Anda di halaman 1dari 18

2.

1
Pemasangan Alat dalam tubuh sebagai penyembuhan
2.1.3.1 Penggunaan Kawat Gigi
Breket atau kawat gigi ( behel ) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
meratakan gigi. Mekanismenya yaitu dia mengatur, mendorong dan menahan pergerakan gigi.
Perawatan ortho bertujuan untuk memperbaiki fungsi bicara, estetis muka, sudut bibir, rahang,
senyum. Kelainan bawaan seperti sumbing juga bisa menyebabkan kelainan ortodontik apalagi
jika pada daerah sumbing itu tak ditumbuhi gigi. Faktor penyebab lainnya adalah penyakit
kronis, misalnya amandel, pilek-pilek (rhinitis alergika), bernafas melalui mulut dan sebagainya.
Beberapa kebiasaan buruk seperti menopang dagu dan menjulurkan, kebiasaan menghisap jari
terutama dalam jangka waktu lama sampai lebih dari lima tahun atau kebiasaan ngempeng anak
balita terutama jika dotnya tak ortodontik (tak sesuai dengan anatomi rongga mulut dan geligi)
bisa pula menyebabkan penampilan gigi buruk.
Secara umum alat untuk merapikan gigi ada dua macam, yaitu alat yang lepasan
(removeable appliances) dan alat cekat (fixed appliances). Dibanding alat cekat, alat yang
lepasan lebih mudah dibersihkan sehingga gigi tetap terjaga kebersihannya. Tapi alat yang
terbuat dari akrilik ringan ini memiliki keterbatasan kemampuan untuk menangani kasus-kasus
sulit. Alat ini terbatas untuk menggerakkan gigi dengan jarak jauh. Akibatnya untuk pasien
dewasa akan kurang efektif jika menggunakan alat lepasan ini.Berbeda dengan alat lepasan, alat
cekat memiliki jangkauan perawatan lebih tinggi sehingga mampu digunakan untuk kasus-kasus
sulit. Alat ini terdiri dari kawat, baracket (penopang kawat yang ditempelkan pada gigi terbuat
dari logam, keramik, atau plastik) dan cincin karet yang berwarna warni. Kawat ini sendiri
terbuat dari logam titanium ringan, tak berkarat dan memiliki kelentingan, ukuran serta bentuk
yang bermacam-macam sesuai kebutuhan. Karena menempel pada gigi maka cara membersihkan
alat cekat ini menjadi tak bebas. Hanya saja pada orang dewasa, pemasangan alat ini sangat
tergantung pada kondisi jaringan pendukung gigi, seperti gusi, tulang yang mengikat, serta ada
tidaknya penyakit yang melemahkan tubuh seperti diabetes, TBC, dan lain-lain.
Melihat berbagai faktor penyebab kelainan dan penanganan orthodontik karena alasan
medis tersebut di atas diperbolehkan dalam Islam baik sebagai pasien maupun dokter gigi yang
menanganinya, bahkan dianjurkan dan dapat bernilai ibadah. Sebab Islam menganjurkan untuk

berobat bila terjadi kelainan dan ketidaknormalan pada fisik dan psikis. Bukankah Islam sangat
memperhatikan kesehatan sebagaimana pesan dalil-dalil yang telah di kemukakan.
.1.2

Hukum Penggunaan Kawat Gigi


Keahlian medis dalam masalah merapikan gigi yang dikenal dengan istilah orthodonti

(orthodontics) merupakan nikmat Allah SWT kepada umat manusia untuk mengembalikan
kepada fitrah penciptaannya yang paling indah (fi ahsani taqwim) yang patut disyukuri dengan
menggunakannya pada tempatnya dan tidak disalahgunakan untuk memenuhi nafsu insani yang
kurang bersyukur.
Firman Allah swt. yang artinya:
Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan
juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.? QS. Ad-Dzariyat
( 51) : 20, 21)
Belakangan ini ada kecenderungan dan fenomena penggunaan kawat gigi menjadi
semacam tren aksesoris yang merata khususnya yang lebih banyak kaum perempuan, mulai dari
siswa SD, anak ABG, para remaja, gadis belia dan dewasa sampai kalangan ibu-ibu yang suka
menggunakan kawat gigi dengan hiasan mata cincin berwarna warni dan bahkan tidak jarang
berlian serta permata yang tidak jarang hanya sekadar ingin ikut-ikutan, sekadar ingin bergaya
dan tampil trendi atau biar kelihatan berkelas dan keren meskipun sebenarnya tidak perlu
memakainya dengan kondisi gigi yang normal. Pemasangan kawat pada pasien yang sebenarnya
secara medis dan kesehatan gigi dan gusi tidak memerlukan perawatan itu sebenarnya
merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan, tidak perlu, termasuk mubazir dan praktik tolong
menolong dalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. Sebab, biasanya, rata-rata lama perawatan
ortodontik berkisar dua tahun atau tergantung tingkat keparahan ketidaknormalan struktur
giginya dengan biaya yang tak sedikit.
Semua itu jika di luar kebutuhan mendesak medis dikategorikan sebagai perbuatan tabzir
(kemubaziran) dan isrof (berlebihan) demi gengsi, gaya hidup (life style) dan sekadar pamer
yang tidak terpuji dalam Islam karena kawat tersebut tidak akan membawa pengaruh apa-apa

