan. Transpoter jenis ini merupakan transpoter penting untuk otak dan
kelenjar adrenal. Trasport aktif ini membutuhkan K+Na+ATPase.
Asupan vitamin C secara reguler, maka tingkat absorpsi bervariasi antara 70
dan 95%. Namun, tingkat penyerapan menurun seiring bertambahnya asupan.
Pada asupan tinggi (1,25 g), penyerapan vitamin C (asam askorbat) rendah sekitar
33%, sedangkan pada asupan rendah (<200 mg) tingkat penyerapannya bisa
mencapai 98%. Konsentrasi vitamin C berbeda-beda disetiap jaringan, di kelenjar
adrenal konsentrasi vitamin C berkisar 4-10 mM, di otak berkisar 2-10 mM, di
hati berkisar 0,8-1 mM, di otot sebesar 0,4 mM, CSF berkisar 200-400 M,
plasma berkisar 40-60 M, dan RBC berkisar 40-60 M. Degradasi vitamin C di
inisiasi oleh proses hidrolisis dengan mengubah dehydroascorbat menjadi 2, 3-
dikero-l-glukonate yang secara spontan akan didegradasi menjadi oxalat, CO2
dan l-erythrulose.

C. Proses Metabolisme Vitamin C dalam Tubuh


Vitamin C dimetabolisme di hati dan beberapa di ginjal. Prinsip alur dari
metabolisme vitamin C yakni hilangnya 2 elektron. Radikal bebas intermediat
secara reversibel membentuk asam dehydroascorbic yang mengarah ke
pembentukan ireversibel asam 2,3-diketogulonat yang tidak aktif secara
fisiologis. Asam diketogulonat dapat dipecah menjadi asam oksalat dan asam
theronik atau didekarboksilasi menjadi karbon dioksida, xilosa dan xylulose,
yang akhirnya mengarah pada asam xilonat dan asam lyxonic. Semua metabolit
dan asam askorbat itu sendiri akan diekskresikan ke dalam urin

