Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan


Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, deskripsi tumbuhan,
khasiat tumbuhan dan kandungan senyawa kimia.
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika kemenyan menurut Hutapea (1994), adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae
Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Ebenales

Suku

: Styracaceae

Marga

: Styrax

Genus

: Styrax benzoin Dryand.

Nama Umum / Dagang : Kemenyan


Nama Daerah
Sumatera : Kemenyan (Medan)
Jawa

: Kemenyan (Jawa)

Sulawesi

: Kamanyang (Makasar)

Sinonim

: Laurus

benzoin

Houtt;

Benzoin

officinalis

Hayne;

Lithocarpus benzoicus BI.; Styrax tonkinensis (Pierre) ex


Hartwich

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Diskripsi Tumbuhan


Diskripsi kemenyan menurut Hutapea (1994), adalah sebagai berikut:
Habitus

: Pohon, tinggi 18 m.

Batang

: Tegak, bulat, berkayu, halus, percabangan simpodial, coklat


muda.

Daun

: Tunggal, lonjong, berseling, tersebar, panjang 4-8 cm, lebar


2-5 cm,

tepi rata, ujung meruncing, pangkal runcing,

pertulangan menyirip, hijau, tangkai bulat, panjang 0,5-1,5


cm, hijau pucat.
Bunga

: Majemuk, lonjong, di ketiak daun dan ujung batang, tangkai


bulat, hijau, kelopak bentuk mangkok, berbulu, hijau, benang
sari putih, putik silindris, putih, mahkota bertaju lima, bentuk
lonceng, putih.

Buah

: Lonjong, masih muda hijau setalah tua coklat.

Biji

: Bulat, diameter 1,2 cm, coklat.

Akar

: Tunggang, coklat muda.

2.1.3 Khasiat Tumbuhan


Kulit batang Styrax benzoin berkhasiat sebagai obat penenang. Untuk
obat penenang dipakai 3 gram kulit batang Styrax benzoin, dicuci lalu ditumbuk
halus, diseduh dengan1 gelas air matang panas, setelah dingin disaring. Hasil
saringan diminum sekaligus. Dalam pengobatan herbal telah dikembangkan untuk
pengobatan topikal seperti ruam pada wajah, luka dan bisul (Hutapea, 1994;
Kashio dan Dennis, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia


Daun, kulit batang dan akar Styrax benzoin mengandung saponin,
flavonoida dan tanin (Hutapea, 1994; Jeni, 2010).
2.2 Uraian Kulit
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi,
pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai
peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar
(Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
2.2.1 Struktur Kulit
Menurut Aiache, J.M. dan J. Devissaguet, kulit secara umum dibagi
menjadi 3 bagian, (1993), yaitu:
1. Lapisan epidermis
Lapisan terluar merupakan lapisan yang paling banyak menerima kontak
dari lingkungan luar.
2. Lapisan dermis
Lapisan ini tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
3. Lapisan Hipodermis
Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan di
bawah kulit yang berlemak.
Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik
karena kosmetika dipakai pada lapisan epidermis. Lapisan epidermis terdiri atas 5

Universitas Sumatera Utara

lapisan: stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum (lapisan jernih),


stratum granulosum (lapisan butir), stratum spinosum (lapisan taju), dan stratum
basalis (lapisan benih) (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
2.2.2 Fungsi Biologik Kulit
Fungsi biologik kulit menurut Mitsui, T. (1997), ada 5 fungsi yaitu:
1. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan
berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan
tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah
masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga
berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat
mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.
2. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan
konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi
saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat
temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur
badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.
3. Persepsi sensoris
Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba,
suhu dan nyeri. Beberapa reseptor pada kulit untuk mendeteksi rangsangan dari
luar diantaranya adalah Benda Meissner, Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi
sebagai

reseptor

raba,

Korpuskulum

Panici

sebagai

reseptor

tekanan,

Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End
Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor

Universitas Sumatera Utara

tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh


korteks serebri.
4. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua
jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjer sebasea dari folikel rambut.
Bahan yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibandingkan
bahan yang larut air.
5. Fungsi Lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah ataupun
memucat. Kulit dapat juga mensintesa vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet
2.2.3 Absorbsi Obat Melalui Kulit
Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk
menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis.
Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat
topical tertentu

seperti emoliens (pelembab),

dan antimikroba

bekerja

dipermukaan kulit saja (Lachman, 1994).


Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari
sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan
konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yaitu apakah kulit
dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban
yang dikandung oleh kulit (Lachman, 1994).
Beberapa cara penetrasi obat yang mungkin ke dalam kulit menurut
Tranggono, R.I. dan Latifah, F. (2007), yaitu:
1. Lewat antara sel-sel stratum korneum (interselular)
2. Menembus sel-sel stratum korneum (transelular)

Universitas Sumatera Utara

3. Melalui kelenjar keringat


4. Melalui kelenjar sebasea
5. Melalui dinding saluran folikel rambut
Cara 1 dan 2 disebut transepidermal. Cara 3 dan 4 disebut penetrasi. Cara
5 disebut transfolikular. Cara 3, 4 dan 5 disebut juga transappendageal
2.2.4 Penyakit Dan Kelainan Pada Kulit
Penyakit dan kelainan pada kulit menurut Wirakusumah dan Setyowati
(1999) diantaranya adalah:
a. Jerawat
Jerawat merupakan penyakit kulit yang sudah dikenal secara luas dan
sering timbul pada wajah, baik wajah para remaja maupun dewasa.
Jerawat terjadi karena adanya peradangan yang disertai penyumbatan pada
saluran kelenjar minyak dalam kulit.
b. Infeksi pada kulit
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus ini dapat berupa
bisul, cacar air, kusta atau jamuran. Umumnya infeksi di sela paha dan
telapak kaki.
c. Penuaan dini pada kulit
Penyebabnya demam yang tinggi dan berkepanjangan atau terkena sinar
matahari yang terlalu lama.
d. Noda-noda hitam
Kelainan kulit ini disebabkan oleh sinar ultra violet matahari yang
memacu pembentukan pigmen warna kulit secara berlebihan. Akibatnya,
timbul bercak atau noda hitam pada bagian-bagian kulit yang sering
terkena sinar matahari.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Uraian Jerawat


Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan
pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, postul, nodus dan
kista pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Peradangan
dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus (Mitsui, T., 1997; Wasitaatmadja, 1997).
2.3.1 Penyebab Terjadinya Jerawat
Penyebab terjadinya jerawat karena terjadinya penyumbatan pada saluran
kelenjar minyak. Sumbatan saluran kelenjar minyak dapat terjadi diantaranya
karena:
1. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai
faktor penyebab, yaitu: hormonal, infeksi bakteri, makanan, penggunaan
obat-obatan dan psikososial (Wasitaadmadja, 1997).
Hormonal. Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dipacu oleh
pembentukan hormon testoteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada
usia pubertas akan banyak timbul jerawat pada wajah, dada, punggung,
sedangkan pada wanita selain hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar
sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang
menstruasi (Mitsui, T., 1997).
Infeksi

bakteri.

Kelebihan

sekresi

dan

hiperkeratosis

pada

infundibulum rambut menyebabkan terakumulasinya sebum. Sebum yang


terakumulasi kemudian menjadi sumber nutrisi yang bagi pertumbuhan
Propionibacterium acne. Enzim lipase yang dihasilkan dari bakteri tersebut
menguraikan trigliserida pada sebum menjadi asam lemak bebas, yang
menyebabkan inflamasi dan akhirnya terbentuk jerawat. Sedangkan,

Universitas Sumatera Utara

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus dapat menimbulkan


infeksi sekunder pada jerawat, infeksi akan bertambah parah jika jearwat
sudah bernanah (Mitsui, T., 1997).
Makanan. Makanan yang mengandung lemak, karbohidrat dan
berkalori tinggi dapat memicu timbulnya jerawat. Meskipun tidak semua ahli
sependapat dengan adanya hubungan antara makanan dan jerawat, tetapi
banayak pengalaman ditemukan adanya hubungan ini (Wasitaatmadja, 1997).
Penggunaan obat. Obat-obatan yang dapat memicu timbulnya
jerawat, misalnya kortikosteroid, narkotika, stimulansia susunan saraf pusat,
karena obat-obatan ini dapat memicu sekresi kelenjar lemak yang berlebihan
(Wasitaatmadja, 1997).
Psikososial. Stres psikis secara tidak langsung dapat memicu
timbulnya

jerawat

karena

penigkatan

stimulasi

kelenjar

sebasea

(Wasitaatmadja, 1997).
2. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebasea olah massa eksternal, baik dari
kosmetik, bahan kimia, debu dan polusi (Wasitaatmadja, 1997).
3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit (hiperkeratosis) akibat radiasi
sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif (Wasitaatmadja, 1997).
Ketiga faktor di atas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi
ketiganya juga dapat saling mempengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu,
masih ada faktor lain yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara
lain faktor genetik, rasial, kerja berlebih, dan cuaca (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja,
1997).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Jenis-Jenis Jerawat