pada pertumbuhan gigi selanjutnya tetapi justru membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak
perlu dan cenderung berlebih-lebihan (israf) dan bermewah-mewahan yang dibenci dan dikutuk
Allah Swt (QS. Al-Mukminun:64-65, QS. Al-Isra:26-27). Akan lebih baik bila kelebihan
rezki tersebut digunakan untuk beramal shalih berupa sedekah terutama kepada korban kondisi
krisis ekonomi dan bencana yang justru secara spiritual akan mempercantik kepribadian diri
secara hakiki di samping akan membawa kebahagiaan dan keberkahan dunia dan akhirat.
Wallahu Alam Wa Billahit taufiq wal Hidayah.




"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato,
orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan
orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah." (HR.
Muslim)
.1.2.1

Hukum Menggunakan Behel menurut para Ulama


Banyak yang menanyakan hukum menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut

pandangan Islam ?
Pertama, jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan, atau menurut
istilah orang Jawa gigi moncong atau gigi mrongos, yang kadang sampai tingkat tidak wajar
sehingga mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya
boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar giginya menjadi rata
kembali. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :



Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu
penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka
bertanya, "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua
(pikun). (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits
ini Hasan Shahih).

Di dalam hadits lain juga diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang merubah gigi
dengan tujuan agar giginya lebih indah dan lebih cantik. Imam Nawawi menerangkan hadist
tentang al-Mutafalijat :
Maksud (al-Mutafalijat) dalam hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham
dan depan. Kata (al-falaj) artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi depan. Ini
sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang seumur dengan mereka agar
mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.
Perbuatan seperti ini haram untuk dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan
pasiennya berdasarkan hadist-hadist yang ada, dan ini meru pakan bentuk merubah ciptaan Allah
serta bentuk manipulasi dan penipuan. [1]
Kedua, jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak
menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu yang tidak memalukan, serta pemakaian
kawat behel dalam hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum pemakaian kawat
behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah suhbanahu
wataala.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu bahwasanya nabi
Muhammad shallallahu alaihi wassalam bersabda :



"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan
tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu
matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah
ciptaan Allah." (HR. Muslim)

[1] Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz : 14, hal : 106-107


[2] www.Islamqa.com
[3] Utsaimin, Majmu Fatawa wa Rasail, Dar al-Wathan, 1413, juz : 11, hal : 140

[4] Tentang kebolehan perempuan menggunakan gigi palsu dari emas disampaikan oleh Syekh
Abdul Muhsin Ubaikan di dalam situsnya : www.al-obeikan.com
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2009/12/07/4969/masalah-orthodonti-dan-hukumpemasangan-kawat-gigi/#ixzz3sNpFsfHK
.1.3

Penggunaan Ring Pada Fraktur Tulang


Fraktur terbuka adalah fraktur yang disertai kerusakan kulit ditempat fraktur yang

