DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
1.2
1.3
HUBUNGAN
ANTAR
DOKUMEN
RPJPD
DENGAN
DOKUMEN
RENCANA
1.4
SISTEMATIKA PENYAJIAN
1.5
10
1.5.1
Maksud
10
1.5.2
Tujuan
10
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
12
2.1
12
2.1.1
12
2.1.2
19
2.1.3
23
2.1.4
Aspek Demografi
25
2.2
2.3
2.4
28
2.2.1
28
2.2.2
34
39
2.3.1
39
2.3.2
45
47
BAB III
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
57
3.1
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
57
3.2
ISU-ISU STRATEGIS
59
-1-
BAB IV
VISI DAN MISI DAERAH
65
4.1
VISI
65
4.2
MISI
67
BAB V
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
69
5.1
69
5.2
93
5.2.1
94
5.2.2
105
5.2.3
116
5.2.4
122
5.2.5
130
BAB VI
KAIDAH PELAKSANAAN
149
6.1
STRATEGI IMPLEMENTASI
151
6.1.1
Strategi Internal
151
6.2.2
Strategi Eksternal
152
BAB VII
PENUTUP
153
-2-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1
13
Gambar 2-2
24
Gambar 2-3
24
Gambar 2-4
26
Gambar 2-5
Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRH ADHK 2000 Dengan Migas dan Tanpa
Migas Tahun 2006-2010
Gambar 2-6
29
Gambar 2-7
30
Gambar 2-8
31
Gambar 2-9
32
Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (dalam %)
32
Gambar 2-10 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Angka Buta Huruf di Provinsi Papua
Barat Tahun 2007-2010
34
Gambar 2-11 Perkembangan Angka Melek Huruf Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi
Papua Barat Tahun 2007 s.d 2010
35
Gambar 2-12 Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Antar
Jenjang Pendidikan Tahun 2010
36
Gambar 2-13 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat
37
Gambar 2-14 Perbandingan Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Berdasarkan Status
Kemiskinan Tahun 2010
37
Gambar 2-15 Cakupan Layanan Keseatan di Provinsi Papua Barat Taun 2006-2009
450
402
423
Gambar 2-18 Kelayakan Rumah di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Rumah Tangga
435
Gambar 2-19 Cakupan Pelayanan Listrik dan Air Bersih Pada Perkampungan
Gambar 2-20 Indeks
Gambar 5-1
Pembangunan
Manusia
(IPM)
Provinsi
Papua
54
Barat
dan
Perkembangannya
56
93
-3-
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1
12
Tabel 2-2
14
Tabel 2-3
16
Tabel 2-4
17
Tabel 2-5
18
Tabel 2-6
19
Tabel 2-7
27
Tabel 2-8
Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua
Barat
Tabel 2-9
28
30
Tabel 2-10 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009
44
Tabel 2-11
55
Tabel 4-1
67
Tabel 5-1
70
Tabel 5-2
71
Tabel 5-3
72
Tabel 5-4
75
Tabel 5-5
77
Tabel 5-6
81
Tabel 5-7
83
Tabel 5-8
84
Tabel 5-9
85
Tabel 5-10
86
Tabel 5-11
87
Tabel 5-12
88
Tabel 5-13
91
Tabel 5-14
92
Tabel 5-15
Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-1
(2012-2016)
Tabel 5-16
94
Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-2
(2017-2021)
Tabel 5-17
106
Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-3
(2022-2026)
116
-4-
Tabel 5-18
Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-4
(2027-2025)
Tabel 5-19
122
-5-
130
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam kurun waktu 19982010 bangsa Indonesia mengalami reformasi di segala bidang yang
mengharuskan lahirnya paradigma baru pembangunan nasional, yang cukup dirasakan dampaknya di
seluruh wilayah Indonesia. Perubahan paradigma tersebut merupakan variabel yang didapati dari adanya
pergeseran dari sentralistik otoriter menjadi desentralistik demokratis. Perubahan politik Nasional ke
arah demokratisasi membawa dampak terhadap lahirnya Provinsi Papua Barat sesuai dengan usulan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Irian Jaya dengan Surat Keputusan Nomor 10 Tahun
1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi. Sehingga lahirnya Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah,
Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong, namun penjabaran dari
regulasi tersebut mengalami kevakuman dalam kurun waktu 1999-2002 yang diakibatkan oleh kondisi
politik lokal di tanah Papua yang tidak kondusif bagi penyelenggaran pemerintahan di Provinsi Irian Jaya
Barat.
Upaya untuk menindak lanjuti eksistensi Provinsi Irian Jaya Barat menjadi kebutuhan dan tuntutan yang
semakin mengkristal di kalangan masyarakat, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili
Tim 315 mendorong untuk mengaktifkan kembali lahirnya Pemerintah Provinsi Irian Jaya Barat
berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk
dirinya menjadi provinsi definitif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007, nama
Provinsi Irian Jaya Barat diganti menjadi Provinsi Papua Barat, dimana terbentuknya Provinsi Papua
Barat tersebut, maka secara otomatis terjadi perubahan struktur dan pola ruang untuk Wilayah tanah
Papua yang terbagi menjadi dua Provinsi.
Papua Barat memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang mampu mendukung proses pembangunan
daerah, namun disisi lain masih didapati berbagai kelemahan terkait dengan sumber dana pembangunan
yang terbatas, Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah, kondisi geografis yang masih tertutup, kultur
dan perilaku budaya yang kurang sesuai dengan tuntutan pembangunan daerah, sehingga hal ini belum
memberikan dampak yang optimal terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Mencermati kondisi aktual daerah diatas yang disignifikasikan dengan pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik urusan wajib maupun urusan pilihan dalam rangka
desentralisasi. Peluang lain yang diberikan kepada daerah adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Papua, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2008 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 untuk Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, dalam upaya percepatan
pembangunan, serta fakta kinerja pembangunan daerah yang kurang memberikan perubahan dalam
-6-
struktur kehidupan masyarakat, hal ini besar dipengaruhi oleh kapasitas perencanaan pembangunan
daerah. Oleh sebab itu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang mengamanatkan Pemerintah, Pemerintah Daerah
untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 5 tahun, Rencana Kerja Pemerintah/Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP/RKPD)
dan Rencana Kerja K/L/SKPD, serta Rencana Strategi K/L/SKPD. Terkait dengan Rencana Jangka Panjang
Daerah Papua Barat untuk perioKampungsi 2012-2025 yang diharapkan akan menjadi arah dan petunjuk
bagi pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya dalam proses pembangunan. RPJPD dalam
penjabarannya berisikan visi, misi dan arah kebijakan pembangunan daerah yang dibagi dalam empat
tahapan dalam 20 tahun kedepan.
1.2
Landasan idiil RPJPD Provinsi Papua Barat adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan
peraturan perUndang-Undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan daerah, yaitu:
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025;
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang;
3.
4.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004, tentang Rencana Kerja
Pemerintah;
5.
6.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang;
7.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; yang bagi
Provinsi Papua Barat diatur oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001;
8.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi
Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong ,
yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007;
-7-
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
1.3
dan kebijakan
pemanfaatan ruang yang mengakomodir arahan, tahapan, prioritas pembangunan Provinsi Papua
Barat yang termuat dalam RPJPD Provinsi Papua Barat. Hal ini untuk menjamin agar arah
kebijakan dan sasaran pokok dalam RPJPD Provinsi Papua Barat selaras dengan atau tidak
menyimpang dari arah kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat.
3. Hubungan RPJPD Provinsi Papua Barat dengan RPJPD Kabupaten/Kota
Visi, Misi dan Kebijakan jangka panjang daerah Provinsi Papua Barat menjadi acuan bagi Visi,
Misi dan Kebijakan jangka panjang daerah seluruh kabupaten Provinsi Papua Barat.
4. Hubungan RPJPD Provinsi Papua Barat dengan RPJMD Provinsi
Kebijakan dan program
jangka
menengah
daerah
Kabupaten/Kota
dalam RPJMD
Kabupaten/Kota mengacu kepada kebijakan jangka panjang daerah dan tahapan pembangunan
sebagaimana termuat dalam RPJPD Provinsi Papua Barat.
-8-
Gambar 1-1
1.4
SISTEMATIKA PENYAJIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 disusun dalam
tata urut sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi hal-hal yang mendasari penyusunan RPJPD Provinsi Papua Barat, meliputi pengantar,
pengertian, maksud dan tujuan, landasan hukum, dan sistematika penyajian.
-9-
Berisi narasi penutup dan kesimpulan umum singkat dari paparan RPJPD Provinsi Papua Barat
Tahun 2012-2025.
1.5
1.5.1
Maksud
RPJPD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus
menjadi acuan bagi seluruh komponen pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional dan Otonomi Khusus Papua sesuai
dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang
dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan
yang lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
1.5.2
Tujuan
Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tujuan penyusunan sistem
perencanaan adalah:
a.
b.
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antara daerah, antara ruang, antara
waktu, dan antara fungsi pemerintah;
- 10 -
c.
d.
e.
RPJPD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 disusun dengan tujuan sebagai berikut:
a.
memberikan acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Papua Barat demi terjaminnya keterkaitan dan konsistensi perencanaan pembangunan
jangka panjang, menengah, dan pendek (dalam bentuk rencana kerja) dalam pemilihan program
yang sesuai dengan kebutuhan daerah;
b.
menciptakan integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
Papua Barat, pemerintah setiap Kabupaten/Kota, sampai pada pemerintah di tingkatan
administratif yang paling rendah dalam variabel ruang, waktu, dan fungsi;
c.
mengoptimalkan partisipasi stakeholders dan masyarakat Provinsi Papua Barat dari mulai
proses penyusunan rencana dan anggaran melalui forum musrenbang, proses pelaksanaan, dan
proses pengawasan sehingga mereka memiliki sense of belonging (rasa memiliki) untuk bersamasama membangun dan mewujudkan visi Provinsi Papua Barat;
d.
memberikan koridor bagi seluruh komponen daerah (Pemerintah Daerah, masyarakat, swasta,
dan pemerhati) Provinsi Papua Barat dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan visi,
misi dan arah kebijakan yang disepakati bersama; dan,
e.
- 11 -
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1
2.1.1
1.
Tabel 2-1 Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010
Kabupaten/Kota
Ibukota
Jumlah
Distrik
Jumlah
Kampung
Jumlah
Kelurahan
Kabupaten Fakfak
Fakfak
120
Kabupaten Kaimana
Kaimana
84
Raisei
13
75
Bintuni
24
115
Kabupaten Manokwari
Manokwari
29
412
Teminabuan
13
117
Kabupaten Sorong
Aimas
19
128
15
Waisai
24
117
Kota Sorong
Sorong
31
Kabupaten Tambrauw
Sausapor
53
Kabupaten Maybrat
Kumurkek
11
128
154
1.421
72
Total
Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2011
2.
Sebelah Utara
: Samudera Pasifik
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Sebelah Timur
: Provinsi Papua
Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 124-132 Bujur Timur dan 0-4
Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100
meter dari permukaan laut.
- 12 -
b.
Wilayah Provinsi Papua Barat terdiri dari 7,95% merupakan puncak gunung, 18,73%
berada di lembah. Wilayah lain lebih dari separuhnya berada di daerah hamparan.
Seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Papua Barat berbatasan dengan laut, namun hanya
37,04% Kampung yang berada di daerah pesisir. Wilayah Kampung lainnya tidak
berbatasan dengan laut (bukan pesisir), yaitu sebesar 62,96%
Gambar 2-1
3. Topografi
a.
Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari
dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan
hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi
Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Kondisi topografi antar wilayah di Provinsi
Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi
barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi
kebijakan pemanfaatan lahan.
b.
Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan
bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi
pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem
transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk
tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan
konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor.
- 13 -
4. Geologi
a.
Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat (bersama Papua) merupakan
produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan Lempeng Samudera
Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang menyebabkan wilayah ini rentan
terhadap gempa bumi, karena berada dalam lintasan sesar besar. Informasi yang
dipetakan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan bahwa Papua Barat
merupakan kawasan yang aktif mengalami gempa bumi yang potensial menimbulkan
tsunami.
b.
Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu gempa dan tsunami.
Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa dan tsunami yang
terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi Papua. Umumnya daerah patahan
aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi.
Wilayah
Manokwari merupakan daerah yang rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah
Papua Barat rawan terhadap gempa bumi.
5. Hidrologi
a.
Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah
Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada
kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk
dalam kategoti terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km),
dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori
terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra
(40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m).
Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah
Pengembangan Sorong. Berdasarkan pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki
kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai
Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan
Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah
Pengembangan Sorong.
Nama Das
Teluk Bintuni
Kabupaten
B-50 Kamundan-Sebyar
Wasian
4.851,000
Teluk Bintuni
B-50 Kamundan-Sebyar
Sebyar
12.981,400
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Kasi
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Mangopi
1.917,200
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Prafi
1.169,300
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Maruni
193,320
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Masabui
111,110
- 14 -
Luas (Km2)
693,200
Kabupaten
Wilayah Sungai
Nama Das
Luas (Km2)
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Ransiki
584,300
Teluk Wondama
B-50 Kamundan-Sebyar
Windesi
23,560
Teluk Wondama
B-50 Kamundan-Sebyar
Wosimi
617,400
Teluk Wondama
B-50 Kamundan-Sebyar
Wondiwoi
172,820
Teluk Wondama
B-50 Kamundan-Sebyar
Woworama
279,700
Kaimana, Nabire
A2-27 Omba
Omba
Kaimana
A2-27 Omba
Laenatum
379,500
Kaimana
A2-27 Omba
Lengguru
1.870,000
Kaimana
A2-27 Omba
Berari
1.029,900
A2-27 Omba
Madefa
4.605,570
A2-27 Omba
Karufa
477,400
Fak Fak
A2-27 Omba
Bedidi
1.355,600
Fak Fak
A2-27 Omba
Fak Fak
88,760
8.610,200
A2-27 Omba
Bomberai
2.033,300
B-50 Kamundan-Sebyar
Wariagar
6.720,000
B-50 Kamundan-Sebyar
Kamundan
9.732,250
Sorong Selatan
B-50 Kamundan-Sebyar
Kais
4.232,740
Sorong Selatan
B-50 Kamundan-Sebyar
Sekak
830,700
Sorong Selatan
B-50 Kamundan-Sebyar
Waromga
810,430
B-50 Kamundan-Sebyar
Seremuk
884,600
B-50 Kamundan-Sebyar
Karabra
5.989,230
B-50 Kamundan-Sebyar
Kladuk
3.131,150
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Klasegun
848,510
Raja Ampat
B-50 Kamundan-Sebyar
Misol
848,160
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Salawati
368,910
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Samate
82,000
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Batanta
69,490
Raja Ampat
B-50 Kamundan-Sebyar
Waigeo
598,160
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Remu
46,440
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Warsamson
2.437,131
Sorong
B-50 Kamundan-Sebyar
Mega
1.048,340
MANOKWARI
B-50 KAMUNDAN-SEBYAR
MAON
682,300
Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Wesauni
626,933
T. Bintuni
B-50 Kamundan-Sebyar
Kasuari
1.971,850
T. Bintuni
B-50 Kamundan-Sebyar
Wagura
1.799,100
T. Wondama
B-50 Kamundan-Sebyar
Arumasa
2.497,000
T. Bintuni, Manokwari
B-50 Kamundan-Sebyar
Muturi
5.381,300
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005
b.
Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di beberapa
wilayah Kabupaten/Kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar mengalir di
wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah sistem daerah
aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun.
- 15 -
No. DPS
NAMA DPS
SWS
Catchment
Area (Km2)
Qn (m3/s)
Kabupaten
17
Omba
B - 49
8,610.200
316.919
Kaimana, Nabire
18
Laenatum
B - 49
379.500
29.086
Kaimana
19
Lengguru
B - 49
1,870.000
141.454
Kaimana
20
Berari
B - 49
1,029.900
96.869
Kaimana
21
Madefa
B - 50
4,605.570
374.730
22
Karufa
B - 49
477.400
38.903
23
Bedidi
B - 49
1,355.600
107.968
Fak Fak
24
Fak Fak
B - 49
88.760
11.747
Fak Fak
25
Bomberai
B - 49
2,033.300
146.870
10
26
Kasuari
B - 50
1,971.850
142.232
T. Bintuni
11
27
Wagura
B - 50
1,799.100
165.546
T. Bintuni
12
28
Arumasa
B - 50
2,497.000
127.979
T,Wondama
13
29
Muturi
B - 50
5,381.300
476.337
T. Bintuni, Manokwari
14
30
Wasian
B - 50
4,851.000
364.562
T. Bintuni, Manokwari
15
31
Sebyar
B - 50
12,981.400
825.032
T. Bintuni, Manokwari
16
32
Wariagar
B - 50
6,720.000
432.319
17
33
Kamundan
B - 50
9,732.250
796.177
18
34
Kais
B - 50
4,232.740
221.554
Sorong Selatan
19
35
Sekak
B - 50
830.700
46.634
Sorong Selatan
20
36
Waromga
B - 50
810.430
50.282
Sorong Selatan
21
37
Seremuk
B - 50
884.600
58.182
22
38
Karabra
B - 50
5,989.230
302.739
23
38 a
Kladuk
B - 50
3,131.150
195.716
Sorong
24
39
Klasegun
B - 50
848.510
58.497
Sorong
25
40
Misol
B - 50
848.160
53.437
Raja Ampat
26
41
Salawati
B - 50
368.910
27.064
Sorong
27
42
Samate
B - 50
82.000
6.183
Sorong
28
43
Batanta
B - 50
69.490
5.338
Sorong
29
44
Waigeo
B - 50
216.500
13.309
Raja Ampat
30
45
Remu
B - 50
46.440
4.721
Sorong
31
46
Warsamson
B - 50
2,437.131
147.467
Sorong
32
47
Mega
B - 50
1,048.340
120.947
Sorong
33
48
Koor
B - 50
1,202.800
140.594
Sorong
34
49
Maon
B - 50
682.300
104.163
Manokwari
35
50
Wesauni
B - 50
626.933
108.648
Manokwari
36
51
Kasi
B - 50
0.000
128.883
Manokwari
37
52
Mangopi
B - 50
1,917.200
222.960
Manokwari
38
53
Prafi
B - 50
1,169.300
161.814
Manokwari
39
54
Maruni
B - 50
193.320
25.129
Manokwari
40
55
Masawui
B - 50
111.110
18.958
Manokwari
41
56
Ransiki
B - 50
584.300
76.153
Manokwari
- 16 -
No
No. DPS
NAMA DPS
SWS
Catchment
Area (Km2)
Qn (m3/s)
Kabupaten
42
57
Windesi
B - 50
23.560
3.574
T,Wondama
43
58
Wosimi
B - 50
617.400
45.854
T,Wondama
44
59
Wondiwoi
B - 50
172.820
18.816
T,Wondama
45
60
Woworama
B - 50
279.700
30.974
T,Wondama
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.
