Anda di halaman 1dari 3

17

Edible vaccine : cara baru vaksinasi dengan nyaman tanpa nyeri


Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner pada tahun 1796, vaksinasi dilakukan untuk
melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Sayangnya pemberian vaksin melalui
suntikan seringkali membuat penggunanya enggan untuk melakukannya. Edible vaccine
menjadi alternatif vaksinasi yang menjanjikan di masa depan. Prinsip dari teknologi ini
adalah menyisipkan vaksin ke dalam tanaman pangan, sehingga ketika dimakan akan
merangsang tubuh manusia untuk membentuk kekebalan (menghasilkan antibodi) terhadap
suatu penyakit. Tanaman pangan yang dipilih untuk membuat edible vaccine adalah tanaman
yang dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah, seperti kentang, tomat, dan pisang.
Harga vaksin yang mahal, menurunnya efektifitas
vaksin akibat distribusi yang tidak baik, serta cara
penyimpanan yang tidak tepat menjadi
permasalahan dalam proses produksi vaksin.
Keadaan ini mempengaruhi ketersediaan vaksin
terutama di negara-negara miskin, dimana infeksi
penyakit cukup tinggi sehingga memicu tingginya
angka kematian. Tantangan tersebut memacu para
peneliti untuk menemukan terobosan baru dalam
teknologi pembuatan dan cara pemberian vaksin.
Bentuk vaksin yang diminati adalah vaksin yang
dapat dikonsumsi tanpa harus menyuntikkannya atau
tanpa harus disimpan di ruang pendingin sehingga
memudahkan pendistribusiannya [1].
Pada tahun 1998, para peneliti Universitas Maryland
di Baltimore berhasil melakukan penelitian
terobosan dalam produksi vaksin. Peneliti berhasil
menyisipkan vaksin ke dalam tanaman pangan yang
kemudian dikenal dengan nama edible vaccine.
Vaksin dari toksin E. coli disisipkan ke dalam
tanaman kentang. Kentang transgenik tersebut
Sumber : Langridge WHR (2000)
dikonsumsi oleh 11 orang dewasa dengan kondisi
Ilustrasi edible vaccine pada tanaman sehat kemudian dilakukan pemeriksaan. Dari sampel
pangan darah yang diperiksa, 10 dari 11 orang tersebut
mengalami peningkatan kadar antibodi, diantaranya menunjukkan peningkatan pada usus.
Keberhasilan ini menunjukkan efektifitas penggunaan edible vaccine dalam meningkatkan
kekebalan tubuh akibat paparan penyakit. Edible vaccine pertama kali dilaporkan dan
dipatenkan secara internasional pada tahun 1990 [2].
Edible vaccine adalah tanaman yang direkayasa secara genetik untuk memproduksi vaksin.
Tanaman ini disisipi gen yang memproduksi protein sebagai epitop suatu penyakit yang bila
masuk ke dalam tubuh kita dapat berfungsi sebagai vaksin. Dengan model ini tanaman
berfungsi sebagai bioreaktor atau pabrik yang memproduksi vaksin berupa buah atau sayur
yang dapat dikonsumsi langsung [3]. Vaksin ini lebih mudah dibuat dan efisien dalam hal
penyimpanan dan pendistribusiannya sehingga harga bisa lebih murah. Tanaman yang
digunakan umumnya tanaman yang dapat dimakan langsung seperti pisang, kentang dan
tomat. Hal tersebut juga sudah mulai dikembangkan untuk tanaman pangan seperti padi,

