Anda di halaman 1dari 13

USULAN PENELITIAN EKSPERIMENTAL

1.

Judul Penelitian

: Pembuatan Vaksin Edibel dengan Gen sisipan HbsAg pada


buah pisang emas Musa acuminata Colla

2. Ruang Lingkup

: Genetika Tumbuhan

3. Pelaksana Penelitian
a. Nama Mahasiswa
b. NPM
c. Jumlah Semester
4. Tempat Penelitian

: Madinna Rahmadewi
: 1206201271
: 8 (delapan)
: Laboratorium Genetika
Departemen Biologi FMIPA UI

5. Pembimbing Penelitian

: Dr. Susiani Purbaningsih, DEA


Dr. Abinawanto

6. Lama Penelitian

: 4 bulan (SeptemberDesember 2014)

7. Sumber Dana

: Dana pribadi

1. LATAR BELAKANG
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme. Peranan vaksin menjadi hal yang sangat penting dalam pencegahan penyebaran
penyakit terutama bagi bayi dan anak. Perkembangan vaksin di negara miskin hingga
berkembang masih sangat sulit, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan produksi, distribusi
dan penyimpanan yang membutuhkan kotak pendingin, penanganan sampai siap ke
pengguna, dan penyimpanan vaksin konvensional kebanyakan harus menggunakan jarum
suntik agar dapat masuk ke dalam tubuh manusia (Rice 2005:32)
Program vaksinasi ini tidak berhasil dengan baik. Sekitar 20 % bayi yang dilahirkan
belum terjangkau oleh vaksinasi, sehingga tingkat kematian balita akibat penyakit infeksi di
seluruh dunia masih tinggi hingga mencapai 3-5 juta balita pertahunnya. Kondisi tersebut
sangat mengkhawatirkan para pemerhati kesehatan, terutama dengan semakin tingginya
mobilitas penduduk dunia dari belahan dunia yang satu ke belahan lainnya, akan
mempercepat penyebaran penyakit infeksi (Mason 1997:15).

Edible vaccine adalah tanaman yang di rekayasa secara genetik untuk memproduksi
vaksin sebagai produk pertanian dalam bentuk buah dan sayuran. Tanaman ini disisipkan gen
yang memproduksi protein sebagai epitop suatu penyakit yang bila masuk ke dalam tubuh
kita dapat berfungsi sebagai vaksin. Temuan ini tentu saja menjadi kabar gembira bagi dunia
kesehatan, karena dapat menyelesaikan beberapa masalah di lapangan berkaitan dengan
vaksinasi penyakit endemik (Radji 2004: 1)
Produksi protein yang berkualitas pada vaksin edibel sangat berpotensi dalam
tanaman transgenik karena sangat efisien dan dapat dengan mudah ditingkatkan untuk
produksi komersial. Tanaman transgenik dapat menjadi mesin untuk menghasilkan protein
imunoprotektif terhadap penyakit menular, serta beberapa penyakit autoimun dan tumor
manusia. Kentang, tomat, jagung, beras, dan kedelai telah dikembangkan menjadi hasil
tanaman trasngenik yang telah disisipkan gen vaksin edibel dan digunakan dalam berbagai
penelitian bioreaktor tanaman. (Radji 2004: 2)
Vaksin edibel merupakan jawaban atas keterbatasan oleh vaksin konvensional. Sejauh
ini vaksinasi tidak dapat menjangkau seluruh bayi, khususnya di negara-negara berkembang.
Walaupun masih baru tahap uji coba praklinikal, namun teknologi ini akan membuka peluang
baru yang sangat baik bagi penanganan berbagai penyakit endemik dengan lebih mudah dan
terjangkau. Anak-anak tidak akan takut lagi dalam vaksinasi yang pada umumnya
menggunakan jarum suntik dan di ganti dengan vaksin edibel. (Radji 2004:2)
Vaksin edibel memiliki beberapa kekurangan, dikhawatirkan sebagai produk tanaman
transgenik, maka vaksin edibel akan menimbulkan permasalahan yang sama sebagaimana
tanaman sebelumnya yakni adanya ketakutan terhadap efek samping maupun penggunaan
bahan tidak dapat terima. Vaksin edibel menimbulkan ketakutan masuknya allergen dari
organisme yang disisipkan serta pencemaran gen pada lingkungan melalui cross pollination
(persarian silang). Permasalahan lain muncul dengan kemungkinan perlawanan dari
kelompok religius tertentu akibat penggunaan sumber yang berlawanan dengan ajaran atau
doktrin agama yang dianut. (Mor 1998: 1516)
Vaksin edibel dikembangkan melalui teknologi tanaman transgenik yang mengandung
fragmen DNA yang berasal dari bakteri atau virus. Tanaman trasngenik akan terpacu untuk
memproduksi protein yang telah diberikan atau dikodekan kepada gen yang disisipkan
tersebut. Perkembangan vaksin edibel telah berkembang pesat dalam satu dekade terakhir, hal
itu telah membuat penulis terpacu untuk melakukan eksperimental tentang vaksin edibel ini.

