Anda di halaman 1dari 10

BLOK 1 – KEPRIBADIAN

PEMICU 3
“ HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM”

Disusun Oleh:
NASYA AYU VIANDINI
200600110
KELOMPOK 11

FASILITATOR :
NURDIANA,drg.,Sp.PM

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Sumatera Utara
Medan
2020
PEMICU 3 ( AGAMA ISLAM )

Judul Pemicu : Hakikat Manusia Menurut Islam

Penyusun : Dra. Sahlia, M. Ag

Hari/Tanggal : Rabu/ 14 Oktober 2020

Skenario :

Ada dua orang mahasiswa bernama Arsya dan Arzu kedua-duanya beragama Islam dan
dari anak orang kaya di tempatkan di daerah sebagai drg di Rumah Sakit, kebetulan
masyarakatnya banyak yg sakit gigi., miskin, multietnis. Ketika mereka buka praktek datanglah
seorang ibu muda yang sedang sakit gigi supaya giginya diobati oleh drg Arsya. Setelah drg
Arsya memeriksanya dia mengatakan gigi ibu ini harus dicabut nanti akan diganti dengan gigi
yang baru kalau tidak akan mengganggu kepada gigi yang lainnya dengan biaya yang sangat
mahal. Ibu ini mengatakan tidak punya uang sebanyak itu, saya orang miskin, drg Arsya
mengatakan kalau tidak ada uang jangan berobat ke drg pergi saja ibu ke alternatif biayanya
murah. ibu ini pulang dengan kesakitan. Kemudian ibu ini mendatangi drg Arzu pendapatnya
sama dengan drg Arsya mengenai penyakitnya dan ibu ini juga mengeluh biaya sama seperti
keluhannya kepada drg Arsya. Akhirnya dokter gigi Arzu bertanya berapa uang ibu yang ada?
Itu saja kita buat untuk perobatan ibu yang penting ibu sehat, bisa beribadah dan bisa bekerja lagi
untuk menafkahi anak-anak ibu. Di samping itu untuk mengurangi tingkat penyakit gigi di
daerah tsb drg Arzu sering mengadakan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya
merawat gigi serta menjelaskan satu persatu efek yang ditimbulkan sakit gigi dan drg Arsya tidak
pernah melakukan hal ini. Drg Arsya selalu membeda-bedakan pasien harus yang kaya, sesuku,
dan seagama
Pertanyaan :

1. Jelaskan pandangan Allah SWT terhadap orang yang mau menyelamatkan dan membantu
orang lain sebutkan dalil dari al-Qur’an dan Hadist?
2. Apakah drg Arzu perlu mengadakan penyuluhan kesehatan gigi pada masyarakat menurut
ajaran Islam?
3. Apa yang membuat drg Arzu mau membantu perobatan gigi orang yang miskin?
4. Apa yang membuat drg Arsya tidak mau membantu orang yang miskin?
5. Jelaskan bolehkah gigi yang dicabut diimplan? Dan apabila orangnya meninggal apakah
di ambil kembali giginya?
6. Jelaskan dari sudut pandang akhlak, etika dan moral bagaimanakah sikap drg Arsya dan
Arzu
7. Jelaskan hubungan antara Iman , Ilmu dan Amal?
8. Apakah tindakan drg Arsya membeda-bedakan status dibolehkan menurut Islam?

Jawaban :

1. Sesungguhnya Allah SWT sangat menyenangi dan mencitai sifat tolong


menolong dan sangat menganjurkan hambaNya untuk saling menolong, sampai-sampai
Allah Azza wa Jalla menjanjikan suatu kebaikan, tidak hanya di dunia tetapi juga di
akhirat, yang akan didapatkan oleh seseorang apabila ia mau menolong saudara sesama
muslim maupun nonmuslim tanpa boleh membeda-bedaknnya. Hal itu sejalan dengan
hadist Rasulullah saw dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, Nabi Shallallahu’alaihi
wassalam bersabda yang artinya “ barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia
dari seorang mukmin maka Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan di hari
kiamat. Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah
hutang) maka Allah Azza wa Jalla akan memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia
dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi
(aib) nya di dunia dan akhirat...” ( HR Muslim no.2699, HR Abu Dawud no.3643, HR
Tirmidzi no.1425,2646,2945 dari Abu Huraihah ). Dalam hadist ini jelas disebutkan dan
dikatakan oleh Rasulullah saw bahwa begitu Allah Azza wa Jalla akan memberikan
ganjaran dan imbalan yang sangat berharga bagi siapapun yang mau menolong kehidupan
sesama manusia. Begitu tingginya pertolongan Allah bagi orang yang mau memudahkan
urusan orang lain, menutup aib orang lain, serta saling tolong-menolong dalam
kehidupan.
Tentunya tolong menolong yang dianjurkan dalam islam yaitu tolong menolong
dalam kebajikan. Sebaliknya, kita dilarang untuk saling tolong-menolong dalam
perbuatan yang munkar atau dalam perbuatan yang buruk bahkan Allah akan melaknat
suatu tolong-menolong dalam kemunkaran. Seperti yang tertera dalam firman Allah yang
menyerukan hambaNya untuk senantiasa hidup saling tolong-menolong dalam kebaikan,
yaitu Q.S Al-Maidah ayat 2 yang artinya “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa
dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat
siksaannya“.
Referensi:
 https://almanhaj.or.id/12363-membantu-kesulitan-sesama-muslim-dan-mnuntut-
ilmu-jalan-menuju-sutga.html
 Buku hadist Al-Lu’Lu’ Wal Marjan
 Al-Quran Al-Hufaz

