Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif
Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif
Pembimbing
Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K)
disusun oleh:
Muliadi Limanjaya
Marianto
Gembira Ira Hutahaean
080100083
080100112
080100163
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus ini dapat kami selesaikan tepat
pada waktunya.
Pada laporan kasus ini kami menyajikan makalah mengenai laporan kasus
gagal jantung kongestif dan penyakit jantung katub. Adapun tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen
ii
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik
Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K) atas kesediaan beliau
sebagai pembimbing kami dalam penulisan laporan ini. Besar harapan kami,
melalui laporan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai gagal jantung
kongestif semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Medan, 31 Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................
1.1. Latar Belakang...................................................................
1.2. Tujuan................................................................................
1.3. Manfaat..............................................................................
1
1
2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
iii
2.1
2.1.1.
2.1.2.
2.1.3.
2.1.4.
2.1.5.
2.1.6.
2.1.7.
2.1.8.
2.1.9.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
2.2.3.
2.2.4.
2.2.5.
2.2.6.
2.2.7.
Aorta Stenosis....................................................................
Definisi Aorta Stenosis.......................................................
Etiologi Aorta Stenosis.......................................................
Patofisiologi Aorta Stenosis...............................................
Gejala Klinis Aorta Stenosis..............................................
Diagnosis Aorta Stenosis...................................................
Penatalaksanaan Aorta Stenosis.........................................
Prognosis Aorta Stenosis....................................................
18
18
19
19
19
20
21
22
2.3.
2.3.1.
2.3.2.
2.3.3.
2.3.4.
2.3.5.
2.3.6.
Mitral Regurgitasi..............................................................
Definisi Mitral Regurgitasi................................................
Etiologi Mitral Regurgitasi................................................
Patofisiologi Mitral Regurgitasi.........................................
Gejala Klinis Mitral Regurgitasi........................................
Pemeriksaan Penunjang Mitral Regurgitasi.......................
Tatalaksana Mitral Regurgitasi..........................................
22
22
23
24
27
29
30
2.4.
2.4.1.
2.4.2.
2.4.3.
2.4.4.
2.4.5.
Regurgitasi Aorta...............................................................
Definisi Regurgitasi Aorta..................................................
Etiologi Regurgitasi Aorta..................................................
Patofisiologi Regurgitasi Aorta..........................................
Diagnosa Regurgitasi Aorta...............................................
Tatalaksana Regurgitasi Aorta............................................
32
32
32
33
33
35
2.5.
2.5.1.
2.5.2.
2.5.3.
2.5.4.
2.5.5.
2.5.6.
Regurgitasi Pulmonal.........................................................
Definisi Regurgitasi Pulmonal...........................................
Etiologi Regurgitasi Pulmonal...........................................
Patofisiologi Regurgitasi Pulmonal....................................
Gejala Klinis Regurgitasi Pulmonal...................................
Pemeriksaan Penunjang Regurgitasi Pulmonal..................
Tatalaksana Regurgitasi Pulmonal.....................................
36
36
36
37
37
38
38
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang
memiliki berbagai macam abnormalitas pada struktur atau fungsi otot jantung,
baik yang diturunkan secara genetis ataupun didapat, sehingga menyebabkan
berbagai macam gejala, seperti kelelahan dan dispnea, dan tanda seperti edema
dan ronkhi yang pada akhirnya akan berujung pada peningkatan angka
hospitalisasi, penurunan kualitas hidup, dan pemendekan angka harapan hidup.
Gagal jantung sendiri adalah suatu masalah yang terus menjadi momok
kesehatan di seluruh dunia, dengan 20 juta orang dalam seluruh populasi dewasa
terkena penyakit ini. Prevalensi total penderita gagal jantung pada populasi
dewasa di negara berkembang berjumlah sekitar 2%. Prevalensi gagal jantung
mengikuti pola eksponensial, meningkat sesuai usia, dan mempengaruhi sekitar 610% masyarakat berusia diatas 65 tahun. Walaupun jumlah insidensi relatif gagal
jantung lebih rendah pada perempuan dibandingkan pria, namun jumlah penderita
perempuan sekitar 50% dari kasus gagal jantung. Hal ini terjadi karena lebih
tingginya angka harapan hidup perempuan dibandingkan pria. Di Amerika Utara
dan Eropa, resiko mengalami gagal jantung adalah 1 setiap 5 orang berusia 40
tahun. Prevalensi total dari gagal jantung diperkirakan meningkat, sebagian karena
membaiknya pengobatan penyakit-penyakit kardiovaskuler sehingga terjadi
peningkatan angka harapan hidup pasien. Walaupun gagal jantung awalnya diduga
muncul pada penurunan ejection fraction (EF) dari ventrikel kiri, suatu studi
epidemiologis menunjukkan sekitar setengah dari pasien yang mengalami gagal
jantung memiliki EF yang normal, atau hanya sedikit menurun (EF 40-50%).
Oleh karena itu, pasien gagal jantung sekarang dibagi menjadi 2 grup, gagal
jantung dengan penurunan EF, dan gagal jantung tanpa penurunan EF.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Gagal jantung kongestif
2.1.1. Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.1 Ketika ini terjadi, darah
tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat
cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan memaksa cairan
dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. 2 Apabila tekanan pengisian ini meningkat
sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka
keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.3
2.1.2. Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut.4 Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia
50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari
mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus
meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus
meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal
jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih
umum di antara Amerika, Afrika dari kulit putih. 4
Di Amerika serikat gagal jantung merupakan penyakit yang cepat
pertumbuhannya. Pada tahun 2006, prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat
sebesar 2,6 % dimana 3,1% pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan. 5 Di Eropa
(2005) prevalensi gagal jantung sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada usia
diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung >10%. Di London (1999) sekitar 1,3 per
1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal jantung dan 7,4 per 1.000
penduduk pada usia 75 ke atas. Di Wales (2008), insidens gagal jantung pada lakilaki sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada usia 55-64
tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan
pada semua umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang. 6
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20
per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada
semua umur yang berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang. 5 Di
Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak
38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585
orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per
100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung
yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang, kemudian meningkat pada
tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155
orang.7
2.1.3. Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif
a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal
jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua
seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung karena
kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit
jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko gagal jantung. 8
Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi
penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia
yaitu 9,6% pada usia 15 tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada
usia >40 tahun.
b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada
perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen
yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol.