Sifat Vitamin C
Asam askorbat adalah lakton enam karbon yang secara struktural mirip
glukosa. Istilah asam askorbat berasal dari percobaan pada kasus scurvy (penyakit
defisiensi vitamin C) dimana faktor skorbutik digunakan untuk
mendeskripsikan suatu zat, yang sekarang dikenal sebagai vitamin C, ditemukan
dalam buah jeruk yang dapat mencegah timbulnya scurvy.
Struktur asam askorbat, karena hidroksil pada posisi C3 memiliki sebuah
pKa 4.2, secara fisiologi pH asam askorbat menunjukkan ion askorbat dan
karenanya berhubungan dengan askorbat yang dibahas kali ini. Kehilangan satu
elektron akan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas askorbat (AFR) yang
juga diketahui sebagai semi-dehidroaskorbat. Apabila tidak dibentuk kembali
menjadi askorbat, maka akan bermutasi dengan cepat menjadi dehidroaskorbat
(DHA). Dengan proses yang sama DHA dapat dibentuk dari oksidasi dua elektron
askorbat. Dengan demikian, sebagai donor elektron, askorbat dapat berperan
dalam reaksi transfer satu atau dua elektron. Askorbat dan AFR memiliki
potensial untuk mereduksi satu elektron yang cenderung rendah yaitu 282 dan
-174 mV, dan memungkinkan kedua molekul ini untuk bereaksi dan mereduksi
berbegai spesies. Hal inilah yang menyebabkan askorbat menjadi agen reduksi
kuat dan sebagian besar fungsi biokimianya dihubungkan dengan sifat-sifat
reduksi. Hasil oksidasi askorbat akan mengalami daur ulang. Apabila tidak,
cincin lakton pada DHA akan pecah dan membentuk asam 2,3-diketogulonat dan
akhirnya membentuk asam oksalat sebagai hasil metabolik dan ekskretorik utama
dari askorbat.
Fungsi askorbat telah dibahas dan hanya diringkaskan disini. Pada mamalia,
askorbat dibutuhkan dalam bentuk donor elektron untuk enam enzim yang
memiliki aktivitas mono-oksigenase atau di-oksigenase. Mono-oksigenase adalah
dopamin -hidroksilase, yang merubah dopamin menjadi noradrenalin, dan
peptidil-glisin -mono-oksigenasae yang merubah peptida dengan sebuah
terminal C-glisin menjadi peptida dengan terminal C-amida. Di-oksigenase
adalah prolyly 4-hydroxylase, prolyl 3-hydroxylase, dan lysyl hydroxylase, yang
merubah residu prolin atau lisin menjadi residu yang terhidroksilasi selama
proses biosintesis kolagen; trimetillisin hidroksilase dan -butirobetaine
hidroksilase, yang merubah trimetillisin menjadi hidroksitimetillisin dan
trimetilaminobutirat menjadi karnitin; dan hidroksifenilpiruvat dioksigenase,
yang merubah hidroksifenilpiruvat menjadi asam homogentisat dalam
katabolisme tirosin. Peran askorbat juga adalah sebagai sumber elektron (seperti
tembaga yang mengandung mono-oksigenase), atau untuk mereduksi kofaktor
besi pada bagian aktif di-oksigenase yang mengalami oksidasi besi selama siklus
katalitik.
Askorbat memilki sifat antioksidan yang baik dalam mendeteksi spesies
oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif, serta mendaur ulang -
tokoferol yang teroksidasi. Singkatnya, sistem in vitro telah menunjukkan
askorbat sebagai pendeteksi superoksida, hidroksil, hidrofilik peroksil, thiyl, dan
radikal nitroksida sebaik asam hipoklorit dan hidrogen peroksida. Hal ini telah
dikemukakan secara rinci sebelumnya.
Fungsi lain askorbat adalah dalam metabolisme besi dengan
mempertahankan besi pada tingkat reduksi askorbat sehingga memicu
penyerapan besi. Selain itu askorbat juga memobilisasi besi dari deposit feritin.
Gejala klasik dari defisiensi askorbat, yang disebut scurvy, dapat secara
langsung dihubungkan dengan fungsi askorbat terutama dalam aksi enzim.
Sebagai contoh, salah satu dari gejala awal adalah kelelahan dan hal ini dapat
dijelaskan dengan karnitin yang diperlukan untuk siklus kelompok akil sapanjang
mitokondria untuk -oksidasi dan produksi energi. Gejala yang paling khas dari
scurvy adalah luka yang susah sembuh, hemoragik, dan nyeri yang berhubungan
dengan kekurangan kolagen. Hidroksilasi yang tidak sempurna pada residu prolin
dan lisin akan merusak bentuk normal tripel-heliks dan cross-linking dari serat
kolagen.