Berbagai sistem vaksin telah dikembangkan. Awalnya vaksin edibel dianggap hanya berguna
untuk mencegah penyakit menular, namun dengan berjalan waktu telah ditemukan aplikasi
dalam pencegahan penyakit autoimun, KB, terapi kanker, dll. Vaksin edible saat ini sedang
dikembangkan untuk sejumlah penyakit manusia dan hewan. (Gun 2012:93)
Prapenelitian dilakukan untuk menemukan pembuatan vaksin edibel yang
memanfaatkan tanaman transgenik. Pembuatan vaksin edibel akan memanfaatkan tanaman
pisang. Tanaman pisang yang dijadikan penelitian adalah pisang emas atau Musa acuminata
Colla. Pisang emas memiliki nama lain yaitu Lady Finger. Musa acuminata Colla dapat
tumbuh di berbagai bagian di dunia, pisang emas memang berasal dari kawasan Asia
tenggara. Pohon pisang yang dapat tumbuh di seluruh dunia terutama di negara-negara tropis
ini banyak dikonsumsi oleh penduduk. Buah pisang telah lama dijadikan bahan penelitian
untuk pembuatan vaksin edibel, hal itu disebabkan karena pisang dapat dimakan secara
mentah

dan denaturasi protein sangat kecil terjadi sehingga sangat mendukung

perkembangan protein. (Ude, dkk. 2001:1).


Penelitian

akan

mengacu

pada

proses-proses

pembuatan

vaksin

edibel

menggunakan tanaman pisang dengan gen protein vaksin hepatitis B surfice antigen
(HbsAG). Vaksin hepatitis B yang berasal dari hepatitis B surfice antigen (HbsAG) telah
berhasil diekspresikan dalam tanaman tembakau (Mason et el., 1992). Percobaan lain
menunjukkan bahwa tanaman tembakau transgenik yang mengandung protein yang berasal
dari hepatitis B surfice antigen (HbsAG) ini setelah dicoba pada binatang coba ternyata dapat
memberikan respon imun spesifik pada mencit (Thanavala et al., 1995). Untuk membuktikan
apakah vaksin edibel ini dapat memberikan respon imun mukosal bila diberikan secara oral,
penelitian dilakukan dengan membuat kentang transgenik yang dapat mengekspresikan
protein yang berasal dari hepatitis B surfice antigen (HbsAG) (Kapusta et al., 1999; Richter et
al., 2000). Hasil penelitian pada mencit menunjukkan bahwa vaksin transgenik ini dapat
menghasilkan dan meningkatkan respon imun mukosal lebih baik dari pada vaksin yang
direkayasa melalui rekombinan DNA menggunakan jamur sebagai inangnya (Kong et al.,
2001; Richter et al., 2000).

2. RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, DAN HIPOTESIS


2.1 RUMUSAN MASALAH
Vaksin edibel telah membuat ekspresi antigen pada vaksin dan antibodi
modulasi kekebalan tubuh memanfaatkan tanaman transgenik sebagai bioreaktor
berkembang dengan baik. Vaksin edibel merupakan sumber yang nyaman dan murah

untuk produksi molekul immunotherapeutic yang sangat bermanfaat. Perkembangan


vaksin edibel yang dapat dimakan adalah transgen berbagai antigen dan antibodi telah
dinyatakan berhasil dikembangkan pada tanaman, dan telah terbukti mempertahankan
fungsi asli dan awal mereka, tanpa perubahan yang nyata (Lal dkk, 2007:93)
Meskipun terlihat meyakinkan memiliki kelebihan dan fungsi yang baik.
Namun, keefktifan tentang vaksin edibel harus dikaji lebih dalam supaya vaksin ini
dapat dimanfaatkan dengan optimal. Sehingga demi menjaga keefektifannya maka
proses pembuatan vaksin edibel harus dilakukan dengan teknik yang mendasar dan
aman. Vaksin edibel telah mengalami perkembangan dengan berbagai tanaman
sebagai tanaman inang. (Mor 1998: 1516)
Keefektifan vaksin edibel dapat dibuktikan dengan berbagai penelitian yang
telah dilakukan seperti pada tanaman tembakau yang telah disisipkan protein yang
berasal dari hepatitis B surfice antigen (HbsAG) setelah diuji pada hewan coba
ternyata dapat memberikan respon imun spesifik pada mencit. Sehingga penelitian
akan menggunakan HbsAG sebagai protein yang akan disisipkan pada tanaman Musa
acuminata Colla (pisang emas).
2.2 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan dan keefektifan vaksin
edibel dengan memasukkan protein vaksin HbsAG hepatitis B surfice antigen dengan
menggunakan tanaman pisang emas dengan jamur sebagai inangnya. Setelah proses
pembuatan vaksin telah selesai, tujuan lainnya untuk mengetahui hasil dan kualitas
yang akan menggunakan hewan uji coba yaitu mencit.
2.3 HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dari penelitian ini adalah protein HbsAG dapat disisipkan ke dalam
tanaman Musa acuminata Colla (pisang emas). Hasil dari vaksin edibel akan
berdampak positif bagi hewan uji coba dengan menunjukkan vaksin transgenik
tersebut dapat menghasilkan dan meningkatkan respon imun mukosal lebih baik dari
pada vaksin yang direkayasa melalui rekombinan DNA dengan menggunakan jamur
sebagai inangnya.

3. KERANGKA TEORI
3.1 Vaksin

Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin
adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap
suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme. Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh
untuk membentuk antibodi spesifik, sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan
penyakit. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan dan
tidak menimbulkan penyakit. Vaksin juga dapat berupa organismme mati atau hasilhasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan
mempersiapkan kekebalan tubuh manusia atau hewan dari serangan patogen yang
berasal dari bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga dapat membantu sistem tubuh
dalam melawan sel-sel degenaratif (kanker). (Klug & Cummings 1994: 434).
Vaksin diklasifikasikan menjadi dua tipe, vaksin hidup adalah vaksin hidup
berisi mikroorganisme yang telah dilemahkan virulensi (keganasannya). Pengurangan
virulensi dikenal dengan istilah atenuansi (pelemahan). Baik vaksin mati maupun
hidup memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan vaksin hidup adalah kekebalan
yang dihasilkan sama dengan kekebalan yang diperoleh karena infeksi alami.
Kelebihan vaksin mati adalah tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan
virulensi dan mudah dalam penyimpanan. (Maksum 2004:2)
Perkembangan vaksin mulai membaik diawali dengan melalui kampanye
internasional terhadap penanggulangan penyakit utama penyebab infeksi, lebih dari
80% balita diseluruh dunia telah divaksinasi dengan enam jenis vaksin. Walapun
perjalanan tidak semulus semestinya. Penyebab kegagalan program vaksinasi antara
lain disebabkan, harga vaksin yang mahal, menurunnya efeksifitas vaksin akibat
distribusi yang tidak baik, penyimpanan vaksin yang tidak tepat,tidak adanya kotak
pendingin dalam pendistribusia, sebagian vaksin harus diberikan secara penyuntikan.
(Maksum 2004:23)
Vaksin yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain; mutu
vaksin harus baik, vaksin memiliki sifat proteksi silang, aman, tidak ada efek
samping, punya kekebalan yang bagus, vaksin harus disimpan dengan baik, praktis,
dan ekonomis. Upaya meningkatkan kualitas vaksin terus dikembangkan sehingga
ditemukanlah vaksin edibel. (Santoso 2011:25)
3.2 Vaksin Edibel
Vaksin edibel adalah vaksin yang dapat dikonsumsi secara oral (melalui mulut).
Vaksin edibel menjadi salah satu alternatif vaksin yang ekonomis, mudah dikelola, mudah