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin.11 Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum
kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa.
Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah
pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa
berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut
dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan
endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung
sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada gagal
jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.8
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa
dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam
darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada
endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan
gagal jantung 2 3% dari kasus.8
2.1.4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri
maupun dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakankerusakan yang sudah dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara
lain: penyakit jantung koroner, hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga
kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left
b.
Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
10
jantung.
Tapi
aktivitas
ringan
menimbulkan
rasa
lelah,
palpitasi, atau sesak nafas.
Stage Secara struktural jantung telah Kelas Tidak dapat beraktivitas tanpa
D
mengalami kelainan berat,
IV
menimbulkan keluhan. Saat
gejala gagal jantung terasa saat
istirahat
bergejala.
Jika
istirahat
walau
telah
melakukan
aktivitas
fisik,
mendapatkan pengobatan.
keluhan bertambah berat.
11
12
Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam
membantu
menilai struktur
dan
fungsi
merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
13
Hipertensi pulmonal*
Tanda-tanda
Diastolik : hipertensi,
Pola pengisian mitral
meningkatnya tekanan
COPD, kelainan katup)
abnormal.*
pengisian ventrikel*
Morfolofi dan beratnya
Terdapat tanda-tanda
kelainan katup
tekanan pengisian
Mitral inflow dan aortic
meningkat.
outflow; gradien
tekanan ventrikel kanan
Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
e. Tes latihan fisik
Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard
dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2
maks), yaitu kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan
kadar dimana konsumsi oksigen lebuh lanjut tidak akan meningkat meskipun
terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi
latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.
f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang
penyebabnya belum diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui
besar tekanan ruang-ruang jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya
curah jantung.
14
gagal jantung
Gejala-gejala dan
jantung
keluhan-keluhan timbul
Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
Mencatat berat badan setiap hari
Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai
Terapi farmakologik
anjuran
Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat
tanda-tanda gagal
digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah
Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet
Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi
Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur
Kepatuhan
mengikuti anjuran pengobatan
Prognosis
Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan
membuat keputusan realistik
b.
Penatalaksanaan Farmakologis21
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang
15
tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,
kecuali telah mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:
Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun
sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
-bloker / Penghambat sekat- (BB)
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik
sehingga memperbaiki perfusi miokard.
Meningkatkan LVEF
Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
LVEF < 40%
Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
16
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
4-8
minggu.
Jangan
17
ke
tubulus
distal
sehingga
18
Aorta Stenosis
19
Gambaran klinis dapat parah atau tidak muncul sama sekali, tergantung
dari derajat stenosis.
Kongesti paru, disertai tanda-tanda dispnea dan hipertensi pulmonal,
B.
dapat terjadi jika aliran balik darah mencapai sistem vaskular paru.
Pusing dan kelemahan dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung dan
C.
D.
kongestif.23,25,26
2.2.5. Pemeriksaan Fisik Aorta Stenosis
Dari pemeriksaan fisik (auskultasi) dapat dijumpai:
A. Systolic ejection murmur
B. Melemahnya pulsasi daripada arteri carotid yang disebabkan oleh
pengeluaran daripada LV yang terganggu.
Temuan lain daripada pemeriksaan yang umumnya ditemukan adalah
suara jantung 4 (S4) dan penurunan intensitas suara jantung kedua (S2).23,25
2.2.6. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa serta melengkapi informasi yang diperoleh
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat dilaksanakan pemeriksaan sebagai
berikut:
A.
B.
C.
ECG
Echocardiogram 26,27
Stress test (treadmill atau exercise ECG) 27
20
D.
E.
dapat dinilai. 27
Cardiac MRI, pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan
pembantu echocardiograph untuk hasil yang lebih pasti dalam melihat
kondisi katup dan otot jantung, atau sebagai persiapan dalam
melakukan operasi katup jantung. 27
Severity
Mild
Moderate
Severe
Critical
2.2.7
Maximum Aortic
Velocity (mmHg)
2,5-3,0
3,0-4,0
>4,0
Mean Pressure
Gradient (mmHg)
<25
25-40
>40
tetapi begitu timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus
dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung.
Dapat dilakukan reparasi (repair) atau replace (mengganti katup dengan katup
artificial). Penderita asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan DopplerEkokardiografi. Trans-valvular velocity lebih dari 4 m/detik dianjurkan untuk
menjalani operasi seperti penderita simtomatik. Transvalvular-velocity kurang
dari 3 m/detik tetap diobservasi saja dan dibuat Doppler-ekokardiografi tiap 6
(bagi mereka yang disertai penyakit jantung koroner atau kalsifikasi sedang dan
berat) atau tiap tahun bila tidak ditemukan hal dimuka. Treadmill Exercise Test
merupakan
kontra-indikasi
pada
stenosis
aorta
simtomatik,
tetapi
bila
transvalvular velocity antara 3-4 m/detik, maka Teradmil Exercise Test protocol
Bruce dengan pengawasan ketat dianjurkan untuk menetukan saat yang tepat
21
untuk operasi. Bila timbul gejala, tekanan darah turun saat test atau kemampuan
yang sangat rendah(digambarkan dengan waktu exercise yang sangat pendek) saat
treadmill test, maka penderita dianjurkan untuk operasi katup seperti penderita
simtomatik. Karena patogenesis stenosis aorta akibat sklerosis aorta dianggap
sama
seperti
aterosklerosis,
maka
semua
tindakan
untuk
pencegahan
sekitar 60% dan rata-rata 30% katup artifisial bioprotese mengalami gangguan
setelah 10 tahun dan memerlukan operasi ulang. Katup Metal artificial harus
dilindungi dengan antikoagulan untuk mencegah trombus dan embolisasi.