www.iribb.org | Maret 2016 | 4(1), 17-19 Irfan Martiansyah - Peneliti PPBBI


18

gandum dan jagung [4]. Prinsip dari teknologi ini adalah menyisipkan vaksin ke dalam
tanaman pangan, sehingga ketika dimakan akan merangsang tubuh manusia untuk
menghasilkan antibodi terhadap suatu penyakit [5]
Berbagai perkembangan bioteknologi yang pesat seperti teknik kultur in vitro, biologi sel
molekular, rekayasa genetika dan mikrobiologi mempercepat pembuatan vaksin jenis ini.
Hingga saat ini, edible vaccine sudah dikembangkan untuk berbagai macam penyakit seperti
campak, kolera dan hepatitis B serta penyakit autoimun seperti diabetes tipe-1, diare, multiple
sclerosis dan radang sendi [6].
Bagaimana cara membuat edible vaccine? Edible vaccine dibuat dengan menggunakan bakteri
Agrobacterium tumefaciens sebagai penginjeksi cetak biru genetik dari virus atau antigen
bakteri berupa protein yang memiliki respon kekebalan yang ditargetkan. Proses singkat
pembuatan edible vaccine diawali dengan (a) menumbuhkan sel tanaman (kalus) dengan
bakteri A. tumefaciens yang membawa gen antigen dan gen resisten antibiotik sehingga terjadi
transfer gen ke dalam sel tanaman, (b) memindahkan sel tanaman ke media seleksi antibiotik
sehingga diperoleh sel yang dapat hidup (terindikasi sudah masuknya gen baru) lalu
ditumbuhkan hingga menjadi planlet, (c) aklimatisasi planlet sehingga menjadi bibit dan
kemudian ditanam hingga menghasilkan buah yang mengandung vaksin [7].

Ilustrasi pembuatan edible vaccine pada tanaman kentang


Di Indonesia, beberapa penelitian terkait vaksin ini sudah mulai dilakukan. Universitas
Airlangga yang diwakili oleh Chairul Anwar Nidom (Ketua Avian Influenza - Zoonosis
Research Center) menggandeng PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN) untuk
mengembangkan varian vaksin flu burung (H5N1) melalui buah pisang dengan teknik reverse
genetic. Penelitian diawali melalui embriogenesis somatik untuk membuat sel-sel kalus
tanaman pisang sebagai bahan untuk tahap selanjutnya. RNA virus flu burung kemudian
disintesis menjadi cDNA serta direkombinasikan dengan DNA pisang secara in vitro.
Harapannya buah pisang yang akan dihasilkan mengandung antigen vaksin flu burung yang
kompatibel untuk manusia [8].

www.iribb.org | Maret 2016 | 4(1), 17-19 Irfan Martiansyah - Peneliti PPBBI


19

Inovasi bioteknologi dalam pembuatan edible vaccine menjadi solusi yang tepat untuk
mempermudah akses mendapatkan vaksin. Pada masa yang akan datang, hal tersebut
diharapkan mempermudah dan memberikan rasa nyaman (tanpa rasa takut dan tangis) pada
proses vaksinasi suatu penyakit terutama untuk anak-anak.

Referensi
1. Radji M (2004) Pemberian vaksin melalui tanaman transgenik. Majalah Ilmu Kefarmasian.
Depok, Indonesia: Universitas Indonesia. pp. 1-9.
2. Tacket CO HM, G Losonsky, JD Clements, SS Wasserman, MM Levine and CJ Arntzen
(1998) Immunogenicity in humans of a recombinant bacterial-antigen delivered in
transgenic potato. Nat Med (Vaccine supplement) 4: 607-609.
3. Santoso P (2011) Mengenal edible vaccine : pemanfaatan produk hortikultura untuk media
vaksin. In: Agriculture Mo, editor. Solok, Sumatera Barat: Iptek Hortikultura. pp. 24-
27.
4. Arntzen CJ (1998) Pharmaceutical foodstuff-oral immunization with transgenic plants. Nat
Med (Vaccine supplement) 4: 502-503.
5. Shah CP, Manisha N. Trivedi, Urmila D. Vachhani, Vishwash J. Joshi (2011) Edible
Vaccine: A better way for immunization. International Journal of Current
Pharmaceutical Research 3: 53-56.
6. Mishra N, Prem N Gupta, Kapil Katri, Amit K Goyal and Suresh P Vyas (2008) Edible
vaccine : A new approach to oral immunization. Indian Journal of Biotechnology 7:
283-294.
7. Langridge W (2000) Edible Vaccine. Scientific American. USA. pp. 66-71.
8. Nidom CA (2015) Peran biologi molekular dalam antisipasi bioterorisme dan penyiapan
vaksin biodefens menuju kemandirian bidang kesehatan dan ketahanan bangsa
indonesia. Universitas Airlangga. 1-33 p.

www.iribb.org | Maret 2016 | 4(1), 17-19 Irfan Martiansyah - Peneliti PPBBI

Anda mungkin juga menyukai