TINJAUAN PUSTAKA
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ebenales
Suku
: Styracaceae
Marga
: Styrax
Genus
: Kemenyan (Jawa)
Sulawesi
: Kamanyang (Makasar)
Sinonim
: Laurus
benzoin
Houtt;
Benzoin
officinalis
Hayne;
: Pohon, tinggi 18 m.
Batang
Daun
Buah
Biji
Akar
reseptor
raba,
Korpuskulum
Panici
sebagai
reseptor
tekanan,
Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End
Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor
dan antimikroba
bekerja
bakteri.
Kelebihan
sekresi
dan
hiperkeratosis
pada
jerawat
karena
penigkatan
stimulasi
kelenjar
sebasea
(Wasitaatmadja, 1997).
2. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebasea olah massa eksternal, baik dari
kosmetik, bahan kimia, debu dan polusi (Wasitaatmadja, 1997).
3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit (hiperkeratosis) akibat radiasi
sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif (Wasitaatmadja, 1997).
Ketiga faktor di atas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi
ketiganya juga dapat saling mempengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu,
masih ada faktor lain yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara
lain faktor genetik, rasial, kerja berlebih, dan cuaca (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja,
1997).
Kadang
beberapa
papel
atau
pustel
mengalami
1. Pengobatan topical
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo
(jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan
kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat. Misalnya dengan
pemberian bahan iritan dan antibakteri topikal serta kortikosteroid topikal
seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat,
tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang
sampai berat, dengan prinsip menekan aktivitas jasad renik, menekan reaksi
radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan
hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik
(tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin), obat hormonal (etinil estradiol,
antiandrogen siproteron asetat), penggunaan retinoid untuk menekan
hiperkeratinisasi dan atas dasar serta tujuan berbeda dapat digunakan berupa
antiinflamasi nonsteroid, dapson atau seng sulfat.
3. Bedah kulit
Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat
jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan
cara bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, bedah pisau, dermabrasi atau
bedah laser.
2.4 Uji Aktivitas Antibakteri
Aktivitas (potensi) antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang
sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum
yang dapat digunakan yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng
dan penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri. Metode pertama
berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan
agar padat dalam cawan petri, sehingga bakteri yang ditambahkan dihambat
pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder
yang berisi larutan antibiotik. Metode turbidimetri berdasarkan atas hambatan
pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik dalam media
cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik
(Ditjen POM, 1995).
2.5 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bacterion (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian
kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).
Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis.
2.5.1 Bakteri Propionibacterium acne
Dalam penelitian ini salah satu bakteri yang digunakan adalah
Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang
pada umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun
sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut Irianto (2006) adalah sebagai
berikut:
Divisi
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Propionibacteriaceae
Marga
: Propionibacterium
Jenis
: Propionibacterium acne
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Micrococaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococcus epidermidis
terdapat juga sebagai reaksi inflamasi yang kuat dan terlokalisir (Jawetz dkk.,
1996).
2.6 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral (pelikan).
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik
sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi
sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari
simplisia.
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat
panen, lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen saat erat hubungannya dengan
pembentukkan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan panen. Waktu
panen yang tepat pada saat tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang besar.
b. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan
asing lainnya dari bahan simplisia.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang lengket pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air atau air sumur. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut dicuci dengan air mengalir, pencucian dilakukan dengan waktu
sesingkat mungkin.
d. Perajangan
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat perajangan khusus
sehingga diperoleh rajangan tipis atau dengan potongan ukuran yang dikehendaki,
semakin tipis bahan yang akan dikeringkan semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat proses pengeringan simplisia. Tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang
diinginkan.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatis akan dicegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia.
f. Sortasi kering
Sortasi kering setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuannnya adalah untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran
lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Tahap ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan.
g. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam antara lain : cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi,
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai semua
sampel tersari sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi, tahapan
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat).
b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40 - 50 oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96 98 oC
selama 15 20 menit.
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.8 Uraian Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel
kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel
Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan
harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal
ini tertera pada etiket. Jika massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. (Ditjen POM, 1995).
2.8.1 Sifat Gel
Gel memiliki sifat yang khas:
1. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan yang menyebabkan terjadinya pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna jika terjadi ikatan silang
antara polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.
gel.
Adanya
perubahan
pada
ketegaran
sel
akan
terjadi kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat
(Wade, 1994).
2.9.8 Propil Paraben
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak
berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan
pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6 %. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada
rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas
antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250
bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan
pH 3-6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada
pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel dengan
surfaktan nonionik. Plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan pewarna
ultramarine blue dapat mengabsorpsi propil paraben sehingga mengurangi efek
antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak dengan
besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Wade, 1994).
2.9.9 Alkohol
Alkohol digunakan sebagai pengawet, desinfektan, pelarut dan merupakan
zat yang
mampu berpenetrasi ke dalam kulit . Alkohol adalah cairan tidak berwarna, mudah
menguap, memiliki bau yang khas, dan mudah terbakar. Alkohol mudah bercampur
dengan kloroform, eter, gliserin, dan air. Alkohol inkompatibel dengan zat-zat
pengoksidasi, reaksi dengan alkali akan menyebabkan alkohol berwarna gelap dan
apabila di dalam larutan ada garam-garam organik, garam tersebut akan mengendap
(Wade, 1994).