Sebanyak 30% penderita ini akan mengalami komplikasi perdarahan ringan-berat
akibat dari terapi tersebut. Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat
dilakukan pada anak atau anak muda dengan stenosis aorta congenital non-
22
Mitral Regurgitasi
23
penutupan normal katup dan berakhir menjadi regurgitasi mitral yang signifikan
pada 50% pasien.34
Kalsifikasi pada annulus mitral dapat terjadi karena penuaan, akan tetapi
lebih sering terjadi pada pasien-pasien dengan hipertensi, diabetes, atau penyakit
ginjal stadium akhir. Kalsifikasi yang terjadi dapat menyebabkan terganggunya
gerakan normal annulus dan imobilisasi bagian basal daun katup, yang
mengganggu penutupan sistolik.35
Ruptur chordae tendinae yang primer (idiopatik) berhubungan dengan
ketidakmampuan katup berat yang akut. Penyakit jantung iskemik dapat
meninggalkan skar atau disfungsi ringan dari otot-otot papilari, yang merusak
penutupan katup.36
Pembesaran ventrikel kiri yang nyata apapun penyebabnya dapat
menyebabkan
regurgitasi
mitral
berikut:
(1)
24
regurgitan
(regurgitant
fraction)
dari
regurgitasi
mitral
25
26
Dibandingkan
dengan
regurgitasi
mitral
yang
akut,
27
28
dengan penutupan katup mitral yang normal, regurgitan dapat langsung memancar
kearah dinding atrium kiri, tepat di bagian posterior aorta. Pada keadaan ini,
murmur terdengar lebih jelas sepanjang tepi sternum kiri atau pada daerah aorta
dan sulitdibedakan dengan murmur pada stenosis aorta. Untungnya, perbedaan
murmur sistolik antara regurgitasi mitral dengan stenosis aorta tsersebut dapat
ditentukan dengan maneuver sederhana. Apabila pasien diminta untuk
menggenggam atau mengepalkan tangan, resistensi pembuluh darah sistemik akan
meningkat, dan keparahan regurgitasi mital serta murmurnya akan meningkat,
sementara murmur
membantu untuk membedakannya adalah efek dari lamanya siklus jantung (waktu
antar denyut jantung) terhadap intensitas murmur sistolik. Pada pasien-pasien
dengan atrial fibrilasi atau dengan denyut jantung yang prematur, pengisian
ventrikel kiri secara langsung tergantung pada lamanya siklus sebelumnya (siklus
yang lebih lama akan mengijinkan pengisian ventrikel yang lebih banyak).
Murmur sistolik pada stenosis aorta akan menjadi lebih jelas pada denyutan
setelah siklus yang panjang karena meskipun selisih tekanannya kecil akan
diperkuat oleh peningkatan jumlah darah yang melewati lubang aorta yang
menyempit. Pada regurgitasi mitral, intensitas murmur tidak akan berubah secara
signifikan karena perubahan tekanan antara ventrikel dan atrium kiri hanya sedikit
dipengaruhi oleh perubahan siklus jantung.
2.3.5. Pemeriksaan Penunjang Mitral Regurgitasi 37,38,39
A. Foto thoraks
Pada foto thoraks dapat terlihat edema paru pada regurgitasi mitral yang
akut, akan tetapi regurgitasi mitral kronik yang asimptomatik lebih sering
menunjukkan pembesaran ventrikel dan atrium kiri, tanpa kongesti paru.
Kalsifikasi annulus mitral dapat terlihat apabila hal tersebut merupakan penyebab
regurgitasi mitral.
B. Elektrokardiogram (EKG)
Iskemik atau infark pada lead inferior atau posterior dapat ditemukan pada
regurgitasi mitral akut dengan ruptur otot papilari sebagai penyebab. Pada mitral
29
regurgitasi
kronik,
pemeriksaan
elektrokardiogram
dapat
menunjukkan
30
mengurangi kongesti paru. Pada pasien dengan tekanan darah normal, pemberian
nitroprusside dapat secara efektif menyelesaikan 3 tujuan. Nitroprusside
meningkatkan outpu forward tidak hanya dengan meningkatkan aliran aorta tapi
juga di sisi lain mengembalikan kemampuan katup mitral dengan mengurangi
ukuran ventrikel kiri. Pada pasien- pasien dengan hipotensi karena penurunan
berat output forward , nitroprusside sebaiknya tidak digunakan sebagai
monoterapi,
tetapi
dikombinasikan
dengan
inotropic
agent
(misalnya
31
Regurgitasi Aorta
B.
Penyakit kolagen
Aortitis sifilitika
Diseksi aorta
32
C.
