Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Demam Berdarah Dengue adalah demam akut dengan ciri-ciri demam,
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian. ( Mansjoer, 2000: hal. 419 )
Demam Dengue adalah contoh dari penyakit yang disebarkan oleh vector.
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia
yaitu nyamuk Aedes Aegypti. ( Suddarth, 2001: hal. 2446 )
Dengue adalah suatu infeksi arbovirus ( arthropod-born virus ) akut, ditularkan
oleh nyamuk aedes. ( Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI, 2002: hal. 607 )
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dan disebarkan oleh nyamuk aides. ( Suroso, Dkk, 2003: hal.1 )
Demam Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes ( aedses albocpictus
dsan aedes aegypti). ( Ngastiyah, 2005: hal. 341 )
Dari beberapa pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan
masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes.
B.

Etiologi
Etiologi DHF menurut Mandal, Dkk ( 2004: hal. 272 ) adalah :
1. Virus dengue sejenis arbovirus.
2. Ditularkan oleh nyamuk A. aegypti yang terutama memiliki habitat perkotaan
dan mendapat virus sewaktu menghisap darah manusia yang terinfeksi.
3. Virus ini merupakan flavivirus RNA dengan 4 serotif, setiap tipe dapat
6

mengin

menginfeksi manusia. Dengue virus 1 dan 2 dapat menyebabkan penyakit


sedangkan yang ke tiga dan ke empat cendrung menjadi asimtomatik. Virus
dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas
oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70o C. Ke empat
serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3
merupakan serotif yang paling banyak.
C. Patofisiologi
1.

Perjalanan penyakit
Virus hanya akan hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
bergantung pada daya tahan tubuh manusia.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks
virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai
factor

meningkatnya

permeabilitas

dinding

pembuluh

darah

dan

merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang extravaskuler.


Perpindahan plasma tersebut dapat menyebabkan Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Perembesan plasma
terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium
dan terdapatnya cairan didalam rongga serosa ( efusi pleura, asites ),
perembesan plasma menyebabkan hipovolemia dan akhirnya dapat
menyebabkan syok. Syok yang tidak ditangani secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia yang akan berakibat fatal yaitu
7

kematian. (Mansjoer, Dkk, 2000: hal. 419 )


2. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Gejala utama DHF dapat dikategorikan menjadi empat yaitu demam tinggi,
fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis
DHF diawali dengan demam mendadak disertai dengan muka kemerahan
dan gejala klinis lain yang tidak khas seperti anoreksia, muntah, nyeri
kepala dan nyeri pada otot dan sendi. Gejala lain yang dapat ditemukan
yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium. Keempat gejala utama
DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh Demam tinggi yang mendadak, tanpa sebab
jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, naik turun tidak
mempan dengan obat antipiretik. Biasanya pada hari ke 3,4,5 demam
turun dan ini merupakan fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6
karena dapat terjadi syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tornikuet
(+), petekie, perdarahan konjungtiva. Perdarahan lain dapat berupa
perdarahan gusi, mimisan, melena, hematemesis, atau hematuria.
Hasil uji tornikuet dikatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan
siku.
c. Hepatomegali
d. Syok
Syok terjadi setelah demam turun dengan disertai keluarnya keringat,
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral extremitas teraba
dingin. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi
sebagai akibat dari perembesan plasma. ( Suroso, Dkk, 2004: hal. 13 )
3. Klasifikasi
8

Klasifikasi DHF sangat bervariasi, Menurut Suroso ( 2004: hal. 12 )


membagi menjadi 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positif, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan
di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain
tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan
manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita
gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan
ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak
terukur dan nadi tak teraba.
4. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit demam berdarah menurut Suroso, Dkk (2004:
hal. 23) diantaranya :
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan

perdarahan. Ensefalopati

dengue dapat

menyebabkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,


dapat juga disertai kejang.
b. Kelainan ginjal
Kelainan ginjal umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal
maka setelah syok diobati dengan mengganti volume intravascular.
c. Udem paru
9

Udem paru merupakan komplikasi yang mungkin akan terjadi akibat


pemberian cairan yang berlebihan.
D. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif.
Menurut Ngastiyah ( 2005: hal. 344 )
1. DHF tanpa renjatan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak
c. Demam tinggi, anoreksia

dan sering muntah dapat menyebabkan

dehidrasi, maka pasien diberikan banyak minum yaitu 1 L - 2 L dalam


24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirop, susu dan bila mau berikan
oralit.
d. Demam tinggi diobati dengan obat antipiretik an kompres air hangat.
e. Jika kejang berikan luminal atau anti konvulsan lainnya.
f. Infus diberikan apabila : pasien terus menerus muntah, tidak mau minum
dan hematokrit cenderung meningkat.
2. DHF disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan harus segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Bila perlu berikan
transfuse darah pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a.

Pengkajian DHF menurut Suriadi ( 2006: hal. 59 )


1) Kaji riwayat keperawatan
2) Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, nyeri ulu hati, nyeri otot dan
sendi, tanda tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstremitas,
sianosis, gelisah, penurunan kesadaran ).

b.

Pengkajian DHF secara umum


Data yang dikumpulkan meliputi :
10

1) Identifikasi pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, dan


alamat rumah.
2) Riwayat kesehatan yang meliputi riwayat kesehatan saat ini,
mencakup apan yang menjadi keluhan saat ini seperti adanya
demam, mual, muntah, nyeri epigastrium, ada bintik merah di kulit,
tangan, dan kaki dan tangan terasa dingin dan berkeringat, faktor
pencetus, dan lamanya keluhan, timbulnya keluhan (mendadak atau
bertahap), dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
3) Pola nutrusi, frekuensi, jenis makanan, pantangan dan nafsu makan.
4) Pola eliminasi BAK/BAB (apakah ada keluhan atau kesulitan), dan
ada melena, hematuria, konstipasi dan diare.
5) Pola aktifitas dan latihan.
6) Pola tidur dan istirahat, tidur siang dan tidur malam berapa jam,
apakah ada kesulitan dalam tidur, atau kelainan saat tidur yang
mempengaruhi pola tidur.
7) Pola pikir, persepsi diri, mekanisme koping, dan sistem nilai dan
kepercayaan.
8) Tingkat keasadaran, kompas mentis, apatis, somnolen, soporkoma,
koma, reflex, sensibilitas, dan nilai GCS.
9) Ukur tanda vital, tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan.
10) Keadaan kulit, kelenjar limpa, muka, kepala, mata, telinga, hidung,
mulut, leher, rectum, alat kelamin, dan anggota gerak.
11) Sirkulasi, turgor kulit, dan hidrasi.
12) Keadaan dada, paru-paru: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, suara
nafas, jantung: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, abdomen:
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
13) Riwayat kesehatan keluarga, apakah ada keluarga lain yang
menderita DHF.
14) Riwayat sosial, apakah lingkungan tempat tinggal klien dekat dengan
lingkungan yang mengandung asap dan debu, dekat pembuangan
sampah atau pabrik.
15) Psikologis, kaji apakah penyakit ini berdampak pada psikologis
11

klien, misalnya tidak kooperatif dengan petugas kesehatan.


16) Pemeriksaan fisik dilakukan dari kepala sampai dengan kaki, dengan
tehknik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Suroso, Dkk (2004: hal. 16)
a. Pemeriksaan Laboratorium
1)

Trombosit menurun (< 100.000/ul )

2)

Hematokrit meningkat 20 % atau lebih

3)

Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

4)

Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara

5)

Hipoproteinemia ( protein darah rendah )

6)

Hiponatremia ( NA rendah )

b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto thorax (pada DHF grade III/IV dan sebagian besar grade II)
didapatkan efusi pleura
c. Pemeriksaan Serologis
Dengan uji hemaglutinasi inhibisi ( untuk diagnosis pasien, dengan cara
kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi
(>1280) diduga positif infeksi dengue)
F. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menguraikan kombinasi dari tanda-tanda dan
gejala yang memperlihatkan masalah kesehatan aktual maupun potensial.
Menurut Suriadi ( 2006, hal. 60 ) terdapat empat diagnosa keperawatan pada
klien dengan DHF :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permebilitas
kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, tidak nafsu makan.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus.
12

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut


Hidayat ( 2009 ) yaitu :
1. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
2. Resiko perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
3. Kurangnya

volume

cairan

tubuh

berhubungan

dengan

peningkatan

permeabilitas dinding plasma.


4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia.
5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
6. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
8. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.
G. Perencanaan Keperawatan
Adapun perencanaan yang akan di buat pada klien dengan DBD Menurut Suriadi
( 2006, hal. 60 ) adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permebilitas
kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
a. Tujuan/kriteria hasil : Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
yang dibuktikan oleh :
1) Intake output adekuat
2) Tanda-tanda dehidrasi tidak ada ( turgor elastis, produksi urin sesuai
( 1-2 cc/KgBB/jam), kapilary refil < 3 detik )
b.

Intervensi
1) Observasi tanda tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
2) Monitor tanda tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor kulit
tidak elastis, ubun ubun cekung, produksi urin menurun.
Rasional : menunjukkan kehilangan cairan.
13

3) Observasi dan mencatat intake dan output.


Rasional : untuk mengetahui balance cairan.
4) Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : dehodrasi dapat menyebabkan kematian sehingga perlu
diwaspadai.
5) Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
Rasional : untuk kebutuhan pengganti dan keefektifan terapi.
6) Monitor dan mencatat berat badan.
Rasional : mengetahui terjadinya penurunan berat badan hingga
berapa persen ( menentukan derajat dehidrasi ).
7) Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
Rasional : untuk mencegah dehidrasi.
8) Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/
IWL).
Rasional : untuk mengurangi resiko dehidrasi.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
a. Tujuan/Kriteria hasil : Perfusi jaringan adekuat yang ditandai dengan
Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 100/70-120/80 mmHg, N:
70-100x/menit, S: 36-37 0, RR: 16-24x/menit), pusing tidak ada
b. Intervensi
1) Kaji dan catat tanda tanda vital ( kualitas dan frekuensi denyut nadi,
tekanan darah, kapillary refill).
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
2) Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban, dan
warna).
Rasional : syok cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien
tidak sampai syok hipovolemik.
3) Observasi kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas
seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Rasional : syok cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien
tidak sampai syok hipovolemik.
14

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,


muntah, tidak nafsu makan.
a. Tujuan/kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi adekuat yang ditandai dengan:
nafsu makan meningkat, Selama perawatan klien tidak mengalami
penurunan berat badan, Klien dapat menghabiskan porsi makannya.
b. Intervensi :
1) Ijinkan klien untuk memakan makanan yang dapat di toleransi oleh
klien, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera
makan meningkat.
Rasional : meningkatkan nafsu makan klien.
2) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional : mempercepat penyembuhan.
3) Anjurkan kepada klien untuk makan dengan tehknik porsi kecil tapi
sering.
Rasional : buruknya toleransi terhadap makan banyak, berhubungan
dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
4) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dengan skala
yang sama.
Rasional : pengawasan kehilangan nutrisi dan keefektifan terapi.
5) Pertahankan kebersihan mulut klien.
Rasional : membantu meningkatkan nafsu makan.
6) Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit.
Rasional : pengetahuan yang cukup meningkatkan keinginan makan.
7) Beri posisi yang nyaman saat makan.
Rasional : untuk mempermudah mencerna makan.
8) Kolaborasi dokter pemberian obat anti mual ( jika diperlukan ).
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus.
a. Tujuan/kriteria hasil : dapat mempertahankan suhu tubuh normal ( suhu
36-37 0 c ).
15

b. Intervensi
1) Ukur tanda tanda vital : suhu.
Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
2) Lakukan kompres air hangat.
Rasional : dapat membantu mengurangi demam.
3) Tingkatkan intake cairan.
Rasional : intake cairan yang cukup dapat menurunkan panas.
4) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional : untuk mengurangi demam.
Sedangkan perencanaan pada klien dengan DBD Menurut Hidayat ( 2009 )
adalah sebagai berikut :
1. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan Tubuh
a. Tujuan/kriteria hasil : Tidak terjadi syok hipovolemik. Ditandai dengan
tanda-tanda vital dalam batas normal, Keadaan umum baik, hasil lab
normal, tidak ada tanda-tanda syok ( nadi lemah, hipotensi, kulit pucat,
ekstremitas dingin ).
b. Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3) Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga
pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4) Chek hemoglobin, hematokrit, trombosit

16

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah


yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
5) Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.
6) Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin.
2. Resiko perdarahan berlanjut berhubungan dengan trombositopenia.
a. Tujuan/kriteria hasil : Tidak terjadi perdarahan meluas. Ditandai dengan
Trombosit dalam batas normal ( 150 400 ribu/ul ), tidak ada tanda
tanda perdarahan ( melena, hematemesis, mimisan dll ) Keadaan umum
baik
b. Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3) Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga
pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4) Chek hemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
5) Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.

17

3. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan


permeabilitas dinding plasma.
a. Tujuan /kriteria hasil : Volume cairan terpenuhi ditandai dengan intake
output adekuat, tanda-tanda dehidrasi tidak ada ( turgor kulit tidak
elastis, kulit kering, mukosa bibir kering, kapilarirefil >3detik)
b. Intervensi :
1) Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi)
2) Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
3) Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok.
4) Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena
cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
6) Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
4. Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi,

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia


a.

Tujuan /kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien


mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan
/dibutuhkan.

b.

Intervensi :
1) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2) Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan pasien.
18

3) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.


Rasional

Membantu

mengurangi

kelelahan

pasien

dan

meningkatkan asupan makanan .


4) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap
hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6) Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7)

Ukur berat badan pasien setiap minggu.


Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien.

5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.


a. Tujuan/kriteria hasil : Rasa nyaman pasien terpenuhi. Ditandai dengan
Nyeri berkurang atau hilang.
b. Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
2) Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
3) Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4) Berikan obat-obat analgetik.
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
6. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
a. Tujuan/kriteria hasil : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
b. Intervensi :
19

1) Kaji keluhan pasien


Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2) Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari
sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.
4) Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh
pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bantuan orang lain.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
a. Tujuan/kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi pada pasien. Tidak ada
tanda-tanda infeksi.
b. Intervensi :
1) Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat
diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3) Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4) Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau
penyulit lebih lanjut.

20

8. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan


perdarahan yang dialami pasien.
a. Tujuan : Kecemasan berkurang.
b. Intervensi :
1) Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2) Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3) Tunjukkan sifat empati.
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan
dengan baik.
4) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5) Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada
pasien memberikan hasil yang efektif.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk membantu
mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip
dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik
serta penjelasan setiap tindakan kepada klien.
Pendekatan yang di berikan adalah pendekatan secara independen, dependen dan
interdependen. Tindakan independen adalah tindakan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk atau arahan dari dokter atau tenaga kesehatan lain.
Tindakan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan
tindakan medis. Tindakan interdependen adalah tindakan yang memerlukan
suatu kerjasama dengan kesehatan lain.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan DHF meliputi
mencegah terjadinya kekurangan volume cairan, memenuhi kebutuhan nutrisi,
21

memantau tanda-tanda vital, memonitor hasil laboratorium, mempertahankan


suhu tubuh normal. ( Suriadi, 2006: hal. 60 )
I.

Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang digunakan sebagai alat
ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah di buat, meskipun
evaluasi di anggap tahap akhir proses keperawatan. Mengukur kemajuan klien
dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam keefektifan
rencana atau perlu di rubah dan membentuk asuhan keperawatan yang baru atau
masalah yang baru.
Evaluasi akhir menggambarkan apakah tujuan tercapai atau tidak. Sesuai dengan
rencana atau hanya akan timbul masalah. Adapun evaluasi akhir yang di
harapkan pada klien adalah Klien menunjukkan tanda tanda terpenuhinya
kebutuhan cairan, klien menunjukkan tanda perfusi jaringan perifer yang adekuat,
klien menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi yang adekuat, dan klien
menunjukkan tanda tanda vital dalam batas normal. ( Suriadi, 2006: hal. 60 )

22

Anda mungkin juga menyukai