memungkinkan bakteri menginfeksi hematom fraktur, hyang mana kerusakan kulit dapat terjadi
dari dalamatau dari luar. ( Salter RB. Texrbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System, third edition, Williams & Wilkins A Waverly Company, Baltimore, USA; 1999:425-35)
Pada kasus fraktur terbuka penanganan dilakukan sejak dari tempat kejadian yang
meliputi pengawasan jalan nafas, mengontrol adanya perdarahan, dan kemungkinan shock serta
immobilisasi penderita untuk segera dikirim ke rumah sakit terdekat. Penanganan lebih lanjut
dilakukan di rumah sakit sesuai prinsip ATLS. Penanganan fraktur terbuka yang merupakan
kasus emergensi sangat dianjurkan dalam 8 jam pertama, setelah masalah yang mengancam
jiwaq telah diatasi. ( Gustilo RB, Gruninger RP, Tsukayama DT. Management of Open fractures
In : Orthopedic Infection diagnosis and treatment, W.B Saunders Company, Philadelphia : 1989 :
87 -117DAN Advanced trauma life support program for doctors. Sixth ed, 1997:21-45 ).
Setelah keadaan stabil diberikan antibiotika dan ATS, pemeriksaan X foto sebagai
penunjang diagnostik dan perencanaan tindakan definitif ( Gustilo RB, Gruninger RP,
Tsukayama DT. Management of Open fractures In : Orthopedic Infection diagnosis and
treatment, W.B Saunders Company, Philadelphia : 1989 : 87 -117
Tujuan pengelolaan fraktur terbuka adalah mencegah infeksi, menghasilkan penyembuhan
fraktur dan mempertahankan fungsi ekstremitas yang optimal. Prinsip penanganan berupa
tindakan terhadap luka terbuka dan tindakan stabilisasi fragmen - fragmen tulang.
Indikasi pemasangan alat fiksasi interna pada fraktur adalah

Multipel trauma, tujuannya untuk mendapatkan mobilisasi awal, memudahkan perawatan


penderita

Kerusakan dan kehilangan jaringan lunak yang luas dimana akan dilakukan tindakan
ulang bedah

Floating extrimity (fraktur ipsilateral femur dan tibia)

Cedera arteri yang membutuhkan repair arteri

Fraktur intra artikular

Fraktur yang tidak stabil

Fraktur patologis

Fraktur pada lempeng epifise yang dapat menghentikan pertumbuhannya


(Apley AG, Solomon L. Apley's System of Orthopaedics and Fracture, 7 th ed,
Butterworth- Heinamann, Great Britain ;1995 ;698-95)

.1.4

Hukum Penggunaan Ring pada fraktur tulang


Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan non medis. Para ahli

berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara
terminologis menjadi 3 pendapat, yaitu :
Pendapat pertama, medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai
kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini di
nisbatkan oleh para dokter klasik dan Ibnu Rusyd Al-hafidz.
Pendapat kedua, medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh
manusia untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit.
Pendapat ketiga, Ilmu pengetahuan tentang kondisi-kondisi tubuh manusia, dari segi
kondisi sehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan
mengembalikannya kepada kondisi sehat ketika kondisi nya tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu
sina.

Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi memiliki


arti dan kandungan yang berdekatan, meskipun definisi ketiga lah yang memiliki keistimewaan
karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditujukan oleh definisi pertama dan kedua.
.1.5

Penggunaan Ring Pada Pembulu Darah


Pemasangan Ring pada pembuluh darah jantung disebut juga pemasangan stent atau

cincin. Pemasangan ring adalah prosedur untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit
atau tersumbat dibagian jantung. Ring jantung ini merupakan pembuka pembuluh darah koroner
sehingga jantung kembali mendapat suplai darah.
Menurut para dokter ahli jantung, ring jantung mulai dibutuhkan ketika seseorang
mengidap penyakit jantung koroner yang yang biasanya terjadi akibat pembuluh darah koroner
yang menyempit di bagian jantung. Pembuluh darah koroner memungkinkan jantung mendapat
suplai darah dan oksigen. Bahan-bahan vital bagi tubuh itu melewati pembuluh darah koroner
untuk dialirkan ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkan.
Oleh sebab itu, jika mengalami penyempitan atau bahkan penyumbatan akibat
penumpukan lemak dan endapan kalsium, jantung mustahil mendapatkan dan mengalirkan
pasokan darah maupun oksigen. Akibat fatalnya dapat menyebabkan kematian otot-otot jantung
yang berujung kematian. Dengan adanya pemasangan ring ini dapat membantu angka harapan
hidup penderita penyumbatan pembuluh darah koroner dapat tertolong dan meningkat.
2

Prof. DR. Dr. T Santoso S., SpPD, KKV, FACC,.2005.Mengenal Teknik Modern Dalam
Pengobatan Penyakit Jantung Koroner.Jakarta

.1.6

Hukum Penggunaan Ring Pada Pembulu Darah


Pada dasarnya pemasangan ring pada pasien penyumbatan pembuluh darah diperbolehkan

karena dengan pemasangan ring dapat meningkatakan angka harapan hidup seseorang. Pada
hukum islam memasang alat di dalam tubuh untuk membantu penyembuhan sangat disarankan
tetapi tetap dilihat dan dipertimbangkan dari bahan yang digunakan tidak membahayakan bagi
pasien.
2

Pandi W, Emma. 2010. Sehat Cara Al-Quran & Hadis. Jakarta: Hikmah.

