Anda di halaman 1dari 8

Zoning Text dalam Peraturan Zonasi Kawasan

TINJAUAN TEORI
Ketentuan Pemanfaatan Ruang (Zoning Text) ini merupakan kelengkapan
pengaturan yang terdiri dari aturan-aturan yang menjelaskan tentang tata guna
lahan dan kawasan, permitted and conditional uses, standar pengembangan,
ketentuan dan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang yang menyangkut
aspek perizinan, insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi hukum.

Dalam kaitannya dengan pengendalian pemanfaatan ruang, peraturan


zonasi sebagai perangkat utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Di
bawahnya terdapat perangkat insentif dan disinsentif, perizinan, dan sanksi. Dalam
pernyataan UU Penataan Ruang, keempat instrumen tersebut (termasuk peraturan
zonasi dibuat sejajar), namun pertimbangan praktis bahwa ketiga perangkat yang
disebut belakangan didasarkan atas peraturan zonasi. Hal inilah yang menyebabkan
peraturan zonasi berkesan dominan dan perlu mendapat perhatian lebih dalam
melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang. Hal tersebut memang tidak salah,
namun menyebabkan perizinan pun dapat dilakukan tanpa menunggu disusunnya
peraturan zonasi, melainkan mengacu kepada rencana. Namun, apabila peraturan
zonasi telah ada, maka keterkaitannya dengan perizinan menjadi tidak terhindarkan
lagi.

Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan
pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan
ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus
disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan aturan khusus untuk kegiatan
tertentu.

Aturan teknis zonasi berisi:

1. Aturan kegiatan dan penggunaan lahan


Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarangpada

suatu zona. Aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasidinyatakan
dengan klasifikasi sebagai berikut:

Pemanfaatan dijinkan ( I )

Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini berarti
tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah
kabupaten/kota terhadap pemanfaatan tersebut.

Pemanfaatan diizinkan secara terbatas ( T )

Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum,


pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan

Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat ( B )

Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di


sekitarnya (menginternalisasi dampak), dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL.

Pemanfaatan yang tidak diijinkan ( - )

Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan
dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya.
Aturan kegiatan dan penggunaan lahan tersebut diatas merupakan aturan yang
penerapannya pada perijinan pemanfaatan ruang/penggunaan lahan yang baru,
sedang ketentuan/aturan untuk bangunan yang telah ada ketentuan ini
diberlakukan setelah masyarakat melakukan perubahan penggunaan lahan atau
perubahan bangunan yang telah ada.

2. Intensitas pemanfaatan ruang


Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang diperbolehkan
berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk yang diatur
sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang serasi. Intensitas
pemanfaatan ruang diperhitungkan atas area perencanaan berupa unit-unit
pemilikan tanah yang merupakan gabungan atau pemecahan dari perpetakan atau
persil. KDH adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah lahan
terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas tanah/

daerah.

3. Tata Masa Bangunan


Tata massa bangunan terdiri dari: ketinggian bangunan, garis sempadan jalan dan
bangunan, serta jarak bebas, sempadan sungai. Ketinggian bangunan adalah
jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung dari lantai dasar sampai dengan
lantai tertinggi. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis yang tidak boleh
dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ yang ditetapkan dalam Rencana Tata
Ruang. Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah garis rencana jalan yang ditetapkan
dalam rencana yang sama. Jarak bebas (GSB/ garis samping dan belakang) adalah
ketentuan jenis peruntukan tanah dan ketinggian bangunan baik untuk bangunan di
atas tanah maupun di bawah tanah atau besmen.

4. Pemanfaatan Sempadan Sungai


Penggunaan sempadan sungai baik pada wilayah terbangun maupun pada wilayah
tidak terbangun diatur dalam ketentuan berikut:

Apabila areal sempadan tersebut di atas telah terbangun sebelum


dikeluarkan ketentuan ini, maka bangunan atau elemen fisik lainnya
dikenakan disinsentif melalui pelarangan ijin pengembangan lebih lanjut,
pajak/retribusi yang lebih tinggi, pembatasan sarana atau mengenakan
denda.

Apabila pada areal sempadan sungai atau irigasi teknis telah terbangun
infrastruktur jalan dengan pertimbangan biaya pembangunan infrastruktur
tersebut mahal, maka jalan tersebut dipertahankan dengan tetap melindungi
keberadaan sungai, dengan pembuatan tanggul.

Ruang antara Sungai dengan irigasi teknis dikembangkan sebagai ruang


terbuka hijau bersifat publik, bila terdapat fungsi untuk rumah, pertokoan
maka kedua fungsi tersebut dikenakan disinsentif dengan retribusi, pajak
yang lebih tinggi.

Bagian sungai (tepi sungai) yang terkena benturan sungai dan rawan
longsor/erosi diperkeras atau dibuat pemecah arus.

Kemiringan lahan yang dianjurkan untuk pengembangan areal publik antara


0-15% kemiringan lahan lebih dari 15% perlu penanganan khusus.

Kegiatan yang dapat dikembangkan pada areal sempadan sungai berupa


taman maupun tempat rekreasi yang dilengkapi dengan fasilitas areal
bermain, tempat duduk, jogging track, perabot taman dan atau sarana olah
raga.

Bangunan di areal sempadan sungai hanya diijinkan untuk tempat ibadah,


bangunan fasilitas umum dan bangunan tanpa dinding dengan luas maksimal
50m2/unit.

Khusus pada areal sempadan sungai yang merupakan areal rekreasi yang
terintegrasi langsung dengan perairan, maka pengembangan di areal
sempadan tepi air ini ditambah dengan lahan dari garis rata-rata muka air.

Mempertahankan kealamian sungai dengan menghindari pembuatan


konstruksi pada sungai kecuali pada kawasan perumahan yang memerlukan
pembuatan tanggul untuk keselamatan perumahan di sekitarnya terhadap
banjir. Konstruksi buatan ini tetap mempertahankan kealamian sungai.

Vegetasi yang diijinkan pada areal sempadan adalah diutamakan vegetasi


yang memiliki akar tunjang (pohon tahunan) untuk mencegah erosi.

Dilengkapi dengan lampu-lampu untuk menjamin keselamatan pengunjung


waktu malam setiap 10m pada tempat-tempat yang banyak dikunjungi atau
sepanjang jalur sirkulasi

5. Ketentuan Tentang Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Pelestarian


Pertimbangan penentuan tindakan preservasi/konservasi sebuah bangunan cagar
budaya dan atau kawasan pelestarian adalah sebagai berikut:
1. Aspek Pertimbangan Fisik-Visual, meliputi: estetika, tipikal, kelangkaan,
keistimewaan, nilai historis, penguat karakter kawasan, keelamatan.
2. Aspek Pertimbangan Non Fisik, meliputi: ekonomi, sosial-budaya, fungisional.

6. Ketentuan dan Standar Jaringan Jalan


Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun
berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat
kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK,
pengalaman, perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya.

Daftar standar-standar yang telah ada dan dapat digunakan sebagai rujukan dalam
penyusunan Peraturan Zonasi ini. Pertimbangan dalam penyusunan dan penetapan
standar:

1. Kesesuaian dengan karakteristik wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;


jika merujuk pada ketentuan teknis daerah lain;
2. Kesesuaian dengan karakteristik sosial dan budaya masyarakat di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan, karena hal tersebut menentukan
preferensi masyarakat terhadap prioritas kebutuhannya;
3. Kesesuaian dengan kondisi geologi dan geografis kawasan;
4. Kesesuaian dengan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota;
5. Metoda perhitungan standar dan tingkat kesalahan yang mungkin terjadi,
sehingga perlu dipertimbangkan antisipasi terhadap penyimpangan kondisi di
lapangan (berdasarkan zonasi yang telah ditetapkan) dengan penelitian dan
pengkajian standar;
6. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pemilihan dan penetapan standar untuk menyusun peraturan zonasi merujuk pada:
1. Standar Nasional Indonesia (SNI)
2. Ketentuan Ketentuan Sektoral
3. Ketentuan lain yang bersifat lokal.

7. Ketentuan dan Standar Perparkiran


Prinsip-prinsip perparkiran kendaraan bermotor terdiri dari parkir di dalam halaman
atau di dalam persil (off-street) dan parkir di dalam ruang milik jalan (on-street).
On-street parking menggunakan sebagian badan jalan pada salah satu sisi atau
kedua sisi untuk parkir. Sasaran dan sistem ini adalah menghindarkan gangguan
bagi lalu lintas secara umum yang diakibatkan dari penggunaan on-street parking.
Dengan kata lain menghindarkan keadaan dimana volume kendaraan lebih besar
dari kapasitas jalan, sehingga menimbulkan kemacetan. Luas kebutuhan parkir di
tempat ini bergantung pada jumlah kendaraan yang diharapkan parkir dan sudut
parkir. Umumnya parkir jenis ini menggunakan sudut parkir yang sejajar dengan
badan jalan (bila jalannya kecil) atau membentuk sudut apabila jalannya cukup
lebar. Sudut parkir yang umum digunakan adalah 30, 45, 60, 90. Tidak semua
badan jalan dapat digunakan sebagai-media parkir.
Off street parking (parkir di luar jalan) merupakan memanfaatkan badan jalan. Jenis
parkir ini antara lain adalah:
Pelataran Parkir (Open space Parking)

Bangunan Parkir (Park Building)


Parkir di Lantai Dasar (Besement Parking)

Anda mungkin juga menyukai