Dari nama panjangnya dapat disimpulkan bahwa Sox merupakan ketentuan perundangan
yang merombak ketentuan-ketentuan di bidang akuntansi. perombakan atau penataan
kembali ini dimaksudkan (sebagaimana lazimnya ketentuan pasar modal) untuk melindungi
penanam modal. Sox dirancang untuk mencegah terulangnya sekandal keuangan yang
dilakukan Enron, Tyco, Worldcom, Adelphia, dan lain sebagainya.
Sebagai bagian undang-undang pasar modal, Sox ingin memastikan adanya ketaatan
terhadap aturan yang didesain untuk mengamankan kepentingan pemodal dan calon
pemodal. karena itu Sox disebut compliance legislation. Dampaknya dirasakan secara
global, karena perusahaan publik Amerika Serikat berdomisili di banyak penjuru dunia.
termasuk perusahaan Indonesia yang mencatatkan diri di pasar modal Amerika; PT Telkom
Tbk. juga harus mentaati Sox.
Sox diundangkan pada tanggal 30 juli 2002. ada suatu bagian penting dalam Sox (section
404) yang mulai berlaku belakangan, yakni pada tanggal 15 november 2004. Namun, untuk
menerapkan section 404 yang rumit ini, perusahaan-perusahaan publik harus menyiapkan
diri sejak diundangkannya Sox di tahun 2002.
(Theodorus M.Tuanakotta, Setengah Abad Profesi Akuntansi: 235- 236)
Tujuan Sox
Terdapat 4 (empat) tujuan utama Sox:
1. membuat manajemen bertanggungjawab
2. memperkuat pengungkapan (disclosures)
3. melakukan review yang teratur (oleh sec; securities and exchange commission)
4. membuat akuntan bertanggung jawab.
Sox berlaku untuk siapa
Sox berlaku untuk penerbit dari semua surat berharga atau efek-efek (securities) dalam
semua perusahaan yang diperdagangkan secara terbuka, unutk segala ukuran.
secara spesifik, Sox berlaku bagi:
1. Perusahaan yang surat berharganya diperdagangkan di New York Stock Exchange atau
bursa lainnya di AS
2. Perusahaan dengan lebih dari 500 pemodal dan mempunyai asset $10 juta atau lebih
3. Perusahaan dengan lebih dari 300 pemodal, dan memenuhi syarat lain seperti
penerbitan surat-surat utang jangka panjang seperti obligasi.
4. Para pendaftar sukarela, mereka tidak wajib secara hukum,, tetapi menerapkan Sox
secara sukarela.
5. Perusahaan yang registerasinya masih pending. misal perusahaan yang melakukan IPO
untuk saham atau surat utang.
Dampak Sox Terhadap Profesi Akuntansi
Menurut Sox salah satu penyebab terjadinya kekacauan / fraud terhadap laporan keuangan
adalah kondisi hiruk-pikuknya jasa yang diberikan kantor akuntan publik, atau dikenal
dengan multi-disciplinary practice. Untuk menghindari conflict of interest dalam kode etik
akuntan; independent in appearance, sehingga dalam Sox section 201 membatasi jasa-jasa
non-audit. jasa-jasa berikut apabila diberikan bersamaan dengan jasa audit akan
bertentangan dengan hukum (unlawful):
Pembukuan, atau jasa lain berkaitan dengan jasa pencataran akuntansi dan penyusunan
laporan keuangan dari klien yang diaudit.
Desain dan implementasi dari system informasi keuangan.
Jasa appraisal atau valuation service, pendapat mengenai kewajaran (fairness opinions),
atau laporan mengenai sumbangan dalam bentuk jasa (contribution-in-kind reports)
Jasa aktuarial.
Jasa-jasa audit internal (internal audit outsourcing services)
2
dll
Selain itu, agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat kehilangan
objektivitasnya, Sox juga mengatur rotasi atau pertukaran auditor. hal ini diatur dalam Sox
section 203, menetapkan rotasi dari lead audit partner dan concurring audit partner setiap
5 (lima) tahun.
(Theodorus M. Tuanakotta, Setengah Abad Profesi Akuntansi: 265- 271)
Seperti telah diungkapkan dan diberikan contoh diatas, dampak Sox ini dirasakan secara
global, karena perusahaan Publik Amerika Serikat berdomisili di banyak penjuru dunia.