Nama Danau
Luas (Ha)
Kabupaten
01
Aiwasa
10,240
Kaimana
02
Laamora
16,740
Kaimana
03
Urema
12,600
Kaimana
04
Mbula
6,024
Kaimana
05
Kamakawalor
23,340
Kaimana
06
Berari
6,916
Kaimana
07
Makiri
7,527
Tel. Bintuni
08
Tanemot
17,640
Tel. Bintuni
09
Anggi Gigi
21,370
Manokwari
10
Anggi Gita
22,830
Manokwari
11
Ayamaru
10,850
Sorong Sel.
12
Hain
4,596
Sorong Sel.
6. Klimatologi
a.
Provinsi Papua Barat memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak
banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada
bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang
berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.
b.
Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah
hujan, yaitu :
-
kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun;
- 17 -
Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan
curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun.
Tabel 2-5 Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2010
Uraian
Minimum
Maksimum
26,60
(Fakfak)
27,30
(Kab. Sorong)
83,00
(Kaimana)
85,60
(Fakfak)
993,35
(Fakfak)
1.006,80
(Kab. Sorong)
Curah Hujan
1.581,0
(Manokwari)
4.306,0
(Kab. Sorong)
Hari Hujan
219
(Manokwari)
286
(Kab. Sorong)
25,33
(Kaimana)
135,74
(Fakfak)
Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat terbatas. Data
mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik
Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan
lahan relatif lebih sulit dilakukan. Berikut ini adalah data penggunaan lahan di Provinsi Papua
Barat yang dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan secara umum.
- 18 -
Tabel 2-6Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis
Penggunaan Tahun 2010 (Ha)
Kampung/
Perumahan
Fak-Fak
Sawah
Tegalan
Kebun
Campur
Kebun
Hutan
Tanah
Rusak
Semak
Lainlain
1.754,73
424,27
4.426,73
5.395,91
173.280,12
37.489,11
19.636,95
169,64
9.642,64
4.303,06
1.844.082,43
23.600,67
115.430,82
Manokwari
11.466,2
3.974,47
5.905,59
12.838,57
15.999,48
1.292.134,84
141.863,38
47.794,83
Sorong Selatan
3.907,35
90,52
29.372, 48
1.015.973,59
55.831,44
82.428,59
29.533,54
132,48
994,87
699.981,84
26.343,14
29.602,61
Kota Sorong
Tambrauw
Maybrat
66.289,77
3.974,47
6.712,50
26.889,76
55.955,79
6.590.452,82
285.127,74
359
Kaimana
Teluk
Wondama
Teluk Bintuni
Sorong
Raja Ampat
Papua Barat
84.731,3
2.1.2
Sektor unggulan yang ada di Papua Barat adalah pertanian subsektor perikanan dan kehutanan,
pertambangan migas, dan bangunan. Untuk sektor pertanian dapat dikembangkan pada daerah datar
dengan kondisi keairan yang baik pada daerah tengah Kepala Burung. Untuk lebih detail mengenai
potensi pengembangan wilayah Papua Barat adalah sebagai berikut;
1.
Pertanian
a.
Sektor pertanian sampai dengan tahun 2008 selalu memberikan kontribusi utama dalam
perekonomian Papua Barat. Persentase penduduk yang bekerja sebagai petani pun
sampai saat ini selalu memiliki persentase tertinggi. Sejak tahun 2009, sektor pertanian
menjadi kontributor terbesar kedua dalam PDRB Papua Barat,di Tahun 2010
kontribusinya sebesar 20,71% dan persentase penduduk yang bekerja di sektor
pertanian mencapai 54,04%. (Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2011).
b.
Produksi dan luas panen tanaman jagung tahun 2010 kembali mengalami peningkatan.
Luas panen meningkat dari 965 ha di tahun 2009 menjadi 1.162 ha di tahun 2010.
Sedangkan produksinya kembali meningkat dari 1.584 ton di tahun 2009 menjadi 1.930
ton di tahun 2010. Peningkatan luas panen dan produksi jagung turut mendongkrak
produktivitas jagung, pada tahun 2010 produktivitasnya meningkat tipis menjadi 16,61
kwintal/ha dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 16,41 kwintal/ha.
- 19 -
c.
d.
Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling signifikan adalah pada peternakan babi.
Ternak babi meningkat dari 43.678 ekor di tahun 2008 menjadi 53.706 ekor di tahun
2009. Jumlah tersebut kembali meningkat di tahun 2010 menjadi 63.138 ekor. Tingginya
peningkatan jumlah ternak babi diduga terjadi karena tingginya permintaan konsumsi
daging babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing, peningkatannya tidak setinggi
pada ternak babi.
e.
Nilai produksi perikanan tahun 2010 mencapai 116.593,30 ton. Tiga kabupaten/kota
dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong, kabupaten Fakfak, dan kabupaten
Manokwari, dengan nilai produksi berturut-turut adalah 36.786,4 ton; 24.571,2 ton; dan
11.987,2 ton. Beberapa komoditi ekonomis penting perikanan yang merupakan
sumberdaya perikanan dari perairan 4 (empat) wilayah pengembangan seperti (kakap,
kerapu dan napoleon) memiliki peluang ekspor yang besar dengan permintaan yang
tinggi di pasaran luar negeri.
f.
Sumber daya kehutanan masih sangat potensial untuk lebih mengembangkan nilai
tambah dari produksi hasil hutan.
2.
Papua Barat adalah salah satu provinsi yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA).
Banyak potensi SDA berupa bahan tambang di Papua Barat yang masih belum
tereksplorasi maupun yang telah dieksploitasi untuk dimanfaatkan untuk kepentingan
rakyat. Dua tambang besar yang dimiliki Papua Barat adalah tambang minyak di
kabupaten Sorong dan tambang Liquid Natural Gas (LNG) di kabupaten Teluk Bintuni.
Bahkan tambang LNG ini diperkirakan memiliki kandungan gas alam cair yang besar dan
termasuk tiga produsen LNG terbesar di Indonesia.
b.
Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku sektor pertambangan dan penggalian Papua
Barat tahun 2010 mencapai 2.302,78 miliar rupiah. Nilai tersebut setara dengan 10,22%
dari total PDRB Papua Barat yang mencapai 22.527,36 miliar rupiah. Kontribusi sektor
ini adalah yang terbesar ketiga di Papua Barat setelah sektor industri pengolahan
(35,45%) dan sektor pertanian (20,71%).
- 20 -
c.
Cadangan bahan tambang baik mineral non logam maupun non logam masih tinggi.
Potensi pertambangan yang dieksplorasi dan dieksploitasi di Papua Barat adalah
pertambangan nikel di pulau-pulau sekitar Kepala Burung seperti Waigeo. Potensi
batugamping dapat dijumpai di sekitar Pegunungan Kemum.
d.
Khusus untuk potensi minyak dan gas di daerah Papua Barat ada pada Cekungan
Bintuni, Cekungan Salawati, dan Cekungan Waiponga.
3.
Industri Pengolahan
a.
b.
Pada tahun 2010 sektor ini tumbuh mencapai 149,52% dibandingkan tahun 2009 dipicu
oleh mulai beroperasinya industri LNG di Kabupaten Teluk Bintuni.
c.
Tahun 2009, ada 21 perusahaan industri besar-sedang. Jenis industri terbanyak yaitu
industri makanan dan minuman sebesar 47,62%. Industri terbanyak kedua adalah
industri kayu (selain mebeller) yaitu sebesar 19,05%. Industri lainnya adalah industri
penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekam; industri barang-barang dari
batubara, pengilangan dan pengolahan minyak bumi; industri barang galian bukan
logam; dan industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih
dengan persentase kurang dari 35%.
d.
Menurut
sebarannya,
industri
besar-sedang
hanya
terdapat
di
Menurut kepemilikanya, sebesar 9,52% adalah milik pemerintah pusat; 4,76% milik
pemerintah daerah; 61,90% milik swasta nasional dan asing; serta 4,76% adalah milik
pemerintah pusat dan asing.
4.
Konstruksi
PDRB sektor konstruksi Papua Barat tahun 2009 mencapai 648,21% miliar Rupiah. Share sektor
ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini. Kontribusinya sebesar 8,00% di tahun
2009. Walaupun bukan sebagai kontributor utama dalam PDRB Papua Barat namun
pertumbuhannya berada pada peringkat kedua setelah sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor bangunan/konstruksi mampu menyerap banyak tenaga kerja (memiliki nilai pengganda
tinggi).
- 21 -
5.
b.
Jumlah objek wisata di Papua Barat tahun 2010 sebanyak 79 objek. Objek wisata
tersebut terdiri dari 20 objek wisata alam, 8 objek wisata tirta/bahari, 32 objek wisata
budaya, dan 19 objek wisata agro. Objek wisata yang telah mendunia saat ini adalah
objek wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat.
c.
Papua Barat terkenal dengan panorama keindahan alam yang eksotis. Sebagian besar
panorama alam tersebut bahkan masih sangat alami dan belum terjamah komersialisasi
pariwisata. Sebagian besar objek wisata belum terekspos sehingga belum banyak dikenal
khalayak umum. Salah satu objek wisata yang mulai popular adalah wisata bawah laut
Kepulauan Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau. Hanya sekitar 35 pulau yang
berpenghuni. Perairan Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk
diving site di seluruh dunia. Bahkan diperkirakan menjadi nomor satu untuk
kelengkapan dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah laut saat ini.
d.
Wisata alam lain yang menjadi andalan Papua Barat adalah Taman Nasional Teluk
Cendrawasih (TNTC) yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama. Panjang garis
pantainya 500 km dengan luas daratan mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 ha
dengan rincian 80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan.
e.
f.
Di Kabupaten Manokwari saja ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai goa terdalam
di dunia oleh Tim Ekspedisi Spekologi (ahli goa) Perancis yang terdapat di Kawasan
Pegunungan Lina di Iranmeba, distrik Didohu dengan kedalaman goa mencapai 2000
meter.
g.
Di Kabupaten Kaimana terdapat wisata pantai dan laut Teluk Triton disamping
keindahan panorama Senja di Kaimana yang melegenda.
- 22 -
6.
b.
Pada tahun 2010, sektor transportasi dan komunikasi memiliki angka pertumbuhan
tertinggi kedua terhadap tahun 2009 dibandingkan dengan sektor tersier lainnya.
c.
d.
Sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan laut dan udara. Namun tren
pengguna fasilitas perhubungan laut cenderung menurun, sebaliknya jumlah pengguna
fasilitas perhubungan udara meningkat signifikan 2008-2010.
7.
Dalam tiga tahun, fasilitas kredit perbankan yang disalurkan ke masyarakat baik rupiah
maupun valuta asing lebih banyak digunakan untuk investasi. Penggunaan kredit untuk
keperluan modal kerja/usaha justru lebih kecil digunakan dari penggunaan kredit untuk
keperluan konsumsi.
b.
2.1.3
Secara geologi, Provinsi Papua Barat memiliki struktur yang cukup kompleks dengan kelurusan umum
kearah barat-timur (diapit dua lempeng tektonik, lempeng Australia dan lempeng Pasifik) yang
berpengaruh terhadap kerawanan terhadap gempa tektonik berpotensi diikuti oleh tsunami.Seluruh
wilayah kepala burung rawan gempa bumi. Dari data, daerah Tsunami di wilayah ini, tingginya mencapai
15 m, meliputi daerah Oransbari, Yapen, dan Nabire.
- 23 -
Sebagai gambaran, zona rawan gempa bumi berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada
Gambar 2-2.Untuk tingkat kerawanan bencana lainnya seperti banjir dan longsor di wilayah Papua Barat,
kondisi lingkungan yang rata-rata memiliki tekstur pegunungan yang terjal dan dataran rendah di bagian
tengah yang mengalir sungai-sungai secara intensif berpotensi tinggi memberikan kontribusi bencana
yang fluktuatif. Sebagai gambaran, zona rawan longsor berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat
pada Gambar 2-3.
Gambar 2-2 Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan
(Zona 1 paling rawan gempa, sedangkan Zona 6 paling aman dari gempa)
Gambar 2-3 Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan
Belum ada jalur resmi evakuasi bencana yang direncanakan, baik dalam skala regional maupun lokal.
Bencana alam besar yang terjadi pada Oktober 2010 di Kabupaten Teluk Wondama seharusnya menjadi
pemantik bagi pemerintah untuk segera membuat rencana jalur evakuasi bencana.
- 24 -
Alat pemadam kebakaran dinamis berupa mobil pemadam kebakaran dengan jumlah yang sangat
terbatas telah ada di setiap ibukota kabupaten kecuali di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat.
Untuk alat pemadam kebakaran statis berupa hidran umum belum banyak terdapat di area publik atau
pusat permukiman penduduk, hanya terdapat di gedung-gedung tertentu saja misalnya gedung kantor
pemerintahan.
Perangkat posko bencana baru terdapat dengan jumlah yang terbatas di Kabupaten Manokwari,
selebihnya masih mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga pemerhati kebencanaan dan sifatnya
insidental. Perangkat peringatan dini belum dimiliki oleh wilayah-wilayah potensi bencana tsunami dan
gempa bumi. Perangkat evakuasi belum dimiliki selain mengandalkan kendaraan milik pemerintah, polisi,
dan tentara.
2.1.4
1.
Aspek Demografi
Sejak pertama kali dilaksanakan sensus penduduk pada Tahun 1971, Papua Barat mengalami
pertumbuhan penduduk dengan oika kurva mirip distribusi logistik.
2.
Data paling mutakhir jumlah penduduk Papua Barat diperoleh dari hasil sensus penduduk tahun
2010 adalah 760.422 jiwa, terdiri dari 402.398 laki-laki dan 358.024 perempuan. Jumlah
tersebut menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terkecil di Indonesia,
kontribusinya hanya sekitar 0,32% terhadap total penduduk nasional.
3.
Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 3,71%. Laju pertumbuhan penduduk Papua
Barat adalah yang terbesar ke-empat di Indonesia setelah Provinsi Papua (5,39%), Provinsi
Kepulauan Riau (4,95%), dan Provinsi Kalimantan Timur (3,81%). Pertumbuhan penduduk yang
relatif tinggi ini juga dipengaruhi tingkatmigrasi masuk karena memiliki faktor penarik migran
akibat SDA dan prospek ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk palimg tinggi di Kabupaten
Sorong (5,41% per tahun) dan terendah adalah Kabupaten Tambrauw (0,38% per tahun)
4.
Struktur penduduk Papua Barat dilihat dari piramida penduduk tergolong dalam struktur
penduduk muda. Struktur penduduk ini masih sangat dipengaruhi oleh tingginya fertilitas. Hal ini
terlihat pada alas piramida penduduk yang paling lebar pada kelompok umur 0-4 tahun. Dilihat
dari median umur pun semakin menguatkan bahwa komposisi penduduk muda begitu dominan.
Median umur penduduk Papua Barat adalah 18,60 tahun. Jumlah penduduk usia produktif
termasuk tinggi sehingga sumber daya manusia masih ada kesempatan untuk digali kembali.
- 25 -
Gambar 2-4
5.
Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota masih dominan di dua daerah
yaitu di Kota Sorong (25,07%) dan Kabupaten Manokwari (24,69%). Hampir setengah dari total
penduduk Papua Barat tinggal di kedua daerah tersebut. Kota Sorong menjadi pintu gerbangnya
Papua Barat dari dunia luar karena terdapat bandar udara dan pelabuhan kapal besar sebagai
pintu masuk penumpang dan barang dari dan ke Papua Barat maupun kabupaten lainnya di
Papua Barat.
6.
Kabupaten Manokwari semakin padat ketika Papua Barat dimekarkan dari Provinsi Papua dan
Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Papua
Barat. Sebagai pusat pemerintahan, Kabupaten Manokwari aktif membangun, mulai dari fasilitas
pemerintahan, akses transportasi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya.
7.
Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Papua Barat adalah provinsi dengan kepadatan
terendah di Indonesia. Kepadatan penduduknya hanya 8 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk
tertinggi di Papua Barat berada di Kota Sorong sebesar 290 jiwa/Km2 sementara kepadatan
penduduk terendah adalah Kabupaten Tambrauw yaitu 1 jiwa/Km2.
8.
Sex ratio Papua Barat adalah sebesar 112,39%, artinya diantara 100 orang penduduk
perempuan, 112 orang adalah laki-laki. Sex ratio Papua Barat adalah yang tertinggi kedua di
Indonesia setelah Provinsi Papua (113,44%).
9.
Dependency ratio atau rasio ketergantungan Papua Barat sebesar 55,72%, artinya dari 100 orang
usia produktif harus menanggung beban hidup sekitar 55-56 orang yang belum produktif dan
tidak produktif. Beban tanggungan perempuan lebih besar daripada laki-laki, terlihat dari
rasionya yaitu 54,21% untuk laki-laki dan 57,46% untuk perempuan.
- 26 -
2008
2009
2010
729.962
743.860
760.422
1,95
1,90
2,23
110,44
110,20
112,39
169.439
169.945
168.080
4,31
4,38
4,52
0-14
32,16
31,08
34,13
15-64
68,33
67,39
64,22
65+
1,47
1,53
1,65
Jumlah penduduk Asli Papua adalah 405.074 jiwa, terdiri dari 208.658 laki-laki dan 196.416
perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk non Asli Papua sudah hampir berimbang
dengan penduduk Asli Papua dengan perbandingan 46,73% dan 53,27%.
b.
Dari 405.074 jiwa penduduk Asli Papua yang tinggal dalam 84.747 rumah tangga tersebut,
91,76% benar-benar penduduk Asli Papua karena memiliki ayah dan ibu Papua. Sementara itu,
yang memiliki ayah Papua atau ibu Papua saja sebesar 2,28% dan 2,12%.
c.
d.
Penduduk Asli Papua tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Papua Barat. Persentase penduduk
asli Papua terbesar berada di Kabupaten Maybrat (96,04%) dan Kabupaten Tambrauw (95,67%).
Sementara penduduk asli papua terkecil berada di Kabupaten Sorong (37,38%) dan Kota Sorong
(32,56%).
e.
Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk Asli Papua tinggal di kabupaten
Manokwari. Jumlahnya mencapai 107.857 jiwa (26,63%). Sedangkan kota Sorong memberikan
kontribusi terbesar kedua, yaitu 62.070 jiwa (15,32%). Kontributor terkecil penduduk Asli papua
adalah kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45%.
f.
Struktur penduduk Asli Papua sangat berbeda dengan penduduk Non Asli Papua. Pada piramida
penduduk Asli Papua, penduduk usia muda sangat dominan karena dipengaruhi oleh tingkat
fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk Non Asli Papua didominasi oleh penduduk
usia produktif, terutama 25-29 tahun.
g.
Dependency ratio pada pendudukNon Asli Papua hanya sebesat 47,27% sedangkan pada
penduduk Asli Papua sebesar 64,07. Rendahnya dependency ratio pada penduduk Non Asli
- 27 -
Papua tidak lepas dari tingginya persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang
mencapai 67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.