33
Pada pasien dengan regurgitasi aorta kronis yang berat, ventrikel kiri
membesar secara bertahap sementara pasien tetap asimtomatik. Gejala dari
menurunnya fungsi jantung atau iskemia miokard, paling sering terjadi pada
dekade keempat atau kelima dan biasanya hanya setelah disfungsi miokard dan
kardiomegali terjadi. Pada pasien kronis biasanya timbul gejala gagal jantung,
termasuk dispnea saat aktifitas, ortopnea, dispnea paroksismal norturna, edema
paru, dan kelelahan.40
Angina cenderung timbul waktu isitirahat saat timbulnya bradikadia dan
lebih lama menghilang daripada angina akibat penyakit jantung koroner saja. Pada
pasien dengan regurgitasi aortakronis yang berat, kepala sering bergerak dengan
setiap detak jantung (tanda de Musset), dan pulsasinya adalah tipe "waterhammer" kolaps dengan distensi yang mendadak dan kolaps secara cepat
(Corrigans pulse). Pulsasi pada arteri sering terlihat dominan dan dapat terlihat
dengan baik saat palpasi arteri radialis dengan lengan pasien ditinggikan. Pulsasi
tipe bisferiens mungkin terlihat terutama pada arteri brakialis dan femoralis
dibandingkan pada arteri karotis.40
Berbagai temuan auskultasi memberikan konfirmasi dari tekanan nadi
yang lebar. Tanda Traube (juga dikenal sebagai "pistol shot sounds") terjadi akibat
sistolik diastolik booming, terdengar pada arteri femoralis. Mllers sign adalah
denyutan sistolik pada uvula. Duroziezs sign adalah murmur sistolik pada arteri
femoralis ketika dikompresi proksimal dan murmur diastolik tejadi ketika
dikompresi pada distalnya.Quincke sign dapat terlihat dengan menekan slide kaca
pada bibir pasien, memberikan cahaya melalui jari pasien atau memberikan
tekanan lembut pada ujung kuku. Irama gallop ventrikel yang terdengar di apeks
merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri. Bising Austin Flint (mid-diastolik and
late diastolik apical rumble) yang terdengar di apeks timbul akibat pergeseran
aliran balik aorta terhadap daun katup anterior dari katup mitral yang
menimbulkan stenosis mitral fungsional.40
Foto rontgen dada, menunjukan ventrikel kiri membesar, atrium kiri
membesar, dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah pada
insufisiensi akut, tapi terlihat edema paru.42
34
struktural
dari
katup
aorta
dapat
di
deteksi
melalui
gambaran
lesi
yang
sebenarnya
pada
katup
aorta.
35
menjadi penyebab insufisiensi akut. Pembentukan fistel juga dapat timbul akibat
infeksi di aorta. Kadang kadang pada diseksi, katup buatan tidak diperlukan saat
aorta diperbaiki .
Resiko operasi kurang lebih 2% pada pasien regurgitasi aorta kronik
sedang dengan normal arteri koroner. Sedangkan resiko operasi pada pasien
regurgitasi aorta berat dengan gagal jantung, dan pada pasien regurgitasi aorta
berat dengan gagal jantung, dan pada pasien penyakit arteri, bervariasi antara 410%. Dapat juga lebih besar tergantung keadaan klinis pada pasien tersebut. Hasil
akhir tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga tergantung dari
etiologi penyakit.
Pasien harus dianjurkan untuk diberikan terapi prophylaxis endokarditis
setelah operasi. Pasien dengan katup buatan mekanis harus mendapata
ntikoagulan jangka panjang. Pasien harus dipantau secara berkala untuk
mendeteksi kemunduran dari fungsi katup prostetik.
2.4.6. Prognosis Regurgitasi Aorta
Tujuh puluh persen pasien dengan regurgitasi aorta kronis mampu
bertahan 5 tahun, sedang 50% mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis
ditegakan. Penderita dengan regurgitasi aorta yang jelas mampu hidup secara
normal, tetapi mudah terkena endokarditis infektif. Jika timbul gagal jantung, bisa
bertahan 2 tahun, dan setelah timbul angina biasanya bertahan 5 tahun.44
2.5.
Regurgitasi Pulmonal
pulmonal
adalah
inkompetensi
dari
katup
pulmonal
menyebabkan aliran darah dari arteri pulmonalis ke dalam ventrikel kanan selama
diastol.43
2.5.2. Etiologi Regurgitasi Pulmonal43
A. Dilatasi cincin katup karena hipertensi pulmonal
36
B. Dilatasi arteria pulmonal baik idiopatik atau akibat kelainan jaringan ikat
seperti pada Sindrom Marfan , yang kedua sebagai akibat endokarditis
infeksi dan yang paling jarang adalah iatrogenic dan dapat juga sebgai
akibat tindakan operasi dari stenosis pulmonal ataupun tetralogi Fallot
(ToF).
C. Sindrom karsinoid karena tindakan kateterisasi jantung , lues dan trauma
dada
2.5.3. Patofisiologi Regurgitasi Pulmonal43
Regurgitasi pulmonal sering sekali terjadi akibat disfungsi valvular yang
sekunder pada pasien dengan hipertensi pulmonal kronik akibat stenosis mitral
rematik, penyakit jantung pulmonal dan sebab lain hipertensi pulmonal.
Regurgitasi pulmonal fungsional ini dipikirkan terjadi akibat dilatasi cincin katup
pulmonal. Walaupun jarang, regurgitasi pulmonal dapat terjadi pada kelainan
kongenital tersendiri, endokarditis infeksiosa yang mengenai katup pulmonal dan
penyakit jantung rematik. Pada regurgitasi katup pulmonal sangat berat, tekanan
arteri pulmonal dan ventrikel kanan pada akhir fase diastolik sama atau mendekati
sama. Regurgitasi pulmonal akibat kongenital (primer) biasanya tanpa disertai
hipertensi pulmonal menimbulkan bising diastolik dengan nada rendah dan
sifatnya crescendo-decrescendo, sebaliknya pada pasien regurgitasi pulmonal
sekunder (dengan hipertensi pulmonal) sifat bising diastolik yang terjadi
mempunyai nada tinggi, meniup dan decrescendo.
2.5.4. Gejala Klinis Regurgitasi Pulmonal43
Regurgitasi pulmonal biasanya dapat ditoleransi pasien dan jarang terlihat
dengan gagal jantung kanan atas dasar regurgitasi pulmonal saja. Keluhan lelah
dan tanda gagal jantung kanan ringan kadang terdapat pada pasien ini. Bising
diastolik yang meniup atau kasar terdengar disternum bagian kiri atas. Bising
pada regurgitasi pulmonal ini terdengar lebih keras saat inspirasi. Dan kalau
bising ini terjadi akibat hipertensi pulmonal, disebut bising Graham Stell. Bising
ini terdengar dengan nada tinggi mirip dengan bising regurgitasi aorta, sedangkan
bising regurgitasi pulmonal organik terdengar dengan nada rendah dan kasar.