INTERAKSI VITAMIN C
ASPIRIN
Aspirin biasanya digunakan sebagai analgesik, dan pada pengobatan
common cold, demam dan rematik. Aspirin dapat menghambat agregasi platelet
dan enzimnya terlibat dalam pembentukan prostaglandin.
Asam askorbat tersimpan dalam leukosit. Asam askorbat dari plasma ke
dalam leukosit melalui mekanisme transpor aktif. Selanjutnya, asam askorbat
didistribusikan kedalam jaringan, kelebihan akan dieliminasi melalui traktus
urinarius sebagai metabolit dan asam askorbat yang berikatan. Pada penelitian N.
Das tahun 1992, pada pemberian 25mg aspirin dengan 10mg asam askorbat,
terjadi peningkatan asam askorbat di dalam plasma. Sedangkan pada pemberian
50mg aspirin dengan 10mg asam askorbat, maka kadar asam askorbat di dalam
plasma menurun. Aspirin dapat menurunkan ikatan asam askorbat pada serum
albumin. Sehingga asam askorbat dalam plasma diekskresikan melalui urin.
Dua jam setelah pemberian aspirin 10mg dan 10mg asam askorbat, dapat
meningkatkan leukosit dibandingkat jika pemberian asam askorbat sendiri. Akan
tetapi, terjadi penurunan kadar leukosit pada jam ke-3 setelah pemberian 50mg
aspirin pada 10 mg asam askorbat. Dosis aspirin yang tinggi menghambat uptake
asam askorbat ke dalam leukosit dan meningkatkan konsentrasi asam askorbat di
dalam plasma.
25mg aspirin diberikan dengan 25, 50, 100mg asam askorbat akan
meningkatkan asam askorbat dalam plasma dalam waktu tiga jam. Uptake dari
asam askorbat dari plasma ke dalam leukosit terjadi pada umumnya melalui
proses aktif dan aspirin berkompetisi dengan asam askorbat dalam hal reseptor
pada membran leukosit. Sehingga memungkinkan aspirin secara kompetitif
menghambat transpor aktif asam askorbat. Aspirin tidak mempengaruhi integritas
membran leukosit dan tidak menyebabkan kebocoran pasif dari asam askorbat
dari leukosit.
Ekskresi asam askorbat dipengaruhi oleh besarnya dosis aspirin yang
diberikan. Kadar asam askorbat dalam urin meningkat dengan pemberian 50mg
aspirin dibandingkan kontrol. Sedangkan asam askorbat dalam plasma menurun.
Absorbsi aspirin tidak mempengaruhi penyerapan asam askorbat dalam
intestinal. Aspirin dan asam askorbat bersifat asam sehingga mereka tidak saling
mempengaruhi pada intestinal uptake. Sehingga aspirin memungkinkan difusi
pasif asam askorbat dari membran intestinal atau jika transpor aktif terlibat,
terjadi pada binding site yang berbeda.
Aspirin meningkatkan ekskresi asam askorbat melalui urin. Saat terjadi
penyerapan dua zat asam, dosis asam askorbat penting untuk tetap dijaga agar
tersaturasi dalam tubuh akan sangat dibutuhkan (Das, 1992).

WARFARIN
Metabolisme warfarin pada marmut terhadap asam askorbat, peningkatan
sensitivitas scorbutic animal terhadap antikoagulan ditandai oleh peningkatan
clot time, perpanjangan masa recovery periods, dan peningkatan mortalitas
setelah pemberian single atau multiple dosis warfarin. Perpanjangan waktu respon
hypothrombinemic terhadap warfarin pada scorbutic marmut tidak dapat
dipertimbangkan sebagai perubahan pada metabolisme warfarin. Kemungkinan
mekanisme yang terlibat adalah metabolisme vitamin k, clotting faktor atau
sintesis protein, dan capillary fragility. Kelebihan asam askorbat tidak merubah
respon clotting terhadap warfarin atau metabolisme antikoagulan (W.Fred, 1973).

GLUKOSA DARAH
Pasien yang menderita DM, terjadi peningkatan radikal bebas. Perlindungan
terhadap kerusakan dapat diatasi dengan pemberian antioksidan yang bekerja
sebagai radical-scavenging. Peningkatan kebutuhan vitamin C untuk
mengkompensasi peningkatan stres oksidatif dan kerusakan transpor dan
defisensi vitamin c mungkin dapat berkontribusi untuk menurunkan kadar
vitamin C dalam plasma yang diobservasi pada pasien DM tipe 2. Pemberian
asam askorbat untuk pasien DM akan mencegah komplikasi dari diabetes.
Perbaikan glycemic control diinisiasi oleh efek antioksidan pada sel beta
pankreas. Vitamin C menurunkan efek toksik glukosa dan mencegah penurunan
masa sel beta pankreas dan kadar insulin.
Penurunan HbA1c pada minggu ke-12 pada kelompok yang mendapat
penambahan vitamin C dibandingkan kelompok yang mendapat placebo. Hal ini
mungkin terjadi karena kompetisi vitamin C dan glukosa dalam bereaksi terhadap
amino pada rantai hemoglobin beta. Peningkatan antioksidan gluthation di serum
dan penurunan glycosilated hemoglobine setelah pemberian asam askorbat jangka
panjang.
Pada pemberian vitamin C dengan metformin bertoleransi dengan baik dan
tidak timbul efek samping sama sekali, terjadi perbaikan pengukuran gula darah
puasa, gula darah post-prandial, dan HbA1c. Terjadi penurunan asam askorbat di
plasma pada pasien DM, dan terjadi peningkatan setelah suplementasi asam
askorbat secara oral (N. Gansesh., et all., 2011).