2. Iyaa, drg.Arzu perlu mengadakan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat. Sebagaimana islam sangat menganjurkan bagi setiap hambanya untuk
senantiasa menimba dan membagikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain, apalagi ilmu
tersebut berkaitan dengan kebaikan hidup seseorang. Sesuai dengan HR Muslim yang
berbunyi, “barang siapa yang mengajak kepada jalan yang baik maka ia akan mendapat
pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sendiri”. Dan didukung oleh HR Turmuzi dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata “ saya
mendengar Rasulullah saw bersabda : semoga Allah memberi cahaya yang berkilauan
kepada seseorang yang mendengar sesuatu dariku kemudian ia menyampaikannya
sebagaimana yang telah ia dengar karena banyak orang yang disampaikan kepadanya
(sesuatu itu) lebih menghayati daripada orang yang mendengarnya sendiri”.
Nah, dengan memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat, drg.Arzu tentu sudah mengamalkan isi dari hadist di atas. Ia memberikan
suatu ilmu dan pengetahuan yang baik kepada masyarakat, ilmu tersebut yaitu
memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara menjaga kesehatan gigi dan mulut agar
terhindar dari penyakit gigi dan mulut yang ada.
Referensi :
 Buku hadist Al-Lu’Lu’ wal Marjan

3. Yang membuat drg.Arzu mau membantu pengobatan gigi orang yang miskin
karena ia memiliki iman dalam hatinya. Ia senantiasa mengamalkan isi dari Al-Quran dan
hadist yang menjadi dasar dan pedoman dalam menjalani hidupnya. Ia yakin dan percaya
bahwa dengan menolong sesama tanpa pernah memandang status sosial seseorang maka
ia akan mendapatkan keberkahan dan pahala dari Allah. Sesuai dengan firman Allah Q.S
Al-Anbiya ayat 107 yang artinya, “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
rahmat bagi semesta.” Berdasarkan ayat tersebut, sikap drg.Arzu yakin bahwa Allah telah
ridho untuk ia menjadi seorang dokter gigi yang sukses maka sebagai rasa bersyukur atas
pemberian Allah, drg.Arzu mengamalkannya dengan membantu orang-orang yang
membutuhkan pertolongannya dan membawa rahmat dari Allah untuk orang lain melalui
tangannya. Dan ia juga mengamalkan ucapan Rasulullah saw yang mengatakan bahwa
“orang yang terbaik diantara kamu adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi
orang lain.”
Referensi :
 Al-Quran Al-Hufaz
 https://www.eramuslim.com/coach-corner/self-motivation/sukses-
memberikan-manfaat-bagi-orang-lain.htm#.X4AmzYuSnIU
4. Yang membuat drg.Arsya tidak mau membantu orang lain yaitu kurangnya rasa
iman kepada Allah, Al-quran, dan hadist serta kurangnya penanaman sikap sosial dalam
diri drg.Arsya. Ia menganggap bahwa status sosial terutama uang adalah segala-galanya.
Ia enggan membantu orang yang dianggapnya tidak bisa membalas apa yang telah ia
berikan, misalnya seperti pada skenario, ia tidak mau menolong ibu miskin yang giginya
sakit karena ibu itu tidak punya uang untuk membayar jasa drg.Arsya.

5. Gigi adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang mempunyai fungsi yang
sangat vital. Tanpa gigi, tentulah manusia akan kesulitan untuk makan, berbicara,
maupun membaca Al-Quran. Oleh karena itu, jika seseorang kehilangan gigi lalu itu akan
membuatnya kesusahan maka hukum mengimplankan gigi untuknya diperbolehkan
(mubah). Namun, akan berubah hukumnya jika tujuannya untuk mempercantik atau
mengubah ciptaan Allah. Ini sesuai dengan penjelasan dari Syekh Saleh Munajid, ia
mengatakan bahwa “ memasang gigi buatan di tempat gigi yang dicabut karena sakit atau