untuk dipasarkan, tidak membutuhkan purifikasi, dan tentu saja dapat dikonsumsi secara
oral. Hal tersebut tentu saja dapat membantu negara berkembang dan negara yang miskin.
Vaksin edibel dapat dikembangkan melalui teknologi tanaman transgenik yang
mengandung fragmen DNA yang berasal dari bakteri atau virus. Tanaman trasngenik akan
terpacu untuk memproduksi protein yang telah diberikan atau dikodekan kepada gen yang
disisipkan tersebut. Perkembangan vaksin edibel telah berkembang pesat dalam satu
dekade terakhir, hal itu telah membuat penulis terpacu untuk melakukan eksperimental
tentang vaksin edibel ini. Berbagai sistem vaksin telah dikembangkan. Awalnya vaksin
edibel dianggap hanya berguna untuk mencegah penyakit menular, namun dengan berjalan
waktu telah ditemukan aplikasi dalam pencegahan penyakit autoimun, KB, terapi kanker,
dll. Vaksin edible saat ini sedang dikembangkan untuk sejumlah penyakit manusia dan
hewan. (Mor 1998:249)
Tanaman yang digunakan sebagai tanaman inang (tanaman yang disisipi gen vaksin)
memiliki syarat-syarat yaitu; dapat dimakan dalam keadaan mentah, aman dikonsumsi
anak-anak, tanaman tersebut harus mudah dan cepat berkembang, penyimpanan tanaman
yang mudah, tanaman dapat ditransformasi serta beregenerasi tanpa merubah struktur
awal. (Santoso 2011:24)
Beberapa peneliti telah berhasil mengembangkan berbagai jenis vaksin yang dapat
dikonsumsi ini. Vaksin edibel yang mengekspresi protein struktural dari virus mulut dan
kuku (Foot & Mouth Virus), terbukti menginduksi respon imun pada menit setelah
diimunisasi oral maupun parenteral. Hasil percobaan manusia yang telah diuji beberapa
protein terapeutik rekombinan tanaman yang diproduksi secara transgenik telah
menunjukkan respon positif dan tidak ada masalah yang berarti. (Gunn 2012:97)
3.3 Preparasi Pembuatan Vaksin Edibel
3.3.1 Pemilihan Gen yang akan Disisipkan
Langkah pertama yang sangat penting dalam pembuatan vaksin edibel
adalah pengenalan dan pemilihan gen yang ingin disisipkan tanaman, sehingga
akan memacu tanaman untuk mengubah produksi protein yang akan dikodekan.
Proses ini dinamakan transformasi, dan tanaman yang diubah disebut tanaman
trasngenik. Faktor kunci keberhasilan potensial vaksin ditentukan atas pemilihan
daerah epitope dari patogen. Kesuksesan hasil vaksin edibel adalah aman, mampu
diterima oleh mukosa dan kekebalan yang tersusun pada saat masuk ke sistem

pencernaan manusia. Vaksin edibel yang baik akan mampu menahan lingkungan
yang asam pada lambung dan mencapai sel target dalam bentuk bioaktif. (Gunn
2012:94)
Gen antigen yang dipilih harus kompatibel dengan jenis tanaman yang
dipilih.