Jenis-jenis jerawat berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit menurut
Wasitaatnadja (1997), terbagi menjadi 3 skala, yaitu:
1. Ringan, meliputi komedonal: whitehead (komedo tertutup) dan blackhead
(komedo terbuka).
Whitehead (komedo tertutup) merupakan kelainan berupa bintil kecil
dengan lubang kecil atau tanpa lubang karena sebum yang biasanya disertai
bakteri menumpuk di folikel kulit dan tidak bisa keluar (Anonim, 2009).
Blackhead (komedo terbuka) merupakan perkembangan lebih lanjut
dari komedo tertutup, terjadi ketika folikel terbuka di permukaan kulit
sehingga sebum, yang mengandung pigmen kulit melanin, teroksidasi dan
berubah menjadi coklat/hitam. Blackhead dapat berlangsung lama karena
proses pengeringan komedo di permukaan kulit berlangsung lambat (Anonim,
2009).
2. Sedang, meliputi: papule, pustule dan nodule
Papel terjadi ketika dinding folikel rambut mengalami kerusakan
atau pecah sehingga sel darah putih keluar dan terjadi inflamasi di lapisan
dalam kulit. Papel berbentuk benjolan-benjolan lunak kemerahaan di kulit
tanpa memiliki kepala (Anonim, 2009).
Pustule terjadi beberapa hari kemudian ketika sel darah putih keluar
ke permukaan kulit. Pustel berbentuk benjolan merah dengan titik putih atau
kuning di tengahnya yang mengandung sel darah putih (Anonim, 2009).
Nodule. Bila folikel pecah di dasarnya maka terjadi benjolan radang
yang besar yang sakit bila disentuh. Nodus biasanya terjadi akibat rangsang
peradangan oleh fragmen rambut yang berlangsung lama (Anonim, 2009).

Universitas Sumatera Utara

3. Berat, meliput i abses dan sinus (akne kongloblata)


Abses.

Kadang

beberapa

papel

atau

pustel

mengalami

pengelompokan dengan membentuk abses yang berwarna kemerahan, nyeri


dan cenderung mengeluarkan bahan berupa campuran darah, nanah dan
sebum. Pada proses penyembuhan kelainan ini meninggalkan jaring parut
yang luas (Anonim, 2009).
Jenis jerawat paling berat (acne konglobata). Sering terdapat di
lekukan samping hidung, hidung, rahang dan leher. Kelainan berupa garis
linier dengan ukuran panjang bisa mencapai 10 cm dan mengandung
beberapa saluran sinus atau fistel yang menghubungkan sinus dengan
permukaan kulit. Penyembuhan jerawat ini memakan waktu berbulan-bulan,
bahkan tahun dan dapat kambuh lagi bila mengalami proses inflamasi. Sinus
harus ditangani dengan pembedahan (Anonim, 2009).
2.3.3 Penanggulangan Jerawat
Penanggulangan jerawat meliputi usaha untuk mencegah terjadinya
jerawat (preventif) dan usaha untuk mengobati atau menghilangkan jerawat yang
terjadi.
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara: hidup teratur dan sehat,
tetap menjaga kebersihan kulit dari kelebihan minyak, jasad renik, kosmetik,
debu, kotoran dan polusi lainya yang dapat menghambat folikel sebagai pemicu
timbulnya jerawat. Mempelajari dan mengetahui informasi mengenai penyakit,
pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya (Wasitaatmadja, 1997).
Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997) dapat
dilakukan dengan 3 cara:

Universitas Sumatera Utara

1. Pengobatan topical
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo
(jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan
kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat. Misalnya dengan
pemberian bahan iritan dan antibakteri topikal serta kortikosteroid topikal
seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat,
tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang
sampai berat, dengan prinsip menekan aktivitas jasad renik, menekan reaksi
radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan
hormonal. Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik
(tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin), obat hormonal (etinil estradiol,
antiandrogen siproteron asetat), penggunaan retinoid untuk menekan
hiperkeratinisasi dan atas dasar serta tujuan berbeda dapat digunakan berupa
antiinflamasi nonsteroid, dapson atau seng sulfat.