37
Bising diastolik ini disertai dengan bising sistolik. Denyutan ventrikel kanan
terasa sepanjang dada sebelah kiri. Ada bunyi sistolik click dengan suara dua yang
pecah secara fisiologis.
2.5.6. Pemeriksaan Penunjang Regurgitasi Pulmonal43
Pada regurgitasi pulmonal, gambaran elektrokardiogram bisa normal atau
adanya gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Pemeriksaan radiologis gambaran
regurgitasi pulmonal bisa normal atau tamapak gambaran pembesaran ventrikel
kanan dan pembesaran arteri pulmonalis. Pada pemeriksaan angiografi terlihat
adanya aliran kembali kontras ke ventrikel kanan pada fase diastolik. Pemeriksaan
ekokardiografi berguna untuk membedakan regurgitasi pulmonal dengan
regurgitasi aorta.
2.5.7. Komplikasi Regurgitasi Pulmonal43
Komplikasi regurgitasi pulmonal : gagal jantung, endokarditis
2.5.8. Penatalaksanaan Regurgitasi Pulmonal 43
Pengelolaan regurgitasi pulmonal biasanya terbatas pada pemberian
profilaksis antibiotik pada tindakan dental atau operasi. Gagal jantung sangat
jarang terjadi pada regurgitasi pulmonal sehingga tidak banyak pengalaman
tindakan pengobatan ataupun operasi pada kasus tersebut.
2.6.
Stenosis Mitral
2.6.1. Definisi
Stenosis mitral merupakan obstruksi aliran ke dalam ventrikel kiri pada
katup mitral yang disebabkan karena abnormalitas katup mitral.45
Penyebab utama mitral stenosis (MS) adalah demam rematik.18,45 25% dari
semua penyakit jantung rematik mempunyai MS dan 40% pasien demam rematik
menderita gabungan antara MS dan MR.45
38
Stenosis dari katup mitral biasanya terjadi 20-40 tahun dari karditis
rematik akut. Pada infeksi akut, dapat terjadi pembentukan fokus inflamasi
multipel (badan Aschoff, infiltrate mononuclear perivaskular) pada endocardium
dan miokardium. Selanjutnya, apparatus katup akan terjadi penebalan, kalsifikasi,
kontraksi, dan terjadi adhesi belahan katup sehingga terjadi stenosis.45
2.6.2. Patofisiologi MS
Area dari muara katup mitral adalah sekitar 4-6 cm 2. Apabila ukuran dari
muara tersebut berkurang, gradien tekanan yang melewati katup mitral akan
meningkat untuk mempertahankan aliran yang adekuat.
Pada pasien dengan
dengan luas katup < 2-2,5cm2. Apabila sudah mencapai tahap ini, latihan sedang
atau takikardia akan memicu dispneu akibat peningkatan tekanan transmitral dan
atrium kiri.
Gejala yang berat dapat dijumpai apabila luas katup kurang dari 1 cm 2.
Apabila penyempitan katup terjadi, terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
akan menyebabkan transudasi cairan dari interstitium dan dyspnea pada saat
istirahat atau aktivitas ringan.45
Hemoptisis dapat juga terjadi pada penderita akibat ruptur vena bronkial.
Dilatasi atrium kiri juga akan meningkatkan resiko fibrilasi atrium dan
terbentuknya emboli.45
Hipertensi pulmonal dapat terjadi akibat tekanan retrogad atrium kiri,
konstriksi arteriol paru, edema interstitial atau perubahan obliteratif pada vaskular
bed paru (hyperplasia intima dan hipertrofi media). Apabila tekanan arteri
meningkat, dilatasi ventrikel kanan.
Penderita umumnya asimptomatik pada saat beristirahat pada awal
penyakit. Tetapi, beberapa faktor yang meningkatkan denyut jantung seperti
demam, anemia berat, tirotoksikosis, olahraga, kehamilan, dapat menyebabkan
sesak nafas. 14
39
Sekitar 15% kasus terjadi emboli yang berhubungan dengan atrial fibrilasi.
Emboli dapat menyebabkan infark, stroke dan sebagainya. Nyeri dada juga dapat
dijumpai pada 15% kasus. Nyeri dada yang terjadi sama dengan angina pektoris.
Nyeri dada yang terjadi disebabkan karena hipertensi ventrikel kanan akibat
penyakit vaskular paru atau aterosklerosis.18
2.6.3. Diagnosa Mitral Stenosis
Adanya wajah mitral (mitral facies) bercak merah muda keunguan pada
pipi) yang menandakan stenosis mitral berat dan kronik. Hal ini terjadi karena
curah jantung yang rendah dan adanya vasokonstriksi sistemik.
Suara serak dapat terjadi karena kompresi nervus rekuren laryngeal kiri
oleh arteri pulmonal akibat pembesaran atrium kiri. Sedangkan penekanan pada
bronkus dapat menyebabkan batuk persisten. Hemoptisis dapat terjadi namun
biasanya tidak fatal.
Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar kasus dijumpai nadi yang ireguler
akibat AF dan adanya tanda gagal jantung kiri dan kanan. Murmur diastolic dan
S1 yang mengeras terkadang sulit dinilai. Suara P2 yang keras terkadang dapat
teraba pada ICR II sebelah kiri apabila dijumpai hipertensi pulmonal.