rusak itu adalah perkara yang mubah. Tidak ada dosa dalam melakukannya”. Hukum
penanaman atau pengimplanan gigi juga bisa dilihat dan disamakan dengan kasus afrajah
bin sa’ad yang diriwayatkan dalam al-Tarmidzi no.1770, Abu Daud no.4332, dan al-
Nasai’ no.5161 yang dalam kasusnya ia kehilangan bagian hidungnya terpotong saat
sedang berperang kemudian ia berkonsultasi dengan Rasulullah dan Rasulullah
mengijinkannya.
Lalu setelah beberapa saat ia mengimplankan gigi, ia meninggal dunia maka gigi
yang sudah diimplankan tersebut tidak mengapa jika tidak dilepaskan. Para ulama juga
menegaskan bahwa tidak wajib mengambil benda asing yang ada pada tubuh mayat
karena adanya barang itu tidak memberikan dampak apapun bagi si mayat termasuk tidak
akan menjadi penghalang yang membuat amalan si mayat tertahan. Sesuai dengan kitab
al-Inshaf al-mardawi al-hambali (w.885 H) yang berisikan dalam kitab al-fushul
dinyatakan “ jika ada orang yang butuh untuk mengikat giginya dengan emas kemudian
giginya diberi kawat emas. Jika ada orang yang butuh hidung emas kemudian dia diberi
hidung emas lalu diikat kemudian dia mati maka tidak waib dilepas atau dikembalikan
kepada pemiliknya karena melepas menyebabkan menyayat mayat”(al-inshaf,2/55).
Referensi :
 https://konsultasisyariah.com/21085-gigi-palsu-di-jasad-mayit.html
 https://dalamislam.com/hukum-islam/tanam-gigi-menurut-islam

6. Secara garis besar antara ahlak, etika, dan moral adalah sesuatu yang sama yaitu
ajaran tentang baik atau buruknya perilaku manusia baik dalam hubungannya dengan
Allah, sesama manusia, maupun dengan alam sekitar. Yang jadi perbedaan diantaranya
adalah dasar atau ukuran dari baik atau buruk itu sendiri. Ahlak artinya yaitu daya
kekuatan yang mendorong perbuatan dengan mudah, yang dilakukan secara spontan
tanpa harus dipikirkan kembali. Sebagai dasarnya, ahlak itu sikap yang melekat dalam
diri seseorang secara spotan yang diwujudkan dalam tingkah laku. Moral adalah ajaran
baik atau buruk yang dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Yang biasanya
menjadi tolak ukur moral yaitu adat istiadat yang berlaku di masyarakat tertentu. Moral
lebih kepada praktik. Etika adalah sebuah perilaku yang berdasarkan sistem tata nilai dan
biasanya lebih bersifat teori.
Sikap drg. Arzu berdasarkan skenario di atas, sudah memiliki ahlak, etika, dan
moral dalam menjalankan profesinya sebagai dokter gigi. Ia dengan sigap membanatu
dan menolong ibu-ibu yang butuh pertolongannya walaupun ibu tersebut tidak
mempunyai uang untuk membayar biaya pengobatan dan jasa drg.Arzu. Ia juga
melakukannya atas dasar niat yang ikhlas, ia memberikan pertolongan itu tanpa ada rasa
takut dan pertimbangan bahwa si ibu tidak bisa memberikan imbalan uang untuknya.
Sedangkan sikap drgArsya berdasarkan skenario di atas, ia lebih mementingkan
ekonomi atau bayaran atau imbalan setimpal apa yang akan ia dapatkan. Ia tidak mau
menolong si ibu yang dimana ibu tersebut tidak mampu untuk memberikan bayaran
padanya. Berdasarkan ahlak, etika, dan moral sungguh perbuatan drg.Arsya sangat tidak
mencerminkan sikap yang baik, tidak mencerminkan sikap sebagai seorang muslim atau
hamba Allah yang baik.