Antigen

pada

tanaman

transgenik

akan

disampaikan

melalui

bioenkapsulasi dalam dinding sel yang keras pada sel tumbuhan. Bioencapsulation
antigen adalah rekombinasi antara vesikel sel tanaman transgenik untuk
melindungi integritas dari antigen dari sekresi lambung (asam) sampai dinding sel
tumbuhan menurunkan integritas dari antigen usus. Setelah proses degradasi,
antigen siap dilepaskan, dan diserap oleh sel M pada lapisan usus dan jaringan
limfosit usus (GALT). Pengolahan antigen selanjutnya termasuk bagian untuk
makrofag, sel yang menerima antigen lainnya, dan populasi sel limfosit lokal. Sel
setelah diberi vaksinasi dan terkena paparan patogen asli, maka IgG, IgE dan lokal
respon IgA serum (sel antibodi dalam tubuh) akan memicu pembentukan memori,
yang akan segera menetralisir serangan oleh agen infeksi yang sebenarnya.
Seperti vaksin subunit konvensional, vaksin edibel terdiri dari protein antigenik
dan tanpa gen patogen. Vaksin subunit konvensional bisa mahal harganya dan
padat dengan teknologi, memerlukan kompleks purifikasi, pendinginan, dan
menghasilkan respon mukosa yang rendah. Hasil percobaan manusia yang telah
diuji dengan beberapa protein terapeutik rekombinan pada hasil tanaman
transgenik telah menunjukkan respon positif dan tidak ada masalah keamanan
utama. (Gunn 2012:94)
Tanaman yang ideal untuk produksi vaksin edibel dimakan harus
memenuhi persyaratan tertentu yaitu, akumulasi antigen dalam jumlah yang
cukup, retensi rekombinan sifat antigen bagi imunomodulator, dan tidak
menghasilkan pemrosesan antigen mengganggu efek metabolisme tubuh.
Ringkasan karakteristik menguntungkan dan tidak diinginkan di antara tanaman
tertentu yang telah diteliti untuk ekspresi transgenik ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan pada tanaman sebagai transgenik bioreaktor


[Sumber: Gunn, dkk. 2012:95]

3.3.2 Vektor dengan super promotor tanaman-spesifik


Pertumbuhan vaksin edibel dapat ditolak oleh tingkat ekspresi yang
rendah pada protein asing dalam tanaman transgenik. Tarif ekspresi dilaporkan
berkisar 0,01-2% dari total protein terlarut menyebabkan protein dari vaksin edibel
kurang imunogenik. Pemilihan super promotor tanaman-spesifik yang kuat sangat
baik dan penting untuk meningkatkan tingkat ekspresi dan merupakan faktor kunci
yang dapat menentukan keberhasilan vaksin edibel. (Tacket dkk. 1999:778)
Salah satu hasil pengujian pemberian glukuronidase A gen fusi di stabil
yang dapat berubah pada tembakau (Nicotiana tabacum) dan jagung (Zea mays)
yakni jagung Hitam Meksiko dengan protopls. Dalam kedua tembakau dan jagung,
aktivitas superpromoter jauh lebih besar di akar daripada di daun. Dalam
tembakau, kegiatan superpromoter lebih besar pada daun dewasa daripada daun