(braunwald)
Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan pembesaran atrium kiri
(bayangan ganda pada siluet jantung, batas jantung kiri yang merata karena atrium
kiri yang membesar, dan pergeseran dari bronkus utama), corakan pembuluh
darah paru yang menonjol, kalsifikasi katup mitral, dan edema interstitial. (emed)
Ekokardiografi merupakan tes yang paling spesifik dan sensitive dalam
mendiagnosa dan menentukan beratnya stenosis mitral. Dari ekokardiografi dapat
ditentukan ukuran muara mitral dan ukuran atrium serta ventrikel. Selain itu,
dapat juga dinilai apakah ada tidaknya trombus atrium kiri, dan tekanan arteri
pulmonal.
40
41
BAB III
LAPORAN KASUS
REKAM MEDIK PASIEN
Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
Fakultas Kedokteran USU / RSUP H Adam Malik Medan
Rekam Medik
No : 52.35.42
Hari
: Jumat
Umur
Seks
: LK
Pekerjaan
: Petani
: 23 tahun
Agama : Islam
minggu SMRS. Sesak dialami pasien apabila beraktivitas sedang seperti berjalan
50 meter. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (+), riwayat sesak
berkurang dengan 2-3 bantal (+), riwayat kaki bengkak (+), sesak dengan nafas
berbunyi (-). Sesak diketahui tidak dipengaruhi oleh cuaca. Os juga mengeluhkan
jantung berdebar-debar sejak kecil. Jantung berdebar-debar bersifat hilang timbul
dan timbul secara tiba-tiba. Nyeri dada juga dikeluhkan oleh os sejak 4 minggu
yang lalu. Nyeri dada baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Nyeri dada bersifat
menusuk dan tidak menjalar. Lama nyeri dada sekitar 5 menit. Nyeri dada
berkurang apabila os beristirahat. Demam (-). 4 minggu yang lalu, os sudah
pernah dirawat selama 10 hari di RS Umum Pirngadi dengan keluhan yang sama
dan didiagnosa oleh dokter menderita sakit jantung katup. Riwayat keluarga
42
menderita penyakit yang sama (-). Riwayat DM (-), riwayat hipertensi tidak jelas.
Riwayat merokok (+) sudah 20 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat nyeri
sendi berpindah-pindah dan nyeri menelan saat kecil (+).
Faktor Risiko PJK : Pria, merokok.
RPT
: Penyakit jantung katup
RPO
: tidak diketahui namanya oleh os
Status Presens:
Kesadaran: compos mentis
TD
: 120/30 mmHg
RR
Suhu
: 37 C
Sianosis : (-)
: 28x/m
Ortopnea : (+)
Dispnea: (+)
Ikterus : (-)
Edema : (-)
Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik:
Kepala : konjungtiva palpebra anemis (-/-), ikterus (-/-)
Leher : TVJ R+3 cm H2O
Dinding thoraks : Inspeksi
: simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
43
Jantung
Paru
: SP: vesikuler
ST : (-)
Abdomen
Ekstremitas
: hangat
Clubbing (-)
Pulsasi arteri (+)
44
45
46
Kontrol
Pasien
: 35,0 detik
: 32,3 detik
Kontrol
Pasien
: 35,0 detik
: 27,2 detik
Kontrol
Pasien
: 35,0 detik
: 33,9 detik
pH
pCO2
pO2
: 7,47
: 29,4 mmHg
: 146,6 mmHg
47
Elektrolit:
16 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin
INR
APTT
Waktu Trombin
18 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin
HCO3
Total CO2
BE
SaO2
Natrium
Kalium
Klorida
: 21,1 mmol/L
: 22,0 mmol/L
: -1,4 mmol/L
: 99,3 %
: 139 mEq/L
: 2,8 mEq/L
: 106 mEq/L
Kontrol
Pasien
: 15,20 detik
: 17,1 detik
: 1,15
: 35,0 detik
: 30,9 detik
: 12,6 detik
: 16,2 detik
Kontrol
Pasien
Kontrol
Pasien
Kontrol
Pasien
: 12,20 detik
: 18,4 detik
: 1,50
: 33,5 detik
: 31,6 detik
: 17,0 detik
: 18,2 detik
: 330 mg/dL
: 1.345 ng/mL
: 33,5 detik
: 33,9 detik
Kontrol
Pasien
Waktu Protrombin Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
Waktu Trombin
Kontrol
Pasien
Fibrinogen
D-dimer
: 33,5 detik
: 36,3 detik
: 12,0 detik
: 16 detik
: 1,40
: 33,3 detik
: 44,4 detik
: 17,4 detik
: 17,9 detik
: 350 mg/dL
: 1.571 ng/mL
INR
APTT
Waktu Trombin
Fibrinogen
D-dimer
APTT
19 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT
Kontrol
Pasien
Kontrol
Pasien
Kontrol
Pasien
48
20 Oktober 2012
Darah lengkap:
Hitung Jenis:
Faal Hemostasis
APTT
Hb
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Ht
E/B/N/L/M
: 13,40 g%
: 4,7 x 106/mm6 (4.20-4.87)
: 17,22 x 103/mm3 (4.5-11.0)
: 191 x 103/mm3
: 40% (43-49)
: 0,1/0,2/82,3/7,5/9,9 %
Kontrol
Pasien
: 33,4 detik
: 25,8 detik
: 2.200 ng/mL
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida
: 39 mg/dL
: 0,71 mg/dL
: 130 mEq/L
: 4.0 mEq/L
: 95 mEq/L
Hb
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Ht
: 12,6 g%
: 4,34 x 106/mm6 (4.20-4.87)
: 14,41 x 103/mm3 (4.5-11.0)
: 179 x 103/mm3
: 37,6% (43-49)
E/B/N/L/M
: 0,0/0,1/91,1/5,1/3,7 %
D-dimer
Faal Ginjal:
Elektrolit:
21 Oktober 2012
Darah lengkap:
Hitung Jenis:
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
Fibrinogen
D-dimer
AGDA:
Faal Ginjal:
pH
pCO2
pO2
HCO3
Total Co2
BE
SaO2
Ureum
Kreatinin
: 12,0 detik
: 20,7 detik
: 1,82
: 33,4 detik
: 33,9 detik
: 145 mg/dL
: 1.600 ng/mL
: 7,553
: 26,2 mmHg
: 195,1 mmHg
: 22,6 mmol/L
: 23,4 mmol/L
: 1,4 mmol/L
: 99,8%
: 53 mg/dL
: 0,63 mg/dL
49
22 Oktober 2012
APTT
Kontrol
Pasien
Natrium
Kalium
Klorida
: 32,5 detik
: 29,7 detik
: 133 mEq/L
: 3,7 mEq/L
: 105 mEq/L
23 Oktober 2012
Waktu Protrombin Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
