Anda di halaman 1dari 5

STUDI KASUS

Nama : Umi Luluk Magfiroh


Npm : 1811060264
Kelas :A
Mata Kuliah : Bioteknologi

1. Pada tahun 1998, para peneliti Universitas Maryland di Baltimore berhasil melakukan
penelitian terobosan dalam produksi vaksin. Peneliti berhasil menyisipkan vaksin
kedalam tanaman pangan yang kemudian dikenal dengan nama edible vaccine. Edible
vaccine adalah tanaman yang direkayasa secara genetik untuk memproduksi vaksin.
Tanaman ini disisipi gen yang memproduksi protein sebagai epitop suatu penyakit
yag bila masuk kedalam tubuh kita dapat berfungsi sebagai vaksin. Prinsip dari
teknologi ini adalah menyisipkan vaksin kedalam tanaman pangan, sehingga ketika
dimakan akan merangsang tubuh manusia untuk menghasilkan antibodi terhadap
suatu penyakit.
Mekanisme pembuatan : Edible vaccine dibuat dengan menggunakan bakteri
Agrobacterium tumefaciens sebagai penginjeksi cetak biru genetik dari virus atau
antigen bakteri berupa protein yang memiliki respon kekebalan yang di targetkan.
Proses singkat pembuatan edible vaccinedi diawali dengan menumbuhkan sel
tanaman (kalus) dengan baktei A. tumefaciens yang membawa gen antigen dan gen
resisten antibiotik sehingga terjadi trasfer gen kedalam sel tanaman, kemudian
memindahkan sel tanaman ke media seleksi antibiotik sehingga diperoleh sel yang
dapat hidup (terindikasi sudah masuknya gen baru) lalu ditumbuhkan hingga menjadi
planlet, selanjutnya aklimatisasi planlet sehingga menjadi bibit dan kemudian ditanam
hingga menghasilkan buah yang mengandung vaksin. (Irfan Martiansyah, 2016, h.17-
18)
Berikut skema metode pembuatan vaksin edibel:

Isolasi gen terpilih dari mikroba yang akan


dipakai sebagai kandidat vaksin

Sisipkan gen terpilih ke dalam vektor


plasmid yang membawa gen resistensi
terhdap herbisida
Transformasikan plasmid
rekombinan ke dalam sel tanaman
inang

Biakkan sel tanaman dalam media


seleksi yang mengandung herbisida

Seleksi sel tanaman transgenik yang


tumbuh dalam media + hebisida

Biakkan tanaman trasgenik dalam


media buatan

Pindahkan tanaman transgenik dan


tanam di habitat aslinya

Uji aktivitas biologik, keamanan,


allergisitas dan efikasinya pada
binatang coba

Lakukan uji klinik pada manusia (fase


I, II, IIIdan IV)

Vaksin edibel siap digunakan

(Maskum Radji, 2004, h. 6)


Kelebihan : Teknologi tanaman transgenik memiliki beberapa keuntungan yang
antara lain adalah tanaman inang dapat dipilih dari jenis tanaman lokal, murah, dan
dapat ditanam dengan teknologi sederhana sesuai dengan daerah tumbuhnya, dan
dapat diproduksi sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan. Beberapa jenis
tanaman yang dipakai sebagai tanaman inang adalah pisang, tomat, jagung, kacang-
kacangan dan tembakau. Pisang transgenik yang mengandung protein yang bersifat
sebagai vaksin yang mengandung protein yang berasal bakteri atau virus merupakan
buah transgenik yang sangat diminati. Buah pisang dapat langsung dimakan tanpa
perlu dimasak terlebih dahulu, sehingga protein (vaksin) yang dikandungnya tidak
mengalami degradasi oleh pemanasan. Jika balita diberi makan pisang transgenik ini,
di dalam tubuhnya akan diproduksi imunoglobulin yang dapat melindungi mereka
dari penyakit infeksi. Selain itu keuntungan yang lain yaitu vaksin yang
diproduksinya akan sangat ekonomis karena tidak memerlukan sarana distribusi
khusus, dan ruang pendingin seperti vaksin konvensional. Vaksin ini dikonsumsi
secara oral sehingga tidak memerlukan bantuan petugas kesehatan untuk
menyuntikkannya. (Maskum Radji, 2004, h. 2-3)

Kelemahan : Rendahnya kadar protein yang terdapat dalam vaksin edibel ini
merupakan salah satu kelemahannya. (Maskum Radji, 2004, h. 5)