muda, sedangkan dalam kegiatan superpromoter jagung sedikit berbeda antara


bagian-bagian terbuka dengan udara sekitar pada uji tanaman. Bila dibandingkan
dengan promotor lainnya yang umum digunakan (virus mosaik kembang kol 35S,
mas2 ', dan jagung ubiquitin), aktivitas superpromoter itu kurang lebih setara
dengan dari promotor lainnya baik jagung Hitam Meksiko dan pada tanaman
jagung perubahan lebih stabil. (Ritcher 2000:1169)
3.3.3 Transformasi Tanaman
Produksi tanaman transgenik adalah sama dengan penanaman tanaman
biasa dalam pertanian. Perbedaan terletak pada proses transformasi penanaman
protein target. Saat ini ada tiga metode yang digunakan untuk menghasilkan tanaman
transgenik; (1) pengiriman gen-gun menggunakan partikel Biolistic; (2) bakteri
Agrobacterium tumefaciens yang mefasilitasi transformasi; (3) electropora ion. Dua
metode yang paling umum adalah gen - gun dan transformasi dengan bakteri A.
tumefaciens.
Transformasi gen - gun memasukkan DNA yang diinginkan ke dalam
genom tanaman target dengan membombardir kultur sel suspensi berisikan embrio
tanaman. Hasil replikasi gen atau protein yang telah disiapkan sisipan transgen
sehingga membungkam gen masalah umum dengan menggunakan metode gun gen.
Transformasi A. tumefaciens adalah yang paling umum digunakan dalam
memproduksi tanaman transgenik . A. tumefaciens adalah bakteri alami yang
ditemukan di dalam tanah yang mampu menyisipkan segmen DNA asing ke dalam
tanaman dengan masuk melalui luka seperti goresan. A. tumefaciens memiliki Ti
plasmid melingkar (tumor inducing) , yang memungkinkan untuk menginfeksi sel-sel
tumbuhan kemudian mengintegrasikan ke dalam genom mereka dan menghasilkan
tumor berongga (crown gall tumor). Atribut ini dapat dimanfaatkan untuk penyisipan
DNA asing ke dalam genom tanaman . Ti plasmid dapat dilucuti dengan menghapus
gen untuk auksin dan sitokinin sintesis sehingga pembentukan tumor dihilangkan.
(Gunn, dkk. 2012:93)
3.3.4 Transgenic plant screening
Gen untuk antibiotik dan resistensi herbisida digunakan sebagai penanda
untuk memilih sel yang mengalami transformasi dan keseluruhan tanaman itu sendiri
yang mengandung gen asing (s), dan untuk mengekspresikan produk yang diinginkan,
di mana waktu yang dipilih (transformasi) sel dan/atau tanaman dapat diregenerasi.
Gen (s) pada materi genetik pada bunga mengintegrasikan secara acak ke dalam

genom tanaman, sehingga tingkat ekspresi antigen yang berbeda untuk setiap jalur
independen. Akibatnya, 50-100 tanaman dapat diubah secara bersamaan, dan tanaman
menunjukkan tingkat tertinggi antigen dan sedikitnya jumlah efek samping yang dapat
dipilih untuk analisa lebih lanjut. Produksi tanaman transgenik tergantung pada
spesies tanaman dan mengambil waktu sekitar 3-9 bulan. Waktu yang dipakai dapat
lebih singkat 6-8 minggu dengan menggunakan real-time PCR kuantitatif (qPCR),
yaitu pendekatan dan penelitian genetik yang dapat membantu mempercepat proses
seleksi. Beberapa antigen, seperti protein virus pada kapsid, memerlukan modifikasi
post-translational dan pemasangan mandiri menjadi VLP (virus like protein). VLP ini
meniru virus tanpa membawa DNA atau RNA dan karena itu tidak menular pada selsel yang lain dan tentu saja aman. (Gunn, dkk. 2012: 97)
3.3.5 Pengujian protein pada hewan uji
Setiap antigen tunggal disajikan dalam tanaman harus diuji untuk komposisi
yang tepat, yang dapat diverifikasi oleh penelitian pada hewan dan western blots, dan
dihitung dengan enzyme-linked immuno assay-sorbent (ELISA). Protokol khusus
untuk pemberian protein bernilai tinggi (misalnya zat farmasi menarik diproduksi di
tanaman) bagi manusia dan hewan ternak memerlukan kajian ilmiah lebih dalam
rangka untuk menguji penggunaan masa depan senyawa ini dalam industri dan untuk
tujuan farmasi. Formulasi yang dioptimalkan untuk mempertahankan aktivitas
biologis (bernilai positif) yang bernilai tinggi atas protein terapeutik atau profilaksis
memiliki potensi untuk memperkenalkan aplikasi baru dengan penelitian vaksin
edibel. (Gunn, dkk. 2012: 97)
3.4 HBsAg
Virus hepatitis B adalah virus DNA sebagian beruntai ganda melingkar dan
merupakan anggota dari Keluarga Hepadnaviridae. Virus ini terdiri dari kapsid yang
memiliki inti