: 12,20 detik
: 13,00 detik
: 1,00
: 33,5 detik
: 25,6 detik
Elektrolit:
24 Oktober 2012
Darah lengkap:
Hb
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Ht
: 10,80 g%
: 3,73 x 106/mm6 (4.20-4.87)
: 28,98 x 103/mm3 (4.5-11.0)
: 208 x 103/mm3
: 32,3% (43-49)
Hitung Jenis:
E/B/N/L/M
: 0/0,1/87,4/3,1/9,4 %
APTT
Kontrol
Pasien
KGD sewaktu
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Natrium
Kalium
Klorida
: 32,3 detik
: 28,3 detik
: 171,70 mg/dL
: 65,4 mg/dL
: 0,74 mg/dL
: 6,9 mg/dL
: 128 mEq/L
: 4,2 mEq/L
: 94 mEq/L
Kontrol
Pasien
: 33,5 detik
: 32,1 detik
Metabolisme KH:
Faal Ginjal:
Elektrolit:
26 Oktober 2012
APTT
Pengobatan :
1. Bed rest semi fowler
2. O2 4-6L/menit
50
12
Oktober
Jantung
berdebar
Sens: CM
TD:160/20
HR: 130 x/i
RR: 30 x/i
T: 37C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R+3 cmH2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur
sdn, gallop (-)
Pulmo : SP: vesikuler
ST: ronki basah basal
(+/+)
Abd: Soepel, Hepar:
2 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-),
1. AF RVR
2. CHF Fc
III ec AR
ec RHD
13
Oktober
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:130/50
HR: 96 x/i
debar
RR: 24 x/i
T: 36,7C
1. AF NVR
2. CHF Fc
III ec AR
ec RHD
51
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R+3 cmH2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6,
gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (+/+) minimal
Abd: Soepel, Hepar:
2 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sound (+),
Quincke sign (+)
13
Oktober
(15.00)
Jantung Sens: CM
1. AF NVR
2. CHF Fc
berdebar- TD:130/50
HR:
80
x/i
III ec MS,
debar
RR: 22 x/i
MI, AI,
T: 36,6 C
AS
Mata: Konj.palpebra
(MVHD)
inferior anemis (-/-),
ec RHD
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R+3 cmH2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (+/+) minimal
Abd: Soepel, Hepar:
2 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas:
akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sound (+),
Quincke sign (+)
15
Oktober
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:120/20
HR: 90 x/i
debar
1. CHF Fc
III ec MS,
MI, AI,
52
16
Oktober
17
Oktober
RR: 28 x/i
T: 36,4C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R+3 cmH2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (+/+) minimal
Abd: Soepel, Hepar:
3 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas:
akral
hangat, edema (-/-)
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:110/0
HR: 96 x/i
debar
RR: 22 x/i
T: 35,9C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (+/+) minimal
Abd: Soepel, Hepar:
3 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
AS
(MVHD)
ec RHD
2. AF NVR
3.
gtt/menit
4. Inj Digoxin 0,25 mg 2x1
5. Inj Heparin bolus 600
IU/jam
6. Simarc 2 mg 1x1
7. Captopril 6,25 mg 3x1
8. Furosemid 40 mg 1x1
9. Spironolakton 25 mg 1x1
10. Cek APTT ulang
11. Cek EKG/hari
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF NVR
Jantung
berdebardebar,
nyeri
tungkai
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF NVR
Sens: CM
TD:140/20
HR: 110 x/i
RR: 24 x/i
T: 36C
Mata: Konj.palpebra
53
19
Oktober
Jantung
berdebardebar,
nyeri
tungkai
Sens: CM
TD:100/0 mmHg
HR: 98 x/i
RR: 24 x/i
T: 36,3C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
Abd: Soepel, Hepar:
3 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas:
akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sign (+).
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:90/35 mmHg
debar (+) HR: 112 x/i
RR: 24 x/i
, nyeri
T: 36,8C
tungkai
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF NVR
ALI
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF RVR
3. ALI
1.
2.
3.
4.
5.
54
20
Oktober
21
Oktober
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 ()
irregular, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
Abd: Soepel, Hepar:
3 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas:
akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sign (+),
pulsasi arteri dorsalis
pedis (-).
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:135/60 mmHg
debar (+), HR: 131 x/i
RR: 20 x/i
nyeri
T: 36,7C
tungkai Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R+2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 (N),
murmur (+) EDM
grade 3/6 di URSB,
gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
Abd: Soepel, Hepar:
3 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas:
akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sign (+),
pulsasi arteri dorsalis
pedis
(-),
arteri
radialis kiri (+)
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:110/0 mmHg
3. Post
arteriograf
i
6. Furosemid 40 mg 1x1
7. Spironolakton 1x25 mg
8. KSR 600 mg 2x1
9. Aspilet 80 mg 1x1
10. Clopidrogel 75 mg 1x1
11. Simvastatin 20 mg 1x1
12. Heparin 300 unit/jam
13. Morfin drip 1 amp+ 50 cc
NaCl 0,9% (1cc/jam)
14. Pentoxifilin 1200 mg/24 jam
15. Streptase 120.000 IU dalam
24 jam
16. Pemeriksaan darah rutin,
HST, fibrinogen, D-dimer,
RFT, procalcitonin.