2. Melakukan pengembangan tanaman transgenik. Karena dengan berkembangnya


teknologi rekombinan DNA telah membuka pintu untuk merakit tanaman tahan hama
dengan rekayasa genetika. Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan teknologi konvensional. Untuk managemen resistensi Cohen
(2000) menganjurkan untuk menggunakan strategi “high-dose” dan refugia, serta
menganjurkan untuk mengembangkan tanaman dengan dua toxin Bt, karena kultivar
dengan dua toxin memerlukan refugia paling kecil dan memungkinkan untuk dilepas
di lapangan. Penggunaan gen multiple-toxin dengan cara kerja yang berbeda juga
dianjurkan sehingga cross-resistance tidak mungkin terjadi, yaitu dengan
menggunakan dua gen cry untuk toxin yang berbeda reseptor atau kombinasi gen cry
yang semuanya berbeda dan tidak berkaitan gen toxinnya (Ho et al. 2006). Efikasi
dari fusi hibrid gen cry1Ab-cryIAc pada padi transgenik indica telah berhasil diuji
pada kondisi rumah kaca dan hasilnya menunjukkan mampu melindungi serangan
penggerek batang padi kuning. Padi transgenik Bt-IR72 dengan fusi gen ini
menunjukkan konsisten tahan melawan empat serangga lepidoptera, termasuk
penggerek batang padi kuning lebih dari 3 generasi di bawah kondisi serangan secara
buatan dan alami. Sementara Ho et al. (2006) melaporkan bahwa fusi dua gen cry
(cryIAb-IB) pada kultivar padi transgenik elit vietnam mampu mematikan 100% larva
instar-1 Penggere batang padi kuning dalam 1 minggu setelah infestasi.
Tanaman padi trasgenik terbukti mempunyai kemampuan yang disebabkan
oleh hama penggerek batang padi kuning S. incertulas. Tanaman padi transgenik
selain mempunyai kemampuan untuk menangkal kerusakan juga mempunyai
kemampuan untuk mengahambat pertumbuhan hama S. incertulas. Hal ini terbukti
pada semua galur padi transgenik yang diuji tidak ada satu pun S. incertulas yang
mencapai stadium pupa. (Usyati, et al. 2009, h. 30-34)

3. Rekombinan hormon pertumbuhan (rGH) merupakan inovasi teknologi dibidang


perikanan yang memiliki potensi sebagai pakan suplemen yang dpat memberikan
percepatan pertumbuhan pada ikan budidaya. GH merupakan salah satu hormon
hodrofilik polipeptida yang tersusun atas asam amino yang dapat digunakan untuk
memacu pertumbuhan ikan. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan, pemberian rGH
juga dapat meningkatkan kelulushidupan ikan melalui sistem peningkatan kekebalan
tubuh terhadap penyakit dan stres. Penggunaan rGH dapat juga meningkatkan
kelulushidupan (SR) hingga 80-85% pada mysis. Keuntungan lain adalah rGh
dianggap lebih menguntungkan dan aman untuk pangan daripada teknologi
trasgenesis (proses introduksi gen ke sel suatu organisme) yang terkait dengan isu
keamanan pangan. Pegunaan rGH untuk mempercepat pertumbuhan ikan sudah
banyak dilakukan dengan berbagai metode. Pemberian rGH ikan mas dengan dosis 20
dan 30 mg/kg pakan pada ikan gurami dapat meningkatkan bobot sebesar 32-35%.
Pemberian rGH ikan kerapu kerang dosis 2 mg/kg pakan dengan interval waktu 3 hari
sekali pada ikan larva nila larasati dapat meningkatkan pertumbuhan panjang mutlak
sebesar 33.97%. metode untuk mengaplikasikan rGH dapat dilakukan dengan melalui
penyuntikan, perendaman dan secara oral melalui pakan. Metode pemberian rGH
melalui pakan merupakan metode yang paling aplikatif, praktis, dan mengurasi risiko
stres pada ikan. (Andri Kurniawan, et al. 2017. h. 21)
Merujuk pada fungsi rGH, menujukkan bahwa rGH mempunyai prospek yang
menjajikan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi tetapi secara alamiah pertumbuhannya lambat, misalnya ikan
kerapu bebek Cromileptes altivelis. Studi pengunaan rGH pada ikan kerapu bebek
dengan menggunakan rGH ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (rEIGH),
menunjukkan bahwa dosis harian 50 mg rEIGH kg-1 pakan selama 42 hari mampu
meningkatkan pertumbuhan sebesar 40,25% lebih tinggi dibandingkan kontrol. (Suci
Antoro, et al. 2015. h. 52)

Daftar pustaka
Antoro, Suci, et al. “Pemberian Hormon Pertumbuhan Rekombinan Secara “Putus dan
Sambung” pada Tiga Kelompok Ukuran Benih Ikan Kerapu Bebek, Cromilepetes
altivelis (Valenciennes 1828).” Jurnal Iktiologi Indonesia 15, no. 1 (2015)
Kurniawan, Andri, et al. “Pengaruh Pemberian Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rGH)
Melalui Metode Oral dengan Interval Waktu Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Dan Kelulushidupan Benih Bawal Air Tawar.” Journal of Aquaculture Management
and Tecnology 6, no. 3 (2017).
Martiansyah, Irfan. “Edible vaccine: Cara Baru Vaksinasi Dengan Nyaman Tanpa Nyeri.”
PPBBI 4, no. 1 (2016).
Radji, Maskum. “Pemberian Vaksin Tanaman Transgenik.” Majalah Ilmu Kefarmasian 1. No
1 (2004).
Usyati, et al. “Keefektivan Padi Transgenik terhadap Hama Penggerek Batang Padi Kuning
Scitpophaga incertulas (Walker) (Lepidoptera: Crambidae).” Jurnal Entomologi
Indoneisa 6, no. 1 (2009).

Anda mungkin juga menyukai