Anda di halaman 1dari 2

JOURNAL REVIEW

“Chemical extraction and modification of chitin and chitosan from shrimp shells”
Oleh Valentina G1011221123
Fakultas Kehutanan
Universitas Tanjungpura

Dari jurnal yang berjudul “Chemical extraction and modification of chitin and
chitosan from shrimp shells” yang telah saya baca, dapat saya ambil kesimpulan berikut :

Ternyata, kitin atau chitin merupakan biopolimer terbanyak kedua di bumi setelah
selulosa. Kitin itu merupakan polisakarida yang biasanya ditemukan di cangkang-cangkang
dari filum crustacea, serangga, bahkan mikroorganisme seperti jamur, alga, dan ragi. Ekstrasi
kitin diklasifikasikan sebagai α-kitin(terkandung dalam eksoskeleton crustacea), β-
kitin(terisolasi dalam tinta cumi-cumi) dan γ-kitin(jamur dan ragi). Kitin tidak larut dalam
pelarut dan anorganik umum karena kitin bersifat hidrofolik(takut air) karena ikatan
intermolekul dan antarmolekul yang kuat sehingga kitin susah untuk digunakan sebagai
praktik penggunaan namun kitin bisa dilarutkan dengan asam seperti asam klorida(HCL),
asam sulfat(H2SO4) dan asam fosfat(H3PO4) ataupun menggunakan dimetilformamida,
litium klorida, heksa fluoroisopropanol dan 1,2-Kloroetanol. Walaupun begitu, sekarang
banyak modifikasi kimia yang bisa memecah ikatan hidrogen kitin tanpa memecahkan ikatan
glikosidiknya dan membuat kitin tersebut bisa larut dalam air dan pelarut lainnya sehingga
sifat polieliktrolitnya bisa digunakan dan dikembangkan.

Sedangkan kitosan atau chitosan mudah larut dibandingkan kitin, akan tetapi kitosan
juga tidak bisa larut dalam air dan pelarut organik kecuali jika ada modifikasi kimia yang
dilakukan. Adapun cairan yang bisa melarutkan kitosan antara lain larutan asam yang seperti
asam asetat, sitrat, asam format, dan asam laktat. Kitosan bersifat polielektrolit(berdiosiasi
dalam larutan air) yang dapat digunakan untuk pembuatan film multilayer melalui teknik
pengendapan. film multilayer dapat dibuat dengan menggunakan teknik pengendapan layer-
by-layer(LBL), di mana lapisan-lapisan kitosan kationik dan polimer anionik secara
bergantian ditumpuk satu demi satu. Proses ini menghasilkan struktur film yang kompleks
dengan sifat-sifat unik dan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti pemisahan zat,
penghantaran obat, atau pelapis permukaan yang khusus biasanya ditemukan sebagai pelapis
obat(tablet dan kapsul), lensa kontak, spons, gel, film atau pelapis, bubuk dan serat. Adapun
dilakukan penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa kitosan memiliki kemampuan
antibakteri, antijamur, dan antioksidan.

α-kitin dan β-kitin memiliki ikatan hidrogen berbeda, dan ikatan hidrogen dari α-kitin
lebih tinggi dari β-kitin. Bahan sumber atau asal dari kitin yang diambil juga mempengaruhi
kekerasan, permeabilitas, dan fleksibilitas kitin tersebut. Biasanya sumber kitin banyak
didapat dari cangkang udang dan kepiting. Untuk mengolah kitin, prosesnya melibatkan dua
langkah utama: eliminasi bahan anorganik seperti CaCO3 dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2)
dalam media asam encer, biasanya menggunakan larutan HCl (sebagai demineralisasi),
dilanjutkan dengan ekstraksi protein dalam media basa, dan secara tradisional yaitu dengan
memperlakukan larutan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH) (sebagai
depro teinisasi). Secara keseluruhan proses ini bertujuan untuk menghilangkan senyawa
garam organik pada kitin, namun dijelaskan bahwa proses ini tidak ramah lingkungan dan
juga hasilnya tidak bisa digunakan pada hewan dan manusia khusunya untuk konsumsi.
Adapun metode lain yaitu dengan :

1. Metode Enzimatik, yaitu metode yang melibatkan penggunaan enzim untuk


mengkatalisis reaksi pemecahan ikatan kimia dalam struktur kitin oleh enzim
proteolitik pencernaan, seperti papain, pepsin, tripsin dan pronas. Metode enzimatik
atau kimia dapat diterapkan untuk mengubah kitin menjadi kitosa
2. Metode Mikroba, yang melibatkan penggunaan mikroorganisme, seperti bakteri atau
jamur, yang memiliki kemampuan untuk menguraikan kitin.

Pengaplikasian produk kitin dan kitosan mencakup bidang-bidang seperti biomedis, industri
makanan, pengolahan limbah air, kosmetik, dan agrikultur. Namun, metode baru ini memiliki
kelemahan seperti hasil penelitian yang tidak konsisten, total biaya yang lebih tinggi, dan
belum ada produksi industri; dan karenanya, lebih banyak penelitian harus dilakukan.

Refrensi :

Majid Pakizeh. ”Chemical extraction and modification of chitin and chitosan from shrimp
shells”. European Polymer Journal(2021)

Anda mungkin juga menyukai