berisi DNA virus dan ini dikelilingi oleh amplop berisi antigen

permukaan (HBsAg). Secara keseluruhan, keutuh virion dan partikel virus yang tidak
lengkap, namun terdiri sepenuhnya dari HBsAg, yang dihasilkan selama replikasi
HBV. Partikel HBsAg sangat bervariasi dalam morfologi dan ditemukan di
konsentrasi tinggi pada infeksi akut awal dan terus diproduksi selama penyakit ada
ditubuh pasien. (Ritcher, dkk. 2000: 1168)
HBsAg adalah penanda yang paling umum digunakan dari infeksi untuk
skrining diagnostik dan darah. Apabila individual terdeteksi HBsAg dianggap
terinfeksi HBV, karena itu HBV berpotensi menular. Konfirmasi dari reaktif HBsAg

ELISA tes skrining biasanya dilakukan dengan melakukan tes netralisasi


menggunakan spesifik anti-HBs antiserum di skrining ELISA yang sama. Dimana
sederhana / cepat tes HBsAg digunakan dan tidak ada reagen untuk netralisasi yang
tersedia, konfirmasi infeksi akut atau kronis untuk tujuan diagnostik mungkin
menyimpulkan berdasarkan gejala dan tes monitoring yang tepat. Marker HBV
lainnya yang dapat digunakan diagnosa untuk memantau infeksi HBV termasuk
HBeAg, IgM anti HBc total anti-HBc, anti-HBe, anti-HBs dan HBV DNA. (Ritcher
dkk. 2000: 11871188)
Penelitian mengenai HbsAg tentang vaksin edibel adalah sudah dilakukan
penelitian dengan membuat kentang transgenik. Hasil penelitian pada menit
menunjukkan

bahwa

vaksin

trasngenik

tersebut

dapat

menghasilkan

dan

meningkatkan respons imun mukosa lebih baik dari pada vaksin yang direkaysa
melalui rekombinasi DNA menggunakan jamur sebagai inangnya (Radji 2004:1)
3.5 Alasan Penggunaan Musa acuminata Colla Sebagai Tanaman Trasngenik
Kingdom
: Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotiledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Musaceae

Genus

: Musa

Species

: Musa acuminata Colla

Tanaman pisang yang dijadikan penelitian adalah pisang emas atau Musa
acuminata Colla. Pisang emas memiliki nama lain yaitu Lady Finger. Musa acuminata Colla
dapat tumbuh di berbagai bagian di dunia, pisang emas memang berasal dari kawasan Asia
tenggara. Pohon pisang yang dapat tumbuh di seluruh dunia terutama di negara-negara tropis
ini banyak dikonsumsi oleh penduduk. Buah pisang dapat langsung dimakan tanpa perlu
dimasak terlebih dahulu, sehingga protein (vaksin) yang dikandungnya idak mengalami
degradasi oleh pemanasan.
Berdasarkan literatur kelebihan dari tanaman pisang adalah harganya yang murah,
tidak perlu dimasak, apabila diharuskan di masak protein tidak akan rusak, dan dapat tumbuh
di negara berkembang seperti Indonesia. Kekurangan dari penggunaan pisang emas adalah
membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk menjadi tanaman dewasa, membutuhkan waktu 12