ANTIBAKTERI
Pada sebuah penelitian, terdapat enam buah antibiotik yang dites, ampicilin
dan tobramycin tidak menunjukkan efek sinergi dan antagonis dalam kombinasi
dengan asam askorbat (1mg/ mL). Dimana, Pseudomonas aeroginosa dan
Enterobacter cloacae, 10mg/mL asam askorbat dapat menghambat produksi -
lactamase yang menunjukkan kemampuan ampicilin.
Efek sinergis dan atau antagonistik ditemukan pada kombinasi asam askorbat
dengan kanamycin, streptomycin, tetracycline, dan chloramphenicol. Tetapi tidak
timbul efek pada ampicilin dan tobramycin. Interaksi asam askorbat terhadap
tetracycline secara klinis tampak lebih efektif dalam menghambat antibiotic-
resistant P. aeruginosa dibandingkan dengan antibiotika lainnya yang dites.
Asam askorbat mungkin dapat menjadi antibiotic-modifier. Pada umumnya
penelitian menunjukkan kombinasi menghasilkan efek sinergis atau penampakan
yang berbeda, dimana aplikasi dalam kombinasi asam askorbat terhadap beberapa
antibiotik dapat menguntungkan dalam menghambat terjadinya antibiotic-
resistant P. aeruginosa (Cursino, et all., 2005).

OBAT HORMONAL
Pemberian asam askorbat yang dikombinasikan dengan obat oral
kontrasepsi, menyebabkan peningkatan kadar ethinyloestradiol dalam plasma
meningkat. Peningkatan konsentrasi ethinyloestradiol selama pemberian asam
askorbat, dapat memberikan keuntungan dengan memungkinkannya pemberian
ethinyloestradiol sebagai obat kontrasepsi dalam dosis yang sangat rendah (Back,
et all., 1981).
ANTIDEPRESSAN
Vitamin C dapat menjadi adjuvant agent dalam pengobatan Major
Depressive Disorder (MMD) pada pasien anak. Vitamin C 1000mg per hari
mampu untuk mereduksi keparahan dari MMD baik pada anak-anak maupun
orang dewasa, dengan meningkatkan mood bagi kesehatan individu. Efek
sinergis antideressan fluoxetine terhadap vitamin C, dapat meningkatkan efek
farmakoterapi bagi pasien anak-anak yang menderita MMD dan sangat
berpotensi dalam menurunkan efek samping antidepressan.
Vitamin C yang diberikan secara oral, pada pasien yang mendapatkan terapi
fluoxetine, secara signifikan, jauh lebih menurunkan gejala depresi jika
dibandingkan dengan terapi fluoxetin sendiri, dengan menilai peningkatan
Childreans Depression Rating Scale (CDRS) dan Childrens Depression
Inventory (CDI).
Peran vitamin C sendiri belum diketahui secara pasti terhadapat fluoxetine.
Kemungkinan stress oksidatif yang menumpuk sehingga menjadi radikal bebas
dan menghambat kapasitas antioksidan, hal ini menjadi penyebab dan patogenesis
terjadinya penyakit seperti MMD. Pada MMD mungkin disertai dengan gangguan
keseimbangan pro dan proses antioksidatif, dengan ditandai terjadinya penurunan
kadar antioksidan di dalam plasma, yaitu enzim superoxide dismutase, catalase,
dan gluthation peroxidase. Vitamin C dapat memberikan perlindungan dengan
menyediakan antioksidan yang akan mencegah kerusakan akibat radikal bebas
(Amr, et all., 2013).