Tabel 2-8Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat
Uraian
405.074
355.348
Laki-laki
208.658
193.740
Perempuan
196.416
161.608
53,27
46,73
106,23
119,88
16,39
20,19
64,07
47,27
0-14
37,30
30,57
15-64
60,95
67,90
65+
1,75
1,53
84.747
83.333
2.2
Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan
sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut :
2.2.1
1.
- 28 -
Gambar 2-5
Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRH ADHK 2000 Dengan Migas dan Tanpa
Migas Tahun 2006-2010
7.63
8.61
9.25
6.95
7.84
7.02
2007
2008
2009
7.86
6.83
4.55
2006
2010
Terkait dengan tingkat kesejahteraan, meskipun PDRB Provinsi Papua Barat memiliki laju
pertumbuhan yang cukup baik namun prosentase tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat
berada di posisi kedua nasional. Berbagai faktor berpengaruh atas kenaikan garis kemiskinan
seperti kebijakan energi, kebijakan harga, kelancaran arus distribusi barang, kondisi alam dan
lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dari luar disamping dari internal
wilayah ini sendiri. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
peKampungan karena perbedaan harga barang dan jasa antara Kota dan Kampung dimana harga
di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di peKampungan.
PDRB Dengan Migas
a.
Dalam kurun waktu 2007-2010 Papua Barat dapat dikatakan stabil memperlihatkan
pertumbuhan yang tinggi dan menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Hal ini jelas
terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 26,82% pada Tahun 2010 setelah
memasukkan nilai tambah gas alam cair (LNG). Sementara pertumbuhan tanpa migas
mencapai 6,83%.
b.
Pada Tahun 2010, pertumbuhan tertinggi sebesar 149,52% dicapai oleh sektor industri
pengolahan didorong oleh pertumbuhan subsektor migas terutama pertumbuhan gas
alam cair akibat tercakupnya produksi gas alam cair di Teluk Bintuni. Sementara sektor
pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi mencapai minus 0,84%.
c.
Sektor pertanianm industri pengolahan, dan bangunan tetap menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi. Bahkan 21,94% dari pertumbuhan ekonomi 26,82& pada tahun
- 29 -
2010 berasal dari sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi
pertumbuhan sebesar 0,93%.
d.
Sektor-sektor utama perekonomian Papua Barat pada periode 2007-2010 adalah sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian. Ketiga
sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% PDRB Papua Barat.
e.
PDRB per kapita Papua Barat ADHB pada tahun 2010 meningkat 26,63% terhadap
Tahun 2009, yaitu dari 23,40 juta Rupiah menjadi 29,62 juta rupiah. PDRB per kapita
Papua Barat ADHK mencapai 11,42 juta Rupiah atau meningkat 22,72% terhadap tahun
2009 (9,31 juta Rupiah).
Gambar 2-6
21.94
1.72
-0,13
0.03
0.93
0.88
0.42
0.80
0.25
Tabel 2-9Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan Tahun 2006
2009
No
Sektor
Konsumsi Pemerintah
4
5
6
7
2006
2007
2008
2009
9.19
6.15
10.57
6.18
9.54
7.59
5.3
19.91
19.21
15.61
10.62
5.45
4.08
5.53
2.46
4.01
Perubahan Stok
2.19
2.24
-0.38
-11.04
Ekspor
11.04
0.18
-6.99
-27.15
Dikurangi Impor
17.88
1.47
-3.98
-24.1
4.55
6.95
7.33
6.26
- 30 -
Gambar 2-7
Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2007-2010 (dalam %)
100
80
37.28
37.73
37.71
33.63
62.27
62.27
62.29
66.37
60
40
20
0
2007
2008
2009
2010
Pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang tercipta pada tahun 2010 sebesar 6,83%.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh
12,20%. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan sebesar 11,02%; sektor pengangkuan dan komunikasi 10,93%; sektr
bangunan 9,77%; sektor jasa-jasa 7,34%; sektor listrik dan air bersih 7,30%; sektor
pertanian 6,20%; sektor pengangkutan dan komunikasi 3,99%. Sementara sektor
industri pengolahan hanya tumbuh 2,77%.
- 31 -
Gambar 2-8
2.19
2.00
1.50
1.19
1.00
1.12
1.01
0.53
0.50
0.14
0.31
0.29
0.04
b.
Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang mendominasi
penciptaan PDRB tanpa migas di Papua Barat adalah sektor pertanian, sektor bangunan,
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan
kontribusi lebih dari 60% terhadap PDRB tanpa migas Papua Barat.
Gambar 2-9
Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (dalam %)
100
80
36.21
36.37
36.93
37.31
63.79
63.63
63.07
62.69
60
40
20
0
2007
2008
2009
2010
- 32 -
PDRB per kapita ADHB mencapai 18,01 juta Rupiah. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar
10,15% dibandingkan dengan PDRB per kapita pada tahun 2009. Sementara PDRB per kapita ADHK 2000
bernilai 7,55 juta Rupiah dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,37% dibandingkan keadaan tahun
2009.
2.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Papua Barat tahun 2010 sebesar 143,49% artinya terjadi
kenaikan harga secara umum sebesar 43,49% dibandingkan dengan harga tahun dasar
2007, atau dengan kata lain, harga secara umum saat ini hampir satu setengah kali lebih
mahal daripada Tahun 2007. Selama tahun 2008-2011, inflasi lebih banyak terjadi
daripada deflasi. Bila mencermati fluktuasi yang ada, tampaknya perkembangan harga
belum terkontrol dengan baik
b.
Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35% yang
terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar 0,76%.
c.
Inflasi tahun 2010 tercatat 6,25%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok
pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 8,34%. Inflasi kelompok pengeluaran
sandang memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,36%. Pada tahun 2010 inflasi
terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.
d.
Laju inflasi peKampungan tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86%, lebih tinggi dari
Tahun 2009 sebesar 4,53%. Berarti tingkat kenaikan harga di tahun 2010 lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009.
e.
Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35% yang
terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar 0,76%.
f.
Inflasi Tahun 2010 tercatat 6,25%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok
pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 8,34%. Inflasi kelompok pengeluaran
sandang memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,36%. Pada Tahun 2010 inflasi
terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.
g.
Laju inflasi perkampungantahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86%, lebih tinggi dari
tahun 2009 sebesar 4,53%. Berarti tingkat kenaikan harga di Tahun 2010 lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009.
- 33 -
3.
Indeks Gini
Koefisien gini pada tahun 2007 sebesar 0,33 naik menjadi 0,35 pada tahun 2009 dan pada tahun
2010 menjadi 0,37. Meskipun terjadi kenaikan koefisien gini, namun status ketimpangan
pendapatan masih pada posisi diantara ketimpangan rendah.
4.
Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia, Provinsi Papua Barat masih dalam kategori
ketimpangan rendah.
b.
2.2.2
1.
Angka Melek Huruf (AMH) Provinsi Papua Barat tahun 2010 adalah sebesar 93,19%,.
dan 92,34%. Angka melek huruf pada tahun 2010 meningkat dibandingkan dengan
tahun 2009 sebesar 90,15%; tahun 2008 sebesar 92,15%; pada tahun 2007 sebesar
90,32%; dan tahun 2006 sebesar 88,55%. Semakin tinggi angka melek huruf maka
kenaikan persentase angka melek huruf ini akan cenderung semakin lambat. Dalam
artian pertumbuhan angka melek hurufnya semakin kecil atau mengalami perlambatan.
Dengan menggunakan angka melek huruf dapat diketahui jumlah penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf
lainnya.
Gambar 2-10
Perkembangan Angka Melek Huruf dan Angka Buta Huruf di Provinsi Papua Barat
Tahun 2007-2010
90.32%
92.15%
92.94%
93.19%
9.68%
7.85%
7.06%
6.81%
2007
2008
2009
2010
- 34 -
b.
AMH penduduk laki-laki tahun 2009 sebesar 94,95% atau mengalami peningkatan
dibandingkan dengan kondisi tahun 2008yaitu sebesar 93,01% dan kembali mengalami
peningkatan pada Tahun 2010 menjadi 95,33%.
c.
AMH penduduk perempuan walaupun selalu lebih rendah daripada laki-laki namun
selalu mengalami peningkatan menjadi 90,83% di tahun 2010 dibandingkan dengan
tahun 2009 dan 2008 yang masing masing sebesar 88,55% dan 88,35%.
Gambar 2-11
93.61
95.33
93.19
89.55
87.86
2007
88.35
2008
2009
Laki - Laki
d.
2010
Perempuan
Angka rata-rata lama sekolah terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 rata-rata
lama sekolah sebesar 8,21 tahun atau mengalami peningkatan dari tahun 2009 dan 2008
yakni sebesar 8,01 tahun dan 7,67 tahun. Artinya rata-rata penduduk baru mampu
menempuh pendidikan sampai kelas 2 SLTP. Berarti pencapaian pendidikan di Provinsi
Papua Barat belum memenuhi Program Wajib Belajar 9 Tahun. Meskipun demikian,
masih ada disparitas gender, dimana penduduk perempuan belum sepenuhnya
memperoleh pendidikan yang setara dengan penduduk lakilaki. Sehingga perlu
diperhatikan lagi faktorfaktor yang menjadi penyebab masih lambatnya kemajuan
peningkatan pendidikan bagi perempuan di Provinsi Papua Barat.
e.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI pada tahun 2010 sebesar 91,91% meningkat dari
tahun 2009 sebesar 91,25%. APM SLTP/MTs meningkat menjadi 49,65% di tahun 2010
setelah tahun sebelumnya sebesar 49,03%. Artinya banyak penduduk yang tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP/MTs. APM SLTA/MA tahun 2010 hanya
mencapai 43,93% atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebesar
43,55%.
- 35 -
Gambar 2-12
Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Antar Jenjang
Pendidikan Tahun 2010
94,04
89.95
91,91
58,98
49,65
APS
APM
43,93
14,45
SD/MI
f.
SMP/MTS
SMA/SMK/MA
7,36
PT
APK SD/MI tahun 2010 sebesar 115,00%, menurun dibandingkan tahun 2009 sebesar
117,50. Tertinggi di Kabupaten Raja Ampat (142,15%) dan terendah di kabupaten
Tambrauw (107,98%). APK SLTP/MTs tahun 2009 sebesar 66,29% mengalami
peningkatan menjadi 66,68% pada tahun 2010 setelah sebelumnya mengalami
penurunan dari 89,99% tahun 2008. Tertinggi di Kabupaten Teluk Wondama (87,72%)
dan terendah Kabupaten Sorong Selatan (43,24%). APK SLTA/MA terus meningkat dari
tahun 2008 sebesar 57,25% menjadi 62,04% di tahun 2009 dan 72,07% di tahun 2010.
g.
Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APT) SD/MI mengalami penurunan pada tahun
2010 menjadi 26,24% sementara pendidikan tinggi (SLTA keatas) sebesar 32,95%
dengan rincian 24,59% berpendidikan SLTA/sederajat dan 8,36% berpendidikan
perguruan tinggi. Meningkat 1,54% dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2009.
Menandakan terdapat perbaikan kualitas pendidikan dengan menurunnya persentase
pendidikan rendah dan meningkatnya persentase pendidikan tinggi. Kota Sorong dengan
tingkat pendidikan tertinggi dan Kabupaten Tambrauw yang terendah.
2.
Kesehatan
a.
Angka rata-rata anak lahir hidup tahun 2010 sebesar 2,55 dan angka rata-rata anak
masih hidup sebesar 2,39%.
b.
- 36 -
c.
Status gizi buruk pada Balita di Papua Barat tahun 2010 tercatat mencapai 9,1%,
sedangkan gizi kurang mencapai 17,4%. Angka ini masih diatas angka nasional yang
hanya mencapai 4,9% dan 13,1%.
Gambar 2-13
Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat
3.
36
32.7
31.6
30.5
2006
2007
2008
2009
2010
67.3
67.6
67.9
68.2
68.96
2006
2007
2008
2009
2010
Kemiskinan
a.
Dilihat dari aspek ekonomi, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat mengalami
penurunan dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tahun 2006 2010, meskipun
sempat mengalami peningkatan sebesar dari 35,12% pada tahun 2008 menjadi 35,71%
pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 0,59%. Bila dilihat perbandingan antara
penduduk miskin dan tidak miskin pada tahun 2010 di Provinsi Papua Barat, jumlah
penduduk tidak miskin adalah sebesar 65,12%, sedangkan penduduk miskin adalah
sebesar 34,88% dengan persentase penduduk miskin kota sebesar 1,32% dan penduduk
miskin Kampung sebesar 33,56%.
Gambar 2-14
Penduduk
Tidak
Miskin,
65.12%
39.31
35.71
34.88
35.12
Penduduk
Miskin
(Desa),
33.56%
Penduduk
Miskin
(Kota),
1.32%
2006
- 37 -
2007
2008
2009
2010
b.
c.
Kabupaten Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Tambrauw, dan Maybrat memiliki angka
kemiskinan diatas 40% sehingga membutuhkan effort yg sangat besar untuk
penanggulangannya. Diduga karena wilayahnya yang terbilang cukup terisolir sehingga
tingginya biaya transportasi dalam pengadaan kebutuhan barang dan jasa.
d.
Garis kemiskinan Provinsi Papua Barat tahun 2010 sebesar 294.727 Rupiah per kapita
per bulan, terdiri dari garis kemiskinan makanan sebesar 237.147 rupiah dan garis
kemiskinan non makanan sebesar 57.580 Rupiah. Kontribusi garis kemiskinan makanan
terthadap garis kemiskinan sebesr 80,46%. Dibandingkan tahun 2009, garis kemiskinan
tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 6,24%. Kenaikan garis kemiskinan di
perkotaan (4,74%) lebih rendah daripada kenaikan garis kemiskinan di perkampungan
(6,74%).
e.
Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 10,47% di tahun 2010 menjadi 8,78% di tahun
2011.
f.
Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan dari 4,30% menjadi 3,43% di
tahun 2010.
g.
4.
Kesempatan Kerja
a.
b.
Angkatan kerja tahun 2010 meningkat menjadi 342.888 orang dari 330.121 orang di
tahun 2009 Dan 319.675 orang di tahun 2008. Pada periode 2008-2010, peningkatan
angkatan kerja diikuti oleh peningkatan penduduk yang bekerja namun jumlah
penduduk yang menganggur justru juga mengalami peningkatan. Jumlah penduduk
bekerja meningkat dari 295.223 orang di tahun 2008 menjadi 316.547 orang di tahun
2010. Sementara jumlah penganggur meningkat dari 24.452 orang di tahun 2008
menjadi 26.341 orang di tahun 2010.
- 38 -
2.3
Pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan
ketentuan perUndang-Undangan. Secara umum penjelasan mengenai pelayanan umum terbagi kedalam
dua urusan pokok yang terkait dengan layanan urusan wajib dan layanan urusan pilihan.
2.3.1
1.
Pada tahun 2010, APS usia 7-12 tahun mencapai 94,04%, usia 13-15 tahun menurun
menjadi 89,95%, usia 16-18 tahun mencapai 58,98%, dan untuk usia 19-24 hanya
mencapai 14,45%.
b.
Rasio Siswa/Guru: Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/guru pada tahun 2007
mencapai 22 siswa, pada tahun 2008 mencapai 20 siswa, pada tahun 2009 mencapai 21
siswa, dan pada tahun 2010 mencapai 20 siswa.
c.
Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/guru pada tahun 2007 mencapai 10 siswa,
pada tahun 2008 mencapai 9 siswa, pada tahun 2009 mencapai 11 siswa, dan pada
tahun 2010 mencapai 14 siswa.
d.
Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/guru pada tahun 2007 mencapai 13 siswa,
pada tahun 2008 mencapai 13 siswa, pada tahun 2009 mencapai 12 siswa, dan pada
tahun 2010 mencapai 13 siswa.
e.
Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/kelas pada tahun 2007 mencapai 23 siswa per
kelas, pada tahun 2008 mencapai 23 siswa per kelas, pada tahun 2009 mencapai 30
siswa per kelas, dan pada tahun 2010 mencapai 25 siswa per kelas.
f.
Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/kelas pada tahun 2007 mencapai 36 siswa
per kelas, pada tahun 2008 mencapai 27 siswa per kelas, pada tahun 2009 mencapai 33
siswa per kelas, dan pada tahun 2010 mencapai 33 siswa per kelas.
g.
Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/kelas pada tahun 2007 mencapai 32 siswa,
pada tahun 2008 mencapai 33 siswa, pada tahun 2009 mencapai 33 siswa, dan pada
tahun 2010 mencapai 32 siswa.
h.
Rasio kelas/sekolah pada jenjang pendidikan SD bernilai 5,59 pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 rasio kelas/sekolah menurun menjadi 4,03. Namun pada tahun 2010 rasio
tersebut meningkat menjadi 6,15.
- 39 -
i.
Rasio kelas/sekolah pada jenjang pendidikan SLTP bernilai 7,34 pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 rasio kelas/sekolah menurun menjadi 5,87. Namun pada tahun 2010 rasio
tersebut meningkat menjadi 6,84.
j.
Rasio kelas/sekolah pada jenjang pendidikan SLTA bernilai 10,26 pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 rasio kelas/sekolah menurun menjadi 9,64. Pada tahun 2010 rasio tersebut
menurun menjadi 9,57.
2.
Kesehatan
a.
Pada tahun 2010 di Provinsi Papua Barat terdapat 110 Puskesmas, 367 Puskesmas
Pembantu, 145 Puskesmas Keliling, dan 297 Puskesmas Polindes. Ketersediaan fasilitas
kesehatan di Provinsi Papua Barat yang paling banyak di Kabupaten Manokwari jika
dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yaitu terdapat 22 Puskesmas, 84 Puskesmas
Pembantu, 19 Puskesmas Keliling, dan 74 unit Poliklinik Kampung.
b.
Jika diamati dari jumlah penduduk, dapat dikatakan bahwa 14 rumah sakit yang ada di
Provinsi Papua Barat tahun 2010 melayani 760.433 penduduk. Hal ini berarti satu
rumah sakit melayani sekitar 54.316 penduduk.
c.
Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Provinsi Papua Barattahun 2010 dan jumlah
dokter yang tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter di Provinsi
Papua Barat adalah sebesar 4.045 atau dengan kata lain satu dokter rata-rata melayani
4.045 orang. Faktanya pada tahun 2010 jumlah dokter telah meningkat dan
distribusinya telah tersebar dengan alokasi yang lebih baik jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Rasio ini menurun jika dibandingkan dengan rasio 5.026 pada tahun 2009.
Artinya terjadi coverage yang lebih baik dalam hal tertanganinya penduduk dengan
peningkatan jumlah dokter. Rasio penduduk terhadap dokter tertinggi berada di Kota
Sorong yaitu sebesar 9.531 penduduk dan yang terkecil berada di Kabupaten Teluk
Wondama dengan rasio sebesar 1.645 penduduk per seorang dokter.