Termasuk perusahaan Indonesia yang mencatatkan diri di pasar modal Amerika; PT Telkom
Tbk juga harus mentaati Sox. Di bawah ini akan dijabarkan substansi yang terkandung
dalam Sox section 302 dan Sox secton 404, sebagai berikut:
Sox section 302 (disclosure controls and procedures)
Bostelman (2005:12-14) dan Telkom Presentation to HCGA (2007:5) menyatakan bahwa
Sarbanes Oxley Act section 302 berisi kewajiban:
a. Sertifikasi terhadap laporan keuangan triwulanan oleh CEO dan CFO.
b. CEO dan CFO melakukan sertifikasi kelengkapan dan keakuratan laporan yang
diserahkan kepada US SEC.
c. CEO dan CFO melakukan sertifikasi terhadap efektivitas internal control menurut
bostelman (2005:14),
disclosure controls and procedures is defined under SEC rules as controls and other
procedures of public company that are designed to ensure that both non-financial and
financial information required to be disclosed by the company in its periodic reports is
recorded, processed, summarized, and reported in a timely fashion.
Berdasarkan definisi dari SEC, cakupan disclosure controls and procedures tidak terbatas
pada pengendalian internal atas pelaporan keuangan, tetapi juga pengendalian untuk
memberikan keyakinan atas kepatuhan (compliance) terhadap persyaratan SEC. definisi
dengan maksud yang sama juga dinyatakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk secara
terperinci. Menurut definisi yang dinyatakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk pada
keputusan direksi no: kd 76/pw000/pro-iic/2006 tanggal 22 desember 2006, disclosure
controls and procedures (pengendalian dan prosedur pengungkapan)
adalah pengendalian dan prosedur yang dirancang dan dijalankan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa semua informasi keuangan dan non-keuangan yang wajib
diungkapkan dalam laporan perusahaan yang disampaikan atau diserahkan ke otoritas
pasar modal (stock exchange) telah dikumpulkan, diperiksa, dicatat, diproses, diikhtisarkan
dan disampaikan secara tepat waktu, akurat dan dapat diandalkan sesuai dengan tenggang
waktu yang telah ditetapkan di dalam peraturan otoritas pasar modal.
Sox section 404 (internal control attest)
Bostelman (2005:15-16) dan Telkom Presentation to HCGA (2007:5) menyatakan bahwa
Sarbanes Oxley Act section 404 berisi:
a. Tanggung jawab manajemen terhadap internal controls over financial reporting (icofr)
b. Atestasi manajemen terhadap efektifitas internal control over financial reporting (icofr)
berdasarkan pengujian yang dilakukan
c. Auditor harus melakukan atestasi dan melaporkan evaluasi atas laporan manajemen
menurut Bostelman (2005:31),
Internal control over financial reporting is a process designed to provide reasonable
assurance regarding the reliability of financial reporting and the preparation of financial
statements for external purposes in accordance with generally accepted accounting
principles.
Bostelman (2005:15) menyatakan bahwa proses pengendalian internal atas pelaporan
keuangan (internal controls over financial reporting) harus mencakup tiga elemen, yaitu:
a. Pemeliharaan dokumentasi yang akurat, wajar, dan dalam rincian yang memadai yang
3
Regulasi Bapepam yang mengatur mengenai sertifikasi laporan keuangan oleh direksi
adalah peraturan Bapepam No. VIII.g. 11, namun demikian ada dua peraturan lain yang
terkait dengan peraturan tersebut, yaitu peraturan No. IX.I.6 tentang direksi dan komisaris
perusahaan emiten dan peraturan No. IX.I.5 tentang komite audit.
Ketiga peraturan ini saling berhubungan, dimana peraturan IX.I.6 menerangkan tanggung
jawab direksi atas laporan keuangan secara rinci dan peraturan IX.I.5 menjelaskan tentang
peran komite audit dalam melakukan penelaahan atas laporan keuangan dan pengawasan
atas internal control dalam perusahaan.
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan membahas 3 (tiga) permasalahan seperti yang telah
diindentifikasi pada bab I, berdasarkan hasil penelitian dari berbagai narasumber yang
melakukan penelitian terhadap 3 (tiga) hal diatas, sebagai berikut:
A. Bagaimana pengaruh kualitas komite audit dan auditor independent terhadap kualitas
pengungkapan kelemahan internal control?
Pengaruh kualitas komite audit
Menurut Krishnan,2005 ; Yan Zhang dkk,2006, menemukan bahwa terdapat hubungan
antara kelemahan internal control suatu perusahaan terhadap kualitas (pengalaman,
background, dll) komite audit.
Disini komite audit dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
Komite audit yang memang mempunyai pengalaman dan ahli di bidang financial-akuntansi
(accounting-financial expertise)
Komite audit yang tidak memiliki pengalaman dan keahlian di bidang financial-akuntansi
(non-accounting financial expertise).
Oleh Defond, 2005: secara specific komite audit accounting-financial expertise,
dikelompokkan lagi menjadi 2 (dua) yaitu:
Accounting-financial expertise, yang pernah bekerja sebagai akuntan public, auditor,
principal or Cief Financial Officer, Controller, atau principal/ Chief Accounting Officer.
Non-accounting financial expert, yang pernah menjadi CEO, President, atau Chairman of
Board in profit corporation, berpengalaman sebagai managing director, principal in venture
financing, investment banking.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa untuk kelompok accounting-financial expertise
(terutama kelompok 1 (satu) oleh Defond; yang pernah menjadi auditor, controller, dst),
mereka memiliki kemampuan mendeteksi material misstatement, jika dibandingkan dengan
non-accounting financial expertise.
Pengaruh Auditor Independent
Menurut Doyle,2006; mencatat bahwa problem kelemahan internal-control antara
perusahaan kecil maupun yang keuntungannya rendah, adalah tidak ada bedanya jika
dibandingkan dengan perusahaan besar serta yang mempunyai keuntungan besar.
Disisi lain, terdapat perusahaan yang mempunyai resiko rendah namun mereka memilih
auditor dari the big-4 (PWC, E&Y, Deloitte, dan KPMG) dikarenakan disyaratkan oleh
pemegang saham (pemilik/sumber dana), karena mereka menilai tingkat independent the
Big-4 lebih baik dibandingkan non the Big-4. Namun banyak pula sebenarnya mereka
menghindari auditor dari the Big-4, karena dipersepsi mereka terlalu berisiko. berisiko
dalam arti the Big 4 sangat memegang litigasi, dan sangat ketat dalam menemukan signal
potensial internal control problems.
5
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identfikasi masalah yang ada, maka dapat kita
buat beberapa kesimpulan mengenai penerapan Sox section 302 dan Sox section 404:
1. Kualitas pengungkapan kelemahan internal control, dalam rangka penerapan Sox section
302 sangat tergantung pada komposisi anggota dari komite audit. komite audit yang
mempunyai pengalaman keuangan dan akuntansi (financial-accountant expertise), terlebih
lagi yang berpengalaman sebagai auditor, kap, financial cotroller, dan sejenisnya, akan
mampu mendeteksi kelemahan sistem internal control, serta salah saji laporan keuangan.
peran akuntan independent juga sangat berpengaruh dalam memberikan review, attest,
serta memberikan pendapat dalam laporan auditnya terhadap sistem internal control
perusahaan sebagaimana diatur dalam Sox 404.
2. Dengan adanya Sox section 302 dan Sox section 404, dapat menigkatkan kualitas
laporan keuangan pada khususnya, dan internal control serta performa perusahaan secara
umum. manajemen perusahaan akan lebih hati-hati dalam melakukan dokumentasi,
pencatatan dan pelaporan keuangan. perusahaan juga akan dapat melakukan perbaikan
secara berkelanjutan, paling tidak setiap 3 (tiga) bulan sekali (kuartal report) oleh komite
audit, dan paling tidak 1 (satu) tahun sekali akan di-attesst melalui annual audit dari kap.
penomena yang menarik adalah aturan ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan yang
diwajibkan (perusahaan public) untuk menerapkan aturan Sox, namun banyak juga
dilakukan dengan sukarela oleh perusahaan non-publik yang secara hukum tidak
diwajibkan.
3. Meskipun biaya untuk melaksanakan aturan Sox section 302 dan Sox section 404 ini
sangat besar, namun secara umum hampir semua investor sangat mendukung pelaporan
kelemahan internal-control. justru kebanyakan pemegang saham mewajibkan manajemen
perusahan untuk diaudit oleh kap the big-4 yang dinilai mempunyai independensi dan
litigasi yang sangat ketat. hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa pada saat hari-h
dan 3 (tiga) hari setelah pengungkapan kelemahan internal control harga saham tidak
signifikan mengalami perubahan. namun investor harus menelaah kembali tentang
ekspektasi mereka terhadap nilai perusahaan.
4. Porsi Hukum harus lebih berimbang dalam memperkarakan pihak-pihak yang
bertanggung jawab (Komisaris, Direksi, Akuntan Manajemen, Komite Audit, Kantor Akuntan
Publik) apabila terjadi salah saji material, penyimpangan, bahkan manipulasi dalam
Laporan Keuangan. Yang tentunya akan merugikan masyarakat banyak terutama Investor.
Dalam banyak kasus, seringkali hanya Akuntan Publik yang dipersalahkan jika terjadi
kondisi diatas. Padahal Keterbatasan Akuntan Publik untuk dapat mengungkapkan Fraud/
moral Hazard dalam perusahaan yang diaudit sangat terbatas; waktu, lingkup penugasan,
budget. Dan jarang dapat terungkap jika tidak terdapat Whistle-Blowing (informasi internal).
Sementara Komite Audit sendiri yang ditunjuk sebagai perwakilan publik (seperti
diamanatkan Sox section 404), terbebas dari segala tuntutan hukum. Padahal mereka telah
mendapatkan gaji dan berbagai fasilitas dari Manajemen, lebih cenderung bersifat
formalitas dan hanya menumpang nama.