17. Arteriografi ulang
18. Inj Ceftriaxone 2 gram/12
jam
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF RVR
3. ALI
4.
1. CHF Fc II
ec MVHD
55
debar (+)
22
Oktober
Nyeri
dada
kanan
ec RHD
2. AF RVR
3. ALI
1. CHF Fc III ec
MVHD ec
RHD
2. AF RVR
3. ALI post
trombekto
mi
56
Nyeri
dada
kanan
Sens: CM
4. CHF Fc II
TD:140/20 mmHg
ec MVHD
HR: 120 x/i
ec RHD
RR: 28 x/i
5. AF RVR
T: 37,6C
6. ALI
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 (N)
irreguler, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
Abd: Soepel, Hepar:
2 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas: inferior
sinistra: akral dingin,
pucat, pulsasi arteri
dorsalis pedis (-),
sensasi rasa (+), nyeri
(+), rubor, calor, dolor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24
Oktober
Nyeri
kaki kiri
Sens: CM
TD:120/20 mmHg
HR: 92 x/i
RR: 28 x/i
T: 35C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 (N)
irreguler, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF RVR
3. ALI post
trombekto
mi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
57
25
Oktober
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
26
Oktober
Jantung Sens: CM
berdebar- TD:120/20 mmHg
debar (+) HR: 80 x/i
RR: 22 x/i
T: 36C
Mata: Konj.palpebra
inferior anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
1. CHF Fc II
ec MVHD
ec RHD
2. AF RVR
3. ALI post
trombekto
mi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Clopidrogel 75 mg 1x1
Simvastatin 40 mg 1x1
Bicarbonat 3x1 tablet
Vitamin E 25.000 IU 1x1
Pentoxyfilin 2x400 mg
Allopurinol 1x100 mg
Laxadyn syr 3xCI
58
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
27
Oktober
Nyeri
kaki kiri,
wajah
sembab
Sens: CM
1. CHF Fc II
TD:160/0 mmHg
ec MVHD
HR: 94 x/i
ec RHD
RR: 24 x/i
2. AF RVR
T: 36C
ALI post
Mata: Konj.palpebra
trombekto
inferior anemis (-/-),
mi
Sklera ikterik (-/-)
TVJ: R-2 cm H2O
Cor: S1 (N) S2 (N)
irreguler, murmur (+)
EDM grade 3/6 di
URSB, gallop (-)
Pulmo : SP: Vesikuler
ST: Ronki basah
basal (-/-)
Abd: Soepel, Hepar:
2 jari BAC, lien: ttb,
BU (N).
Ekstremitas: inferior
dextra: akral hangat,
edema (-) inferior
sinistra: akral dingin,
pucat, pulsasi arteri
dorsalis pedis (-),
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
(H-5)
Heparin 1.000 IU/jam
Morfin drip 2 amp+ 50 cc NaCl
0,9% (1,5 cc/jam)
Inj Ketorolac 1 gram/6 jam
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1
Inj Furosemid 20 mg/12 jam
Captopril 6,25 mg 3x1
KSR 600 mg 2x1
Aspilet 80 mg 1x1
Clopidrogel 75 mg 1x1
Simvastatin 40 mg 1x1
Bicarbonat 3x1 tablet
Vitamin E 25.000 IU 1x1
Pentoxyfilin 2x400 mg
Allopurinol 1x100 mg
Laxadyn syr 3xCI
EKG
Cek aPTT
59
23.
EKG
Cek aPTT
60
BAB IV
KESIMPULAN
Prognosis: malam
61
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryadipraja, R.M., 2004, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam
Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 976,981-2.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University
of
South
Carolina:
2006.
Available
from
URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
Diakses pada tanggal 4 September 2012.
3. Karim S, Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit
Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University
of
South
Carolina:
2006.
Available
from
URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm.
Diakses pada tanggal 4 September 2012.
5. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics
-2010 Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed
September 4 2012].
6. Helth Welsh Survey. 2009. Prevalence of Heart Failure, 1995/95 To
1970/70,
England
and
Wales,
2008,
Wales.
Available
from:
RS
Santa
Elisabeth
Medan
Tahun
2002.
Available
from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14656/1/09E01271.pdf.
[Accessed September 3 2012]
8. Mariyono H. 2007. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar. 8(3).
9. Siagian, 2009. Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008. USU, Medan)
10. Whelton, dkk., 2001. Risk Factors Congestive Heart Failure in US Men
and
Women.
American
http://www.archinternmed.com
Medical
Association
62
http://www.news-medical.net/health/Heart-Failure-
Congestive
Heart
Diakses
Failure:
pada
Diagnosis,
Failure.
April
2011,
(http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#aw2aab6b2b5aa
63
23. Miller, C.A. et al., 2011. Valvular Heart Disease. In: Lilly, L.S.,
Pathophysiology of Heart Disease: 5th ed. China: Lippincot Williams &
Wilkins
24. Otto, C.M. et al., 2008. Valvular Heart Disease. In: Libby, P. et al.
Braunwalds Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine: 8th
ed. USA: Elsevier
25. Carabello, B.A., 2010. Aortic Valve Disease. In: Levine, G.N., Cardiology
Secrets: 3rd ed. USA: MOSBY Elsevier
26. Mayo
Clinic.
Aortic
Valve
Stenosis.
http://www.mayoclinic.com/health/aortic-valve
October 30 2012].
27. Center
for
Aortic
Disease.
Available
stenosis/.
2012.
from:
[Accessed
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001230/.
Kardiologi
Klinik
Departemen
Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-
Into
64
from:
URL:http://emedicine.medscape.com/article/758816-
65
http://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#showall.
[Accessed October 29 2012].