Gambar 2-15
Cakupan puskesmas
70.15%
58.46%
50.58%
27.76%
68.18%
60.43%
58.46%
57.83%
55.99%
27.76%
27.70%
26.22%
2006
2007
2008
- 40 -
2009
3.
Lingkungan Hidup
Perkembangan akses penduduk di Provinsi Papua Barat terhadap air bersih pada tahun
2008-2010 menunjukkan peningkatan. Peningkatan konsumsi air bersih untuk air
minum dari 42,81 persen pada tahun 2008 menjadi 49,20 pada tahun 2009, dan 53,11
pada tahun 2011. Akses air bersih tertinggi pada tahun 2010 di Kota Sorong yaitu 78,44
% dan terendah di Kabupaten Maybrat yaitu sebesar 9,76 %.
4.
Jaringan Jalan
i. Infrastruktur utama yang berperan penting dalam aspek daya saing daerah
merupakan sarana dan prasarana yang terkait dengan sistem transportasi.
Wilayah Papua Barat secara regional sangat bergantung kepada moda
transportasi udara yang menjangkau hampir seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
ii. Selain keberadaan transportasi udara, moda transportasi laut dan darat ikut
berperan dalam pengembangan wilayah Papua Barat. Untuk wilayah laut,
keberadaan pelabuhan sebagai simpul pengangkut orang maupun barang
tersebar menjadi tiga pelabuhan utama. Untuk Pelabuhan internasional wilayah
Papua Barat terdapat di Kota Sorong, sedangkan dua pelabuhan utama lainnya
merupakan pelabuhan nasonal di wilayah Manokwari dan Kaimana.
- 41 -
iii. Berbeda dengan kedua jenis transportasi sebelumnya, salah satu kunci
pencapaian transportasi darat terlihat dari perkembangan rasio panjang jalan
per jumlah kendaraan yang menunjukan angka perbandingan 1:0.077 pada
tahun 2006. Angka ini berarti setiap satu kendaraan dilayani oleh jalan dengan
panjang 0,077 km. Peningkatan pada sektor ini terjadi hingga menunjukan
angka perbandingan 1:0,101 pada tahun 2009.
- 42 -
Gambar 2-17
Sumber: Laporan Indikasi Program Pengembangan Infrastruktur Provinsi Papua Barat, 2009
b.
Jaringan Irigasi
i. Banyaknya sungai besar yang mengalir di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat
dan beberapa danau cukup menguntungkan dalam upaya penyediaan air bersih.
Persentase sumber air bersih berasal dari sungai mencapai 54,6%, mata air
45,3% dan sumber lainnya 0,1% 1. Namun tetap saja hal tersebut belum dapat
memenuhi kebutuhan air bersih penduduk sampai ke rumah tangga di daerahdaerah terpencil karena keterbatasan kapabilitas untuk menjangkau dari
sumber air. Adanya keterbatasan ini menuntut perlu dicari alternatif lokasi lain
yang dapat dijadikan sebagai catchment area/waduk guna dapat menampung
air sungai.
ii. Sebagian besar wilayah memakai sistem pompa dan sistem gravitasi. Sistem
pompa dilakukan pada sumber pengambilan air (water intake) ke rumah pompa
(water treatment plant). Sedangkan dengan sistem gravitasi, air cukup dialirkan
dari sumber atau unit produksi ke unit/blok distribusi reservoir. Untuk
mengetahui rencana dan realisasi saluran irigasi Provinsi Papua Barat pada
tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 2-3 berikut,
iii. Pengadaan saluran irigasi yang dapat meningkatkan kapasitas produksi
pertanian terus diupayakan pemenuhannya mencapai target yang telah
ditetapkan. Hingga saat ini baru dilakukan proses pembangunan saluran irigasi
seluas 9.929 Ha, jauh dibawah target realisasi seluas 28.651 Ha
Tabel 2-10 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009
Rencana
(Ha)
Realisasi
(Ha)
12,666
5,100
20.80
2,500
450
6.00
Kab. Sorong
9,104
2,413
44.85
250
155
8.60
Kab. Fakfak
1,431
1,431
6.25
1,500
300
2.65
1,200
80
6.00
28,651
9,929
Kab. Manokwari
Total
Hambatan
Produksi
(ton/Ha)
95.15
c.
Pada tahun 2010 di Provinsi Papua Barat terdapat 734 masjid, 1.531 gereja protestan,
163 gereja katholik, 46 pura, 5 vihara, dan 1 kelenteng. Secara total terdapat 2.479
tempat peribadatan di Provinsi Papua Barat
5.
Persentase rumah tangga yang memiliki jamban sendiri, pembuangan akhir tinja, dan
jenis kloset angsa selama tahun 2009-2010 mengalami peningkatan. Rumah tangga yang
memiliki jamban sendiri mengalami peningkatan yaitu sebesar 59,48% tahun 2009
menjadi 61,07 pada tahun 2010.
b.
Rumah tangga yang memiliki TPAT septik Tank/SPAL mengalami peningkatan yaitu
sebesar 55,09% tahun 2009 menjadi 63,76 pada tahun 2010. Rumah tangga yang
memiliki kloset leher angsa mengalami peningkatan yaitu sebesar 46,04% tahun 2009
menjadi 66,35 pada tahun 2010. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas
BAB pada periode 2009-2010 mengalami penurunan dari 17,16 menjadi 15,3
6.
Persampahan
Persampahan belum betul-betul dikelola secara terpadu di Provinsi Papua Barat. Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) hanya dimiliki oleh Kabupaten Sorong tepatnya di distrik Makbon dan
Manokwari di Sowi 4. Persampahan di Kota Sorong di Klasaman sudah tidak layak karena sangat
dekat dengan pemukiman dan dikhawatirkan akan terjadi pencemaran air tanah di pemukiman
masyarakat pada saat musim hujan (system open dumping). sedangkan di wilayah lainnya,
pengelolaan sampah dilakukan secara individual oleh masing-masing rumah tangga atau instansi,
- 44 -
biasanya dengan cara ditimbun, dibakar, atau bahkan dibuang ke sungai atau laut. Hingga saat ini
memang dianggap belum menimbulkan masalah karena jumlahnya belum signifikan, namun
bukan berarti tidak perlu diperbaiki dan dikelola secara terpadu.
7.
Terjadi peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki tempat tinggal yang layak
huni pada tahun 2008-2010 berdasarkan empat indikator rumah layak huni.
b.
Persentase rumah tangga yang memiliki lantai bukan tanah meningkat dari 91,08 pada
tahun 2008, 91,6 pada tahun 2009, dan 93,02 pada tahun 2010.
c.
Persentase rumah tangga yang memiliki atap layak (tidak beratap dedaunan) meningkat
dari 90,64 pada tahun 2008, 93,6 pada tahun 2009, dan 94,85 pada tahun 2010.
d.
Persentase rumah tangga yang memiliki dinding permanen meningkat dari 51,34 pada
tahun 2008, 52,27 pada tahun 2009, dan 56,68 pada tahun 2010.
e.
Persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai per kapita < 10m2 menurun dari
43,26 pada tahun 2008, 38,36 pada tahun 2009, dan 39,86 pada tahun 2010.
Gambar 2-18
100
90.1
90
87.01
91.08
92.4
91.6
93.6
Persentase rumah berlantai bukan
tanah
80
70
59.49
60
50
52.69
52.27
51.34
45.52
43.14
40
30
2007
2008
2009
2.3.2
1.
Jumlah proyek dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010
sebanyak 40 proyek. Jumlah ini mengalami penuruna dari tahun 2008 dan 2009 dengan
jumlah proyek sebanyak 41 proyek.
- 45 -
b.
Jumlah proyek dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010 sebanyak
61 proyek. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun 2008 dan 2009 dengan jumlah
proyek sebanyak 49 dan 58 proyek.
c.
Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010
sebesar 1.185.429 juta rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 967.478 juta rupiah.
d.
Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010
sebesar 98,459 juta rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2007 yaitu
sebesar 78.360 juta rupiah.
2.
3.
Ketenagakerjaan
a.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Papua Barat terus mengalami peningkatan
dari tahun 2007-2009. TPAK tahun 2010 meningkat menjadi 69,29% dari kondisi tahun
2009 dan 2008 yakni 68,52% dan 68,15%.
b.
TPAK tertinggi tahun 2010 dicapai oleh Kabupaten Manokwari yaitu sebesar 78,78%,
sementara TPAK terendah berada di Kabupaten Fakfak yaitu hanya mencapai 54,00%.
c.
Jumlah penganggur tahun 2010 meningkat menjadi 26.341 orang dari sebelumnya
sebanyak 24.452 orang pada tahun 2008. Sebanyak 32,90% penduduk yang bekerja
termasuk kedalam setengah pengangguran. Tingkat setengah pengangguran mencapai
30,37%. Umumnya setengah pengangguran mempunyai produktivitas yang rendah, oleh
karena itu perlu dicermati dalammelihat jumlah penduduk yang bekerja, sebab dapat
terjadi absolut penduduk yang bekerja tinggi namun ternyata masih tercakup
didalamnya setengah pengangguran dalam jumlah yang tinggi.
d.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat mengalami peningkatan dari tahun
2008 ke tahun 2010. TPT meningkat dari 7,65% di tahun 2008 menjadi 7,68% di tahun
2010.
- 46 -
2.4
Meskipun proporsi konsumsi rumah tangga terhadap komoditi makanan masih cukup
dominan tetapi persentasenya menunjukkan penurunan selama tahun 2008-2009.
Peningkatan proporsi konsumsi non makanan berimbas pada peningkatan pengeluaran
rumah tangga untuk biaya pendidikan dan kesehatan.
b.
Pada tahun 2008 proporsi konsumsi makanan oleh penduduk Papua Barat mendekati
60%, tetapi pada tahun 2009 persentasenya berkurang menjadi 55,84%.
c.
Proporsi konsumsi non makanan meningkat dari 41,21% pada tahun 2005 menjadi
44,07% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 52,33%.
d.
Kondisi perumahan tahun 2010 di Papua Barat secara umum mengalami perbaikan
kualitas dibandingkan tahun 2009. Pada tahun 2010 di Papua Barat secara umum
mengalami perbaikan kualitas dibandingkan tahun 2009. Pada tahun 2010, hampir
duapertiga rumah tangga telah memiliki rumah dengan status milik sendiri sebesar
63,67%. Sedangkan untuk status sewa 9,84%, kontrak 4,66% dan lainnya (dinas, bebas
sewa, milik keluarga, lainnya) 21,83%
e.
Nilai Tukar Petani (NTP) Papua Barat tahun 2011 (s/d September) sebesar 103,23%
lebih tinggi dibandingkan NTP 2010 sebesar 103,05%.
2.
Aksesibilitas
i. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang
diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan
Infrastruktur Dasar. Selama ini belum seluruhnya kabupaten/kota belum
terhubung dengan jalan darat. Sebagian pembangunan jalan sedang dilakukan,
meskipun sebagian Kabupaten telah terhubung namun belum dibuka untuk
umum. Dengan masih terbatasnya akses perhubungan lewat darat, sebagian
besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan melalui laut dan udara.
ii. Panjang jalan di Papua Barat tahun 2010 hanya sepanjang 5.729,22 Km. Kondisi
ini mengalami perbaikan dibandingkan pada tahun 2008 yaitu sepanjang
5.400,71 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi menjadi 412,31 Km
(7,20%) jalan Negara; 938,48 Km (76,42%) adalah jalan Kabupaten. Sedangkan
menurut jenis permukaannya terbagi menjadi 1.328,49 Km (23,19%) jalan
aspal; 1.639,25 Km (28,61%) jalan dengan permukaan kerikil; 2.222,13 Km
- 47 -
(38,79%) jalan dengan permukaan tanah; dan 539,35 Km (9,41%) jalan dengan
permukaan lainnya.
iii. Pada tahun 2008 jumlah penumpang kapal datang 281.200 orang dan berangkat
277.700 orang dengan jumlah armada 880 kapal. Di tahun 2010 jumlahnya
mengalami penurunan menjadi 237.200 orang yang datang dan 252.900 orang
yang berangkat dengan jumlah armada yang juga menurun menjadi 669 unit.
iv. Jumlah penumpang pesawat udara cenderung memiliki tren meningkat
signifikan selama 2008-2010. Jumlah penumpang datang mencapai 334.700
orang dengan jumlah penerbangan 11.656 dan berangkat 349.200 orang dengan
jumlah penerbangan 11.820 kali di tahun 2010. Rata-rata penumpang pesawat
untuk debarkasi 29 orang dan untuk embarkasi 30 orang.
3.
Penataan Wilayah
Struktur Ruang
Rencana struktur ruang mencakup rencana pengembangan sistem perkotaan dan rencana
pengembangan infrastruktur wilayah.
pertumbuhan Provinsi Papua Barat yang merata di seluruh wilayah melalui peningkatan
hubungan antar wilayah. Pusat-pusat pertumbuhan merupakan generator pertumbuhan
kawasan. Hubungan intra regional ini dibangun dengan memadukan infrastruktur transportasi
laut, darat, dan udara.
Rencana struktur ruang di Papua Barat terdiri atas:
a.
Sistem Perkotaan
Pengembangan Sistem Perkotaan Provinsi Papua Barat meliputi:
(1) Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Kota Sorong yang merupakan pusat
pertumbuhan utama dalam skala pelayanan nasional, terutama lebih pada kegiatan
ekonomi sesuai dengan kecenderungan yang telah ada selama ini. Penetapan Kota
Sorong sebagai PKN memperhatikan perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat
pesat, terutama pada perdagangan dan jasa yang berskala nasional dan internasional.
Struktur perekonomian. Aksesibilitas dari dan menuju Kota Sorong yang semakin
meningkat telah mendorong meningkatnya pergerakan orang dan barang.Pelabuhan dan
bandar udara Domine Eduard Osok di Kota Sorong merupakan salah satu gerbang
ekspor-impor berskala nasional dan internasional.
(2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kabupaten Manokwari, Fakfak dan Ayamaru yang
merupakan pusat pertumbuhan utama dalam skala regional dan memiliki orientasi
nasional.
(3) Pusat Kegiatan Lokal (PKL)di Kota Terminabuan (Sorong Selatan), Aimas (Kabupaten
Sorong), Kaimana, Bintuni, Waisai (Raja Ampat), Raisei (Teluk Wondama), Kumurkek
- 48 -
(Kabupaten Maybrat), dan Fef (Kabupaten Tambrauw) yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
b.
Ruas
Jalan
Prafi-Manokwari,
Warmare-Manokwari,
Oransbari-Manokwari; Perbaikan Ruas Jalan Kaimana-Fakfak, Fakfak BaratFakfak; Ruas Jalan Rumberpon-Rasiei, Wasior-Resiei, Wamesa-Rasiei; Ruas
Jalan Bintuni-Babo, Bintuni-Merdey, Moskona Selatan-Bintuni; Ruas Jalan
Teminabuan-Manokwari
(perbaikan);
Ruas
Jalan
Bintuni-Manokwari
- 49 -
Pelabuhan Kaimana
Pelabuhan Teminabuan
Pelabuhan Bomberay (Fakfak)
(d) Pelabuhan pengumpan sekunder:
Pelabuhan Oransbari di Kabupaten Manokwari
Pelabuhan Wasior dan Windesi di Kabupaten Teluk Wondama
Pelabuhan Fatanlap, Kalomono, Mankbon, Mega, Seget, Sele, Susunu, Salawati,
Sailolof, Muarana di Sorong.
Pelabuhan Fakfak, Kokas, P.Adi, Karas, Adijaya di Kabupaten Fakfak.
Pelabuhan Kalobo, Kangka, Kasim, Etna di Kabupaten Kaimana
Pelabuhan Kabarek, Saonek, Saokorem di Kabupaten Raja Ampat.
Pelabuhan Waigama, Inawatan di Kabupaten Sorong Selatan.
Pelabuhan Babo, Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni.
- 50 -
Pola Ruang
Rencana Pola Ruang mencakup rencana kawasan lindung provinsi dan arahan pengembangan
kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional. Penetapan kawasan strategis provinsi
menghasilkan kawasan-kawasan yang diprioritaskan penataan ruangnya karena memiliki
pengaruh sangat penting dalam lingkup nasional.Penataan pola ruang di Papua Barat terbagi
menjadi:
(1) Kawasan Lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarianlingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
ekologi kawasan sekitarnya yang dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:Kawasan yang
memberikan perlindungan kawasan bawahannya, Kawasan Perlindungan Setempat,
Kawasan Suaka Alam.
(a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya.
1) Hutan Lindung seluas +22.323,08 km2yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota
Papua Barat.
2) Kawasan Resapan Air seluas + 26.466,40 Km2yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota Papua Barat.
3) Kawasan Bergambut seluas + 14.461,57 yang tersebar di Kabupaten Teluk Bintuni
dan Sorong Selatan.
(b) Kawasan Perlindungan Setempat.
1) Kawasan sekitar mata air dengan radius 200 meter dari mata air yang tersebar di
seluruh Kabupaten/Kota Papua Barat
- 51 -
kabupaten : Cagar Alam Pulau Waegeo Barat, Cagar Alam Wekwek Kwoor, Taman
Nasional laut Cenderawasih, Cagar Alam Pantai Sausapor, Suaka Margasatwa Sabuda
Tataruga, Suaka Margasatwa Mubrani Kairomi, Taman Wisata Alam Sorong, Taman
Wisata Alam Gunung Meja, Taman Wisata Sungai Sausiran.
(d) Kawasan Rawan Bencana
1) Kawasan rawan gempa bumi terdapat di seluruh Kabupaten/Kota Papua Barat.
2) Kawasan rawan tsunami terdapat di wilayah barat daya pantai Papua Barat dan
selatan Biak yang dapat mengenai daerah Teluk Cendrawasi.
3) Kawasan rawan longsor terdapat di Tinggian Kemum, dan Sabuk Lenguru.
4) Kawasan rawan banjir terdapat di Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni.
(2) Kawasan Budidaya, merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan dengan
penggunaan lahan tertentu sebagai bagian dari kegiatan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Berikut beberapa penggunaan lahan sebagai kawasan budidaya:
(a) Kawasan Permukiman yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Papua Barat dengan
luas +4.047,67 km2.
(b) Kawasan Hutan Produksi, terdiri dari:
1) Hutan Produksi tetap yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Papua Barat dengan
luas +12.007,95 km 2.
- 52 -
- 53 -
4.
5.
6.
89.13%
86.04%
70.28%
53.41%
25.86%
2007
2008
2009
- 54 -
7.
Fasilitas Telekomunikasi
a.
b.
c.