bulan agar pohon menghasilkan buah, cepat membusuk setelah matang, dan mengandung
protein dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Pisang transgenik yang mengandungprotein
yang bersifat sebagai vaksin yang mengandung protein yang berasal bakteri atau virus
merupakan buah transgenik yang sangat diminati..Jika balita diberi makan pisang transgenik
ini, di dalam tubuhnya akan diproduksi imunoglobulin yang dapat melindungi mereka dari
penyakit infeksi. (Haq, et al: 1995: 715716).
4. Metodologi
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, FMIPA UI,
Depok selama 4 bulan mulai dari Februari 2015 hingga Mei 2015.
4.2 Cara Kerja
Secara umum pembuatan vaksin edibel melalui beberapa tahapan
1. Isolasi gen terpilih dari mikroba yang akan dipakai sebagai kandidat vaksin
2. Sisipkan gen terpilih ke dalam vektor plasmid yang membawa gen resistensi
terhadap herbisida
3. Transformasikan plasmid rekombinan ke dalam sel tanaman inang
4. Biakkan sel tanaman dalam media seleksi yang mengandung herbisida
5. Seleksi sel tanaman transgenik yang tumbuh dalam media + herbisida
6. Biakkan tanaman transgenik dalam media buatan
7. Pindahkan tanaman transgenik dan tanam di habitat aslinya
8. Uji aktivitas biologik, keamanan, allergisitas, dan efikasinya pada binatang coba
9. Lakukan uji klinik pada manusia (Fase I, II, III, dan IV)
10. Vaksin edibel siap digunakan
(Santoso 2011: 26)

5. ANGGARAN DANA DAN JADWAL PENELITIAN


5.1 Anggaran Dana
Sumber dana penelitian berasal dari dana pribadi.
5.2 Jadwal Penelitian
No.
1.
3.
4.
5.

Kegiatan
Studi kepustakaan
Pelaksanaan penelitian
Pengolahan dan analisis data
Penulisan skripsi

6. DAFTAR PUSTAKA

I
Sep

Bulan
II
III
Okt
Nov

IV
Des

Gunn, K.S., Narendra S., Joseph G., Hongzhuan W. 2012. Using transgenic plants as
bioreactors to produce edible vaccines. Journal of Biotech Research. 4:92-99.
Haq TA, Mason HS, Clements JD, Arntzen CJ. 1995. Oral Immunization with a Recombinant
Bacterial antigen producedin transgenic plants. Science 268:714-716.
Lal P, Ramachandran VG, Goyal R, Sharma R. 2007. Edible vaccines: Current status and
future. Indian J Med Microbiol 25:93-102.
Kapusta J., J.M. Modelska, M. Figlerowicz, T. Pniewski, M. Letellier, O. Lisowa, V. Yusibov,
H. Kaprowski, A. Plucienniezak, and A.B. Legocki. 1999. A plant-derived edible vaccine
against hepatitis B virus. FASEB Journal. 13: 1796-1799.
Mason H.S. J.M.Ball, J.J. Shi, X. Jiang, M.K. Estes and C.J.Anrtzen. 1996. Expression of
Norwalk virus capsid protein in transgenic tobacco and its oral immunogenicity in mice.
Proc.Natl. Acad. Sci. USA. 93: 5335-5340.
Mor T.S., M.A. Gomez-Lim and K.E. Palmer. 1998. Edible vaccines: a concept comes of age.
Trends Microbiol. 6:449-453.
Radji, M. 2004. Pemberian vaksin melalui tanaman transgenik. Dept. Farmasi FMIPA UI
Depok 1(1): 19.
Tacket CO, Mason HS, Losonsky G, Estes MK, Levine MM, Arntzen CJ. 2000. Human
immune responses to a novel Norwalk virus vaccine delivered in transgenic potatoes. J
Infect Dis 182:302-305.
Thanavala Y, Mahoney M, Pal S, Scott A, Richter L, Natarajan N, Goodwin P, Arntzen CJ,
Mason HS. 2005. Immunogenicity Journal of In humans of an edible vaccine for
hepatitis B. Proc Natl Acad Sci USA 102:33783382.

Anda mungkin juga menyukai