3. Bedah kulit
Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat
jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan
cara bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, bedah pisau, dermabrasi atau
bedah laser.
2.4 Uji Aktivitas Antibakteri
Aktivitas (potensi) antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang
sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum

Universitas Sumatera Utara

yang dapat digunakan yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau lempeng
dan penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri. Metode pertama
berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan
agar padat dalam cawan petri, sehingga bakteri yang ditambahkan dihambat
pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder
yang berisi larutan antibiotik. Metode turbidimetri berdasarkan atas hambatan
pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik dalam media
cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik
(Ditjen POM, 1995).
2.5 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bacterion (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian
kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).
Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis.
2.5.1 Bakteri Propionibacterium acne
Dalam penelitian ini salah satu bakteri yang digunakan adalah
Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama yang
pada umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun
sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut Irianto (2006) adalah sebagai
berikut:
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Universitas Sumatera Utara

Suku

: Propionibacteriaceae

Marga

: Propionibacterium

Jenis

: Propionibacterium acne

Propionibacterium acnes adalah termasuk gram-positif berbentuk


batang, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam spesimen-spesimen
klinis. Propionibacterium acne pada umumnya tumbuh sebagai anaerob obligat,
bagaimanapun, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan
pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan namanya
(Irianto, 2006).
2.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Irianto (2006)
adalah sebagai berikut:
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Micrococaceae

Marga

: Staphylococcus

Jenis

: Staphylococcus epidermidis

Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya


tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus
epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen,
koagulasi negatif, memfermentasi glukosa, dapat bersifat aerob dan anaerob
fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi
stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau abses,

Universitas Sumatera Utara

terdapat juga sebagai reaksi inflamasi yang kuat dan terlokalisir (Jawetz dkk.,
1996).
2.6 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral (pelikan).
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik
sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi
sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari
simplisia.
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat
panen, lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen saat erat hubungannya dengan
pembentukkan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan panen. Waktu
panen yang tepat pada saat tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang besar.
b. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan
asing lainnya dari bahan simplisia.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang lengket pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

Universitas Sumatera Utara

misalnya air dari mata air atau air sumur. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut dicuci dengan air mengalir, pencucian dilakukan dengan waktu
sesingkat mungkin.
d. Perajangan
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat perajangan khusus
sehingga diperoleh rajangan tipis atau dengan potongan ukuran yang dikehendaki,
semakin tipis bahan yang akan dikeringkan semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat proses pengeringan simplisia. Tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang
diinginkan.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatis akan dicegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia.
f. Sortasi kering
Sortasi kering setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuannnya adalah untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran
lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Tahap ini dilakukan
sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan.
g. Pengepakan dan penyimpanan
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam antara lain : cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi,

Universitas Sumatera Utara

penyerapan air, pengotoran, serangga, kapang. Selama penyimpanan ada


kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia. Kerusakan tersebut dapat
mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia tersebut tidak memenuhi
syarat yang ditentukan. Oleh karena itu pada penyimpanan simplisia yaitu
dilakukan dengan cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan
gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya.
Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembapan.
2.7 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan
diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 1995).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pembuatan ekstrak menggunakan pelarut dengan
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai semua
sampel tersari sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi, tahapan
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat).
b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40 - 50 oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96 98 oC
selama 15 20 menit.

Universitas Sumatera Utara

5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.8 Uraian Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel
kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel
Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan
harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal
ini tertera pada etiket. Jika massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. (Ditjen POM, 1995).
2.8.1 Sifat Gel
Gel memiliki sifat yang khas:
1. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan yang menyebabkan terjadinya pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna jika terjadi ikatan silang
antara polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.

Universitas Sumatera Utara

2. Sineresis, yaitu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam


massa gel. Cairan yang terjerat akan ke luar dan akan berada di atas
permukaan gel. Pada saat pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis
sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat
terbentuknya

gel.

Adanya

perubahan

pada

ketegaran

sel

akan

mengakibatkan karakter antar matriks berubah, sehingga memungkinkan


cairan bergerak menuju permukaan, sinerisis dapat terjadi pada hidrogel
maupun organogel.
3. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel (Lieberman, 1997).
Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk
gel. Bentuk struktur gel antara lain struktur kumparan acak, heliks, batang, dan
bangunan kartu. Sediaan farmasi umumnya menggunakan gel dengan struktur
kumparan acak yang terbentuk dengan mekanisme interaksi antar polimer.
Pembentukan gel sangat tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas pelarut
terhadap polimer (Lieberman, 1997).
Ada tiga macam sifat pelarut dalam struktur gel, yaitu: pelarut yang bebas
terperangkap di dalam struktur tiga dimensi gel. Berdasarkan ketiga sifat pelarut
tersebut di atas, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan
aktivitas pelarut terhadap polimer. Pelarut yang biasa digunakan untuk gel adalah air
(hidrogel) dan pelrut organic (organogel). Xerogel adalah basis gel yang padat dengan
kandungan komponen pembentuk gel dalam pelarut dengan jumlah minimum yang
diperoleh dengan menguapkan pelarutnya (Lieberman, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.8.2 Keunggulan Gel

Keunggulan gel pada formulasi sediaan antijerawat :