Kantor Pos juga masih diandalkan oleh masyarakat baik untuk pengiriman
surat/dokumen dan barang. Kantor Pos besar hanya terdapat di dua wilayah yaitu Kota
Sorong dan Manokwari sementara Kantor Pos Pembantu terdapat di semua wilayah
kecuali Kabupaten Raja Ampat. Kebutuhan Pos di Raja Ampat dipenuhi oleh Rumah Pos
dan Kantor Pos Kampung.
8.
Iklim Investasi
a.
Jumlah
Proyek
61
Realisasi Asing
Nilai Investasi
(dalam
ribu US $)
98.459
2009
41
967.468
58
98.459
2008
41
967.468
49
98.459
2007
38
967.468
26
78.360
2006
35
967.468
28
78.360
b.
Di Provinsi Papua Barat pada tahun 2010 telah terjadi 89 kasus kriminal. 74 kasus atau
sekitar 83,1% diantaranya telah ditangani oleh pihak yang berwenang. Kasus yang
paling banyak terjadi adalah kasus pencurian kendaraan bermotor yaitu sebanyak 15
- 55 -
kasus (16,85%). Kasus yang paling sedikit terjadi adalah kasus pemerkosaan yaitu
sebanyak 1 kali (1,12%). Tidak ada kasus kejahatan terhadap kepala negara.
9.
Dilihat dari latar belakang pendidikan, persentase penduduk yang bekerja ternyata
sebagian besar berpendidikan rendah. Sebesar 49,16% penduduk yang bekerja 26,91%
belum bersekolah / tidak tamat SD dan 22,25% tamat SD. 18,32% tamat SLTP. Hanya
9,50% yang berijazah perguruan tinggi
b.
Kesejahteraan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di daerah tersebut. Secara keseluruhan nilai IPM di Provinsi Papua Barat
selalu meningkat dari kurun waktu tahun 2007 2009, yaitu sebesar 67, 28 pada tahun
2007, pada tahun 2008 sebesar 67,95 dan pada tahun 2009 sebesar 68,58.
Kabupaten/Kota yang memiliki nilai IPM terbesar di Provinsi Papua Barat pada tahun
2009 adalah Kota Sorong, yaitu sebesar 76,84 diikuti oleh Kabupaten Fak-Fak dan
Kaimana dengan masing-masing nilai IPM sebesar 70,8 dan 69,8, sedangkan nilai IPM
terendah terdapat di Kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 49,12.
Gambar 2-20 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Papua Barat dan Perkembangannya
- 56 -
BAB III
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
3.1
1.
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
Secara geologi, tingkat kemampuan tanah sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi, semakin
banyak faktor penghambat yang dijumpai di suatu wilayah seperti lereng terjal, ketersediaan air
kurang dan mudah terjadi erosi maka dapat dikatakan kemampuan pada wilayah tersebut rendah.
2.
Salah satu fenomena mencolok yang terdapat di Provinsi Papua Barat adalah kepadatan penduduk
yang masih sangat rendah yakni rata-rata 27 jiwa/km2 pada tahun 2008. Kotamadya yang terpadat
153 jiwa/km2 dan Kabupaten yang paling jarang penduduknya kurang dari 2 jiwa/km2. Dari satu sisi
gejala ini dapat dinilai sebagai pertanda besarnya peluang ekonomi, dari sisi lain rendahnya tingkat
hunian suatu wilayah dapat pula dilihat sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut ada sesuatu hal
atau banyak hal yang menyebabkan wilayah tersebut kurang menarik bahkan dihindari atau menjadi
pilihan terakhir.
3.
Bila ditinjau dari latar belakang geomorfologi dan geologinya, tanah di Provinsi Papua Barat sangat
rawan erosi, rawan longsor, sementara tebing cenderung rawan gugur.
4.
Dilihat dari sumberdaya alam darat Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan alam yang besar berupa
hamparan hutan tropika humid yang sangat luas yang didalamnya terdapat kawasan lindung. Di
kawasan lindung ini pula terkandung sumberdaya andalan Provinsi Papua Barat berupa batu bara
dan mineral galian. Kombinasi keruangan yang paling rawan ialah batubara dan hutan. Sejarah Papua
Barat telah mencatat bahwa eksploitasi hutan di formasi yang mengandung batubara telah
menghasilkan bencana banjir.
5.
Karena sifat fisik ruang habitatnya sumberdaya alam perairan laut cenderung tidak sepenuhnya
dapat dikuasai/dimanfaatkan oleh penduduk. Ada peluang infiltrasi pemanfaatan oleh kekuatan
ekonomi dari luar daerah, yang dari segi teknologi maupun organisasi produksi cenderung lebih
unggul. Meskipun demikian paling tidak ada dua zona di mana penduduk daerah mempunyai
keunggulan akses, baik dari segi fisik maupun segi hukum, yakni wilayah perairan zona I (<6/mil)
dan perairan interface (payau). Sumber kerawanan utama di kawasan ini adalah apabila terjadi
eksploitasi yang berlebihan dan pencemaran air karena penambangan emas, batubara dan minyak
bumi.
6.
Secara kultural penduduk Asli Papua Barat masih terpisah oleh sekat-sekat nilai adat yang dalam
beberapa hal sangat eksklusif. Dari segi pendidikan, pendatang cenderung memiliki pendidikan lebih
tinggi. Orientasi Adat Asli dalam memanfaatkan sumber alam pada umumnya mengandung kebijakan
ekologi yang tinggi. Sementara itu sebagian besar pendatang berorientasi komersial. Ada semangat
- 57 -
datang, lihat, ambil dan hengkang (pergi). Papua Barat bagi mereka bukan habitat, tetapi tidak lebih
dari kesempatan investasi dan ekstrasi.
7.
Jaringan jalan merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan dalam proses pemaduan potensipotensi wilayah ke dalam satu sistem interaksi yang produktif. Melalui jaringan yang terangkai secara
sistemik sinergi keruangan yang produktif antara sumberdaya, baik yang ada di dalam wilayah
maupun yang ada di luar wilayah dapat dikembangkan di Provinsi Papua Barat. Dari segi fisik
pembangunan jalan berhadapan dengan medan pegunungan yang dari segi geomorfologi sangat
rawan. Ini berarti beban biaya konstruksi dan beban biaya perawatan yang mahal. Pengembangan
jaringan menerobos pegunungan yang sebagian berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan
hutan produksi akan merangsang eksploitasi hutan dan tambang yang secara ekologis sulit
dikendalikan keamanannya.
8.
Minimnya infrastruktur disuatu wilayah seperti kondisi jalan, alat transportasi, penerangan dan air
bersih seringkali menjadi penyebab kemiskinan suatu wilayah. Meskipun di wilayah tersebut
dihasilkan produk-produk pertanian atau lainnya, namun karena minimnya infrastruktur maka
produk tersebut tidak dapat dipasarkan dengan baik.
9.
10. Permasalahan yang dihadapi di bidang kependudukan dan sumberdaya manusia Provinsi Papua
Barat adalah kualitas dan kuantitas SDM yang masih rendah, SDM belum mampu bersaing dalam
dunia global yang semakin menuntut kompetensi tinggi, jumlah penduduk yang tidak merata dan
tersebar dalam kelompok-kelompok kecil di daerah pedalaman dan pulau-pulau terpencil, serta
cenderung terpusat di daerah perkotaan.
11. Permasalahan di bidang pendidikan yang terjadi di Provinsi Papua Barat antara lain perlunya
peningkatan pengetahuan masyarakat, pemerataan pendidikan di berbagai jenis dan jenjang
pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di semua jenjang pendidikan, peningkatan
pelayanan serta sarana dan prasarana pendidikan.
12. Sementara di bidang kebudayaan, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Papua Barat memiliki
masyarakat yang heterogen dan multi etnis. Besarnya jumlah migran yang masuk ke wilayah Provinsi
Papua Barat telah menimbulkan berbagai persoalan budaya dalam interaksi antar etnik pendatang
dengan penduduk setempat. Salah satu persoalan yang menonjol yang dialami oleh Suku Asli Papua
Barat adalah peliknya masalah hak ulayat.
13. Provinsi Papua Barat mempunyai luas wilayah 140.375,62 Km 2, sebagian besar berupa daerah
hutan.Dengan luas hutan yang sedemikian besar maka produksi hasil hutan merupakan andalan
untuk memperoleh pendapatan bagi Provinsi Papua Barat. Masalah yang dihadapi dalam
- 58 -
pengembangan sub sektor kehutanan antara lain adanya penurunan produktivitas hasil hutan alam
akibat konversi lahan dari lahan hutan sekunder ke areal HTI, perkebunan, transmigrasi,
pertambangan dan lain-lain. Pelanggaran lalu lintas hasil hutan, tebang liar serta perambahan hutan
cenderung meningkat sementara jumlah personil pengamanan perlindungan hutan (JAGAWANA)
terbatas dan belum didukung oleh sarana operasional yang memadai. Permasalahan lainnya adalah
belum adanya data yang akurat tentang luas dan letak lahan kritis sehingga kurang membantu dalam
penyusunan program. Pelaksanaan proyek reboisasi dan penghijauan di hutan lindung sering
terhambat dengan masalah okupasi lahan/perambahan hutan oleh masyarakat yang status
kepemilikannya belum jelas.
14. Dalam setiap kegiatan pengembangan wilayah, salah satu bidang yang sangat penting untuk
diperhatikan adalah bidang infrastruktur. Bila dilihat dari wilayah Provinsi Papua Barat yang sangat
luas dengan jarak antar Kota/Kabupaten yang relatif jauh menjadikan permasalahan infrastruktur
terutama jalan menjadi hal yang sangat menKampungk.
15. Di bidang agroindustri, kendala yang dihadapi adalah pelaksanaan kegiatan yang belum
terkoordinasi dengan baik dan kesulitan mengubah pola pikir petani terhadap pembaharuan dan
penerimaan inovasi bidang agribisnis dan agro industri.
16. Di bidang sosial, penduduk Provinsi Papua Barat dengan latar belakang budaya dan etnis yang
beragam sangat rentan terhadap terjadinya konflik horisontal, terutama disebabkan adanya
kesenjangan sosial.
17. Di bidang pariwisata, realitas pembangunan kepariwisataan baik wisata alam maupun wisata buatan
di Provinsi Papua Barat dianggap masih sebatas skenario/wacana, sehingga belum dikembangkan
dan dikelola secara profesional.
3.2
1.
ISU-ISU STRATEGIS
Tata Kelola Pemerintahan
Persoalan tata kelola pemerintahan saat ini bukan hanya menjadi persoalan satu dua daerah di Indonesia,
tapi menjadi isu yang hangat dibahas di seluruh dunia. Kebutuhan akan tata kelola pemerintahan yang
baik nyatanya diperlukan oleh seluruh masyarakat di belahan dunia manapun. Namun kebutuhan
terbesar dan paling krusial ada pada daerah-daerah yang sedang membangun dan mulai berkembang.
Bukan hanya dibutuhkan oleh satu dua masyarakat, namun oleh berbagai kalangan. Apalagi untuk
kepentingan yang terkait aktivitas ekonomi.
Tata kelola pemerintahan merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan pembangunan. Kelancaran
dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan sangat tergantung oleh baik atau
tidaknya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya oleh pemerintah. Sejauh apa prinsip-prinsip
- 59 -
2.
Nilai IPM yang rendah merupakan ukuran yang paling mudah untuk menilai kualitas SDM Provinsi Papua
Barat. Sayangnya Provinsi Papua Barat termasuk kedalam 5 Provinsi dengan IPM terendah dari seluruh
Kabupaten/Kota di Indonesia. Tingkat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat yang rendah
berkontribusi dalam membentuk IPM yang minim tersebut.
Isu lain yang muncul adalah kualitas penduduk Asli Papua Barat yang relatif lebih rendah jika dilihat dari
tingkat pendidikannya, sehingga belum mampu bersaing dengan penduduk pendatang dari luar wilayah
Provinsi yang sengaja mencari peluang di Provinsi Papua Barat. Di satu sisi para pendatang tersebut
mampu membawa pengaruh positif terhadap perkembangan wilayah dengan turut serta dalam kegiatan
pembangunan, namun di sisi lain akan mempersempit peluang bagi penduduk Asli dalam
memperebutkan kesempatan kerja.Yang lebih jeli dalam memanfaatkan SDA di Provinsi Papua Barat
bukanlah penduduk asli, melainkan para pendatang.
3.
Pemerataan Pembangunan
Persebaran penduduk sampai ke pelosok yang sulit diakses akan berpotensi menimbulkan ketimpangan
pembangunan sumber daya manusia dan ketersampaian informasi, yang tentu saja memiliki pengaruh
terhadap proses pembangunan di Provinsi Papua Barat
Salah satu fenomena mencolok yang terdapat di Provinsi Papua Barat adalah kepadatan penduduk yang
masih sangat rendah yakni rata-rata 27 jiwa/km2 pada tahun 2008. Kotamadya yang terpadat 153
jiwa/km2 dan Kabupaten yang paling jarang penduduknya kurang dari 2 jiwa/km 2. Dari satu sisi gejala ini
- 60 -
dapat dinilai sebagai pertanda besarnya peluang ekonomi, dari sisi lain rendahnya tingkat hunian suatu
wilayah dapat pula dilihat sebagai pertanda bahwa di wilayah tersebut ada sesuatu hal atau banyak hal
yang menyebabkan wilayah tersebut kurang menarik bahkan dihindari atau menjadi pilihan terakhir.
Bila dilihat dari wilayah Provinsi Papua Barat yang sangat luas dengan jarak antar Kota/ Kabupaten yang
relatif jauh menjadikan permasalahan infrastruktur terutama jalan menjadi hal yang sangat
menKampungk.Minimnya infrastruktur disuatu wilayah seperti kondisi jalan, alat transportasi,
penerangan dan air bersih seringkali menjadi penyebab kemiskinan suatu wilayah.Belum rampungnya
pembangunan Jalan Raya Trans Papua Barat menimbulkan persoalan dalam pembangunan Provinis
Papua Barat.Kendala utama dalam pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Papua adalah bentuk
morfologi yang didominasi oleh pegunungan sehingga membutuhkan biaya konstruksi dan biaya
perawatan yang tinggi. Prasarana dasar menyangkut ketersediaan energi, kemudahan sarana
telekomunikasi, ketersediaan pasokan air bersih yang memadai, irigasi yang memadai, lingkungan
permukiman penduduk yang sehat juga menjadi isu strategis pembangunan provinsi Papua Barat.
4.
Peran Daerah
Peran Provinsi Papua Barat di tingkat regional maupun nasional masih sangat minim, meskipun
sebetulnya dalam konteks nasional, Provinsi Papua Barat mempunyai kedudukan dan peran yang
strategis. Komoditas perdagangan dan jasa dari wilayah lain cenderung memiliki harga beli yang lebih
murah, dengan kata lain secara ekonomi komoditas perdagangan dan jasa dari wilayah lain lebih
memiliki daya saing, selain itu supply komoditas perdagangan dan jasa Provinsi Papua Barat masih
rendah sehingga belum dapat memenuhi demand.perdagangan bebas internasional juga berpotensi
mematikan usaha lokal di Provinsi Papua Barat, terutama yang memiliki skala kecil akibat persaingan
yang datang bukan hanya dari luar daerah namun juga dari luar negeri. Lokasi Papua Barat yang berada
di wilayah terluar tidak didukung dengan pengamanan yang memadai sehingga arus barang maupun
manusia yang keluar masuk bisa tidak terkendali dan memberikan peluang terjadinya tindak kejahatan.
5.
Dengan kondisi ekosistem yang masih terjaga dengan baik diharapkan dapat menjadi indikator
pembangunan yang berwawasan lingkungan di Provinsi Papua Barat. Ekosistem yang baik juga
mengindikasikan bahwa sumber daya alam hayati yang terdapat di Provinsi Papua Barat masih sangat
besar dan bisa menjadi suatu komoditas andalan.
Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah merupakan kekuatan yang harus dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan masyarakat Papua Barat. Pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah
ini dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah tingginya kemiskinan dan kesenjangan di
Provinsi Papua Barat. SDA yang melimpah juga bukan hanya berguna bagi kepentingan lokal, tetapi juga
kepentingan regional dan bahkan internasional.
- 61 -
Dengan potensi sumberdaya alamnya yang begitu besar selain berdampak ekonomi terutama terhadap
pendapatan asli daerah di Provinsi Papua Barat, juga membawa dampak negatif terhadap
keberlangsungan lingkungan hidup. Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam yang kurang bijak telah
mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang sudah cukup mengkhawatirkan kelestarian alam.
Beberapa kegiatan yang rawan berakibat kerusakan lingkungan hidup adalah kegiatan pertambangan dan
pembalakan liar.
Beberapa isu-isu ranah internasional memberikan peluang kepada Provinsi Papua Barat untuk dapat
mengambil nilai tambah dari SDA yang dimiliki. Misalnya saja isu perubahan iklim. Dengan luas kawasan
hutan lindung yang direncanakan di atas 70%, maka hutan di Provinsi Papua Barat memiliki fungsi
konservasi yang berskala internasional. Bentuk kapitalisasi SDA terkait dengan isu perubahan iklim
adalah dengan carbon trade.
6.
Dokumen yang dijadikan acuan di dalam pembangunan suatu daerah adalah dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang di dalamnya memuat rencana dan strategi untuk mengembangkan daerah
tersebut, begitu pun dengan pembangunan di Provinsi Papua Barat, namun hingga saat ini RTRW Provinsi
Papua Barat masih dalam tahap mendapat persetujuan DPRD dan belum disahkan. Sementara wilayah
tidak pernah berhenti berkembang. Pemenuhan aspek pengaturan penyelenggaraan penataan ruang yang
masih terseok-seok akan membawa dampak kepada semakin sulitnya penyelenggaraan aspek-aspek
lainnya terutama dalam pelaksanaan dan pengendalian. Kompleksitas permasalahan kota-kota besar
yang ada sekarang bisa jadi lambat laun akan menjadi permasalahan di Provinsi Papua Barat jika
persoalan penataan ruang tidak segera ditangani.
7.
- 62 -
aktivitas yang berakibat pada terhambatnya pembangunan. Reaksi aparat penegak hukum dalam
mengatasi konflik yang terjadi di Provinsi Papua Barat juga masih kurang cepat.
8.
Nilai sosial budaya terutama ditujukan untuk mengaktualisasikan jati diri, identitas dan karakter
masyarakat Papua berdasarkan nilai-nilai luhur, kearifan lokal, dan tatanan aturan dalam menyelesaikan
berbagai permasalahan dengan tetap memperhatikan tatanan secara nasional. Kemandirian budaya juga
berkaitan dengan perlindungan terhadap berbagai khasanah adat istiadat serta memahami
keragamannya sebagai suatu kekayaan untuk dijadikan inspirasi pembangunan sebagai upaya
transformasi untuk menjaga kelestariannya.