Vitamin E
Asam askorbat dikombinasikan dengan alfa tocopherol, meningkatkan
sintesis dan aktivitas biologi dari Endothelium-derived NO (EDNO) melalui
banyak mekanisme antioksidan, alfa tocopherol mungkin meningkatkan EDNO
melalui penghambatan aktivitas protein kinase C (PKC). Asam askorbat dan alfa
tocopherol melindungi dari atherogenesis dengan menghambat oksidasi LDL,
dengan menurunkan produksi ROS oleh sel vaskular, dan dengan membatasi
respon selular terjadinya oksidasi LDL, khususnya adhesi ekspresi molekul dan
sintesis EDNO (C. Anitra, et all., 2000). Tocopherol dapat dikonversikan menjadi
radikal bebas, dan kemudian bereaksi dengan gluthation atau asam askorbat
untuk meregenerasi tocopherol (J. Lawrence and Gabriel., 1980) .

DAFTAR PUSTAKA

Akbari, A. Gholamali, J. Saeed, N. Javad, S. An Overview of The


Characteristic and Function of Vitamin C in Various Tissues: Relying on Its
Antioxidant Function. Zahedan J. Res Med Sci: 4037. 2016
Amr, Mostafa. El-Mogy, Ahmed. Shams, Tarek. Vieira, Karen. E,
Shaheen. Efficacy of Vitamin C as an Adjunct to Fuoxetine Therapy in Pediatric
Major Depressive Disorder: A Randomized, double blind, placebo-controlled
Pilot Study. Nutrition Journal 2013, 12:31
Anderson, D, B. Maria, L, P, A,G. Carlos, H. Franco, M, L. Asam
askorbat Biosynthesis: A Precursor Study on Plants. Braz, J. Plant Physiol (16):
147-154. 2004
Back, DJ. Breckenridge, AM. MacIver, M. Orme, M. Purba, H. Rowe,
PH. Interaction of ethinyloestradiol with asam askorbat in man. British Medical
Journal Volume 282, 9 Mei 1981
C, Anitra. Zhu, Ben-Zhan. Frei, Balz. Potential Antiatherogenic
Mechanisms of Ascorbate (vitamin C) and -Tocopherol (Vitamin E). Circulation
research September I, 2000
Cursino, L. Chartone-Souza,E. Nascimento, A. Synergic Interaction
between Asam askorbat and Antibitic Against Pseudomonas aeruginosa.
Brazilian Archives of Biology and Technology volume 48, no.3: pp. 379-384, May
2005
Das, N. Nebiolu, S. Vitamin C Aspirin Interactions In Laboratory
Animals. Journal of Clinical Pharmacy and Theurapeutics (1992) 17, 343-346
Hacisevki, A. An Overview of Asam askorbat Biochemistry. J. Fac.
Pharm: 38 (3). 2009
J, Lawrence. Gabriel, Edda. Interactions of Vitamin E with Vitamin C,
Vitamin B12, and Zinc. Annals New York Academy of Sciences, 1980
N, Ganesh. V, Harshal. Shrivastava, Meena. Supplementation of
Vitamin C Reduces Blood Glucose And Improves Glycosylated Hemoglobin In
Type 2 Diabetes Mellitus: A Randomized, Double-Blind Study. Hindawi
publishing corporation, Advances in pharmacological sciences volume 2011,
artcle ID 195271, 5 pages
W, Fred. Asam askorbat and Warfarin. JAMA, Jan 22, 1973. Volume
223, no 4

Anda mungkin juga menyukai