1. Waktu kontak lama Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.
2. Kadar air dalam gel tinggi
Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga
terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel
terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.
3. Resiko timbulnya peradangan ditekan
Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan
lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut
merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman, 1997).
2.9 Preformulasi
Bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel ekstrak etanol daun
kemenyan adalah hidroksipropil metilselulosa (HPMC), propilenglikol, metil
paraben, propil paraben, dan alkohol.
2.9.1 Hidroksipropilmetilselulosa
Hidroksipropilmetilselulosa berfungsi sebagai penyalut, polimer untuk
sediaan lepas lambat, penstabil, pensuspensi, pengikat tablet dan peningkat viskositas.
Hidroksipropil metilselulosa merupakan serbuk berwarna putih-krem, tidak berbau,
dan tidak berasa. Larutan hidroksipropil metilselulosa 1% (b/b) memiliki pH sebesar
5,5-8. Hidroksipropil metilselulosa larut dalam air dingin, praktis larut dalam air
dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter, tetapi larut dalam
campuran etanol-diklormetan, metanoldiklormetan dan air-alkohol. Hidroksipropil
metilselulosa merupakan serbuk yang stabil, meskipun bersifat higroskopis setelah
pengeringan. Larutan hidroksipropil metilselulosa stabil pada pH 3-11. Peningkatan

Universitas Sumatera Utara

temperatur dapat menurunkan viskositas larutan. Larutan hidroksipropil metilselulosa


dalam air sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme, maka perlu diberi pengawet.
Hidroksipropil metilselulosa incompatible dengan zat-zat pengoksidasi (Wade, 1994).
2.9.2 Propilenglikol
Propilenglikol berfungsi sebagai pengawet, emollient, humektan, plasticizer
dan pelarut yang bercampur dengan air. Propilenglikol merupakan cairan jernih
kental, tidak berwarna, tidak berbau dan memiki rasa manis. Propilenglikol dapat
bercampur dengan etanol, gliserin, dan air, serta tidak bercampur dengan minyak
mineral, tetapi bercampur dengan minyak esensial. Pada suhu rendah, propilenglikol
tetap stabil dalam wadah tertutup rapat, tetapi pada suhu tinggi dan di tempat terbuka,
propilenglikol akan teroksidasi. Propilenglikol bersifat higroskopis dan harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya, serta di tempat sejuk dan
kering. Propilenglikol incompatible dengan zat-zat pengoksidasi seperti kalium
permanganat dan bersifat lebih iritan terhadap kulit dari pada gliserin (Wade, 1994).
2.9.3 Metil Paraben
Metil paraben merupakan serbuk kristal tidak berwarna sampai putih dan
tidak berbau dan digunakan sebagai pengawet. Metil paraben larut dalam 3 bagian
etanol, 5 bagian propilenglikol, 60 bagian gliserin dan 400 bagian air. Metil paraben
aktif pada rentang pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas.
Konsentrasi metil paraben yang biasa digunakan pada sediaan topikal adalah 0,02-0,3
%. Aktivitas antimikroba efektif pada pH 4-8 dan aktivitas berkurang dengan
bertambahnya pH disertai pembentukan anion fenolat. Larutan metil paraben dalam
air dengan pH 3-6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar,
sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Metil paraben incompatible
dengan surfaktan anionik, bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, dan sorbitol.
Plastik dapat mengabsorpsi metil paraben. Metil paraben akan berubah warna apabila

Universitas Sumatera Utara

terjadi kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat
(Wade, 1994).
2.9.8 Propil Paraben
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak
berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan
pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6 %. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada
rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas
antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton dan etanol, larut dalam 250
bagian gliserin dan sukar larut di dalam air. Larutan propil paraben dalam air dengan
pH 3-6, stabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada
pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel dengan
surfaktan nonionik. Plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan pewarna
ultramarine blue dapat mengabsorpsi propil paraben sehingga mengurangi efek
antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak dengan
besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat (Wade, 1994).
2.9.9 Alkohol
Alkohol digunakan sebagai pengawet, desinfektan, pelarut dan merupakan
zat yang
mampu berpenetrasi ke dalam kulit . Alkohol adalah cairan tidak berwarna, mudah
menguap, memiliki bau yang khas, dan mudah terbakar. Alkohol mudah bercampur
dengan kloroform, eter, gliserin, dan air. Alkohol inkompatibel dengan zat-zat
pengoksidasi, reaksi dengan alkali akan menyebabkan alkohol berwarna gelap dan
apabila di dalam larutan ada garam-garam organik, garam tersebut akan mengendap
(Wade, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai