Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM OSEANOGRAFI KIMIA


ACARA II
PENGUKURAN TOTAL CO2

Oleh :
M NAUFAL PRINANDA
26020115140076
ILMU KELAUTAN B / KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Karbon Dioksida (CO2)


Pada tahun 1772, dua tahun sebelum Joseph Priest ley menemukan oksigen,

dia mengemukakan bahwa dengan menstimulasi air mineral tertentu, maka akan
didapatkan

hasil

pemisahan

karbondioksida

dalam

air

minuman

biasa.

Karbondioksida adalah sebuah gas yang tidak berwarna yang tidak beracun pada
konsentrasi biasa/sesuai. Gas karbondioksida berada dalam atmosfir (sekitar 0,03
persen mol) dan dalam nafas kita, dimana gas karbondioksida dihasilkan dari oksidasi
biologi dari subtansi makanan. Karena dari densitas gas karbondioksida (sekitar 1,5
lebih besar dari pada yang berada di udara), gas karbondioksida cenderung
berkumpul dalam wilayah rendah dan kurang akan udara dan dapat menyebabkan
aspiksiasi oleh pengeluaran oksigen. Sifat dari pengeluaran oksigen ini berguna
dalam pemadaman api (Gammon, 1985).
Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika
dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbondioksida di
atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan.
Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva, membentuk
larutan asam karbonat lemah. Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik
untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan
kehidupan hewan. Pada keadaan STP, rapatan karbondioksida berkisar sekitar 1,98
kg/m, kira-kira 1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O)
mengandung dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol.
Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu
pembakaran logam seperti magnesium (Afandi, 2009).
2.1.1 Siklus CO2
Siklus karbon adalah gerakan unsur karbon melalui batuan bumi dan sedimen,
lingkungan air, lingkungan tanah, dan atmosfer. Siklus karbon karena itu merupakan
gerakan unsur ini melalui biosfer dalam proses yang dimediasi oleh tanaman
fotosintesis di darat dan di laut. Sejumlah besar karbon organik dapat ditemukan baik

pada organisme hidup dan bahan organik mati. Reservoir besar karbon, pada orde 20
x 1015 ton, dapat ditemukan di permukaan bumi. Sebagian besar waduk ini ditemukan
di batuan dan sedimen. Proses ini melibatkan fiksasi karbon dioksida (CO 2) menjadi
molekul organik, proses yang disebut fotosintesis. Energi yang digunakan dalam
proses ini disimpan dalam bentuk kimia, seperti yang karbohidrat (gula seperti
glukosa). Bahan organik akhirnya teroksidasi, seperti yang terjadi ketika organisme
fotosintesis mati. Melalui proses respirasi, karbon dikembalikan ke atmosfer dalam
bentuk karbon dioksida (Wahyono, 2011).
Menurut Wahyono (2011), beberapa proses yang termasuk dalam siklus CO 2
yang berpengaruh pada jumlah karbon di bumi adalah:
1. Fotosintesis
Organisme yang menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon dikenal
sebagai autotrof. Banyak organisme ini juga menggunakan sinar matahari sebagai
sumber energi untuk mereduksi karbon dioksida; karenanya, mereka sering disebut
sebagai fotoautotrof. Proses fiksasi karbon dioksida dilakukan oleh fitoplankton di
laut, dengan tanaman darat (terutama pohon), dan dengan banyak mikroorganisme.
Sebagian besar proses ini dilakukan oleh tumbuhan darat.
Proses fotosintesis dapat diringkas dengan persamaan berikut:
CO2 + air + energi karbohidrat + oksigen
Proses ini membutuhkan energi dari sinar matahari, yang disimpan dalam bentuk
energi kimia karbohidrat. Sementara kebanyakan tanaman menghasilkan oksigen
dalam proses-sumber oksigen di atmosfer-beberapa bakteri bumi dapat menghasilkan
produk selain oksigen. Organisme yang melakukan fiksasi karbon dioksida,
menggunakan fotosintesis untuk mensintesis karbohidrat, yang sering disebut sebagai
produsen. Degradasi humus merupakan proses yang lambat, pada orde dekade.
Namun, dekomposisi humus, terutama melalui proses yang disebut respirasi, yang
mengembalikan sebagian besar karbon dioksida ke atmosfer. Dengan demikian, siklus
karbon merupakan keseimbangan yang dinamis antara karbon di atmosfer dan karbon
tetap dalam bentuk bahan organik.

2. Respirasi
Respirasi merupakan kebalikan dari fotosintesis. Semua organisme yang
menggunakan oksigen, termasuk manusia, melaksanakan proses ini. Namun, terutama
dekomposisi humus oleh mikroorganisme yang mengembalikan sebagian besar
karbon ke atmosfer. Tergantung pada mikroorganisme tertentu, karbon dalam bentuk
baik karbon dioksida atau metana (CH4).
Respirasi umumnya diwakili oleh persamaan:
Karbohidrat + oksigen karbon dioksida + air + energi
Energi yang dilepaskan oleh reaksi digunakan oleh organisme (yaitu, konsumen)
untuk melaksanakan proses metabolisme sendiri.
3. Sedimen karbon
Meskipun tingkat besar karbon berputasr antara atmosfer dan organisme hidup,
sebagian besar karbon ditemukan dalam deposit karbonat di darat dan di sedimen
laut. Beberapa ini berasal dari ekosistem laut, di mana organisme menggunakan
karbon dioksida terlarut untuk menghasilkan cangkang karbonat (kalsium karbonat).
Saat organisme ini mati, kerang tenggelam dan menjadi bagian dari sedimen laut.
Deposit organik lainnya, seperti minyak dan batubara, berasal dari endapan fosil
bahan organik mati. Waktu daur ulang untuk sedimen dan deposito tersebut umumnya
pada orde ribuan tahun; maka kontribusi mereka terhadap siklus karbon diabaikan
pada skala waktu manusia.
Beberapa sedimen didaur ulang secara alami, seperti ketika sedimen larut atau
ketika hujan asam jatuh pada batuan karbonat (kapur), melepaskan karbon dioksida.
Namun, ketika deposit tersebut dibakar sebagai bahan bakar fosil, kadar karbon
dioksida di atmosfer dapat meningkat pada tingkat yang cepat.

4. Dampak Lingkungan Kegiatan Manusia


Gas karbon dioksida hanya sebagian kecil (0,036 persen) dari volume atmosfer.
Namun, karena kemampuannya untuk menetap, dan bahkan perubahan kecil dalam
tingkat gas ini dapat secara signifikan mengubah suhu lingkungan. Sekitar tahun

1850, manusia mulai membakar sejumlah besar bahan bakar fosil; penggunaan bahan
bakar tersebut dipercepat secara signifikan setelah penemuan mobil.
Pada akhir abad kedua puluh, antara 5 miliar dan 6 miliar ton karbon yang
dilepaskan ke atmosfer setiap tahun dari pembakaran karbon fosil. Beberapa karbon
dilepaskan kembali ke bumi melalui karbon biologis memperbaiki sumber panas dari
bumi dan bahkan perubahan kecil mampu mengubah suhu lingkungan secara
signifikan.
2.1.2 Kadar CO2 di Perairan
Kadar karbondioksida (CO2) yang baik bagi organisme peraiaran yaitu kurang
lebih 15 ppm. Jika lebih dari itu sangat membahayakan karena menghambat
pengikatan oksigen (O2). Lebih lanjut dikatakan kadar karbondioksida yang berlebih
dapat diatasi dengan melakukan penggantian air secara rutin, mengurangi
pertumbuhan ganggang yang terlalu lebat dan peningkatan peranan kincir air
(Mujiman, 1989).
Karbondioksida dari udara selalu bertukar dengan karbondioksida yang ada di
air. Pada air yang tenang pertukaran ini sedikit, proses yang terjadi adalah difusi.
Sehingga kadar yang di perlukan pertukarannya berubah lebih cepat dan air
dipermukaan berpusar menuju kebagian dasar perairan (Sastrawijaya, 2000).
Kandungan Karbondioksida bebas (CO2) dalam suatu perairan maksimal 20
ppm. Kandungan Karbondioksida bebas (CO2) pada suatu perairan melebihi 20 ppm,
maka membahayakan biota laut bahkan meracuni kehidupan organisme perairan.
Kandungan karbondioksida bebas dalam suatu perairan lebih tinggi dari 12 ppm dapat
membahayakan kehidupan organisme perairan, dapat diasumsikan bahwa bila dalam
suatu perairan kadar Karbondioksida (CO2) berlebihan dapat berdampak kritis bagi
kehidupan binatang air (Soesono, 1970).
Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi yang penting
bagi sistem perairan, kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh kandungan
bahan organik terurai, agilasi suhu, pH, dan aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas
berasal dari proses pembangunan bahan organik oleh jasad renik dan respirasi
organisme (Soesono 1970), karbondioksida bebas dalam perairan berasal dari hasil

penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri dekomposer atau mikroorganisme,


naiknya CO2 selalu diiringi oleh turunya kadar O2 terlarut yang diperlukan bagi
pernafasan hewan-hewan air. Dengan demikian walaupun CO 2 belum mencapai kadar
tinggi yang mematikan, hewan-hewan air sudah mati karena kekurangan O 2. Kadar
CO2 yang dikehendaki oleh ikan adalah tidak lebih dari 12 ppm dengan kandungan O 2
terendah adalah 2 ppm (Asmawi, 1983).
2.1.3

Faktor yang Mempengaruhi CO2 di Perairan


Menurut Afandi (2009), karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari

berbagai sumber, yaitu sebagai berikut.


1.

Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat diatmosfer mengalami


difusi secara langsung ke dalam air.

2.

Air hujan, Air hujan yang jatuh kepermukaan bumi secara teoritis memiliki
kandungan

karbondioksida

sebesar

0,55-0,60

mg/liter,

berasal

dari

karbondioksida yang terdapat di atmosfer.


3.

Air yang melewati tanah organik. Tanah organic yang mengalami


dekomposisi mengandung relative banyak karbondioksida sebagai hasil proses
dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air.

4.

Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi


tumbuhan dan hewan mengluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan
organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu
produk akhir. Demikia juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian
dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.
Sebagian kecil karbondioksida yang terdapat di atmosfer larutke dalam uap air

membentuk asam karbonat, yang selanjutnya jatuh sebagai hujan. Sehingga air hujan
selalu bersifat asam dengan nilai pH sekitar 5,6. Hal serupa juga terjadi jika
karbondioksida masuk ke badan air; sekitar 1% karbondioksida bereaksi dengan air
membentuk asam karbonat.
CO2 + H2O H2CO3

H2CO3 H+ + HCO3Jadi pada dasarnya keberadaan karbondioksida di perairan terdapat dalam


bentuk gas karbondioksida bebas (CO2), ion bikarbonat (HCO3-), ion karbonat
(CO32-), dan asam karbonat (H2CO3). Perairan air tawar alami hampir tidak pernah
mamiliki pH > 9 sehingga tidak ditemukan karbon dalam bentuk karbonat. Pada air
atanah, kadar karbonat biasanya sekitar 10 mg/liter karena sifat air tanah yang
cenderung alkalis. Perairan yang memiliki kadar sodium tinggi mengandung karbonat
sekitar 50 mg/liter (Afandi, 2009).
2.2

Titrasi Alkalimetri
Alkali yang berarti basa sedang metri dari (bahasa Yunani) yang berarti ilmu,

proses, atau seni mengukur. Alkalimetri berarti pengukuran jumlah alkali atau
pengukuran dengan basa. Titrasi alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan
dengan basa. Berdasarkan reaksinya dengan pelarut, basa diklasifikasikan menjadi
basa kuat dan lemah sehingga titrasi basa meliputi titrasi asam kuat dengan basa
kuat, asam kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa kuat, asam kuat dengan
garam dari asam lemah, dan basa kuat dengan garam dari basa lemah
(Padmaningrum, 2006).
Titrasi alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi
suatu asam dengan menggunakan larutan basa sebagai standar. Reaksi yang terjadi
pada prinsipnya adalah reaksi netralisasi, yaitu pembentukan garam dan H 2O netral
(pH =7) hasil reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu basa. Reaksi
berlangsung stoikiometri apabila mgrek pentitrasi sama dengan mgrek titran, saat ini
disebut dengan titik ekivalen. Dalam praktek kondisi ini tidak bisa dilihat secara
visual tetapi dapat dilihat dengan bantuan indikator (asam-basa) yang mempunyai
warna yang spesifik pada ph tertentu. Seperti indicator phenolftalein (pp) akan
berwarna pink pada ph 8,3-10. Saat tercapainya perubahan warna pada titran disebut
dengan titik titrasi (Padmaningrum, 2006).
2.3
Indikator PP (phenolphthalein / fenoftalein)
Indikator asam-basa yang terkenal adalah indikator phenolphtalein (PP) yang
biasanya digunakan dalam praktikum titrasi. Indikator PP ini mempunyai rentang pH

8,0 9,6 dengan perubahan warna dari tak berwarna (colorless) merah keunguan
(Resenberg, 1985).
Indikator asam-basa akan cenderung untuk bereaksi dengan kelebihan asam
atau basa pada saat titrasi untuk menghasilkan warna. Perubahan warna ini
disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Setiap indikator asam-basa merupakan
ion yang memiliki tetapan ionisasi yang berbeda-beda. Ion ini memiliki sistem yang
terkonjugasi yang dapat menyerap gelombang warna tertentu dan meneruskan
gelombang warna lainnya. Gelombang warna yang diserap adalah bagian dari
spektrum warna, sehingga ion tersebut akan terlihat berwarna (Petrucci, 1989).
Indikator, seperti telah tertulis merupakan senyawa ion yang biasanya adalah
asam lemah dan dapat teionisasi dan membentuk kesetimbangan menjadi bentuk
anionnya. Biasanya warna indikator saat belum terionisasi dan setelah terionisasi
akan berbeda. Mata manusia hanya bisa melihat warna pertama apabila perbandingan
konsentrasi indikator sebelum terionisasi dan konsentrasi anion setelah indikator
terionisasi lebih dari 10, dan dapat melihat warna kedua saat perbandingan itu kurang
dari 0,1. Berarti perubahan warna akan terlihat apabila konsentrasi H + berubah 100
kali atau setara dengan perbedaan pH sebesar 2 satuan. Daerah perubahan warna
indikator ini juga bergantung pada pKa atau pKb suatu indikator. Indikator PP yang
berwarna merah keunguan berarti ionnya menyerap warna selain merah keunguan
dan meneruskan warna merah keunguan (Syukri, 1999).
2.4
Natirum Karbonat (Na2CO3)
Natrium karbonat (juga dikenal sebagai washing soda atau soda abu),
(Na2CO3), adalah garam natrium dari asam karbonat. Bentuk paling umum sebagai
heptahidrat kristal, yang mudah effloresces untuk membentuk bubuk putih,
monohidrat tersebut. Natrium karbonat di dalam negeri, terkenal untuk penggunaan
sehari-hari sebagai pelunak air. Hal ini dapat diekstraksi dari abu macam-macam
tanaman. Hal ini secara sintetis diproduksi dalam jumlah besar dari garam dan kapur
dalam proses yang dikenal sebagai proses Solvay (Cundari et al., 2014).
Pada penggunaan domestik, digunakan sebagai pelunak air selama cuci.
Na2CO3 bersaing dengan ion magnesium dan kalsium dalam air keras dan mencegah
mereka dari ikatan dengan deterjen yang digunakan. Tanpa menggunakan soda cuci,
deterjen tambahan diperlukan untuk menyerap magnesium dan ion kalsium. Disebut

soda cuci, kristal soda, atau soda sal di bagian deterjen toko, secara efektif
menghilangkan noda minyak, lemak, dan alkohol. Natrium karbonat juga digunakan
sebagai agen pembersih kerak pada boiler seperti yang ditemukan dalam pot kopi,
mesin espresso, dan lain-lain (Cundari et al., 2014).
Pada praktik kimia, sering digunakan sebagai elektrolit. Hal ini karena
elektrolit biasanya garam berbasis, dan natrium karbonat bertindak sebagai konduktor
yang sangat baik dalam proses elektrolisis. Selain itu, tidak seperti ion klorida, yang
membentuk gas klor, ion karbonat tidak korosif pada anoda. Hal ini juga digunakan
sebagai standar utama untuk titrasi asam-basa karena itu padat dan udara-stabil,
sehingga mudah untuk menimbang secara akurat. Hal ini juga digunakan untuk
mempercepat dekomposisi air dalam elektrolisis (Cundari et al., 2014).
2.5
Baku Mutu Perairan
Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air laut (Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor: 51 Tahun 2004).

Tabel 1. Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan

Keterangan:
1.
Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan
2.

(sesuai dengan metode yang digunakan).


Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada,

3.

baik internasional maupun nasional.


Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,

4.
5.

malam dan musim).


Pengamatan oleh manusia (visual).
Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan
tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
Tabel 2. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahar

Keterangan:
1.
Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan
2.

(sesuai dengan metode yang digunakan).


Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada,

3.

baik internasional maupun nasional.


Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,

4.
5.

malam dan musim).


Pengamatan oleh manusia (visual).
Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah
lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm:
o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman
euphotic

o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi


rata2 musiman
o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas ratarata musiman
o Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan
Heptachlor
o Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi
rata-rata musiman
Tabel 3. Baku Mutu Air laut untuk Wisata Bahari (Lanjutan)
Tabel 4. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut

Tabel 5. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut


Menurut Suhartono (2010), Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu

air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam

waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang telah ditetapkan.
Masalah pencemaran lingkungan yang berkaitan dengan sistem perairan pantai pada
umumnya sangat kompleks, karena adanya interaksi proses fisika, kimia, dan biologi.
Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran, pengelolaan
kualitas perairan atas dasar Indeks Pencemaran (IP) adalah:
PIj = (Ci/Lij)2M + (Ci/Lij)2 R/2
Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang
dicantumkan dalam baku peruntukan air (j ).
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil
survey
PIj = Indeks pencemaran bagi peruntukan ( j ).
(Ci/Lij)M = Nilai Ci/Lijmaksimum
(Ci/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata

DAFTAR PUSTAKA
Afandi, B. 2009. Pengaruh CO2 (Karbondioksida) Murni Terhadap Pertumbuhan
Mikroorganisme pada Produk Minuman Fanta di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia
Unit Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan. 4-7.
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba . PT. Gramedia, Jakarta.
Cundari, L., Selpianam Wijaya, C.K., dan Sucia A. 2014. Pengaruh Penggunaan Solven
Natrium Karbonat (Na2CO3) terhadap Absorpso CO2 pada Biogas Kotoran Sapi dalam
Spray Column. Jurnal Teknik Kimia Vol. 20 (4). 54 p.
Gammon, E. 1985. General Chemistry. 6th Edition. New York: Houghton Mifflin Company.
KLH 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 Tentang
Baku Mutu Air Laut. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta: 32 hal.
Mujiman., A, 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. 2-3.
Padmaningrum, Regina Tutik. 2006. Titrasi Asidimetri. Universitas NegeriYogyakarta:
Yogyakarta. 1-2..Sastrawijaya, 2000.

Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta,

Jakarta.
Petrucci, R. 1989. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga
Resenberg, J. 1985. Kimia Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga
Soeseno. S . 1970. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB, Bogor.
Suhartono, E. 2010. Identifikasi Kualitas Perairan Pantai Akibat Limbah Domestik Pada
Monsun Timur Dengan Metode Indeks Pencemaran (Studi Kasus Di Jakarta,
Semarang, Dan Jepara). Semarang : Universitas Diponegoro.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB

Anda mungkin juga menyukai