Anda di halaman 1dari 12

KEUNTUNGAN GO PRIVATE BAGI PERSEROAN TERBATAS

Go private merupakan perubahan status suatu perusahaan, dari perusahaan


yang terbuka menjadi perusahaan yang tertutup. Pada saat sekarang ini di
Indonesia, banyak badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang
berstatus terbuka, melakukan go private. Tentunya ada berbagai keuntungan
yang diharapkan, yang telah mengakibatkan berbagai PT yang ada di Indonesia
melakukan go private. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis
normatif, dimana dalam penelitian ini dibahas mengenai keuntungan go private
bagi PT.

Saat sekarang ini, mengenai istilah pasar modal menjadi pembicaraan yang
hangat pada setiap negara. Demikian pula halnya dengan realitas di Indonesia.
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan.

Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara, serta


menunjang perkembangan ekonomi suatu negara yang bersangkutan.
Didalamnya berputar roda perekonomian suatu negara, sumber dana bagi
beroperasinya perusahaan yang merupakan tulang punggung ekonomi suatu
negara.

Secara awam, masyarakat selalu mengkonotasikan pasar modal sebagai pasar


saham, tetapi bila dilihat dari kenyataannya ternyata pasar modal sangatlah
kompleks dengan berbagai produk dan sistem yang ada di dalamnya.

Pada awalnya produk yang diperdagangkan terbatas hanya pada efek bersifat
ekuitas diikuti kemudian oleh efek bersifat utang, seiring dengan majunya
perkembangan zaman dan didorong oleh kebutuhan alternatif investasi
bermunculan berbagai produk atau instrumen pasar modal dengan karateristik
dan resiko yang berbeda-beda, seperti reksa dana, waran, rigth, opsi, real estate
investment trusts, exchangeble trust fund, dan kontrak-kontrak tertentu lainnya
yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh setiap otoritas pasar modal.

Pasar modal memberikan alternatif investasi dengan beragam variasi produk


yang selalu berkembang seolah tak berhenti, dengan menawarkan tingkat return
yang bervariasi seiring dengan resiko yang juga harus menjadi konsekuensinya.
Setiap pihak dapat memanfaatkan berbagai macam sumber pembiayaan,
khususnya yang bersumber dari internal perusahaan, seperti dari arus kas yang
timbul sebagai hasil operasi perusahaan atau tambahan modal dari pemegang

saham, tetapi kedua hal tersebut kerap kali tidak mampu mencukupi kebutuhan
dana yang nilainya sangat signifikan.

Alternatif yang memungkinkan adalah sumber dana dari luar perusahaan yang
berupa utang dari pihak lain, sebagai contoh dari pasar uang atau bank.
Alternatif sumber dana dengan persepsi awal murah didapat dari pasar modal,
misalnya dengan menerbitkan saham atau efek lain yang bersifat ekuitas
merupakan pilihan yang paling menarik bagi perusahaan. Banyak perusahaan
yang memutuskan melakukan penawaran umum di pasar modal (go public)
dengan menawarkan efek kepada masyarakat, dan selanjutnya menjadi
perusahaan terbuka.

Kemitraan pasar modal dengan emiten atau perusahaan publik dapat ditegaskan
sebagai bentuk hubungan simbiosis mutualisme, dimana selama status terbuka
atau publik tersebut masih memberikan keuntungan atau keunggulan bagi
perusahaan, maka perusahaan akan mempertahankan status tersebut.

Kondisi transaksi saham dari perusahaan yang memberikan value added bagi
perusahaan mengakibatkan perusahaan tersebut tetap mempertahankan status
listed-nya di bursa. Tetapi bila industri pasar modal tidak lagi memberikan
manfaat, bahkan menjadi beban bagi perusahaan, maka secara naluri untuk
bertahan hidup (survival), maka perusahaan akan memilih untuk keluar dari
bursa atau pasar modal, atau dengan kata lain menjadi tertutup kembali (go
private).

Pada akhir tahun 2008 yang lalu, dunia perekonomian dan perbankan dikejutkan
dengan adanya krisis finansial yang melanda Amerika Serikat (AS), yang pada
akhirnya juga melanda seluruh dunia. Berbagai perusahaan yang selama ini
dianggap berdiri kokoh dan tahan terhadap guncangan perekonomian, ternyata
harus menyerah kalah dalam menghadapi krisis tersebut.

Realitas goncangnya perekonomian AS benar-benar telah membawa pengaruh


negatif yang tidak dapat disepelekan oleh negara-negara lain, termasuk juga
negara-negara di Asia, dan Indonesia tentunya. Pada dasarnya realitas krisis
yang terjadi pada perekonomian AS yang tercermin dengan hancurnya pasar
modal AS, tidak membawa pengaruh hebat bagi Indonesia, walaupun sedikit
banyak telah membawa pengaruh yang tidak baik terhadap dunia perekonomian
dan pasar modal.

Dampak realitas krisis yang terjadi pada perekonomian AS yang tercermin


dengan hancurnya pasar modal AS tersebut di Indonesia adalah dengan
terdapatnya realitas berbagai PT yang melakukan go private, dimana salah
satunya adalah PT. Sari Husada. Tentunya ada berbagai keuntungan yang
diharapkan, sehingga suatu PT melakukan go private.

Tindakan go private merupakan aksi korporasi yang merupakan kebalikan dari


tindakan go public. Pada tindakan go public suatu perusahaan menjual
sahamnya kepada publik, sehingga menjadi perusahaan terbuka. Sebaliknya,
pada tindakan go private perusahaan terbuka berubah statusnya menjadi
perusahaan tertutup. Berdasarkan Blacks Law Dictionary, maka go private
adalah The process of changing a public corporation by terminating the
corporations status with securities exchange commission as a publicly held
corporation and by having its outstanding publicly held shares acquiered by a
single shareholder or a small group.

Young Moo Shin, menentukan bahwa yang dimaksud dengan go private adalah:
Any transaction or series of transactions engaged by an issuer or its
affiliate, which would if successful, permit the issuer to cease filing reports under
the securities law and return to privately held status. Berdasarkan beberapa
pendapat yang telah dipaparkan, dapat ditegaskan bahwa go private adalah
perubahan status dari perusahaan yang terbuka menjadi perusahaan yang
tertutup. Go private artinya perusahaan yang sahamnya semula dimiliki oleh
publik (perusahaan terbuka), berubah kembali menjadi perusahaan tertutup
yang dimiliki oleh segelintir pemegang saham saja.

Realitas tersebut menarik terjadi pada pasar modal pada saat sekarang ini.
Disatu sisi banyak perusahaan dari kelas kakap sampai kelas menengah, ramairamai masuk bursa, tetapi sebaliknya beberapa perusahaan kelas kakap justru
berniat hengkang dari bursa, dengan alasan saham mereka tidak aktif
diperdagangkan. Emiten kemudian melihat lebih banyak mudaratnya ketimbang
manfaatnya.

Realitas go private juga menjadi mengkhawatirkan karena adanya perbedaan


proses antara perusahaan yang melakukan go private dengan sukarela dan yang
dipaksa atau (force delisting). Dalam beberapa hal perusahaan publik yang akan
melakukan go private dapat mengalami kesulitan dalam penentuan harga saham
yang harus dia beli kembali dari para investor publik.

Dapat ditegaskan bahwa PT melakukan go private karena mengharapkan adanya


berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dari adanya perubahan status
tersebut. Adapun keuntungan go private bagi PT, sebagai berikut:

a.
PT tidak perlu melakukan tindakan yang harus didasari oleh perubahan
harga saham;

b.
PT dapat melakukan tindakan yang beresiko tinggi, dimana apabila
tindakan tersebut dilakukan dalam status PT yang terbuka dapat dikenakan
sanksi oleh BOPM;

c.
PT dapat kembali ke perhitungan akuntansi yang konservatif, sehingga
pembayaran pajaknya lebih rendah, selain itu tidak perlu lagi menyiapkan
berbagai surat yang diwajibkan oleh BOPM, dan kewajiban disclosure;

d.
PT menjadi tidak terlalu wajib untuk melakukan pembayaran dividen demi
perkembangan permodalan jangka panjang, maupun investasi modal yang
spekulatif;

e.
Terdapat penguasaan kendali atas PT bagi pihak yang khawatir akan
kehilangan kekuasaannya apabila kepemilikan saham mayoritas berada pada
publik.

Going Private
DASAR HUKUM GOING PRIVATE
Perubahan status dari perseroan terbuka menjadi tertutup (penghapusan
pencatatan saham) dapat disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Kondisi perusahaan terbuka yang tidak diminati masyarakat (natural
condition)
Perubahan status perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, terjadi
secara alami disebabkan karena perseroan tersebut tidak lagi memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan otoritas Pasar Modal, sebagai perusahaan
publik, sehingga dilakukan perubahan status menjadi perseroan tertutup. Syaratsyarat sebagai perusahaan publik dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu perseroan yang memiliki modal minimal
tiga miliar dan memiliki minimal 300 pemegang saham. Perusahaan terbuka
yang tidak memenuhi syarat fundamental definitif tersebut, maka akan
diperingatkan untuk mengubah status perusahaan menjadi perusahaan tertutup.
Dalam hal ini, perusahaan juga harus melakukan penyesuaian anggaran dasar.
Selain itu, karena memang tidak ada minat masyarakat, maka pencatatan
saham-saham dalam Bursa tidak perlu melalui prosedur delisting.

2. Dilakukan melalui transaksi dalam Pasar Modal


a. Dengan tujuan (on purpose)
Dalam hal ini terdapat satu atau beberapa pihak yang melakukan pembelian
atas saham-saham publik perusahaan tercatat, untuk kemudian berinisiatif
menghapus pencatatan dari Bursa dan melakukan Going Private. Perusahaan
juga dapat melakukan pembelian saham kembali (buy back), sehingga
menghilangkan keberadaanya dalam Pasar. Tindakan tersebut dapat
dikategorikan sebagai transaksi benturan kepentingan untuk menguntungkan
pemilik saham tertentu, sehingga dalam praktiknya tidak dibenarkan oleh
otoritas pasar modal.
b. Delisting secara paksa (force delisting)
Dalam hal ini, perseroan melakukan delisting pada Bursa bukan karena inisiatif
pemegang saham yang membeli saham-saham publik, namun karena Bursa Efek
mengharuskan. Perusahaan sebenarnya memenuhi syarat fundamental definitif
sebagai perusahaan publik. Akan tetapi, keadaan atau tindakan usaha
perusahaan dianggap membahayakan atau merugikan kepentingan publik,
sehingga Bapepam-LK memutuskan agar perusahaan tersebut menjadi
perusahaan tertutup, agar tidak merugikan masyarakat, yakni dengan mencabut
peredaran efeknya dari lantai bursa.

Pada dasarnya hingga saat ini belum ada peraturan yang secara khusus
mengatur tindakan going private suatu perusahaan publik. Peraturan yang
selama ini dijadikan acuan dalam melaksanakan going private, tersebar dalam
beberapa ketentuan acuan dalam peraturan-peraturan Bapepam-LK dan
peraturan Bursa yang terkait, termasuk tetapi tidak terbatas pada peraturan
mengenai Benturan Kepentingan, peraturan good corporate governance,
peraturan mengenai Penawaran Tender, serta peraturan Bursa tentang
penghapusan pencatatan. Disamping itu proses going private juga pada
pokoknya harus mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang
Pasar Modal (UUPM), Peraturan Bapepam No. IX. E. I Tentang Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu, Peraturan Bapepam No. IX. F. I Tentang
Penawaran Tender, serta Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep308/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor 1-1 tentang penghapusan pencatatan
(delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa.

1. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas


Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) yang menjadi sandaran awal dilaksanakannya going private
adalah:
a. Pasal 21 Ayat (1), Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri.
b. Pasal 21 Ayat (2), Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan;
2) Maksud dan Tujuan Perseroan serta kegiatan usaha perseroan;
3) Jangka waktu berdirinya perseroan;
4) Besarnya modal dasar;
5) Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor; dan/atau
6) Status perseroan yang tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan pada Pasal 21 Ayat
(2) Undang-undang Perseroan Terbatas memberi dasar hak perubahan status
bagi perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pasal tersebut merupakan dasar hukum going private yang
bersifat umum, karena tidak mengatur lebih lanjut bagaimana seharusnya
prosedur dan tata cara perusahaan publik itu melakukan going private .
c. Pasal 19 Ayat (1), Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS,
Berdasarkan ketentuan ini perubahan anggaran dasar perusahaan terbuka

menjadi perusahaan tertutup harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari


seluruh pemegang saham utama maupun pemegang saham minoritas.
d. Pasal 37 Ayat (1), menyatakan bahwa perseroan dapat membeli kembali
saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
1) Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih
perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditetapkan ditambah
cadangan diwajibkan yang telah disisihkan.
2) Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan
gadai saham atau jaminan fidusia atau saham yang dipegang oleh perseroan
tanah ini dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung dimiliki oleh
perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundangundangan dibidang pasar modal.
Isi pasal 37 Ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas mengingatkan kepada
konsep going private yang merupakan proses pembelian saham publik oleh
perseroan dalam rangka implementasi buy back atau repurchase saham yang
wajib memenuhi persyaratan pokok jumlahnya. Selain itu, jumlah nilai nominal
seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliiki perseroan
bersama dengan yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki
perseroan anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi
10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan (Pasal 37 Ayat (1)
butir b UUPT) dan dana yang digunakan untuk buy back adalah dana dari laba
bersih perseroan.
e. Pasal 37 Ayat (2), Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana
dimaksud Ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai
panggilan rapat, quorum, dan persetujuan jumlah suara untuk pembahasan
anggaran dasar sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar.
f. Pasal 37 Ayat (3), Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat
pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2).
g. Pasal 38 Ayat (1), Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 Ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan
berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan dibidang pasar modal.
Inti sari dari Pasal 38 Ayat (1) ini menegaskan bahwa tindakan buy back hanya
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari RUPS. Dengan demikian,
tanpa dilakukannya RUPS, maka proses buy back tidak dilakukan dan dengan
sendirinya menjadi batal demi hukum.

h. Pasal 61 Ayat (1), Setiap Pemegang saham berhak mengajukan gugatan


terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan
perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa wajar sebagai akibat keputusan
RUPS, Direksi atau Komisaris.
i. Pasal 62 Ayat (1), Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan
agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apbila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau
perseroan, berupa :
a) Perubahan anggaran dasar;
b) Pengalihan atau penjaminan, seluruh kekayaan perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan; atau
c) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan perseroan atau pemisahan.
j. Pasal 62 Ayat (2), Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham
oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Ayat (1), perseroan wajib
mengusahakan gar sisa saham dibeli oleh pihak lain.
Proses going private juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham
yang tidak setuju terhadap going private. Hal ini diatur dalam Pasal 62 Ayat (1)
Undang-undang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa setiap pemegang
saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga
yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan
yang merugikan pemegang saham atau perseroan, diantaranya: Perubahan
Anggaran Dasar; Pengalihan atau penjaminan, seluruh kekayaan perseroan yang
mempunyai nilai lebih dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan;
atau Penggabungan, peleburan, pengambilalihan perseroan atau pemisahan
perseroan .

2. Peraturan Bapepam No. IX. E. I Tentang Benturan Kepentingan Transaksi


Tertentu
Benturan Kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis
Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan
Perusahaan dimaksud. Dalam hal ini Bapepam mengeluarkan peraturan yang
dapat disebutkan sebagai salah satu dasar dari pelaksanaan going private.
Peraturan Bapepam ini mengenai Benturan Kepentingan yang mewajibkan suatu
transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan mendapat persetujuan dari
pemegang saham independen.
Dengan kebijakan ini, meskipun tidak memilki suara mayoritas, pemegang
saham independen yang tidak setuju dengan proses going private dapat
menghalangi proses going private. Persetujuan pemegang saham independen

dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bapepam No. IX. E.1 tentang
Kepentingan Transaksi Tertentu. Peraturan tersebut mensyaratkan bahwa going
private hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS Pemegang Saham
Independen yang dihadiri oleh lebih dari 50 % (Lima puluh persen) saham yang
dimiliki Pemegang Saham Independen, dan disetujui oleh lebih dari 50 % (lima
puluh persen) saham yang dimiliki oleh pemegang saham independent.

3. Peraturan Bapepam No. IX. F. I Tentang Penawaran Tender


Dalam pengertian umum, Tender Offer merupakan penawaran melalui media
massa untuk membeli saham perusahaan publik yang tercatat di Bursa dengan
tujuan untuk mengendalikan perusahaan publik yang bersangkutan. Dalam
ketentuan pada Pasal 84 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Apabila
rencana going private telah disetujui oleh para pemegang saham independen,
maka harus dilakukan penawaran tender oleh pemegang saham perusahaan
untuk membeli saham yang dimiliki pemegang saham publik. Adapun pihak yang
dapat melakukan penawaran tender wajib mengumumkan melalui surat kabar,
mengenai rencana penawaran tender yang memuat:
a. Identitas dari pihak yang melakukan tender offer;
b. Persyaratan dan kondisi khusus dari penawaran tender yang direncanakan;
c. Jumlah efek bersifat ekuitas dari perusahaan sasaran yang dimiliki oleh pihak
yang melakukan penawaran tender;
d. Pernyataan akuntan, bank, atau penjamin emisi efek yang menerangkan
bahwa pihak yang melakukan penawaran tender telah mempunyai dana yang
mencukupi untuk membiayai penawaran tender yang dimaksud.