7. Iman artinya adalah percaya, membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan,
dan diamalkan dengan perbuatan. Iman seorang muslim berorientasi kepada enam rukun
iman, yaitu iman kepada Allah, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada malaikat, iman
kepada kitab-kitab Allah, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qada’ dan qadar.
Ilmu dalam arti tunggalnya adalah memperoleh hakikat ilmu, mengetahui, dan yakin,
sedangkan dalam arti jamaknya adalah memahami sesuatu dengan hakikatnya berupa
keyakinan dan pengetahuan. Dan, amal adalah perbuatan yang dilakukan, entah itu
perbuatan baik atau perbuatan buruk
Pada hakikatnya, iman, ilmu, dan amal memiliki hubungan yang saling terkait dan
saling terintegrasi. Di dalam islam, iman berorientasi pada rukun iman sedangkan ilmu
dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang bagaimana cara ibadah beserta
pengamalannya. Hal ini bisa dianalogikan seperti, ada orang islam atau muslim dan orang
tersebut sudah menjalankan semua rukun islam, yaitu membaca syahadat, menegakkan
solat, menjalankan puasa Ramadhan, membayar zakat, dan naik haji tetapi di dalam hati
orang tersebut masih meragukan atau kurang mengimani adanya qada’ dan qadar Allah.
Ia meyakini di dalam hatinya bahwasannya qada’ dan qadar itu tidak ada, yang ada
hanyalah kita sebagai manusia mau atau tidak berusaha untuk mencapai sesuatu dan
keputusan Allah pasti akan mengikuti usaha yang kita lakukan. Nah disini keislaman
orang tersebut sebagai seorang muslim menjadi tidak sempurna bahkan bisa
menyebabkan penurunan keimanan dalam hati orang tersebut. Begitu juga dengan
hubungan antara iman, ilmu, dan amal, jika kita adalah seorang yang berilmu tetapi tidak
pernah mau mengamalkannya dan tidak ada iman di dalam hati kita tentulah ilmu yang
kita punya itu tidak ada gunanya karena tidak pernah mendapatkan ridho nya Allah.
Iman, ilmu, dan amal saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan iman, ilmu
yang kita punya akan menjadi lebih terkontrol dengan kata lain dengan adanya iman di
dalam diri kita, kita bisa mengetahui bagaimana cara menggunakan ilmu dengan bijak,
memanfatkan ilmu sesuai dengan ajaran agama, menerapkan ilmu agar bisa menjadi ilmu
yang jariyyah, serta menjadikan kita menjadi seorang yang tidak sombong akan ilmu
yang kita miliki. Tentunya, dengan ilmu yang kita miliki juga bisa meningkatkan
keimanan kita kepada ajaran islam, kita bisa menggunakan ilmu yang kita punya untuk
menelaah maksud dan isi daripada Al-Quran dan Hadist supaya kita lebih bisa mengenal
akan ciptaan Allah yang begitu luar biasa. Begitu juga dengan amal, keimanan tanpa
diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik bagaikan pohon tanpa buah artinya jika
seseorang mengaku beriman maka ia harus mewujudkannya dengan amal perbuatan yang
baik. Untuk mengetahui apakah perbuatan yang kita lakukan ini baik atau buruk, tentu
kita harus punya landasan ilmu nya. Ilmu yang mengajarkan kita mana hal yang baik dan
boleh dilakukan serta tidak menyimpang dari ajaran agama dan norma masyarakat dan
begitu juga sebaliknya.
Hubungan iman, ilmu, dan amal juga diterangkan dalam hadist Rasulullah saw
yang berbunyi, ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah,
apakah amalan yang lebih utama?”. Rasulullah menjawab, “Ilmu pengetahuan tentang
Allah!”. Lalu sahabat itu bertanya lagi, “ilmu apa yang Nabi maksudkan?”. Lalu
Rasulullah menjawab, “ Ilmu pengetahuan tentang Allah SWT!”. Sahabat tersebut
bingung akan jawaban Rasul lalu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, kami bertanya
tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang ilmu”. Kemudian Rasulullah
menjawab, “Sesungguhnya sedikit amalan akan berguna bila disertai ilmu tentang Allah
dan banyak amalan tidak akan berguna bila disertai kejahilan tentang Allah”. (HR.Ibnu
Abdil Birrdari Anas).

Referensi :
 https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/hubungan-antara-iman-ilmu-
dan-amal.html
 Buku hadist Al-Lu’Lu’ Wal Marjan

8. Tentu saja sikap drg.Arsya dalam memilih-mililh dan membeda-bedakan pasien


itu tidak boleh dalam islam. Membeda-bedakan manusia berdasarkan tingkatan ekonomi,
suku, budaya, ras, warna kulit, maupun agama sangat tidak dianjurkan dan menjadi
larangan dalam islam selama itu masih berkaitan dengan kehidupan dunia tetapi jika telah
berhubungan dengan keyakinan, baru boleh untuk kita berbeda. Allah saja tidak pernah
membeda-bedakan setiap manusia berdasarkan itu semua, yang menjadikan manusia itu
berbeda hanyalah tingkat keimanan seeorang.
Seperti yang tertera dalam beberapa firman Allah yaitu :
1) Q.S Ar-Rum ayat 22 yang artinya, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah
penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu, dan warna kulitmu. Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang
mengetahui.”
2) Q.S Al-Hujurat ayat 13 yang artinya, “wahai manusia! Sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Setelah membaca arti ayat di atas, semakin jelas bahwa islam sangat tidak
setuju akan adanya sikap saling membeda-bedakan antarsesama. Islam sangat menyerui
umatnya untuk hidup saling toleransi, silaturahmi tanpa memandang status dan kasta
seseorang.
Referensi :
 Al-Quran Al-Hufaz

Anda mungkin juga menyukai