Konflik yang banyak terjadi yang terkesan merupakan pemberontakan orang Asli Papua dipicu oleh
persoalan diskriminasi dan kesejahteraan orang Asli Papua. Hak-hak dasar orang Asli Papua yang belum
terpenuhi ditengah kesejahteraan orang-orang pendatang. Hak ulayat yang seharusnya dijadikan nilai
luhur berpadu dengan regulasi konvensional juga menjadi persoalan yang berlarut-larut karena hak
ulayat hanya dianggap sebagai penghambat tegaknya regulasi konvensional. Belum ada skema-skema
peraturan yang inovatif yang dapat memadukan aturan adat dan regulasi konvensional yang
mengamanatkan perlingungan orang Asli Papua.
9.
Adanya Otonomi Khusus ini memberikan keleluasaan bagi Provinsi Papua Barat untuk melakukan
percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik, serta infrastruktur. Kemudian
dengan adanya Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat, aparat daerah dituntut lebih meningkatkan diri
agar mampu berfikir dengan kritis, bertindak efisien dan efektif dalam menyusun rencana untuk
membangun dan mengembangkan daerahnya. Perencanaan yang disusun harus bersifat strategis agar
sumberdaya yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat dapat dioptimalkan dengan baik.
Melalui Undang-Undang Otonomi Khusus, Provinsi Papua Barat memiliki wewenang yang luas, baik
dalam urusan pemerintahan maupun pelaksanaan pembangunan. Kewenangan yang luas di satu sisi
dapat dipandang sebagai kesempatan bagi wilayah untuk berkembang, tetapi di sisi lain merupakan
tantangan baru yang cukup berat. Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan Undang-Undang tersebut
dapat lebih leluasa menggunakan kewenangannya untuk mengurusi daerahnya, tetapi di lain pihak
pemerintah Provinsi Papua Barat juga dibebani tanggung jawab yang tidak kecil.
Amanat Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat haruslah diterapkan dalam setiap
sektor/bidang pembangunan. Sebagai koreksi terhadap pendekatan yang konvensional maka
implementasi amanat Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat bukan hanya membawa keuntungan
bagi masyarakat Asli Papua dalam jangka pendek, tetapi sampai pada perjalanan kehidupan di Provinsi
Papua Barat di masa yang akan datang. Dengan kata lain, bukan hanya upaya-upaya pemberian
- 63 -
- 64 -
BAB IV
VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG PROVINSI
PAPUA BARAT
4.1
VISI
Berdasarkan kondisi Provinsi Papua Barat saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang
dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat, visi pembangunan
daerah tahun2012-2025 adalah:
Mandiri:
Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling
ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang
mendasari dan mempengaruhinya. Dalam konteks pembangunan Provinsi Papua Barat, kemandirian
suatu wilayah tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya, kemandirian aparatur
pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, ketergantungan
pembiayaan pembangunan yang bersumber dari pendapatan regional yang makin kokoh sehingga
ketergantungan kepada sumber lain menjadi kecil, dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan
pokok. Apabila karena sumberdaya alamtidak lagi memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan
keunggulan lain sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan
tinggi terhadap gejolak ekonomi nasional.
Berdaya Saing:
Provinsi Papua Barat selanjutnya menjadi provinsi yang mampu berdaya saing dengan lingkungan
eksternal, baik dari segi SDM (terutama orang Asli Papua) maupun perekonomian wilayah,
Provinsi Papua Barat yang berdaya saing berarti provinsi yang memiliki SDM dan perekonomian yang
mampu beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal untuk meraih keberhasilan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan dan masa depan yang lebih baik dengan tetap terbuka pada persaingan
regional, nasional, dan global. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan
- 65 -
sekaligus kemandirian, sehingga gejolak yang berasal dari dalam maupun luar wilayah dapat diredam
oleh ketahanan ekonominya. Namun, kemandirian dan kesejahteraan suatu wilayah tidak hanya
dicerminkan oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Kemandirian
dan kemajuan juga tercermin dalam keseluruhan aspek kehidupan, dalam kelembagaan, pranata-pranata,
dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial, karena wilayah yang maju dan sejahtera
adalah wilayah yang hak-hak warganya, keamanannya, dan ketenteramannya terjamin dalam
kehidupannya sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi wilayah-wilayah lain di
sekitarnya, dan berkontribusi bagi pembangunan Indonesia secara umum.
Sejahtera:
Setelah memiliki daya saing, diharapkan terwujud kesejahteraan masyarakat dan wilayahnya yang bisa
dilihat dari tingkat kemajuan suatu wilayah. Papua Barat yang sejahtera ditandai dengan kemapanan
ekonomi wilayah, tingginya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dan kesejahteraan sosial
masyarakat. Tingginya pendapatan rata-rata dan ratanya pembagian ekonomi suatu wilayah menjadikan
wilayah tersebut lebih makmur dan lebih maju yang ditandai dengan berkembangnya keterpaduan
antarsektor, terutama sektor industri, sektor pertanian, dan sektor-sektor jasa; serta pemanfaatan
sumber alam yang bukan hanya ada pada pemanfaatan ruang daratan, tetapi juga ditransformasikan
kepada pemanfaatan ruang kelautan secara rasional, efisien, dan berwawasan lingkungan, mengingat
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara.Selain memiliki berbagai indikator sosial
ekonomi yang lebih baik, wilayah yang maju dan sejahtera juga telah memiliki sistem dan kelembagaan
politik, termasuk hukum yang mantap. Lembaga politik dan kemasyarakatan telah berfungsi berdasarkan
aturan dasar, yaitu konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya, sehingga peran serta rakyat secara nyata
dan efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan
keamanan. Wilayah lain unsur-unsur tersebut, kesejahteraan dan kemajuan suatu wilayah juga harus
didukung dengan infrastruktur yang maju.
Selain itu, untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan, mutlak harus dibangun kemajuan ekonomi
yang dimulai dengan menata lembaga dan pranata ekonomi agar berfungsi dengan baik, sehingga
mendukung perekonomian yang efisien dan stabil dengan produktivitas yang tinggi. Sebagai wilayah yang
mandiri, Provinsi Papua Baratharus mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan
wilayah lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Adil:
Pembangunan Provinsi Papua Barat bukan hanya sekedar untuk mewujudkan kemandirian, masyarakat
yang sejahtera, serta wilayah yang berdaya saing, melainkan tetap memperhatikan prinsip-prinsip adil
dan lestari. Keadilan yang dimaksud adalah aktivitas ekonomi, hukum dan pemerintahan yang
memiliki keberpihakan kepada masyarakat lokal khususnya orang Asli Papua. Keadilan harus
tercermin pada semua aspek kehidupan. Semua rakyat mempunyai kesempatan yang sama dalam
- 66 -
4.2
MISI
Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut, dapat ditempuh melalui 14 misi pembangunan
jangka panjang daerah yang diturunkan dari masing-masing komponen visi sebagai berikut:
Tabel 4-1
MISI
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
- 67 -
VISI
MISI
12) Mengelola sekaligus memelihara SDA Papua
Barat dengan prinsip berkelanjutan
Seluruh visi dan misi tersebut untuk mewujudkan kemajuan daerah dan masyarakat yang dicita-citakan
dalam kerangka Otonomi Khusus, yaitumewujudkan kemajuan daerah dan orang Asli Papua sebagai
sasaran utamanya, dengan memberikan:
1) Perlindungan terhadap hak kekayaan dan hak intelektual orang Asli Papua sesuai dengan
peraturan perUndang-Undangan;
2) Pencerdasan orang Papua akan hakikat hidup bermasyarakat dan bernegara, serta makna hidup
mandiri dan sejahtera;
3) Pemberdayaan, pemberian kesempatan dan pengutamaan orang Asli Papua untuk mendapatkan
pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan
dan keahliannya; dan
4) Penanaman tanggung jawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua.
- 68 -
BAB V
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG DAERAH
Dalam bagian ini diuraikan sasaran pokok pembangunan jangka panjang daerah berdasarkan setiap misi
untuk merumuskan arah kebijakan, pentahapan pembangunan 5 (lima) tahunan selama 20 (duapuluh)
tahun dan prioritas masing-masing tahapan
5.1
Pada dasarnya pembangunan Provinsi Papua Barat ini ada dalam kerangka Otonomi Khusus, dimana
sasaran pembangunan utamanya adalah orang Asli Papua yang ada di wilayah Provinsi Papua Barat.
Kepentingan merekalah yang menjadi prioritas pertama untuk diakomodir dalam setiap nafas
pembangunan. Beberapa fokus utama yang harus diutamakan terkait dengan upaya pencapaian visi
jangka panjang Provinsi Papua Barat adalah:
1.
Fokus pada orang Asli Papua sebagai sasaran peningkatan derajat pendidikan, yang berarti
peningkatan sistem layanan dan kebutuhan prasarana dan sarana yang menjangkau seluruh
orang Papua, dengan memperhatikan relevansi terhadap kearifan lokal yang ada;
2.
Fokus pada orang Asli Papua sebagai sasaran peningkatan derajat kesehatan, yang berarti
peningkatan sistem layanan dan kebutuhan prasarana dan sarana kesehatan yang menjangkau
seluruh orang Papua, dengan memperhatikan relevansi terhadap kearifan lokal;
3.
Fokus pada pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar bagi orang Asli Papua, yang berarti
pemenuhan infrastruktur transportasi, energi, air bersih, sanitasi, pengelolaan lingkungan, dan
infrastruktur sosial-ekonomi;
4.
Fokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat bagi orang Asli Papua, dengan memanfaatkan
kekuatan sumber daya lokal yang ada. Membina masyarakat agar dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan melakukan kegiatan ekonomi komersil.
Sehingga menjadikan aktivitas ekonomi yang lebih luas dengan hasil yang maksimal untuk
mendongkrak kesejahteraan hidup orang Asli Papua;
5.
Dari masing-masing misi pembangunan jangka panjang Papua Barat yang diusung, dijabarkan menkadi
sasaran pokok, dan selanjutnya dari sasaran pokok tersebut diturunkan untuk merumuskan arah
kebijakan, dengan uraian ditampilkan dalam tabel-tabel berikut:
- 69 -
Mewujudkan stabilitas
politik. pertahanan, dan
keamananwilayah
Sasaran Pokok
a
Pembinaan masyarakat
demokratis, cerdas politik, dan
taat hokum
- 70 -
Arahan Kebijakan
1
Mewujudkan ketahanan
pangan wilayah
Sasaran Pokok
a
- 71 -
Arahan Kebijakan
1
Penguatan kelembagaan
ketahanan pangan yang mampu
menjamin pemenuhan
kebutuhan pangan yang cukup di
tingkat rumah tangga, baik dalam
jumlah, mutu, keamanan,
maupun harga yang terjangkau.
Peningkatan diversifikasi
pangan.
Mewujudkan
kemandirian prasarana
dan sarana wilayah.
Sasaran Pokok
a
Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur transportasi untuk
membuka akses mudah dan
terjangkau ke seluruh wilayah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana utilitas
publik.
- 72 -
Arahan Kebijakan
1
Perampungan pembangunan
jaringan jalan dan jembatan
Trans Papua Barat dan jalan
strategis, serta jalan-jalan lokal
yang menuju ke setiap kampung.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
transportasi darat, laut, udara,
serta transportasi sungai, danau
dan penyeberangan.
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
rumah-rumah penduduk setiap
hari selama 24 jam.
- 73 -
Pengembangan jaringan
telekomunikasi satelit dan
nirkabel yang mampu dinikmati
masyarakat di seluruh wilayah.
10
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
maksimal.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana pelayanan
publik.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
penanggulangan bencana.
- 74 -
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana pelayanan
pendidikan (pendidikan dini
sampai pendidikan tinggi, formal
maupun informal) statis dan
dinamis yang mampu dijangkau
dan menjangkau seluruh
masyarakat di seluruh wilayah
secara mudah dan murah
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan statis dan dinamis
yang mampu dijangkau dan
menjangkau seluruh masyarakat
di seluruh wilayah secara mudah
dan murah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana sosial
ekonomi yang mampu dijangkau
dan menjangkau seluruh
masyarakat di seluruh wilayah
secara mudah dan murah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana mitigasi
bencana kebakaran, gempa bumi,
banjir, dan tsunami termasuk
kebakaran hutan yang dirancang
mampu menjangkau seluruh
wilayah rawan kebakaran secara
mudah dan cepat sesuai
karakteristik daerah.
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
4
Mewujudkan
kemandirian keuangan
daerah
Sasaran Pokok
a
- 75 -
Arahan Kebijakan
1
Peningkatan penerimaan
retribusi daerah dengan
melengkapi peraturan daerah
mengenai retribusi.
Identifikasi sumber-sumber
kekayaan daerah yang potensial
dan melakukan pengelolaan
kekayaan daerah baik dengan
pendirian BUMD maupun sistem
kerjasama dengan swasta atau
pemerintah daerah lain.
Mengoptimalkan penerimaan
komponen DBH pajak yang
belum dilaksanakan.
Mengoptimalkan penerimaan
DAU .
Misi
Sasaran Pokok
- 76 -
Arahan Kebijakan
4
Mengoptimalkan penerimaan
DAK dengan upaya identifikasi
dan pemanfaatan potensi daerah
yang mengakomodir komitmen
atau prioritas nasional.
Mengurangi ketergantungan
terhadap dana perimbangan
dengan meningkatkan PAD
sebagai dana utama bagi
pembiayaan pembangunan
daerah.
Mewujudkan
kemandirian tata kelola
pemerintahan.
Sasaran Pokok
a
- 77 -
Arahan Kebijakan
1
Penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan fungsional sebagai
upaya peningkatan kapasitas,
kapabilitas, netralitas, dan
kesadaran aparat pemerintah.
terkait peran, tugas pokok, dan
fungsinya masing-masing.
Penyelenggaraan proses
rekruitmen yang bersih dan
professional.
Misi
Sasaran Pokok
- 78 -
Arahan Kebijakan
3
Penciptaan mekanisme
standardisasi dan penurunan
informasi serta koordinasi
informal sebagai tanggung jawab
personil lama kepada personil
baru ketika regenerasi atau
restrukturisasi pemerintahan.
Misi
Sasaran Pokok
- 79 -
Arahan Kebijakan
9
Penggiatan penyelenggaraan
public hearing, stakeholders
meeting, jajak pendapat umum,
pelaporan penelitian dan kajian,
pemungutan suara sederhana,
diskusi dan konsultasi publik,
dan forum publik lainnya untuk
membahas hal-hal yang
menyangkut kepentingan publik.
10
11
12
Melakukan inventarisasi
dokumen-dokumen penting
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
daerah secara rapi dan
terorganisir, juga dituangkan
dalam database yang lengkap
dan up to date.
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan spesifik daerah.
- 80 -
Pemerataan distribusi
kekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga
mengurangi penumpukan
kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling
mengawasi (checks and balances
system).
Penempatan aparatur di
lembaga-lembaga pemerintahan
sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki.
Mengembangkan
ekonomi wilayah yang
berdaya saing.
Sasaran Pokok
a
- 81 -
Arahan Kebijakan
1
Mengurangi ketergantungan
terhadap sektor migas dengan
meningkatkan pertumbuhan
usaha/industri sektor non migas
lain.
Peningkatan efisiensi,
modernisasi, rantai nilai dan
nilai tambah sektor primer
terutama sektor pertanian, dan
pertambangan didorong agar
mampu bersaing di pasar lokal,
regional dan internasional serta
untuk memperkuat basis
produksi sektor primer di
daerah.
Pemantapan industri/usaha
pertanian di kawasan
perkampungan dengan
membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi dan
pelayanan prima khususnya
dengan perkotaan.
Peningkatan produktivitas
industri/usaha pertanian
melalui penguasaan,
penyebaran, penerapan, dan
inovasi ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna dengan
dukungan kelembagaan ekonomi
dan pemerintahan yang baik.
Pengembangan pariwisata
berskala internasional, nasional,
maupun lokal yang berbasis
pengembangan masyarakat
lokal.
Misi
Sasaran Pokok
Peningkatan kerjasama
ekonomi.
- 82 -
Arahan Kebijakan
4
Menghilangkan praktik-praktik
yang menciptakan ekonomi
biaya tinggi, komitmen untuk
memajukan potensi lokal,
konsistensi program dan
infrastruktur yang mendukung.
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
usaha melalui pemberian
bantuan modal dan pembinaan
keterampilan serta penyediaan
skema pembiayaan dan kredit
ringan bagi masyarakat.
4
Sasaran Pokok
a
- 83 -
Arahan Kebijakan
1
Penyediaan pelayanan
pendidikan yang menjangkau
seluruh wilayah sampai ke
wilayah terpencil/terisolir.
Penyediaan pelayanan
pendidikan bebas biaya.
Pewajiban partisipasi
pendidikan usia dini dan
pendidikan dasar sebagai
investasi modal daerah di masa
yang akan datang.
Pewajiban partisipasi
pendidikan menengah dalam
rangka mencetak SDM yang
berdaya saing.
Pemberdayaan masyarakat
dalam penyelenggaraan dan
manajemen pelayanan
pendidikan termasuk menjalin
kemitraan dengan swasta serta
lembaga adat dan keagamaan.
Misi
Sasaran Pokok
b
Arahan Kebijakan
1
Peningkatan pelayanan
kesehatan, pembiayaan
kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan bagi seluruh
masyarakat di seluruh wilayah.
Penyediaan pelayanan
kesehatan bebas biaya.
Pemberdayaan masyarakat
dalam penyelenggaraan dan
manajemen pelayanan
kesehatan termasuk menjalin
kemitraan dengan swasta serta
lembaga adat dan keagamaan.
Mendorong
kesejahteraan ekonomi
masyarakat
Sasaran Pokok
a
Penanggulangan kemiskinan
baik di perkotaan maupun
perkampungan
- 84 -
Arahan Kebijakan
1
Penumbuhkembangan usaha
bersama masyarakat.
Pembekalan keterampilan
kewirausahaan masyarakat dan
pembinaan pengelolaan usaha.
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
5
Pengendalian pertumbuhan
penduduk dan penggalakkan
keluarga kecil bahagia sejahtera
Mendorong
kesejahteraan sosial
masyarakat
Sasaran Pokok
a
Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana
pendukung lingkungan
perumahan.
Pembinaan keimanan,
ketaqwaan, dan budaya luhur
masyarakat berbasis kearifan
lokal
- 85 -
Arahan Kebijakan
1
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
2
Menciptakan sistem
ekonomi dan regulasi
ekonomi yang
berkeadilan
Sasaran Pokok
a
- 86 -
Arahan Kebijakan
1
Sasaran Pokok
a
Arahan Kebijakan
1
Pemantapan kelembagaan
hukum daerah, meliputi
penataan kedudukan, fungsi dan
peranan institusi hukum dalam
mendukung kelembagaan
hukum pusat agar lebih mampu
mewujudkan ketertiban;
kepastian hukum; dan
memberikan keadilan,
kemanfaatan dan perlindungan
hak asasi manusia, dan hirakhi
peraturan perundanganundangan baik vertikal maupun
horizontal serta asasasas
hukum universal.
Perlindungan hak-hak
masyarakat adat.
Penyelesaian persoalan
pertanahan dengan pemetaan
status kepemilikan tanah
menyusun peraturan yang
mengakomodir pemanfaatan
tanah ulayat.
- 87 -
Mengelola sekaligus
memelihara SDA Papua
Barat dengan prinsip
berkelanjutan.
Sasaran Pokok
a
- 88 -
Arahan Kebijakan
1
Penganekaragaman energi,
konservasi energi dengan
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
memperhatikan pengendalian
lingkungan hidup.
- 89 -
mewujudkan keseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan
melalui pendekatan demand
management yang ditujukan
untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi penggunaan dan
konsumsi air.
dilaksanakan untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal,
mengembangkan wilayah
strategis dan cepat tumbuh,
serta memperkuat kapasitas dan
komitmen daerah untuk
mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
Misi
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
mendatang.
- 90 -
Memelihara kualitas
lingkungan alam dan
lingkungan hidup.
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
Pencanangan Provinsi
Konservasi.
Pemberdayaan masyarakat
dalam penyelenggaraan tata
ruang.
Mengakomodir kebutuhan
fungsi ruang spesifik masyarakat
lokal.
- 91 -
Memelihara
keberagaman adat istidat
dan budaya luhur Papua
Barat.
Sasaran Pokok
a
Melestarikan keanekaragaman
budaya dan memproteksi dari
akulturasi budaya negative.
- 92 -
Arahan Kebijakan
1
5.2
Visi pembangunan jangka panjang direncanakan untuk dicapai dalam waktu 20 (dua puluh) tahun. Secara
lebih teknis, rencana pencapaiannya dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) untuk waktu 5 (lima) tahun sesuai dengan satu periode Pemerintahan Gubernur. Agar visi dan
misi yang diusung Gubernur tetap sejalan dengan visi RPJPDProvinsi Papua Barat, maka berikut ini
dijabarkan mengenai arahan pembangunan di setiap periode RPJMD berdasarkan arah pembangunan
yang telah dipaparkan sebelumnya.
Dalam 20 tahun, setiap periode pembangunan jangka menengah memiliki porsi penekanan visi atau bisa
juga disebut sebagai tema pembangunan yang berbeda-beda, namun seluruhnya diatur sedemikian rupa
sehingga mampu merepresentasikan apa tujuan besar yang ingin dicapai di tiap akhir periode 5 tahunan
sampai akhirnya visi pembangunan jangka panjang Provinsi Papua Barat dapat tercapai di akhir periode.
Gambar 5-1
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terjadi penekanan lebih dari substansi visi bagi setiap periode
pembangunan jangka menengah. Untuk pembangunan jangka menengah yang pertama, penekanan yang
sifatnya sangat tinggi ada pada aspek kemandirian yang dilanjutkan pada periode pembangunan jangka
menengah yang kedua yang ditekankan bersamaan dengan aspek daya saing. Untuk pembangunan jangka
menengah yang ketiga, penekanan penting ada pada aspek daya saing. Sedangkan untuk pembangunan
jangka menengah yang terakhir, penekanannya ada pada aspek kesejahteraan. Sedangkan untuk aspek
adil dan lestari, porsinya sama pada keempat periode pembangunan jangka menengah.
Perlu diperhatikan, bahwa turunnya grafik setelah mencapai puncak prioritasnya bukan diartikan
sebagai penurunan target atau capaian dari masing-masing komponen pembentuk visi, namun lebih
teknisnya kepada penurunan porsi program dan kegiatan yang kurang relevan dengan hal besar apa yang
ingin dicapai pada periode tersebut.
- 93 -
5.2.1
Pada Pembangunan Jangka Menengah (PJM) periode pertama ini, pembangunan di Provinsi Papua Barat
diprioritaskan untuk mewujudkan komponen visi pertama, yaitu Provinsi Papua Barat yang Mandiri.
Seperti yang telah dituangkan pada Misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Papua Barat, mandiri
diartikan sebagai kondisi dimana Provinsi Papua Barat telah menjadi wilayah dengan stabilitas politik,
pertahanan, dan keamanan. Selain itu Papua Barat juga memiliki ketahanan pangan, prasarana dan
sarana wilayah yang memadai, keuangan daerah dengan PAD sebagai komponen utama yang membiayai
pembangunan, yang kesemuanya merupakan hasil dari tata kelola pemerintahan yang baik.
Untuk lima tahun pertama dalam periode pembangunan jangka panjang ini, upaya mencapai Provinsi
Papua Barat yang Mandiri
pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana wilayah, serta pembenahan tata kelola
pemerintahan. Namun penekanan upaya-upaya tersebut bukan berarti mengabaikan arahan-arahan
kebijakan lainnya. Berikut ini adalah paparan sasaran pokok dan arahan kebijakan untuk pembangunan
jangka menengah pertama.
Tabel 5-15Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-1 (20062011)
Sasaran Pokok
a
Pembinaan masyarakat
demokratis, cerdas politik,
dan taat hukum.
Arahan Kebijakan
1
- 94 -
Sasaran Pokok
Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur transportasi
untuk membuka akses mudah
dan terjangkau ke seluruh
wilayah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana utilitas
publik.
Arahan Kebijakan
3
Pengembangan jaringan energi listrik serta penciptaan sumbersumber energi listrik baru berskala makro dan mikro sesuai
kebutuhan spesifik wilayah.
- 95 -
Sasaran Pokok
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
pelayanan publik.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
penanggulangan bencana.
Arahan Kebijakan
6
10
- 96 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
masyarakat.
Peningkatan penerimaan
dana perimbangan.
Optimalisasi pengelolaan
dana penerimaan lain-lain
yang sah.
- 97 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
agar menjadikan visi-misi sebagai orientasi utama dari seluruh
peran, posisi, tugas pokok, dan fungsi yang dijalankan.
- 98 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
publik, dan forum publik lainnya untuk membahas hal-hal yang
menyangkut kepentingan publik.
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan spesifik daerah
10
11
12
- 99 -
Sasaran Pokok
a
Peningkatan kerjasama
ekonomi.
Peningkatan pertumbuhan
dan daya saing unit-unit
usaha masyarakat
Arahan Kebijakan
1
- 100 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
dan anggota masyarakat.
Peningkatan derajat
pendidikan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
- 101 -
Sasaran Pokok
a
Penanggulangan kemiskinan
baik di perkotaan maupun
perkampungan.
Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana
pendukung lingkungan
perumahan.
Pembinaan keimanan,
ketaqwaan, dan budaya luhur
masyarakat berbasis kearifan
lokal.
Arahan Kebijakan
1
- 102 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
- 103 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
upaya pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk
kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Pengelolaan pemanfaatan
SDA yang tidak terbarukan.
Pencanangan Provinsi
Konservasi.
- 104 -
Sasaran Pokok
c
Melestarikan
keanekaragaman budaya dan
memproteksi dari akulturasi
budaya negatif.
5.2.2
Arahan Kebijakan
1
Pada RPJMD periode kedua ini perwujudan Provinsi Papua Barat yang Mandiri tetap diprioritaskan
bersamaan dengan perwujudan Provinsi Papua Barat yang berdaya saing. Untuk tahap lima tahun yang
kedua dalam periode pembangunan jangka panjang ini, upaya mencapai Provinsi Papua Barat yang
Mandiri merupakan upaya melanjutkan capaian pokok-pokok kemandirian pada lima tahun pertama,
yang berarti upaya-upaya mewujudkan ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana
wilayah, serta pembenahan tata kelola pemerintahan. Beberapa arahan kebijakan baru ditambahkan
sebagai penanda majunya tingkat kemandirian yang ditargetkan.
- 105 -
Tabel 5-16Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-2 (20122016)
Sasaran Pokok
a
Arahan Kebijakan
3
Pembinaan masyarakat
demokratis, cerdas politik, dan
taat hukum.
Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur transportasi
untuk membuka akses mudah
dan terjangkau ke seluruh
wilayah.
- 106 -
Sasaran Pokok
b
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana utilitas
publik
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
pelayanan publik.
Arahan Kebijakan
1
Penyiapan sistem pencadangan air bersih di kawasankawasan strategis terutama kawasan permukiman penduduk
di daerah rawan kekeringan.
10
- 107 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
di seluruh wilayah secara mudah dan murah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
penanggulangan bencana.
- 108 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
yang relevan dengan kebutuhan daerah.
- 109 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
peneliti, dan masyarakat dalam pelaksanaan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan
daerah.
10
11
12
- 110 -
Sasaran Pokok
d
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan spesifik daerah.
Peningkatan kerjasama
ekonomi.
Arahan Kebijakan
1
- 111 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
usahamasyarakat.
Peningkatan derajat
pendidikan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
- 112 -
Sasaran Pokok
Penanggulangan kemiskinan
baik di perkotaan maupun
perkampungan.
Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana
pendukung lingkungan
perumahan.
Pembinaan keimanan,
ketaqwaan, dan budaya luhur
masyarakat berbasis kearifan
lokal.
Arahan Kebijakan
5
- 113 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
- 114 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
Melestarikan keanekaragaman
budaya dan memproteksi dari
akulturasi budaya negatif.
- 115 -
5.2.3
Pada RPJMD periode ketiga dari pembangunan jangka menengah ini, arahan pembangunan diprioritaskan
untuk mewujudkan Provinsi Papua Barat yang berdaya saing. Provinsi Papua Barat yang berdaya saing
berarti provinsi yang memiliki SDM dan perekonomian yang mampu beradaptasi terhadap perubahan
internal dan eksternal untuk meraih keberhasilan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan masa
depan yang lebih baik dengan tetap terbuka pada persaingan regional, nasional, dan global. Kemampuan
untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian, sehingga gejolak
yang berasal dari dalam maupun luar wilayah dapat diredam oleh ketahanan ekonominya
Pada tahap ini pembangunan dan pengembangan SDM serta perekonomian wilayah diharapkan berada
dalam satu tingkatan lebih maju, bukan hanya memantapkan tapi mulai mengembangkan dan menaikkan
standar lebih dekat dengan kondisi eksternal sehingga diharapkan mampu betul-betul memiliki daya
saing di ranah eksternal Papua Barat.
Tabel 5-17Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-3 (20172022)
Sasaran Pokok
a
Arahan Kebijakan
1
Sasaran Pokok
Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur transportasi
untuk membuka akses mudah
dan terjangkau ke seluruh
wilayah.
Pemenuhan kebutuhan
- 116 -
Sasaran Pokok
prasarana dan sarana utilitas
publik.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
pelayanan publik.
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
sehingga dapat berfungsi maksimal.
4
Arahan Kebijakan
Peningkatan penerimaan
dana perimbangan.
Sasaran Pokok
Pembinaan kompetensi dan
profesionalitas aparat
pemerintah.
5
6
2
3
- 117 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
7
10
11
12
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan spesifik daerah
3
4
daerah.
Penciptaan mekanisme standardisasi dan penurunan informasi
serta koordinasi informal sebagai tanggung jawab personil
lama kepada personil baru ketika regenerasi atau
restrukturisasi pemerintahan.
Pelibatan publik dalam setiap proses penyusunan rencana,
implementasi program, dan pengawasan jalannya kegiatan
pemerintahan dan pembangunan.
Penggiatan penyelenggaraan public hearing, stakeholders
meeting, jajak pendapat umum, pelaporan penelitian dan
kajian, pemungutan suara sederhana, diskusi dan konsultasi
publik, dan forum publik lainnya untuk membahas hal-hal yang
menyangkut kepentingan publik.
Pembagian tugas dan wewenang secara eksplisit dan tersurat
serta sosialisasi dan implementasi sistem komando dan
koordinasi antar dan intern instansi pemerintah bersama
masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan tugas administratif
pemerintahan maupun tugas terkait teknis pembangunan
daerah agar berjalan efektif dan efisien.
Penegakan aturan kedisiplinan secara memaksa dan tidak
memihak
Perancangan dan penetapan sistem pelayanan publik yang
efektif dan efisien yang berarti pelayanan izin yang mudah,
sederhana, dan murah.
Peningkatan kepekaan dan ketelitian terhadap kebutuhan akan
dokumen-dokumen penting seperti dokumen rencana, regulasi,
administrasi, dan sebagainya yang relevan dengan kepentingan
aktual daerah.
Penyusunan dan legalisasi dokumen rencana, regulasi,
administrasi, dan sebagainya yang relevan dengan kepentingan
aktual yang diperlukan secara tertib prosedural dan tepat
waktu.
Melakukan inventarisasi dokumen-dokumen penting daerah
secara rapi dan terorganisir, juga dituangkan dalam database
yang lengkap dan up to date.
Penyusunan dan legalisasi peraturan-peraturan daerah
termasuk Perdasi dan Perdasus dan peraturan daerah spesifik
lainnya yang dibutuhkan.
Pembaharuan materi hukum yang sudah tidak relevan dengan
tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang
berlaku dan pengaruh globalisasi.
Restrukturisasi dan realokasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika
dibutuhkan, untuk memelihara kinerja yang efektif dan efisien.
Pemerataan distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan
sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and
balances system).
Penempatan aparatur di lembaga-lembaga pemerintahan
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Pembentukan SKPD sesuai dengan peraturan yang disesuaikan
dengan kebutuhan spesifik daerah.
Peningkatan produktivitas dan ekspansi sektor dan subsektor
yang berperan sebagai kontributor utama terhadap PDRB.
- 118 -
Sasaran Pokok
2
3
3
4
c
Peningkatan kerjasama
ekonomi.
Peningkatan pertumbuhan
dan daya saing unit-unit
usaha masyarakat.
Peningkatan derajat
pendidikan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
Arahan Kebijakan
Memacu pengembangan sektor dan subsektor yang potensial
namun kontribusinya masih kecil terhadap PDRB.
Mengurangi ketergantungan terhadap sektor migas dengan
meningkatkan pertumbuhan usaha/industri sektor non migas
lain.
Peningkatan efisiensi, modernisasi, rantai nilai dan nilai
tambah sektor primer terutama sektor pertanian, dan
pertambangan didorong agar mampu bersaing di pasar lokal,
regional dan internasional serta untuk memperkuat basis
produksi sektor primer di daerah.
Pemantapan industri/usaha pertanian di kawasan
perkampungan dengan membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi dan pelayanan prima khususnya dengan
perkotaan.
2
3
- 119 -
Sasaran Pokok
4
6
b
Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
Penanggulangan kemiskinan
baik di perkotaan maupun
perkampungan.
2
3
5
2
3
4
5
6
7
Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana
pendukung lingkungan
perumahan.
2
3
Arahan Kebijakan
Pewajiban partisipasi pendidikan usia dini dan pendidikan
dasar sebagai investasi modal daerah di masa yang akan
datang.
Pewajiban partisipasi pendidikan menengah dalam rangka
mencetak SDM yang berdaya saing.
Peningkatan pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan bagi seluruh masyarakat di seluruh
wilayah.
- 120 -
Sasaran Pokok
2
2
1
Pengelolaan pemanfaatan
SDA yang tidak terbarukan.
3
c
d
e
1
1
1
Arahan Kebijakan
Pemberian kesempatan kepada masyarakat lokal agar dapat
memperoleh akses yang memadai dan menikmati hasil dari
pemanfaatan SDA yang ada di wilayahnya.
Penyediaan pelayanan dan bantuan hukum dengan biaya yang
terjangkau, proses yang tidak berbelit, dan penetapan putusan
yang mencerminkan rasa keadilan.
Perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Prioritas objek pembangunan ditujukan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin serta masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil dan daerah terisolir.
- 121 -
Sasaran Pokok
pengendalian tata ruang
berbasis konservasi.
Arahan Kebijakan
2
3
a
Melestarikan
keanekaragaman budaya dan
memproteksi dari akulturasi
budaya negatif.
5.2.4
Pada RPJMD periode keempat yang merupakan periode terakhir ini, arahan pembangunan diprioritaskan
untuk mewujudkan Provinsi Papua Barat yang sejahtera, dalam artian Papua Barat menjadi wilayah yang
sejahtera secara perekonomian wilayah serta masyarakat Papua Barat sejahtera secara ekonomi dan
sosial sebagai manifestasi dari capaian pembangunan yang telah dilaksanakan selama tiga periode
pembangunan jangka menengah sebelumnya.
Tabel 5-18Sasaran Pokok dan Arahan Kebijakan Pembangunan Tahap Lima Tahun Ke-4 (20222025)
Sasaran Pokok
A
Arahan Kebijakan
1
- 122 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
petani.
Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur transportasi
untuk membuka akses mudah
dan terjangkau ke seluruh
wilayah.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana utilitas
publik.
Pemenuhan kebutuhan
prasarana dan sarana
pelayanan publik.
Peningkatan penerimaan
dana perimbangan.
- 123 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
pembangunan wilayah.
10
11
- 124 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
memihak.
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan spesifik daerah.
12
- 125 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
2
Peningkatan kerjasama
ekonomi.
Peningkatan pertumbuhan
dan daya saing unit-unit
usaha masyarakat.
Peningkatan derajat
pendidikan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
sehingga berkontribusi
signifikan dalam upaya
peningkatan IPM.
Penanggulangan kemiskinan
baik di perkotaan maupun
peKampungan.
- 126 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat.
Pemenuhan prasarana
perumahan dan prasarana
pendukung lingkungan
perumahan.
Pembinaan keimanan,
ketaqwaan, dan budaya luhur
masyarakat berbasis kearifan
lokal.
- 127 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
Pengelolaan pemanfaatan
SDA yang tidak terbarukan.
- 128 -
Sasaran Pokok
Arahan Kebijakan
mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Melestarikan
keanekaragaman budaya dan
memproteksi dari akulturasi
budaya negative.
- 129 -
5.2.5
Sasaran Pokok, Arahan Kebijakan, dan Tahapan Pembangunan Jangka Menengah Provinsi
Papua Barat
Sebagai gambaran besar pembangunan jangka panjang Provinsi Papua Barat, berikut disajikan tabel
mengenai misi, sasaran pokok, dan arah kebijakan, serta tahapannya dalam empat periode pembangunan
jangka menengah Provinsi Papua Barat.
Tabel 5-19Sasaran Pokok, Arahan Kebijakan, dan Masing-masing Tahapan Pembangunan Jangka
Menengah Provinsi Papua Barat 2012-2025
Misi 1 - Mewujudkan stabilitas politik. pertahanan, dan keamanan wilayah
Sasaran Pokok
Penciptaan dan
pengokohan sistem
politik, keamanan, dan
pertahanan.
Arahan Kebijakan
Pembinaan
masyarakat
demokratis, cerdas
politik, dan taat
hukum.
- 130 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
20062011
20122016
20172021
20222025
Arahan Kebijakan
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
20062011
20122016
20172021
20222025
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Pemenuhan dan
pengelolaan
kebutuhan bahan
makanan pokok dan
kebutuhan bahan
makanan sumber
protein masyarakat.
Arahan Kebijakan
1
Pengembangan pola
pangan serta
peningkatan nilai
tambah pertanian
untuk peningkatan
kesejahteraan petani.
- 131 -
RPJM I
Arahan Kebijakan
2
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Pemenuhan
kebutuhan
infrastruktur
transportasi untuk
membuka akses
mudah dan terjangkau
ke seluruh wilayah.
Arahan Kebijakan
1
Perampungan pembangunan
jaringan jalan dan jembatan Trans
Papua Barat dan jalan strategis,
serta jalan-jalan lokal yang menuju
ke setiap kampung
Pemenuhan
kebutuhan prasarana
dan sarana utilitas
publik.
- 132 -
RPJM I
RPJM II
Arahan Kebijakan
2
Pengembangan jaringan
telekomunikasi satelit dan
nirkabel yang mampu dinikmati
masyarakat di seluruh wilayah.
10
- 133 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Pemenuhan
kebutuhan prasarana
dan sarana pelayanan
publik.
Pemenuhan
kebutuhan prasarana
dan sarana
penanggulangan
bencana.
Arahan Kebijakan
1
5
6
- 134 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Arahan Kebijakan
8
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Peningkatan
Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Arahan Kebijakan
1
Peningkatan
penerimaan dana
perimbangan.
Mengoptimalkan penerimaan
komponen DBH pajak yang belum
dilaksanakan.
Mengurangi ketergantungan
terhadap dana perimbangan
dengan meningkatkan PAD sebagai
dana utama bagi pembiayaan
pembangunan daerah.
- 135 -
RPJM I
RPJM II
Arahan Kebijakan
Optimalisasi
pengelolaan dana
penerimaan lain-lain
yang sah.
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Pembinaan
kompetensi dan
profesionalitas aparat
pemerintah.
Arahan Kebijakan
1
- 136 -
RPJM I
RPJM II
Arahan Kebijakan
6
Penciptaan dan
penerapan sistem
pemerintahan yang
sesuai dengan prinsipprinsip good
governance.
- 137 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Arahan Kebijakan
8
Penggiatan penyelenggaraan
public hearing, stakeholders
meeting, jajak pendapat umum,
pelaporan penelitian dan kajian,
pemungutan suara sederhana,
diskusi dan konsultasi publik, dan
forum publik lainnya untuk
membahas hal-hal yang
menyangkut kepentingan publik.
10
11
12
Pemenuhan
kebutuhan legal
formal pemerintahan.
Melakukan inventarisasi
dokumen-dokumen penting
daerah secara rapi dan
terorganisir, juga dituangkan
dalam database yang lengkap dan
up to date.
- 138 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Arahan Kebijakan
Pelengkapan struktur
pemerintahan sesuai
dengan kebutuhan
spesifik daerah
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Peningkatan besaran
dan laju pertumbuhan
PDRB.
Arahan Kebijakan
1
Mengurangi ketergantungan
terhadap sektor migas dengan
meningkatkan pertumbuhan
usaha/industri sektor non migas
lain.
- 139 -
RPJM I
RPJM II
Peningkatan ekonomi
wilayah berbasis
keunggulan
komparatif yang
bertransformasi
bertahap menjadi
berbasis keunggulan
kompetitif.
Arahan Kebijakan
4
Pemantapan industri/usaha
pertanian di kawasan
perkampungan dengan
membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi dan pelayanan
prima khususnya dengan
perkotaan.
Peningkatan produktivitas
industri/usaha pertanian melalui
penguasaan, penyebaran,
penerapan, dan inovasi ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat
guna dengan dukungan
kelembagaan ekonomi dan
pemerintahan yang baik.
Pengembangan pariwisata
berskala internasional, nasional,
maupun lokal yang berbasis
pengembangan masyarakat lokal.
Peningkatan
kerjasama ekonomi
Menghilangkan praktik-praktik
yang menciptakan ekonomi biaya
tinggi, komitmen untuk
memajukan potensi lokal,
konsistensi program dan
infrastruktur yang mendukung.
mendorong penanaman modal
dalam negeri dan asing bagi
peningkatan daya saing
perekonomian daerah; serta
meningkatkan kapasitas
infrastruktur fisik dan sarana
pendukung lainnya.
- 140 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Peningkatan
pertumbuhan dan
daya saing unit-unit
usaha masyarakat.
Arahan Kebijakan
4
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Peningkatan derajat
pendidikan
masyarakat sehingga
berkontribusi
signifikan dalam
upaya peningkatan
IPM.
Arahan Kebijakan
1
- 141 -
RPJM I
RPJM II
Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat
sehingga
berkontribusi
signifikan dalam
upaya peningkatan
IPM.
Arahan Kebijakan
5
2
3
4
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Penanggulangan
kemiskinan baik di
perkotaan maupun
perkampungan.
Arahan Kebijakan
1
Penumbuhkembangan usaha
bersama masyarakat.
- 142 -
RPJM I
RPJM II
Arahan Kebijakan
3
Pembekalan keterampilan
kewirausahaan masyarakat dan
pembinaan pengelolaan usaha.
6
7
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Pengendalian pertumbuhan
penduduk dan penggalakkan
keluarga kecil bahagia sejahtera.
Pemenuhan prasarana
perumahan dan
prasarana pendukung
lingkungan
perumahan.
Pengayoman dan
pembinaan
masyarakat
Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
(PMKS).
Arahan Kebijakan
1
- 143 -
RPJM I
RPJM II
Pembinaan keimanan,
ketaqwaan, dan
budaya luhur
masyarakat berbasis
kearifan lokal.
Arahan Kebijakan
1
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Misi 10 - Mengelola sekaligus memelihara SDA Papua Barat dengan prinsip berkelanjutan
Sasaran Pokok
a
Penerapan sistem
ekonomi dan regulasi
ekonomi yang
berpihak kepada
masyarakat.
Arahan Kebijakan
1
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Perancangan dan
penerapan sistem
hukum yang berpihak
kepada masyarakat.
Arahan Kebijakan
1
- 144 -
RPJM I
RPJM II
Prioritas
pembangunan bagi
masyarakat miskin
serta masyarakat yang
tinggal di daerah
terpencil dan daerah
terisolir.
Pengelolaan
pertanahan dan
penertiban sistem
pertanahan.
Arahan Kebijakan
2
Penyelesaian persoalan
pertanahan dengan pemetaan
status kepemilikan tanah
menyusun peraturan yang
mengakomodir pemanfaatan tanah
ulayat.
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Misi 12 - Mengelola sekaligus memelihara SDA Papua Barat dengan prinsip berkelanjutan
Sasaran Pokok
a
Pendayagunaan SDA
yang terbarukan
Arahan Kebijakan
1
- 145 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Misi 12 - Mengelola sekaligus memelihara SDA Papua Barat dengan prinsip berkelanjutan
Sasaran Pokok
Pengelolaan
pemanfaatan SDA
yang tidak terbarukan.
Arahan Kebijakan
3
Pelestarian dan
pemeliharaan Sumber
Daya Air.
Penganekaragaman energi,
konservasi energi dengan
memperhatikan pengendalian
lingkungan hidup.
Peningkatan nilai
tambah pemanfaatan
SDA.
- 146 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Misi 12 - Mengelola sekaligus memelihara SDA Papua Barat dengan prinsip berkelanjutan
Sasaran Pokok
e
Pengembangan SDA
khas.
Arahan Kebijakan
1
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
RPJM III
RPJM IV
Arahan Kebijakan
Pencanangan Provinsi
Konservasi.
Perencanaan tata
ruang, pemanfaatan
ruang, dan
pengendalian tata
ruang berbasis
konservasi.
- 147 -
RPJM I
RPJM II
Arahan Kebijakan
5
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
Misi 14 - Memelihara keberagaman adat istidat dan budaya luhur Papua Barat
Sasaran Pokok
a
Melestarikan
keanekaragaman
budaya dan
memproteksi dari
akulturasi budaya
negative.
Arahan Kebijakan
1
- 148 -
RPJM I
RPJM II
RPJM III
RPJM IV
BAB VI
KAIDAH PELAKSANAAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat tahun 2012 - 2025
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari turunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Nasional tahun 2005 2025. Demi pencapaian hasil yang efektif, pelaksanaan program pembangunan
perlu mengacu pada beberapa pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan seperti dipaparkan berikut ini.
RPJPD ProvinsiPapua Barat tahun 2012-2025 akan menjadi pedoman penyusunan rencana pembangunan
sampai dengan tahun 2025. Sedangkan untuk perencanaan pembangunan tahun 2025 akan
menggunakan RPJPD Transisi tahun 2025 yang memuat program pembangunan transisi yang memayungi
perencanaan tahun 2025 sebelum disusunnya RPJPD Provinsi Papua Barat tahun 2025 2051 yang
memuatvisi dan misi gubernur hasil pemilihan tahun 2025.
RPJPD Provinsi Papua Barat tahun 2012-2025 ini akan menjadi pedoman dalam:
1.
penyusunan Visi, Misi, dan Program Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan
ketentuan agar mempertimbangkan tujuan serta tema pembangunan pada periode yang
dimaksud.
2.
penyusunan RPJMD, Renstra SKPD dan RKPD, serta dokumen perencanaan lainnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Papua Barat.
3.
4.
menjamin terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar
waktu, antar fungsi Pemerintah Daerah maupun antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
5.
mendukung koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pencapaian Visi dan Misi Daerah
serta nasional.
6.
7.
mewujudkan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan
berkelanjutan.
Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan mengisi kekosongan Rencana Pembangunan
Daerah tahun 2025 (Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahun 2025) yang diperlukan sebagai pedoman
bagi penyusunan RancanganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2025 serta dengan
mengingatwaktu yang sangat sempit bagi Kepala Daerah terpilih hasil untuk menyusun RPJPD serta
RKPD tahun 2025, maka Pemerintah Provinsi Papua Barat menyusun RKPD tahun 2025 sesuai dengan
jadwal dengan agenda menyelesaikan masalah-masalahpembangunan yang belum seluruhnya tertangani
sampai dengan tahun 2025 dan masalah-masalah pembangunan yang akan dihadapi dalam tahun 2025.
- 149 -
Selanjutnya Gubernur Provinsi Papua Barat terpilih bersama dengan DPRD terpilih tetap mempunyai
ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan Rancangan RKPD tahun 2025 dan RAPBD tahun 2025
yang sudah disusun untuk pelaksanaan pembangunan daerah yang lebih baik.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pedoman sebagaimana disebutkan diatas, maka untuk itu
ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut:
1.
SKPD Provinsi Papua Barat dengan didukung oleh instansi vertikal yang ada di Wilayah Provinsi
Papua Barat, Pemerintah Distrik dan Kampung, serta masyarakat termasuk dunia usaha,
berkewajiban untuk melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 20122025 dengan sebaik-baiknya.
2.
3.
4.
SKPD Provinsi Papua Barat berkewajiban untuk menyusun revisi rencana strategis yang memuat
visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsinya yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD Tahun 2012 2025 yang
nantinya akan menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja SKPD Provinsi Papua Barat serta
menjamin konsistensinya.
5.
Pemerintah Kampung/Kelurahan berkewajiban menyusun RPJPD yang menjabarkan visi, misi, dan
program yang nantinya akan menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Strategis SKPD
Kabupaten dengan memperhatikan RPJPN, RPJPD Provinsi Papua Barat sebelumnya serta menjamin
konsistensinya.
6.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan RPJPD Provinsi Papua Barat tahun 2012 2025, Bappeda Provinsi Papua Barat berkewajiban untuk melakukan pemantauan, fasilitasi dan
mediasi terhadap penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2012 2025 ke
dalam Rencana Strategis SKPD Provinsi Papua Barat dan RPJP Kampung/Kelurahan di lingkungan
Pemerintah Provinsi Papua Barat.
7.
Dalam pelaksanaan RPJPD Provinsi Papua Barat tahun 2012 2025 perlu mengacu kepada Rencana
Tata Ruang Wilayah(RTRW) Provinsi Papua Barat agar terwujud keselarasan dan kesinambungan
pembangunan daerah.
8.
Evaluasi pelaksanaan RPJPD Provinsi Papua Barat tahun 2012 2025 dilakukan pada tahun ketiga
dan pada akhir masa jabatan gubernur terpilih terhadap indikator kinerja misi, sedangkan evaluasi
tahunan dilakukan terhadap indikator kinerja program dengan data yang diperoleh dari lembaga
resmi atau melakukan survey yang dilakukan oleh Bappeda Provinsi Papua Barat.
- 150 -
9.
Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat tahun 2012 -2025, maka RPJPD Provinsi Papua
Barat yang telah ditetapkan sebelumnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.
10. Mengingat masa bakti gubernur akan berakhir pada tahun 2025 maka untuk mengisi kekosongan
dokumen perencanaan jangka Panjang yang ada, dipandang perlu untuk menyusun Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD) Transisi tahun 2025.
6.1
STRATEGI IMPLEMENTASI
Dalam upaya mencapai visi dan misi diperlukan strategi dalammengimpementasikannya. Strategi
implementasi digunakan untuk merealisasikankebijakan dan program yang direncanakan guna
meminimasi agar tidak terlalubesar jeda yang terjadi antara yang dirumuskan dengan yang dilaksanakan.
Strategiini digunakan dalam rangka peningkatan kinerja birokrasi ke arah yang lebih baik, lebih
profesional, dan lebih bermanfaat. Digunakan dua strategi implementasi yaitu strategi internal (inner
transformation strategy) dan eksternal.
6.1.1
Strategi Internal
1. Strategi Struktural
Cara menjalankan perubahan dari atas ke bawah (top-down). Inisiatif perubahandatang dari Pimpinan,
dari Eselon yang lebih tinggi kepada Eselon di bawahnyauntuk diteruskan ke staff. Strategi struktural
akan berjalan relatif cepat, namunapabila tidak diikuti dengan strategi lain dampaknya hanya
dipermukaan saja,dan bersifat instan. Strategi ini ditempuh bila keadaan dirasakan sangatmenKampungk
sehingga perubahan harus dilakukan dengan cepat.
2. Strategi Informasional
Cara menjalankan perubahan dengan memberikan informasi untuk menumbuhkan dan menguatkan
kebutuhan untuk melakukan perubahan dan memperlemah perlawanan terhadap perubahan Di sini
diasumsikan
bahwaaparatur
maupun
masyarakat
akan
tergugah
untuk
melakukan
dan
menerimaperubahan apabila mereka memiliki pengetahuan berdasarkan informasi ataufakta yang ada.
Strategi informasional berlangsung lebih lambat dari strategipolitikal, namun pengaruhnya lebih dalam.
3. Strategi Fasilitatif
Cara menjalankan perubahan dengan membantu aparatur maupun masyarakat yang hendak berubah
supaya mereka lebih mudah menghadapi keadaan baru.Bantuan ini dapat berbentuk penyediaan sumber
daya atau sarana, atau memberikan kesempatan untuk memperoleh keahlian atau pengetahuan baru
yang diperlukan untuk menghadapi perubahan.
4. Strategi Atittudinal
- 151 -
Cara perubahan yang memprioritaskan perubahan sikap, yang pada gilirannya akan mengubah tingkah
laku. Strategi attitudinal mengutamakan pada dampak luas dan berkelanjutan pada cara pandang dan
tingkah laku. Ada tiga tahap dalam proses perubahan sikap ini, yaitu tahap unfreezing (menjauhkan diri
atau melepaskan sikap lama), moving (menerima dan menumbuhkan sikap baru) dan refreezing
(memantapkan, mengukuhkan, menstabilkan sikap baru).
Strategi-strategi di atas tidak mutually exclusive, beberapa strategi dapat dijalankan secara bersamaan
dan dapat saling melengkapi.
6.1.2
Strategi Eksternal
Strategi ini adalah strategi dalam upaya kompetisi dengan lingkungan eksternal, hal ini diperlukan sebab
penyikapan pemerintahan yang makin terbuka terhadap lingkup eksternal menyebabkan potensi tarikmenarik bidang garap yang sama antar stakeholders. Disinilah perlu dikembangkan semangat
berkompetisi yang sehat dan menghargai eksistensi satu sama lain serta menjunjung tinggi kode etik
yang berlaku.
Dalam menghadapi kompetisi diperlukan daya saing. Alternatif yang bisa diupayakan dalam
meningkatkan daya saing adalah tuntutan perubahan yaitu need to be smaller (dituntut lebih ringkas
birokrasi), need to be better (dituntut untuklebih baik dalam kinerja) dan need to be different (dituntut
untuk inovatif dalamprogram/kegiatan).
Tuntutan untuk lebih baik dilakukan melalui reengineering processes(perbaikan metode dan teknik pada
proses yang dilakukan) dan continuous improvement (peningkatan yang terus menerus) sedangkan
tuntutan
untuk
inovatifdilakukan
dengan
reinventing
activities/programe
(inventarisasi
Positioning, yang ditandai dengan upaya menyesuaikan struktur birokrasi dengan kekuatan dan
kelemahan yang ada
influencing the balance, ditandai dengan inovasi sosialisasi dan pelaksanaan program serta upaya
differensiasi atas program / kegiatan
Exploiting change, ditandai dengan upaya menumbuhkan program, kegiatan dan kultur baru
Diversification
strategy,
ditandai
dengan
- 152 -
pengembangan
strategi-strategi
baru
dalam
BAB VII
PENUTUP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 yang
berisi visi, misi, dan arah pembangunan nasional merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat
di dalam penyelenggaraan pembangunan Provinsi Papua Barat 20 tahun kedepan.
RPJPD Provinsi Papua Barat ini juga menjadi acuan bentuk menyusun RPJPD setiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Baratdan menjadi pedoman bagi calon Gubernur dan wakil Gubernur dalam menyusun
visi, misi, dan program prioritas yang menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat selama satu periode kepemimpinannya atau selama
lima tahun.
RPJPDProvinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 ini sesuai dengan tujuan disusunnya yakni sebagai
pedoman penyusunan rencana pembangunan lainnya sejatinya dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Rencana pembangunan baik yang bersifat umum (regional) maupun sektoral harus diturunkan dari
kebutuhan dan cita-cita daerah sebagaimana tercantum dalam substansi RPJPDProvinsi Papua Barat ini.
Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan untuk mencapai visi dan misi tergantung pada peran aktif
serta sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin para penyelenggara Pemerintah dan
masyarakat. Sehubungan dengan itu, semua kekuatan sosial politik yang datang dari pihak internal
maupun eksternal, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan perlu turut serta menyusun
program menurut fungsi dan kemampuan masing-masing dalam melaksanakan RPJPD Provinsi Papua
Barat. Hasil pembangunan tentunya harus dapat dinikmati secara lebih riil, merata, dan adil oleh segenap
warga masyarakat khususnya masyarakat Provinsi Papua Barat dalam upaya meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan lahir dan batin dalam suasana yang demokratis, aman, tentram dan damai.
- 153 -