Peraturan Bapepam No. IX. F. I Tentang Penawaran Tender mensyaratkan harga


penawaran tender harus lebih tinggi dari dua harga berikut:
a. Harga penawaran tender tertinggi yang diajukan sebelumnya oleh pihak yang
sama dalam jangka waktu 180 (Seratus delapan puluh) hari sebelum
pengumuman;
b. Harga pasar tertinggi atas efek dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari
terakhir sebelum pengumuman ;
c. Setelah pihak yang akan melakukan penawaran tender melakukan
pengumumanmengenai penawaran tender tersebut selambat-lambatnya lima
hari sejak pengumuman pihak tersebut wajib menyampaikan Pernyataan
Penawaran Tender kepada:
- Bapepam;
- Bursa Efek di mana Efek Bersifat Ekuitas tersebut tercatat;

- Perusahaan Sasaran; dan


- Pihak lain yang telah melakukan Penawaran Tender atas Efek Bersifat Ekuitas.

4. Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-308/BEJ/07-2004 tentang


Peraturan Nomor 1-1 tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan
pencatatan kembali (relisting) saham di bursa.
- Berdasarkan ketentuan ini, disebutkan pada poin I.14:
Penghapusan pencatatan (delisting) adalah penghapusan Efek dari daftar Efek
yang tercatat di bursa sehingga Efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di
bursa.
- Selanjutnya pada bab III dijelaskan hal-hal mengenai Penghapusan pencatatan
(delisting) saham sebagai berikut:
a. Delisting atas suatu saham dari daftar Efek yang tercatat di Bursa dapat
terjadi karena:
Permohonan Delisting saham yang diajukan oleh Perusahaan Tercatat yang
bersangkutan;
Dihapus pencatatan sahamnya oleh Bursa sesuai dengan ketentuan III.3.
- Persyaratan Delisting saham atas permohonan Perusahaan Tercatat:
1. Pengajuan permohonan Delisting saham oleh perusahaan tercatt sebagaimana
dimaksud pada ketentuan III.1.1 diatas, hanya dapat dilakukan apabila telah
tercatat di Bursa sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
2. Rencana Delisting telah memperoleh persetujuan RUPS.
3. Perusahaan Tercatat atau pihak lain yang ditunjuk, wajib membeli saham dari
pemegang saham yang tidak menyetujui keputusan RUPS pada harga
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan III.2.1.4 peraturan ini.
4. Penentuan harga pembelian saham sebagaimana dimaksud diatas adalah
berdasarkan salah satu harga yang tersebut dibawah ini yang mana yang
tertinggi:
a. Harga nominal;
b. Harga tertinggi di Pasar Reguler selama 2 (dua) tahun terakhir sebelum iklan
pemberitahuan RUPS setelah memperhitungkan faktor penyesuaian akibat
perubahan nilai nominal sejak 2 (dua) tahun terakhir hingga RUPS yang
menyetujui delisting, ditambah premi berupa tingkat pengembalian investasi
selama 2 (dua) yang diperhitungkan sebesar harga perdana saham dikali ratarata tingkt bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 (tiga) bulan atau tingkat

bunga obligasi pemerintah lain yang setara yang berlaku pada saat
ditetapkannya putusan RUPS mengenai delisting; atau
c. Nilai wajar berdasarkan penilaian pihak independen yang terdaftar di Bapepam
dan ditunjuk oleh Perusahaan Tercatat atau pihak yang akan melakukan
pembelian saham serta disetujui oleh RUPS.
- Persyaratan Delisting saham oleh Bursa: Bursa menghapus pencatatan saham
perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila perusahaan
tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi dibawah ini:
1. Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansil atau
secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai
Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukan indikasi
pemulihan yang memadai;
2. Saham Tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya
diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir.

Anda mungkin juga menyukai