Anda di halaman 1dari 78

PROPOSAL STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART


FAILURE (CHF) DENGAN TINDAKAN PIJAT KAKI DAN CONTRAST
BATH TERHADAP FOOT EDEMA TAHUN 2020

Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada


Program Studi Profesi Ners Keperawatan Mataram
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Mataram
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun Akademik 2019/2020

OLEH :

NI MADE SUKARYANI WINTARI


NIM: P07120419001N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2020
2

LEMBAR PERSETUJUAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi Profesi Ners Keperawatan Mataram
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Mataram
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun Akademik 2019/2020

Oleh :
NI MADE SUKARYANI WINTARI
NIM: P07120419001N

Mataram, Juni 2020

Mengetahui,

Pembimbing II
Pembimbing I

Lale Wisnu Andrayani, M.Kep


Mas’adah, M.Kep NIP. 198003282001122002
NIP. 197912202002122002
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Proposal Studi Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Congestive Heart Failure (Chf) Dengan Tindakan Pijat Kaki Dan

Contrast Bath Terhadap Foot Edema Tahun 2020”.

Proposal studi kasus ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Profesi Ners Keperawatan

Mataram di Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI. Pada

kesempatan ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dorongan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak H. Awan Dramawan, S.Pd., M.Kes., selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Mataram Kemenkes RI yang telah memberikan kesempatan

dan bantuan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di

Program Studi Profesi Ners Keperawatan Politeknik Kesehatan

Mataram Kemenkes RI.

2. Ibu Rusmini S.Kep., Ns., MM., selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI atas dukungan dan

fasilitas yang diberikan dalam penyelesaian proposal studi kasus ini.

3. Ibu Mas’adah, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi

Ners Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI sekaligus sebagai

pembimbing utama yang telah memberikan motivasi, masukan, arahan,

dan solusi terhadap semua permasalahan yang ada saat penyusunan


4

proposal studi kasus ini, sehingga proposal studi kasus ini dapat

diselesaikan.

4. Ibu Lale Wisnu Andrayani, M.Kep., selaku pembimbing pendamping

yang telah memberikan motivasi, masukan, arahan dan solusi serta

banyak memberikan semangat untuk terus maju sehingga dapat

menyelesaikan proposal studi kasus ini tepat pada waktunya.

5. Kedua orang tua ”Mama dan Bapak” tersayang, dan semua keluarga

terima kasih atas segala doa yang tiada hentinya, kasih sayang dan

pengorbanannya selama ini.

6. Yang tersayang, sahabat dan teman seperjuangan terimakasih atas

segala semangat dan dukungannya selama ini.

Akhirnya semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan

dapat dicatat sebagai amal baik oleh Tuhan Yang Maha Esa. Demi

kesempurnaan proposal studi kasus ini, penulis mengharapkan kritik dan

saran dari semua pihak.

Mataram, Juni 2020

Penulis
5

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Daftar Artikel Penelitian....................................................................................


67

viii
xi6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Pathway CHF.....................................................................................................

Gambar 2 : Kerangka Konseptual Studi Kasus Asuhan Keperawatan


Pada Pasien Chronic Heart Failure (CHF) dengan
Tindakan Pijat Kaki dan Contrast Bath tahun
2020…………………...
7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan tahap akhir dari

seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas

dan mortalitas pasien jantung. Menurut World Health Organization

(WHO), penyakit kardiovaskular menjadi penyebab terbanyak kasus

kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit gagal jantung kongestif

telah menjadi pembunuh nomor satu. Beberapa faktor resiko gagal jantung

adalah kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik, perubahan pola diet,

kelebihan berat badan, hiperlipidemia, diabetes, hipertensi, usia, jenis

kelamin dan keturunan. Berdasarkan penelitian diketahui penyebab utama

CHF adalah hipertensi dan penyakit arteri koronaria (AHA, 2014).

Data kesehatan dunia, 17,5 juta jiwa (31%) dari 58 juta angka

kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Dari seluruh angka

tersebut, benua Asia menduduki tempat tertinggi akibat kematian penyakit

jantung dengan jumlah 712,1 ribu jiwa. Indonesia menduduki peringkat

kedua di Asia Tenggara dengan jumlah 371,0 ribu jiwa (WHO, 2014). Di

Indonesia, sebanyak 13.395 orang yang menderita gagal jantung menjalani

rawat inap, sedangkan sebanyak 16. 431 orang menjalani rawat jalan di

seluruh Rumah Sakit yang ada di Indonesia. Pada tahun 2018 hasil

Riskesdas menunjukan bahwa kejadian gagal jantung meningkat menjadi

1.5% di wilayah Indonesia. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah


8

penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur

sebanyak 54.826 orang (0,19%) sedangkan Provinsi Maluku Utara

memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 144 orang

(0,02%). Sedangkan diwilayah Nusa Tenggara Barat sebanyak 0.8%

(Riskesdas, 2018).

Pada tahun 2016 jumlah penderita penyakit jantung di Kota

Mataram pada bulan Januari sampai Mei 2016 sebanyak 6701 kunjungan.

Sedangkan angka kejadian untuk menderita gagal jantung pada bulan

Januari sampai Mei 2016 sebanyak 238 pasien. Tahun 2017 sebanyak 5487

kunjungan, dengan 201 pasien gagal jantung (Rekam Medis RSUD Kota

Mataram, 2018)

Gejala penyakit CHF yang biasa muncul adalah extertional

dyspnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, batuk kering, kelelahan

dan kelemahan, pusing atau palpitasi. Gejala penyakit CHF yang berkaitan

dengan retensi cairan adalah nyeri epigastrik, distensi abdomen, ascites,

oedema sakral dan oedema peripheral (Panel et al., 2011). Persentase gejala

pada CHF adalah dispnea (52%), orthopnea (81%), paroxysmal nocturnal

dyspnea (76%), oedema (80%) (Remme & Swedberg, 2001).

Foot edema sebagai akumulasi cairan di kaki dan tungkai yang di

akibatkan oleh ekspansi volume interstisial atau peningkatan volume

ekstraseluler (Cho & Atwood, 2002). Foot edema akan menyebabkan

penurunan fungsi kesehatan dan kualitas hidup, ketidaknyamanan,

perubahan postur tubuh, menurunkan morbilitas dan meningkatkan resiko


9

jatuh, gangguan sensasi di kaki dan menyebabkan perlukaan di kulit

(Rahnavard, Nodeh, & Hatamipour, 2014).

Foot edema dapat dikurangi dengan melakukan penatalaksanaan

pemijatan pada kaki, dimana dengan pijat kaki akan menstimulasi

pengeluaran cairan melalui saluran limfe ke bagian yang lebih proksimal,

sehingga menurunkan kejadian foot edema (Ciocon, Galindo-Ciocon, &

Galindo, 1995; Ely, Osheroff, Chambliss, & Ebell, 2006). Pijat kaki secara

sistematis dapat memanipulasi jaringan lunak dari tubuh untuk

meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan (Patient, 2010). Berdasarkan

penelitian bahwa keuntungan utama pemijatan adalah meningkatkan

relaksasi, meningkatkan aliran darah, meningkatkan penyembuhan otot,

mengurangi spasme otot, dan menurunkan kecemasan (Bayrakci Tunay,

Akbayrak, Bakar, Kayihan, & Ergun, 2010; Be, Into, & Hospitals, 2013)

Terapi lain yang dapat dilakukan yaitu contrast bath. Contrast bath

adalah bentuk pengobatan atau terapi modalitas dengan merendam anggota

tubuh atau seluruh tubuh dalam air hangat diikuti dengan perendaman

dalam air dingin. Perendaman pada air hangat diperlukan suhu 380C sampai

440C dan perendaman pada air dingin diperlukan suhu 100C sampai 180C

(Cameron, 2013). Prosedur ini diulang beberapa kali, bergantian antara

panas dan dingin selama 25 sampai 30 menit (Bieuzen, Francois, Bleakley,

Chris, Costello, Joseph, 2013). Contrast bath pada bagian tubuh yang

spesifik seperti punggung, leher, tangan, paha, lutut, dan betis dapat

dilakukan dengan menggunakan handuk yang terlebih dahulu direndam di

air hangat dan direndam di air dingin, lalu handuk yang sudah direndam air
10

hangat diperas dan diletakkan pada anggota tubuh yang spesifik selama

beberapa menit dan digantikan dengan handuk yang direndam air dingin

yang telah diperas secara bergantian (Way, 2007; Wardle, 2013).

Manfaat perendaman air hangat secara periodik dapat

meningkatkan aliran darah kulit dengan cara melebarkan pembuluh darah

yang dapat meningkatkan suplai oksigen, nutrisi pada jaringan, elastisitas

otot sehingga mengurangi kekakuan otot (Arovah, 2010). Selain itu, dengan

perendaman air hangat dapat mengontrol peradangan dengan cara lokal

vasodilatasi dan penurunan viskositas darah, mengontrol aliran darah

meningkat dengan cepat membawa zat kekebalan tubuh ke area tersebut

dan mengurangi penyebab penyakit (Kozier, 2010). Sedangkan perendaman

dengan air dingin dapat menghilangkan edema dengan cara mengurangi

aliran darah, mengurangi inflamasi, mengurangi demam, mengurangi

spasme otot, menaikkan ambang batas nyeri sebagai mekanisme penurunan

kecepatan konduksi saraf (DeLaune & Ladner, 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk

melaksanakan studi kasus “Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive

Heart Failure (CHF) dengan Tindakan Pijat Kaki dan Contrash Bath

terhadap Foot Edema tahun 2020”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada

Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Tindakan Pijat Kaki dan

Contrash Bath terhadap Foot Edema tahun 2020”


11

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Congestive Heart

Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan contrash bath

terhadap foot oedema tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada pasien

Congestive Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan

contrash bath terhadap foot edema tahun 2020

b. Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada pasien Congestive

Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan contrash

bath terhadap foot edema tahun 2020

c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada pasien Congestive

Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan contrash

bath terhadap foot edema tahun 2020

d. Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada pasien

Congestive Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan

contrash bath terhadap foot edema tahun 2020

e. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada pasien Congestive

Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan contrash

bath terhadap foot edema tahun 2020


12

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

mengembangkan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya

keperawatan kritis.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pijat kaki dan

contrash bath terhadap foot edema yang dialami pasien CHF

tahun 2020.

b. Bagi Rumah Sakit

Menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan kualitas

pelayanan dan asuhan keperawatan kepada pasien CHF yang

mengalami foot edema.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai pedoman dalam penelitian yang akan dilakukan dan

hasilnya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

d. Bagi Peneliti dan Peneliti Lain

Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti dan memberikan

data dasar bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian

asuhan keperawatan dengan tindakan pijat kaki dan contrash

bath terhadap foot edema pada pasien CHF.


13
14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Congestive Heart Failure

1. Definisi

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi

dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah

guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan

oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan

ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak

untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot

jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa

darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang

melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai

akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan

garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam

beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ

lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive)

(Udjianti, 2010).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan

patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung

tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau


15

disertai peninggian volume diastolik secara abnormal

(Mansjoer dan Triyanti, 2007).

Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan

abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga

mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh (Ardini, 2007).

2. Klasifikasi Gagal Jantung

a. Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat

tanpa keluhan

b. Kelas II :

Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat

atau aktifitas sehari-hari

c. Kelas III :

Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari

tanpa keluhan

d. Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat

melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring

3. Etiologi

Etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan

berdasarkan faktor eksterna maupun interna, yaitu:

a. Faktor eksterna (dari luar jantung) seperti hipertensi

renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.

b. Faktor interna (dari dalam jantung)


16

1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect

(VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis

mitral, dan insufisiensi mitral.

2) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan

heart block.

3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis,

dan infark miokard.

4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi

gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang

menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat

dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah

jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung

(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf

otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis

akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan

curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume

sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk

mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa

pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1)


17

Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung

yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung

berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh

panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas

(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada

tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut

jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada

besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk

memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan

oleh tekanan arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa

adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik.

Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat

penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,

maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua

ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan

panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan

menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini

berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac

output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi

peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik)

akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan

sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat


18

yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema

paru atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan

dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi

ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.

Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu

kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang

akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya

meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini

dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu

sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan

peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu

terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner

sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk

kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan

resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk

mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika

aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke

ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac

output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan

kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi

sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga

akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler


19

perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri

sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar

arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat

vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal

jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat

peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini

terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.


20

5. Pathway

Disfungsi Miokard Beban Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume


(AMI) Miokarditis tekanan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol Preload meningkat


menurun meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan


v

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium
jaringan menurun menurun menurun kanan
Tekanan vena pulmonalis meningkat

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik

Asidosis metabolik
Penurunan perfusi Aldosteron
jaringan Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
meningkat
meningkat Splenomegali
Peningkatan asam laktat
dan ATP menurun
ADH meningkat Ronkhi basah
Mendesak
Hipertropi
diafragma
Fatigue Iritasi mukosa ventrikel kanan
Retensi natrium paru
dan air
Intoleransi aktivitas Penyempitan Sesak napas
lumen ventrikel
Kelebihan Reflkes batuk kanan
volume cairan menurun
vaskuler Pola napas tidak
efektif
Penumpukan
sekret

Gangguan pertukaran gas

Gambar 1 : Pathway Chronic Heart Failure (Sumber : Nanda, 2015)


21

6. Manifestasi Klinis

a. Peningkatan volume intravaskular.

b. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang

meningkat akibat turunnya curah jantung.

c. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena

pulmonalis yang menyebabkan cairan mengalir dari

kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk

dan nafas pendek.

d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan

akibat peningkatan tekanan vena sistemik.

e. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan,

intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas,

ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari

jantung ke jaringan dan organ yang rendah.

f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta

peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan

perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).

Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi

efek ke depan (forward) atau efek kebelakang (backward),

dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai titik awal serangan.

Efek ke depan dianggap “hilir” dari miokardium yang

melemah. Efek ke belakang dianggap “hulu” dari miokardium

yang melemah.
22

a. Efek ke depan gagal jantung kiri

1) Penurunan tekanan darah sistemik

2) Kelelahan

3) Peningkatan kecepatan denyut jantung

4) Penurunan pengeluaran urin

5) Ekspansi volume plasma

b. Efek ke belakang gagal jantung kiri

1) Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu

berbaring.

2) Dispnea (sesak napas)

3) Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal

jantung kanan

c. Efek ke depan gagal jantung kanan

1) Penurunan aliran darah paru

2) Penurunan oksigenasi darah

3) Kelelahan

4) Penurunan tekanan darah sistemik (akibat

penurunan pengisian jantung kiri) dan semua

tanda gagal jantung kiri

d. Efek ke belakang gagal jantung kanan

1) Peningkatan penimbunan darah dalam vena,

edema pergelangan kaki dan tangan

2) Distensi vena jugularis

3) Hepatomegali dan splenomegaly


23

4) Asites : pengumpulan cairan dalam rongga

abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada

diafragma dan distress pernafasan

7. Komplikasi

a. Stroke

b. Penyakit katup jantung

c. Infark miokard

d. Emboli pulmonal

e. Hipertensi

8. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

a. Hitung sel darah lengkap : anemia berat atau anemia

gravis atau polisitemia vera

b. Hitung sel darah putih : Lekositosis atau keadaan infeksi

lain

c. Analisa gas darah (AGD) : menilai derajat gangguan

keseimbangan asam basa baik metabolik maupun

respiratorik.

d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida,

LDL yang merupakan resiko CAD dan penurunan

perfusi jaringan

e. Serum katekolamin : Pemeriksaan untuk

mengesampingkan penyakit adrenal

f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.


24

g. Tes fungsi ginjal dan hati : menilai efek yang terjadi

akibat CHF terhadap fungsi hepar atau ginjal

h. Tiroid : menilai peningkatan aktivitas tiroid

i. Echocardiogram : menilai senosis/ inkompetensi,

pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel

j. Cardiac scan : menilai underperfusion otot jantung,

yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi.

k. Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung dan

edema paru.

l. Kateterisasi jantung : Menilai fraksi ejeksi ventrikel.

m. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia,

infark, dan disritmia

9. Terapi

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung

adalah:

a. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan

menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan

aktivitas.

b. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung

dengan digitalisasi.

c. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam,

diuretik, dan vasodilator.


25

a. Penatalaksanaan Medis

1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian

oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui

istirahat/ pembatasan aktifitas

2) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

3) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk

tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.

4) Digitalisasi

a) Dosis digitalis

 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat

0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24

jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg

selama 2-4 hari.

 Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4

dosis selama 24 jam.

 Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24

jam.

b) Dosis penunjang untuk gagal jantung:

digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia

lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

c) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi

atrium 0,25 mg.

d) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi

edema pulmonal akut yang berat:


26

 Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-

lahan.

 Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-

lahan.

Sumber: Mansjoer dan Triyanti

(2007)

b. Terapi Lain:

1) Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat

diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia

miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi

alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output

tinggi.

2) Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan

pengobatan.

3) Posisi setengah duduk.

4) Oksigenasi (2-3 liter/menit).

5) Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr

garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan

mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan

gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada

gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung

berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat

dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.


27

6) Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan

pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil

dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.

Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5

kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5

kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%

denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan

atau sedang.

7) Hentikan rokok dan alcohol

8) Revaskularisasi coroner

9) Transplantasi jantung

10) Kardoimioplasti

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Heart Failure

1. Pengkajian Keperawatan

a. Pengkajian Primer

1) Airways

a) Sumbatan atau penumpukan secret

b) Wheezing atau krekles

2) Breathing

a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler

dangkal

c) Ronchi, krekles

d) Ekspansi dada tidak penuh


28

e) Penggunaan otot bantu nafas

3) Circulation

a) Nadi lemah, tidak teratur

b) Takikardi

c) TD meningkat / menurun

d) Edema

e) Gelisah

f) Akral dingin

g) Kulit pucat, sianosis

h) Output urine menurun

b. Pengkajian Sekunder

Riwayat Keperawatan

1) Keluhan

a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).

b) Palpitasi atau berdebar-debar.

c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau

orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk

(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari

dua buah.

d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.

e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)

f) Insomnia

g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah

h) Jumlah urine menurun


29

i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

2) Riwayat penyakit : hipertensi renal, angina, infark

miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan

disritmia.

3) Riwayat diet : intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,

alkohol.

4) Riwayat pengobatan : toleransi obat, obat-obat penekan

fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi

terhadap obat tertentu.

5) Pola eliminasi urine : oliguria, nokturia.

6) Merokok : perokok, cara/ jumlah batang per hari,

jangka waktu

7) Postur, kegelisahan, kecemasan

8) Faktor predisposisi dan presipitasi : obesitas, asma, atau

COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan

kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Evaluasi status jantung : berat badan, tinggi badan,

kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace

lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial

presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus

alternans, Gallop’s, murmur.

2) Respirasi : dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan

(ronkhi, rales, wheezing)


30

3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cm H2O,

hepatojugular refluks

4) Evaluasi faktor stress : menilai insomnia, gugup atau

rasa cemas/ takut yang kronis

5) Palpasi abdomen : hepatomegali, splenomegali, asites

6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik

7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral

dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas

b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai &

kebutuhan O2

c. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan

d. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme

regulasi

e. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur

invasive, edema

f. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya

b/d kurang terpapar terhadap informasi, terbatasnya

kognitif

g. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya

3. Intervensi Keperawatan
31

a. Diagnosa Keperawatan : Penurunan cardiac output b.d

perubahan kontraktilitas

Kriteria hasil : Setelah dilakukan askep 3x24 jam klien

menunjukkan respon pompa jantung efektif dg

Kriteria Hasil:

1) Menunjukkan vital sign dalam batas normal (TD,

nadi, ritme normal, nadi perifer kuat)

2) Melakukan aktivitas tanpa dipsnea dan nyeri

3) Edema ekstremitas berkurang

4) Perfusi perifer adekuat

Intervensi :

Cardiac care: akut

1) Kaji vital sign, bunyi, fkekuensi, dan irama

jantung.

2) Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)

3) Pantau seri EKG 12 lead

4) Berikan oksigen.

5) Catat urine output

6) Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30 derajat dan

elevasi kaki

Monitoring vital sign

1) Pantau TD, denyut nadi dan respirasi

Monitoring neurologikal

1) Kaji perubahan pola sensori


32

2) Catat adanya letargi dan cemas

Manajemen lingkungan

1) Ciptakan lingkungan ruangan yang nyaman

2) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat

3) Batasi pengunjung

b. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d

ketidakseimbangan suplai & kebutuhan oksigen

Kriteria hasil : Setelah dilakukan askep 3x24 jam Klien

dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:

1) Klien mampu aktivitas minimal

2) Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap

3) Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama

dan setelah aktivits minimal

4) Vital sign dbn selama dan setelah aktivitas

Intervensi

Terapi aktivitas :

1) Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas

2) Jelaskan pada pasien manfaat aktivitas bertahap

3) Evaluasi dan motivasi keinginan pasien untuk

aktivitas

4) Meningkatkan oksigen saat aktivitas.

5) Berikan reinfortcemen positif bila pasien

mengalami kemajuan

Monitoring VITAL SIGN


33

1) Pantau VITAL SIGN pasien sebelum, selama, dan

setelah aktivitas selama 3-5 menit.

Energi manajemen

1) Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi

cukup u/ melakukannya.

2) Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.

Manajemen nutrisi

1) Monitor intake nutrisi untuk memastikan

kecukupan sumber-sumber energi

Emosional support

1) Berikan reinfortcement positif bila pasien mengalami

kemajuan

c. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif b.d.

kelemahan

Kriteria hasil : Setelah dilakukan Akep 3x24 jam, pola

nafas pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil:

1) Menunjukkan pola nafas yang efektif tanpa adanya

sesak nafas, sesak nafas berkurang

2) Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

Respiratory monitoring:

1) Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha

untuk bernafas.
34

2) Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan

otot bantu dan retraksi dinding dada.

3) Monitor suara nafas

4) Monitor kelemahan otot diafragma

5) Catat omset, karakteristik dan durasi batuk

6) Catat hail foto rontgen

d. Diagnosa Keperawatan : Kelebihan volume cairan b.d.

gangguan mekanisme regulasi

Kriteria hasil : Setelah dilakukan askep 3x24 jam pasien

akan menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit

dengan kriteria hasil :

1) VITAL SIGN dalam batas normal\

2) Tidak menunjukkan peningkatan JVP

3) Tidak terjadi dyspnu, bunyi nafas bersih, RR; 16-

20 X/mnt

4) Balance cairan adekuat

5) Bebas dari edema

Intervensi :

Fluid manajemen :

1) Kaji lokasi edem dan luas edem

2) Atur posisi elevasi 30-45 derajat

3) Kaji distensi leher (JVP)

4) Monitor balance cairan

Fluid monitoring :
35

1) Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif jaga

2) Ukur VITAL SIGN sesuai indikasi

3) Timbang BB jika memungkinkan

4) Awasi ketat pemberian cairan

5) Observasi turgor kulit (kelembaban kulit, mukosa,

adanya kehausan)

6) Monitor serum albumin dan protein total

7) Monitor warna, kualitas dan BJ urine

e. Diagnosa Keperawatan : Risiko infeksi b/d imunitas tubuh

menurun, prosedur invasive, edema

Kriteria hasil : Setelah dilakukan askep 3x24 jam tidak

terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan

dengan status imune klien adekuat, mendeteksi risiko dan

mengontrol risiko, vital sign dalam batas normal dan hasil

laboratorium dalam batas normal.

Intervensi :

Konrol infeksi :

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Batasi pengunjung bila perlu.

3) Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan

saat kontak dan sesudahnya.

4) Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.


36

5) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah

tindakan

Proteksi terhadap infeksi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan

lokal.

2) Monitor hitung granulosit dan WBC.

3) Monitor kerentanan terhadap infeksi.

4) Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

5) Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap

kemerahan, panas, drainase.

6) Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

7) Dorong istirahat yang cukup.

8) Monitor perubahan tingkat energi.

9) Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

10) Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai

program.

11) Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala

infeksi.

12) Laporkan kecurigaan infeksi

f. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang

penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar terhadap

informasi, terbatasnya kognitif

Kriteria hasil : Setelah dilakukan askep 3x24 jam,

pengetahuan klien meningkat. Dengan kriteria hasil :


37

1) Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa

yang telah dijelaskan.

2) Klien dan keluarga kooperatif dan mau kerja sama

saat dilakukan tindakan

Intervensi :

Teaching : Dissease Process

1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga

tentang proses penyakit

2) Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan

gejala serta penyebab yang mungkin

3) Sediakan informasi tentang kondisi klien

4) Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti

dengan informasi tentang perkembangan klien

5) Sediakan informasi tentang diagnosa klien

6) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa

yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

7) Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau

pengobatan

8) Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau

terapi

9) Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau

memperoleh alternatif pilihan

10) Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi


38

11) Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari

penyakit

12) Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13) Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala

yang muncul pada petugas kesehatan

14) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

g. Diagnosa keperawatan : Sindrom defisit self care b.d

kelemahan, penyakitnya

Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan

3x24 jam kebutuhan pasien sehari hari terpenuhi dengan

Kriteria hasil :

1) Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

makan, moblisasi secara minimal, kebersihan,

toileting dan berpakaian bertahap

2) Kebersihan diri pasien terpenuhi

Intervensi :

Bantuan perawatan diri

1) Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

2) Monitor kebutuhan akan personal hygiene,

berpakaian, toileting dan makan

3) Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan

untuk merawat diri

4) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.


39

5) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari

sesuai kemampuannya

6) Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

7) Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

8) Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan

dalam melakukan perawatan diri sehari hari

4. Implementasi Keperawatan

Menurut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010)

implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana

perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah

dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk

melaksanakan intervensi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan

yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana

antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Format

yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut

Dinarti et al. (2009) yaitu format SOAP

C. Konsep Foot Edema

1. Definisi
40

Dalam bahasa Inggris pembengkakan

adalah Edema yang berasal dari bahasa yunani yaitu dropsy

atau semacam penyakit yang merupakan akumulasi abnormal

cairan di bawah kulit atau dalam satu atau lebih rongga tubuh.

Oedema (bengkak) adalah pembengkakan karena penumpukan

cairan pada exstremitas maupun pada organ dalam tubuh.

Edema adalah gelembung cairan dari beberapa organ

atau jaringan yang merupakan terkumpulnya kelebihan cairan

limfe, tanpa peningkatan umlah sel dalam mempengaruhi

jaringan. Edema bisa terkumpul pada beberapa lokasi pada

tubuh, tetapi biasanya terdapat pada kaki dan pergelangan kaki

(Aethur C. Guyton)

Edema adalah peningkatan cairan intertisil dalam

beberapa organ. Umumnya jumlah cairan interstisil, yaitu

keseimbangan homeostatis. Peningkatan sekresi cairan ke

dalam interstisium atau kerusakan pemebersihan cairan ini juga

dapat menyebabkan edema (Ida Bagus Gede Manuaba).

Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya

volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan

interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal

dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan

ikat longgar dan rongga-rongga badan). Oedema dapat bersifat

setempat (lokal) dan umum (general). Oedema yang bersifat


41

lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut (ascites),

rongga dada (hydrothorax) (Wheda, 2010).

Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat

jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak berwarna atau jernih

kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin

bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma. 

Oedema bisa bersifat lokal dan bisa menyebar. Oedema

lokal bisa terjadi pada kebanyakan organ dan jaringan-jaringan,

bergantung pada penyebab lokalnya edema yang menyebar

mempengaruhi seluruh bagian tubuh tapi yang paling parah

mungkin tubuh bagian bawah karena adanya gravitasi yang

menarik air ke bawah sehingga terakumulasi di bagian bawah

tubuh misalnya oedema pada exstremitas bawah, terjadi hanya

di dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites), rongga

dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops

anasarca), pericardium jantung (hydropericardium) atau di

dalam paru-paru (edema pulmonum).

Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya

pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema

umum (general edema). Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi

pada gagal jantung, penurunan tekanan osmotic terjadi sindrom

nefrotik dan gagal hati. Hal ini biasanya mengajarkan bahwa

fakta-fakta ini menjelaskan terjadinya oedema dalam kondisi

ini. Penyebab oedema yang umum seluruh tubuh dapat


42

menyebabkan oedema dalam berbagai organ dan peripherally.

Sebagai contoh, gagal jantung yang parah dapat menyebabkan

oedema paru, efusi pleura, asites dan oedema perifer, yang

terakhir dari efek yang dapat juga berasal dari penyebab kurang

serius.

Oedema akan terjadi pada organ tertentu sebagai bagian

dari peradangan seperti pada faringitis, tendonitis atau

pankreatitis, misalnya organ-organ tertentu mengembangakan

jaringan oedema melalui mekanisme khusus.

Contoh oedema pada organ tertentu yaitu :

a. Cerebal oedema adalah akumulasi cairan

ekstraseluler dalam otak. Ini dapat terjadi pada

metabolik beracun atau tidak normal dan kondisi

negara seperti lupus sistemik. Ini yang

menyebabkan mengantuk atau pulmonary

oedema terjadi ketika tekanan di pembuluh

darah di paru-paru dinaikkan karena obstruksi

untuk penghapusan darah melalui vena paru-

paru. Hal ini biasanya disebabkan oleh

kegagalan ventrikel kiri jantung dapat juga

terjadi pada penyakit ketinggian atau menghirup

bahan kimia beracun, menghasilkan oedema

paru dan sesak nafas. Efusi pleura dapat terjadi

ketika cairan juga mneumpuk di rongga pleura.


43

b. Oedema juga dapat ditemukan dalam kornea

mata dengan glukoma, konjungtivitis berat atau

keratitis atau setelah operasi. Itu mungkin

menghasilkan warna lingkaran cahaya disekitar

lampu-lampu terang.

c. Oedema di sekitar mata disebut priorbital

oedema atau kantung mata. Periorbital jaringan

yang paling trasa bengkak segera setelah

bangun, mungkin karena redistribusi gravitasi

cairan dalam posisi horizontal.

d. Oedema pada exstremitas bawah sering terjadi

pada pasien dengan gagal jantung, hal ini ada

tiga faktor penyebab yaitu sebagai berikut: jika

terjadi tekanan vena sentral naik ke saluran

kelenjar toraks kemudian perintah untuk

mengalirkan cairan ke jaringan akan terhambat,

adanya gagal jantung berat yang merupakan

salah satu kondisi yang paling melelahkan bagi

penderita sehingga cenderung menghabiskan

waktu untuk duduk untuk membuat bernafas

lebih mudah dan menggantungkan kaki mereka

bergerak di lantai. Immobilitas yang paling

umum menjadi faktor penyebab oedema pada

exstremitas bawah.
44

2. Etiologi

a. Adanya kongesti

Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi

peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan

yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh

kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan

plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan

mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga

badan (terjadi edema).

b. Obstruksi limfatik

Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah

(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal

dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke

dalam saluran limfe akan tertimbun (limfedema).

Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal

untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau

akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran

limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang

meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan

edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau

kaki gajah/elephantiasis).

c. Permeabilitas kapiler yang bertambah


45

Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel

yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas,

sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit

atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada

limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi

yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan

tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja

terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah.

Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga

tekanan osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya

tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini

mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan

kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya

permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi

berat dan reaksi anafilaktik.

d. Hipoproteinemia

Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia)

menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma yang

tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula

sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat

diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing

Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam

mukosa lambung kelenjar (abomasum) dan akibat

kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala


46

albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar

bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini

biasanya mengakibatkan edema umum

e. Tekanan osmotic koloid

Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya

kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic

yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu

jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya

jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka

tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan

edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan

dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-

beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang

renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh

karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

f. Retensi natrium dan air

Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih

lebih kecil dari pada yang masuk (intake). Karena

konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni.

Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan

ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium)

bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan

air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan

aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan


47

pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH,

testosteron, progesteron atau estrogen).

Derajat terjadinya oedema:

1+   : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat

2+   : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam

waktu 10-15 detik

3+   : menekan lebih dalam (6mm) akan kembali dalam

waktu >1 menit, tampak bengkak

4+   : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam

waktu 2-5 menit, tampak sangat bengkak yang nyata.

3. Klasifikasi

a. Edema Lokalista (Edema local)

Terbatas pada organ atau pembuluh darah tertentu.

1) Pada 1 ekstremitas (unilateral) : disebabkan oleh

obstruksi pada vena atau pembuluh limfe,misalnya :

trombosis vena dalam, obstruksi oleh tumor,

limfedema primer, edema stasis pada ekstremitas

yang mengalami kelumpuhan.

2) Pada 2 ekstremitas (bilateral), biasanya pada

ekstremitas bawah : disebabkan oleh obstruksi

vena cafa inferior, tekanan akibat asites masif atau

massa intra abdomen

3) Pada muka (facial edema) : disebabkan oleh

obstruksi pada vena cafa superior dan reaksi alergi


48

(angioedema) asites (cairan di rongga peritoneal)

hidrotoraks (cairan di rongga pleura) = efusi pleura.

b. Edema Generalista (Edema Umum)

Pembengkakan terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian

besar tubuh penderita.

1) Pada ekstremitas bawah, terutama setelah berdiri

lama dan disertai dengan edema pada paru :

disebabkan oleh kelainan jantung

2) Pada mata, terutama setelah bangun tidur :

disebabkan oleh kelainan ginjal dan gangguan

ekskresi natrium

3) Asites, edema pada ekstremitas dan skrotum :

sering disebabkan oleh sirosis atau gagal jantung

c. Penyebab lain (tapi kasusnya relatif jarang) :

1) Edema idiopatik : edema yang disertai dengan

peningkatan berat badan secara cepat dan berulang,

biasanya terjadi pada wanita usia reproduktif

2) Hipotiroid : merupakan mix-edema, biasanya

terdapat di pre-tibial

3) Obat-obatan : steroid, estrogen, vasodilator

4) Kehamilan
49

Cairan edema dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Transudat

Transudat adalah cairan yang tertimbun di dalam jaringan

atau ruangan karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari

perubahan permeabilitas pembuluh. Gagal jantung

merupakan penyebab utama pembentukan transudat. Selain

itu pada edema akibat turunnya tekanan koloid osmotik

plasma, cairan edema akan terisi sedikit protein maka

cairannya termasuk transudat.

b. Eksudat

Eksudat adalh cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau

ruangan karena bertambahnya permeabilitas pembuluh

terhadap protein. Edema peradangan merupakan salah satu

jenis eksudat. Eksudat dengan sifatnya yang alami

cenderung mengandung lebih banyak protein daripada

transudat oleh karena itu eksudat cenderung memiliki berat

jenis yang lebih besar. Selain itu protein eksudat sering

mengandung fibrinogen yang akan mengendap sebagai

fibrin sehingga dapat menyebabkan terjadinya pembekuan

eksudat dan akhirnya eksudat mengandung leukosit sebagai

bagian dari proses peradangan.

4. Tanda Gejala

a. Distensi vena jugularis, peningkatan tekanan vena sentral.

b. Peningkatan tekanan darah, denyut nadi penuh, kuat.


50

c. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan.

d. Edema perifer dan periorbital

e. Asites, efusi pleura, edema paru akut, (dispnea, takipnea,

ronki basah di seluruh lapangan paru).

f. Penambahan berat badan secara cepat: penambahan 2 % =

kelebihan ringan, penambahan 5 % = kelebihan sedang,

penambahan 8 % = penambahan kelebihan berat.

g. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum

rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10

mEq/24 jam).

5. Patofisiologi

Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium

dikenal sebagai edema. Penyebab edema dapat dikelompokan

menjadi empat kategori umum :

a. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan

penurunan tekanan osmotic plasma. Penurunan ini

menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh

lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi

kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan

tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium.

Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi

protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :

pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat

penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat


51

penyakit hati (hati mensintesis hampir semua protein

plasma) makanan yang kurang mengandung protein ; atau

pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .

b. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan

protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan

interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh,

melalui pelebaran pori – pori kapiler yang dicetuskan oleh

histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Terjadi

penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang

menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan

osmotik koloid cairan interstisium yang disebabkan oleh

kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan

tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan

menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera

(misalnya, lepuh) dan respon alergi (misalnya, biduran)

c. Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di

vena, akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler,

kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena.

peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama

berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung

kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena

restriksi lokal aliran balik  vena. Salah satu contoh adalah

adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering

terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar


52

menekan vena – vena besar yang mengalirkan darah dari

ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke

rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini

menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema

regional di ekstremitas bawah.

d. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,

karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di

cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah

melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan

interstisium memperberat masalah melalui efek

osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi,

misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase

limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan

kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara.

Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada

filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui

nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis.

Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang

menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan

aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum

dan ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini

sering disebut sebagai elephantiasis, karena ekstremitas

yang membengkak seperti kaki gajah.


53

Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya

adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah

dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak

antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient,

O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi

berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan

yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan

darah.

6. Penatalaksanaan

Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang

mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan).

Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk

meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema

memerlukan terapi farmakologis, pada beberapa pasien terapi

non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan

natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh

ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi

pada kondisi tertentu diuretic harus diberikan bersamaan

dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan

sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-

ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya. Efek diuretik

berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Pemeriksaan

yang dilakukan sangat mudah yakni dengan menekan pada

daerah mata kaki akan timbul cekungan yang cukup lama untuk
54

kembali pada keadaan normal. Pemeriksaan lanjutan untuk

menentukan penyebab dari ankle edema adalah menentukan

kadar protein darah dan di air seni (urin), pemeriksaan jantung

(Rontgen dada, EKG), fungsi liver dan ginjal. Pengobatan awal

yang dapat dilakukan dengan mengganjal kaki agar tidak

tergantung dan meninggikan kaki pada saat berbaring.

Pengobatan lanjutan disesuaikan dengan penyebab yang

mendasarinya. Pergelangan kaki bengkak bisa akibat cedera

atau penyakit tulang, otot dan sendi. Penyebabnya secara umum

akibat reaksi inflamasi/peradangan di daerah tersebut, antara

lain asam urat, rheumatoid arthritis dll (Irham, 2009).

D. Konsep Pijat Kaki

1. Definisi

Pijat kaki adalah gerakan sederhana yang berirama

memijat kulit bagian telapak kaki untuk menstimulasi aliran

getah bening ke sistem sirkulasi darah, dengan serangkain

tekhnik, metode dan alat pijat tertentu (Çoban & Şirin, 2010).

2. Manfaat

Oedema kaki dapat dikurangi dengan melakukan

penatalaksanaan pemijatan pada kaki, dimana dengan pijat kaki

akan menstimulasi pengeluaran cairan melalui saluran limfe ke

bagian yang lebih proksimal, sehingga menurunkan kejadian

oedema kaki.
55

Selain itu, berdasarkan penelitian bahwa keuntungan

utama pemijatan adalah meningkatkan relaksasi, meningkatkan

aliran darah, meningkatkan penyembuhan otot, mengurangi

spasme otot, dan menurunkan kecemasan (Bayrakci Tunay,

Akbayrak, Bakar, Kayihan, & Ergun, 2010; Be, Into, &

Hospitals, 2013.).

3. Pengaruh Pijat Kaki Terhadap Foot Edema

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pijat kaki dapat

menurunkan oedema pada kaki, hasil penelitian pada perawat

setelah bekerja shift menunjukan pijat kaki mandiri dapat

menurunkan tingkat nyeri dan oedema kaki perawat yang

bekerja setelah shift dinas (Soran et al., 2008). Hasil penelitian

pada wanita hamil yang mengalami oedema kaki dengan

dilakukan pijat kaki dapat menurunkan oedema kaki (Çoban &

Şirin, 2010).

Teknik pijat yang dilakukan sesuai prosedur yang

dilakukan oleh Shimizu (2009), dimana Shimizu melakukan

teknik pijat tersebut dalam penelitian yang digunakan pada

wanita hamil yang mengalami oedema kaki fisiologis. Hasil

penelitian tersebut menunjukan terdapat pengaruh pijat kaki

dengan penurunan oedema kaki pada wanita hamil (Shimizu,

2009).

Berdasarkan penelitian Wei-Ling Chen dkk (2013)

dengan efek pijat punggung pada pasien CHF dapat diperoleh


56

hasil bahwa efek pijat punggung dapat menurunkan kecemasan,

meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan respon fisiologis

tubuh (menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,

menurunkan denyut jantung, menurunkan respiratory rate,

meningkatkan saturasi oksigen) (Chen et al., 2013).

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh (Wahyuni, 2014)

terapi pijat kaki melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh

tubuh, menjaga kesehatan agar tetap prima, membantu

mengurangi rasa sakit dan kelelahan, melancarkan produksi

hormon endorfin yang berfungsi untuk rileksasi tubuh sehingga

tekanan darah menurun. Hal tersebut juga dijelaskan oleh

Dalimartha (2008) teknik pemijatan berdampak terhadap

lancarnya sirkulasi aliran darah, menyeimbangkan aliran energi

di dalam tubuh serta mengendurkan ketegangan otot.

Pada kasus oedema kaki akibat post-operasi pasien

gangguan sistem kardiovaskuler yang dilakukan penelitian oleh

Hattan, King, & Griffiths (2012) dengan melakukan pijat kaki

dan imajinasi terbimbing menunjukan bahwa intervensi tersebut

dapat menurunkan oedema dan kecemasan pasien postoperasi

sistem cardiovaskuler. Pada kasus oedema akibat postoperasi

juga dapat dilakukan proses pemijatan seperti penelitian yang

dilakukan oleh Haren, Backman, & Wiberg (2011), dimana

proses intervensi pijat dapat digunakan untuk menurunkan

oedema akibat post-operasi (Haren et al., 2011).


57

Sama dengan hasil studi literatur oleh Weerapong et al.

(2010) menunjukan bahwa manfaat pijat sangat banyak salah

satu diantaranya adalah meningkatkan kecepatan aliran darah,

dimana dengan proses pijat dengan mekanisme penekanan

(pressure) akan menekan pembuluh darah di sekitar area

pemijatan tersebut sehingga pembuluh darah dapat berdilatasi

dan konstriksi sehingga melemaskan otot polos pada pembuluh

darah tersebut yang pada akhirnya meningkatkan aliran darah di

area tersebut. Proses pemijatan selain berefek pada pembuluh

darah juga berefek pada darah, sehingga dengan proses pijat

akan mengalirkan darah dari area distal tubuh ke arah proksimal

tubuh, sehingga akan berefek juga dalam memperlancar aliran

darah (Weerapong et al., 2010).

Dalam penelitian Kasron (2019), secara statistik dan

secara klinis menunjukan ada penurunan dalam lingkar oedema,

namun peneliti belum dapat memastikan keefektifan intervensi

pijat kaki tersebut, karena pasien menerima terapi medikasi

diuretik lasix dan atau furosemide dalam terapi yang

diberikannya, bisa dimungkinkan penurunan oedema tersebut

akibat efek dari pemberian medikasi tersebut, seperti penelitian

Fogari (2010), menunjukan bahwa pasien yang mengalami

eodema dapat diberikan terapi diuretik untuk menurunkan

oedema tersebut (Fogari, 2010), sehingga peneliti akan

merencanakan penelitian lanjutan dengan prosedur pijat kaki


58

tersebut dengan membandingkan dengan adanya kelompok

kontrol yang tidak diberikan terapi pijat kaki sekaligus

mengontrol penggunaan obat diuretik.

E. Konsep Contrast Bath

1. Definisi

Contrast bath adalah bentuk pengobatan atau terapi

modalitas yang merendam anggota tubuh atau seluruh tubuh

dalam air hangat diikuti dengan perendaman dalam air dingin.

Perendaman pada air hangat diperlukan suhu 380C sampai 440C

dan perendaman pada air dingin diperlukan suhu 100C sampai

180C (Cameron, 2013).

2. Prosedur

Prosedur ini diulang beberapa kali, bergantian antara

panas dan dingin selama 25 sampai 30 menit (Bieuzen,

Francois, Bleakley, Chris, Costello, Joseph, 2013). Contrast

bath pada bagian tubuh yang spesifik seperti punggung, leher,

tangan, pantat, paha, lutut, dan betis dapat dilakukan dengan

menggunakan handuk yang terlebih dahulu direndam di air

hangat dan direndam di air dingin, lalu handuk yang sudah

direndam air hangat diperas dan diletakkan pada anggota tubuh

yang spesifik selama beberapa menit dan digantikan dengan

handuk yang direndam air dingin yang telah diperas secara

bergantian (Wardle, 2013).

3. Manfaat
59

Manfaat perendaman air hangat secara periodik dapat

meningkatkan aliran darah kulit dengan cara melebarkan

pembuluh darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen,

nutrisi pada jaringan, elastisitas otot sehingga mengurangi

kekakuan otot (Arovah, 2010). Selain itu, dengan perendaman

air hangat dapat mengontrol peradangan dengan cara lokal

vasodilatasi dan penurunan viskositas darah, mengontrol aliran

darah meningkat dengan cepat membawa zat kekebalan tubuh

ke area tersebut dan mengurangi penyebab penyakit (Kozier,

2010). Meningkatnya sirkulasi pada pembuluh darah akan

berpengaruh terhadap kelancaran suplai oksigen pada sel yang

membantu peredaran asam laktat menjadi sumber energi yang

akan memulihkan kelelahan. Sedangkan perendaman dengan air

dingin dapat menghilangkan edema dengan cara mengurangi

aliran darah, mengurangi inflamasi, mengurangi demam,

mengurangi spasme otot, menaikkan ambang batas nyeri

sebagai mekanisme penurunan kecepatan konduksi saraf

(DeLaune & Ladner, 2011).

4. Pengaruh Contrast Bath Terhadap Foot Edema

Edema kaki bisa menjadi awal gejala serius yang

mendasari masalah, atau kondisi patologis apapun (Goroll &

Mulley, 2009). Edema pada kaki terjadi karena kegagalan

jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat

sehingga tidak dapat mengakomudasi semua darah yang secara


60

normal kembali dari sirkululasi vena. Edema ini di mulai pada

kaki dan tumit (edema dependent) dan secara bertahap

bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia

eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi

pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi

daerah yang dependen. Itu masalah serius melibatkan jantung,

pembuluh darah, pernapasan, ginjal, hati, atau sistem

hematologi. Sebaliknya, edema kaki bisa menjadi ketidak

nyamanan dengan etiologi yang tidak diketahui. Edema kaki

adalah presentasi seringkeluhan yang menuntut strategi

diagnostik dan rujukan yang tepat (Seller &Symons, 2011).

Sebuah pemahaman yang jelas tentang patofisiologi sangat

penting untuk mengelola masalah secara efektif. Menurut

Stems (2013), dua langkah utama terjadi pada pembentukan

edema: (a) pergerakan cairan dari kompartemen vaskuler ke

kompartemen interstitial sebagai akibat dari perubahan

dinamika, dan (b) retensi natrium dan air oleh ginjal. Cairan

keluar dari kompartemen vaskuler mengurangi volume sirkulasi

efektif dan perfusi akhirnya ginjal. Penurunan perfusi ginjal

mengaktifkan sistem renin-angiotensinaldosteron, sehingga air

dan retensi natrium oleh ginjal dan kembali volume plasma

menuju normal. Mekanisme kompensasi ini membantu untuk

membangun kembali volume plasma di kompartemen

intravaskular. Hasilnya adalah ekspansi ditandai volume cairan


61

ekstrasel dan volume plasma yang mendekati normal (Simon,

2014).

Variabel Menurut penelitian Purwadi (2015)

menyatakan bahwa intervensi contrast bath dapat memberikan

rasa lebih santai, lebih mudah beristirahat dan tidur pasca

pertandingan dan pasca pelatihan pada peserta, contrast bath

dapat menurunkan skor edema kaki pada pasien penyakit gagal

jantung kongestif.

Keadaan ini sesuai pendapat dari Martin (2005) bahwa

merendam kaki yang edema dengan terapi ini akan mengurangi

tekanan hidrostatik intra vena (tekanan yang mendorong darah

mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) yang

menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang

interstisium dan cairan yang berada di intertisium akan kembali

ke vena sehingga edema dapat berkurang.

Masing – masing pasien juga mendapatkan terapi

diuretik serti (Furosemide, lasik dan farsik) dan dipengaruhi

oleh intake cairan pasien. Diuretik adalah obat yang dapat

menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis

mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya

penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua

menunjukkan jumlah pengeluaran zat – zat terlarut dalam air.

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem,

yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa


62

sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal

(Ahmad, 2009).

Hasil penelitian Yu Shih et al (2012)

merekomendasikan bahwa waktu perendaman dari ekstremitas

dalam air panas harus ditingkatkan secara bertahap selama fase

pengobatan selanjutnya, Yu Shih et al (2012) meneliti efek dari

contrast bath dengan rasio yang berbeda dari pemanasan ke

waktu pendinginan pada kecepatan darah arteri brakialis pada

pria dan wanita muda. Temuan utama adalah bahwa: (1)

contrast bath dengan rasio waktu tetap 3: 1 disebabkan

fluktuasi disebabkan kecepatan darah arteri melalui intervensi

selama 12 menit, dengan penurunan dicatat dalam tingkat

fluktuasi kecepatan darah arteri selama dilakukan perendaman,

dan (2) contrast bath dengan perendaman air panas lama dalam

siklus kedua menghasilkan fluktuasi yang cukup dalam

kecepatan darah arteri, serta menyediakan terus meningkat

AMBV% yang mencapai manfaat maksimal dalam fluktuasi

setelah menit ketujuh.


63

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka berhubungan antara konsep

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmojo, 2010).

Manifestasi Klinis
Chronis Heart Failure
(CHF): Skala Edema
1. Edema Perifer 1. Kembali < 10
detik
2. Kembali 10 – 15
2. Peningkatan Pijat Kaki dan
detik
Volume Contrast Bath
3. Kembali < 1
Intravascular
menit
3. Edema Pulmonal
4. Kembali 2 – 5
4. Keletihan
5. Perfusi Ginjal menit
Menurun

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2 : Kerangka Konseptual Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Chronic Heart Failure (CHF) dengan Tindakan Pijat
Kaki dan Contrast Bath tahun 2020. Modifikasi Mansjoer dan
Triyati (2012)
64

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Jenis/Desain/Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian merupakan semua proses yang diperlukan

dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian, mulai tahap persiapan

sampai tahap penyusunan masalah dalam penelitian (Saryono, 2013).

Proposal studi kasus ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan studi literature/studi kepustakaan.

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup

satu unit. Satu unit disini dapat berarti satu klien, keluarga, kelompok,

komunitas, atau institusi. Unit yang menjadi kasus tersebut secara

mendalam dianalisis baik dari segi berhubungan dengan keadaan

kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian

khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan

reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu.

Meskipun di dalam studi kasus ini yang diteliti hanya berbentuk unit

tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliputi berbagai aspek

yang cukup luas (Soekidjo, 2014). Dalam pelaksanaan studi kasus ini

peneliti akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien

Congestive Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan

contrast bath terhadap foot edema.


65

B. Subyek Studi Kasus

Subyek yang digunakan adalah 2 klien dengan diagnosis

medis dan masalah keperawatan yang sama, yaitu klien Congestive

Heart Failure (CHF) dengan tindakan pijat kaki dan contrast bath

terhadap foot edema.

Kriteria yang menjadi sampel dalam studi kasus ini adalah :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek studi

kasus dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti

(Nursalam, 2016). Kriteria inklusi dalam studi kasus ini adalah:

a. Pasien yang terdiagnosa CHF (setelah fase akut).

b. Pasien CHF yang bersedia diberikan tindakan pijat kaki dan

contrast bath.

c. Pasien gagal jantung stabil yang ditandai dengan: tidak ada nyeri

dada, tidak sesak nafas saat istirahat, denyut nadi istirahat 50-

90x/menit dan reguler, tekanan darah sistolik 100-150 mmHg, dan

tekanan darah diastolik 6090 mmHg

d. Pasien CHF yang mengalami foot edema.

e. Tidak ada kontraindikasi, memar, radang, luka, demam, infeksi

kulit

1. Kriteria Eksklusi
66

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi dalam

studi kasus ini adalah :

a. Pasien yang tidak kooperatif terhadap tindakan pijat kaki dan

contrast bath.

b. Pasien CHF dengan penyulit seperti aritmia pada saat istirahat,

denyut jantung saat istirahat lebih dari 100x/menit.

C. Fokus Studi

Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan

dijadikan titik acuan studi kasus. Dalam studi kasus ini yang menjadi

fokus studi adalah

1. Penerapan prosedur pelaksanaan pijat kaki pada pasien CHF

yang mengalami foot edema.

2. Penerapan prosedur pelaksanaan contrast bath pada pasien

CHF yang mengalami foot edema.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan

istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional

sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna

penelitian (Setiadi, 2013).

1. Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana

jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna

mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen

secara adekuat.
67

2. Pijat kaki adalah suatu tindakan gerakan sederhana yang

berirama memijat kulit bagian telapak kaki untuk menstimulasi

aliran getah bening ke sistem sirkulasi darah, dengan

serangkain tekhnik, metode dan alat pijat tertentu. Dilakukan

selama 20 menit dengan interval waktu 5 hari dengan

menggunakan checklist pijat kaki

3. Contrast bath adalah bentuk pengobatan atau terapi modalitas

yang merendam anggota tubuh atau seluruh tubuh dalam air

hangat diikuti dengan perendaman dalam air dingin.

Perendaman pada air hangat diperlukan suhu 380C sampai

440C dan perendaman pada air dingin diperlukan suhu 100C

sampai 180C. Pelaksanaan contrast bath selama 25 – 30 menit

pada masing masing kaki di setiap perendaman

4. Foot Edema adalah akumulasi abnormal cairan di bawah kulit

atau dalam satu atau lebih rongga tubuh seperti pada kaki

5. Derajat terjadinya edema:

a. 1+   : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat

b. 2+   : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam

waktu 10-15 detik

c. 3+   : menekan lebih dalam (6mm) akan kembali dalam

waktu >1 menit, tampak bengkak

d. 4+   : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam

waktu 2-5 menit, tampak sangat bengkak yang nyata.

E. Instrumen Studi Kasus


68

Instrumen pengumpulan data yang di gunakan adalah format

pengkajian Asuhan Keperawatan Medikal Bedah yang terdiri dari

Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi, Implementasi dan

Evaluasi pada pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan

tindakan pijat kaki dan contrast bath terhadap foot edema.

F. Metode Pengumpulan Data

Pada penulisan ini, metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Wawancara

Menurut Soekidjo (2014), wawancara adalah suatu metode

yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti

mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari

seseorang sasaran penelitian (responden) , atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face) .

Wawancara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data

secara lisan dari responden dengan wawancara misalnya

menanyakan mengenai biodata klien, biodata orang tua/wali,

alasan masuk rumah sakit, keluhan utama yang dirasakan klien

saat wawancara berlangsung, riwayat penyakit sekarang, riwayat

kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, genogram, riwayat

sosial, kebutuhan dasar seperti, nutrisi, aktivitas/ istirahat, personal

hygiene, eliminasi, pengkajian fisik dan mental.

2. Pemeriksaan fisik dan Observasi

Menurut Soekidjo (2014),Observasi adalah suatu prosedur

yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar,


69

dan mencatat sejumlah aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Jadi dalam

melakukan observasi bukan hanya mengunjungi, melihat atau

menonton saja, tetapi disertai perhatian khusus dan melakukan

pencatatan-pencatatan.

Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan observasi :

a. Pemeriksaan yang kita lakukan tidak selalu di jelaskan secara

rinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap

harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat

meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data

yang diperoleh menjadi tidak murni).

b. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien.

c. Hasilnya dapat dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga

dapat dibaca dan dimengerti oleh perawatan lain.

Dalam penelitian ini observasi dan pemeriksaan fisik di

fokuskan pada pemeriksaan thorak dan dilakukan dengan

menggunakan pendekatan IPPA:

a. Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara

melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan.

Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran

tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris.

b. Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba.

Tangan dan jari-jari adalah instrument yang sensitive


70

digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang

temperature, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.

c. Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian

permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan

bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan

suara.

d. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan

cara mendengarkan suara yang di haslkan oleh tubuh.

Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variable berupa catatan, transkip, buku dan sebagainya. Dalam

studi kasus ini dokumentasi yang digunakan berupa hasil dari

rekam medic, literature, pemeriksaan diagnostic, jurnal dan data

lain yang relevan.

G. Prosedur Studi Kasus

Prosedur penelitian diawali dengan menggunakan metode studi

kasus. Setelah disetujui oleh tim penguji proposal maka penulisan

dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data menggunakan

pendekatan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, merumuskan

diagnosa keperawatan, membuat rencana tindakan, melakukan

pelaksanaan, evaluasi dan pendokumentasian terhadap kasus yang

dijadikan subyek penelitian. Pelaksanaan tindakan keperawatan


71

difokuskan untuk mengurangi foot edema yaitu dengan pijat kaki dan

contrast bath.

H. Waktu Studi Kasus

a. Penyusunan studi kasus ini dimulai bulan Maret sampai dengan

Mei 2020.

b. Studi kasus akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

I. Analisis dan Penyajian Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan

dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi

wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh

peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk

selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada

sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut. Urutan dalam analisis data pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data
72

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkip (catatan terstruktur). Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan dan evaluasi.

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan

menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan dengan nilai

normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan

metode induksi.

J. Etika Studi Kasus

Penelitian apapun, khususnya yang menggunakan manusia

sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan etika. Beberapa


73

prinsip dalam pertimbangan etika meliputi; bebas dari exploitasi,

bebas dari penderitaan, kerahasiaan, bebas menolak menjadi

responden, perlu surat persetujuan (informed consent) dan mempunyai

hak untuk mendapatkan pengobatan yang sama jika klien telah

menolak menjadi responden (Nursalam, 2008).

Etika studi kasus yang perlu dituliskan pada penyusunan studi

kasus meliputi:

1. Surat persetujuan (Informed consent)

Informed Consent seperti yang biasanya digunakan pada

penelitian kuantitatif akan menjadi masalah karena sifat penelitian

kualitatif yang tidak menekankan tujuan yang spesifik di awal.

Penelitian kualitatif bersifat fleksibel, dan mengakomodasi

berbagai ide yang tidak direncanakan sebelumnya yang timbul

selama proses penelitian. Peneliti tidak mungkin menjelaskan

keseluruhan studi yang akan dilakukan di awal, maka perlu adanya

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dari manusia sebagai subjek

atau partisipan yang dipelajari. Persetujuan partisipan merupakan

wujud dari penghargaan atas harkat dan martabat dirinya sebagai

manusia. PSP merupakan proses memperoleh persetujuan dari

subjek/partisipan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian

yang dilakukan (Afiyanti dan Imami, 2014).

2. Tanpa nama (Anonimity)


74

Penulis tidak mencantumkan nama responden atau hanya

menuliskan kode responden pada lembar pengumpulan data dan

saat data disajikan. Data tersebut disimpan di file yang khusus

dengan kode responden yang sama (Hidayat, 2012).

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Penulis menjaga kerahasiaan data dan berbagai informasi

yang diberikan oleh para partisipannya dengan sebaik-baiknya,

untuk menjamin kerahasiaan data, penulis wajib menyimpan

seluruh dokumentasi hasil pengumpulan data berupa lembar

persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasil rekaman dan

transkrip wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa

diakses oleh penulis (Afiyanti dan Imami, 2014).


75

Tabel. 1 Artikel Hasil Pencarian


76

No Author Tahun Volume, Judul Metode Hasil Penelitian Database


Nomor (Desain,sampel, variabel,
instrumen)
1 Kasron 2019 Vol 2, Pijat Kaki D: quasi-experiment Terdapat perbedaan Jurnal
dan No.1 Efektif dengan pendekatan pre- yang bermakna Ilmu
Engkartini Menurunka post test without control lingkar oedema pada Keperaw
n Foot group kaki kanan setelah atan
Medikal
Edema pada hari kedua dan ketiga
Bedah
Penderita S: pemilihan responden dengan p-value
Congestive menggunakan non- <0,001. Kesimpulan
Heart probability sampling penelitian adalah
Failure dengan metode accidental terdapat perbedaan
(CHF) sampling sejumlah 13 lingkar oedema
sampel angkle, instep, dan
MP-joint pada hari
V: Foot edema (pada kedua dan ketiga
lingkar angkle, instep dan setelah pemijatan kaki
MP-Joint), Pijat kaki pada pasien CHF yang
mengalami oedema
I: Checklist Pijat Kaki, kaki
medline.

A: Wilcoxon test

2 I Ketut 2015 Vol 7, Pengaruh D: Quasy experiment Hasil dari penelitian JGK
Agus Hida No. 15 Terapi dengan pendekatan tersebut menyatakan
Purwadi, Contrast non equivalen control bahwa. Ada pengaruh
Gipta Galih Bath group design terapi contrast bath
W, Dewi (Rendam terhadap edema kaki
Puspita Air Hangat S: Purposive sampling pada pasien penderita
Dan Air penyakit gagal jantung
Dingin) V: Foot edema, Contrast kongestif
Terhadap Bath
Edema Kaki
Pada Pasien I: Checklist Contast
Penyakit Bathi, medline, skala
Gagal edema
Jantung
Kongestif A: Independent t test

3 Zaenatusho 2019 Penerapan D: AnaliticDescriptif Pijat kaki dan rendam Universit


fi1, Eti Pijat Kaki air hangat campuran y
Sulastri dan Rendam S: Purposive sampling kencur dapat Research
77

Air Hangat menurunkan oedema Colloqiu


Campuran V: Foot edema, Pijat kaki pada ibu hamil m
Kencur kaki, Rendam air hangat trimester III.
Untuk campuran kencur
Mengurangi
Oedema I: Checklist pijat kaki,,
Kaki pada skala edema
Ibu Hamil
Trimester A: Observasi,
III dokumentasi, dan studi
pustaka

4 Putu Prilly 2013 Pengaruh D: quasi eksperimen Terdapat pengaruh Google


Mila Pemberian dengan pretest- contrast bath terhadap Schoolar
Ulandari, Contrast posttest control group pemulihan kelelahan
Ni Kadek Bath design petani. Disarankan
Ayu Terhadap kepada petani untuk
Suarningsi Pemulihan S: 34 orang yang dipilih mampu melakukan
h, Ni Luh Kelelahan melalui teknik terapi contrast bath
Putu Eva Petani di purposive sampling pada saat pagi hari
Yanti, Banjar yang terbagi atas sebelum memulai
Kadek Eka Dinas kelompok perlakuan bekerja dan sore hari
Swedarma Senganan dan kelompok kontrol setelah bekerja.
Kawan,
Kecamatan V: Kelelahan, Contrast
Penebel, Bath
Kabupaten
Tabanan I: Checklist Contast
Bathi, kuesioner
Subjective Self Rating
Test sebelum dan
setelah diberikan
intervensi contrast bath

A: Independent t test

5 Devia 2016 Pijat Kaki D: Deskriptif kualitatif Ketidaknyamanan Google


Famela Untuk dengan rancangan edema kaki fisiologis Schoolar
Mengatasi studi kasus (case yang dirasakan Ny. S
dapat diatasi dengan
Edema Kaki study)
pijat kaki yaitu edema
Fisiologis kaki dapat berkurang
Ibu Hamil S: Subjek penelitian yang dan ibu merasa lebih
78

Trimester Iii digunakan adalah ibu nyaman.


hamil trimester III
dengan edema kaki
fisiologis Ny. S
G2P1A0AH1 usia
kehamilan 35 minggu

V: Edema kaki fisiologis,


asuhan pijat kaki

I: Checklist pijat
kaki,skala edema

A: reduksi data,
penyajian data dan
menarik kesimpulan
atau verifikasi

Anda mungkin juga menyukai