.1.7

Penggunaan Kateter

Kateter adalah sebuah alat yang didesain untuk dimasukkan ke dalam uretra hingga kandung
kemih untuk mengeluarkan urin yang tertahan (Stedmans medical dictionary, 1995).
Kateterisasi yang digunakan menetap, dalam jangka waktu yang lama, hingga pasien dapat
mengosongkan kandung kemih secara normal. Penggantian kateter dapat dilakukan secara teratur
sesuai dengan batas waktu pemasangan dari setiap jenis kateter ( Potter & Perry, 1993). Kateter
ini dikenal sebagai folley catheter.
Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter dalam jangka waktu
yang pendek akan meminimalkan infeksi, sehingga metode pemasangan kateter sementara
adalah metode yang paling baik.
Indikasi pada pemasangan kateter sementara :
(a) Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih
(b) Pengambilan urin residu setelah pengosongan kandung kemih
Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek :
(a) Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)
(b) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, uretra dan
organ sekitarnya
(c) Preventif pada obstruksi uretra dari perdarahan
(d) Untuk memantau output urin
(e) Irigasi vesika urinaria
Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang :
(a) Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI
(b) Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urin
(c) Klien dengan penyakit terminal
Potter, P. A & Perry, A.G., (1997). Fundamentals of Nursing Concepts, Process
and Practice. Missouri : Mosby
Stedmans Medical Dictionary, (1995). 26th Edition. USA : William & Wilkins

.1.8

Hukum Penggunaan Kateter


Dienul Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk beluk yang ada di

kehidupan manusia dan semua ciptaan Allah. Adapun yang termasuk yang dibahas adalah
mengenai hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Adapun perintah Allah
swt. yang berkaitan dengan etika hubungan antara lelaki dan wanita pada (QS. Al-Ahzab : 53).
Banyak pendapat dari berbagai ulama mengenai hubungan antara laki-laki dan wanita ini,
antara lain:
Asy Syaikh berkata, Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan ituhanya
diperbolehkan apabila tidak

disertai

dengan

syahwat

serta

aman

dari

fitnah. Apabila

dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz
(berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya.) maka KEHARAMAN berjabat
tangan tidak diragukan lagi. Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - YAITU
TIADANYA SYAHWAT DAN AMAN DARI FITNAH meskipun jabatan tangan itu antara
seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya,
mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.Bahkan
berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak
terpenuhi. Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang
disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi
hubungan yang erat dan akrab diantara mereka. Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau
muslimah yang komitmen pada agamanya IALAH TIDAK MEMULAI BERJABAT
TANGAN DENGAN LAIN JENIS. Tetapi, apabila diajak berjabat tangan barulah ia menjabat
tangannya.
Tidak itu, dalam islam juga melarang agar kaum muslimin tidak berdua-duan
(LARANGAN BERKHALWAT) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam
berpidato: Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita
kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali
bersama mahramnya. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah,

sesungguhnya isteriku pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban
mengikuti peperangan ini dan itu. Beliau bersabda: Berangkatlah untuk berhaji bersama
isterimu. [Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad]
2.2

Petunjuk Al-Qur'an tentang Pengobatan


Banyak ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al-

Quran itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin.
Dan kami menurunkan Al-Quran sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
mukmin.(QS Al-Isra: 82). Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al-Quran yaitu
Asysyifa yang artinya secara terminologi adalah obat penyembuh. Hai manusia, telah datang
kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhan mu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(QS Yunus:57)
2.3

Pengobatan Modern Dalam Pandangan Islam


Pengobatan modern berasal dari pengobatan tradisional. Dan merupakan perkembangan

hasil dari kerja akal manusia yang diberi kesempatan untuk aktif memikirkan dan
merenungkankehidupan
segala

ini.

Pengobatan

modern

menurut

pandangan

islam

adalah

tekhnik pengobatan yang berdasarkan hasil dari befikir dan mengembangkan ilmu dan

pengetahuan dalam bidang kesehatan dengan mengandalkan akal yang telah diberikan oleh Allah
SWT untuk di kembangkan dan di amalkan guna manusia dan alam sekitarnya. Nabi
menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang terdiri dari
tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca Al-Quran dan untuk fisik
adalah materi contohny madu.
Perlu

diketahui

Allah menurunkan

segala

penyakit tanpa

menjelaskan secara

terperinci mengenai jenis penyakitnya dan Allah menurunkan obatnya tanpa amenyebutkan apa
obatnya dan bagaimana cara memakainya. Masalah ini haruslah dikerjakan oleh manusia dengan
akal, ilmu dan penyelidikan yang sekarang dinamai science bersama teknologinya. Agama itu
akal dan tidak ada agama bagi yang tidak berakal Inilah dorongan untuk membangun ilmu
pengetahuan (science), termasuk pengetahuan pengobatan (medical science).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hukum Berobat

Seperti yang kita ketahui dalam islam hokum untuk berobat bagi seseorang yang sakit
banyak sekali pendapat ada yang mewajibkan, mensuhnahkan dan bahkan berobatpun bias
menjadi haram. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah),
memang bukanlah sebuah kewajiban untuk orang yang sedang sakit untuk berobat namun pada
beberapa hadis dijelaskan bahwa setiap kita yang sakit dituntut untuk berobat, tuntutan tersebut
adalah sebuah anjuran dan sifarnya tidak harus/wajib.
Salah satuhadis Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian! (HR Ahmad, dari Anas RA)
Dari hadist tersebut adanya sebuah tuntutan kita untuk berobat. Dalam hadits itu tidak
terdapat bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat. Di
antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam
pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,
Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat
kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku! Nabi SAW berkata, Jika kamu mau,
kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar
Dia menyembuhkanmu. Perempuan itu berkata, Baiklah aku akan bersabar, lalu dia berkata
lagi,Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah kepada
Allah agar auratku tidak tersingkap. Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari).
Dalam hadits di atas kita diperbolehkan tidak berobat dan dianjurkan untuk berdoa serta
bersabar. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan
berobat, maka hadits kedua ini menjadikan perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan
perintah wajib.
Pada dasarnya hukum berobat yang disepakati oleh banyak ulama adalah sunnah namun
ada pendapat bahwa pengobatan atau berobat hukumnya bias menjadi mustahab atau wajib
apabila penderita bisa diharapkan kesembuhannya. Sedangkan jika sudah tidak ada harapan
sembuh, sesuai dengan sunnah Allah dalam hukum sebab-akibat yang diketahui dan dimengerti

oleh para ahlinya (dokter) maka tidak ada seorang pun yang mengatakan mustahab berobat,
apalagi wajib.
Dengan demikian, jelaslah hokum pengobatan atau berobat hukumnya sunnah dan
bahkan bias menjadi wajib ataupun tidak dianjurkan tergantung dengan kondisi setiap individu
yang sedang mengalami sakit, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien
adalah sunnah tapi bias menjadi wajib ataupun tidak diperbolehkan ditinjau lagi dari segi
maanfaat serta alat bantu yang digunakan.
3.2 Hukum Memakai Kawat Gigi Dan Ring
Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dan
berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia adalah merubah gigi mereka agar
lebih cantik dan lebih indah, maka munculah kawat behel yang digunakan untuk merapikan gigi,
ada gigi yang terbuat dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi yang tanggal, ada juga alatu
ntuk mengikirgigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.
Nabi telah bersabda:



Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit
melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka bertanya, "Penyakit
apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun). (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini Hasan Shahih).
3.2.1 Hukum Memakai Gigi Palsu
Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan, atau
dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka dibolehkan
baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam pengobatan.
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak, bukanlah termasuk
merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan.

Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :






Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang
timbul.
Berkata Syekh Sholeh Munajid :



.


Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit atau karena
rusak, adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan.Kami tidak mengetahui
seorangpun dari ulama yang melarangnya. Kebolehan ini berlaku secara umum, tidak dibedakan
apakah gigi itu dipasang permananen atau tidak, yang penting bagi pasien memilih yang sesuai
dengan keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter spesialis. [2]
3.2.1 Gigi Palsu Dari Emas dan Perak
Jika yang memasang gigi palsu adalah perempuan, maka hal itu dibolehkan karena
perempuan dibolehkan untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu
adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas dari dua keadaan :
Pertama, dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa menggunakan gigi
palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas dan perak, maka dalam hal ini memakai gigi
palsu dari emas dan perak hukum haram.
Kedua, dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak mendapatkan kecuali
gigi palsu yang terbuat dari emas atau perak, atau tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan
dari emas atau perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan
olehArfajah bin As'ad :

Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada masa Jahilliyah hidungku
terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk.
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar aku membuat hidung
dari emas." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist ini Hasan)
Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan emas dan perak
dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan dalil untuk penggantian gigi
dengan perak dan emas, jika memang dibutuhkan, karena kedua-duanya sama-sama anggota
tubuh.

3.3 Hukum Memasang Kateter


Dalam pembahasan ini, Hukum pemasangn kateter sebagai alat bantu untuk buang air
kecil ataupun buang air besar ditinjau dari 2 hal, yaitu:
A. Hukum memasang kateter dari segi interaksi pria dan wanita
Beberapa hal yang terjadi pada proses pemasangan kateter diantaranya: Untuk dokter dan
pasien yng berbeda jenis kelamin, maka hal ini menyebabkan interaksi yang mengakibatkan
bersentuhannya kulit antara dokter dan pasien yang pada dasarnya dalam hukum Islam itu
dilarang, kemudian pemasangan kateter juga mengakibatkan terbukanya aurat pasien tersebut.
Dalam Islam terdapat kaidah ushul fiqih yaitu yang darurat dapat membolehkan yang dilarang.
Kaidah lain juga menyebutkan bahwa Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan

suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan
kemudahan dan kelonggaran).
Dengan berpedoman kaidah ini, maka proses pemasangan kateter tergolong kondisi yang
darurat, karena sebagai wujud ikhtiyar dokter untuk mengobati pasien semaksimal mungkin
yang mana jika tidak segera dilakukan akan menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi pasien.
Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya
darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada
alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.
Oleh karena itu, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sebisa
mungkin tetap diusahakan antara pasien dan dokter yang menangani berjenis kelamin sama,
namun jika terpaksa tidak ada dokter lain lagi yang bisa melakukannya, maka sewaktu dokter
memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri
yang berjenis kelamin sama dengan pasien. Selin itu, dalam pengobatan, kebolehan hanya pada
bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait
langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya dan harus tertutup.
B. Hukum bersuci bagi pasien dengan kateter/urine bag
Mengacu pada firman Allah:
,
Bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian. (QS. At-Taghabun: 16).
Jika penggunaan alat ini termasuk kondisi terpaksa, di mana kateter harus tetap terpasang
dan tidak bisa dilepas waktu shalat, atau jika sering dilepas akan membahayakan orang yang
sakit, maka tidak masalah shalat dalam keadaan kateter tetap terpasang. Akan tetapi jika
memungkinkan bisa dilepas, maka diusahakan untuk tetap melepas kateter saat akan sholat
minimal dua kali sehari, pada waktu mendekati ashar dan mendekati Isya. Seperti hadits yang
dibawakan Ibnu Qudamah adalah hadis dari Hamnah binti Jahsy radhiyallahu anha, beliau
pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang hukum shalat dan puasa,
sementara dia terus keluar darah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:



Jika kamu sanggup, lakukan hal berikut: akhirkan shalat dzuhur dan segerakan shalat asar di
awal waktu. Kamu mandi kemudian shalat dzuhur dan asar dijamak. Kemudian kamu akhirkan
shalat maghrib dan segerakan shalat isya di awal waktu, kemudian kamu jamak dua shalat itu
dst. (HR. Turmudzi dan yang lainya)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hadits yang sudah disebutkan di atas menunjukkan bahwa segala penyakit
pasti ada obatnya. Adanya teori pemasangan pen, gigi palsu dan behel merupakan bentuk
perkembangan ilmu kedokteran modern dan merupakan bentuk ikhtiyar para ilmuwan di bidang
kesehatan. Sehingga, pada dasarnya pemakaian behel, gigi palsu maupun pen tidaklah dilarang

asalkan memang ada indikasi medis. Namun jika pemakaiannya tanpa ada indikasi medis, maka
hal tersebut tidak dianjurkan. Ada pendapat yang mengatakan hal ini termasuk mengubah ciptaan
Allah, namun disamping itu memasang kawat gigi tanpa indikasi medis juga termasuk tindakan
yang mubadzir karena biaya pemasangan behel juga pasti tidak murah.
4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai