Anda di halaman 1dari 10

Nama

No.Reg
Kelas

: Aulia Mufti Salsabila


: 5415151660
: PTB A

MENCARI DAN MENCERMATI PUISI ANAK KARYA DOROTHY LAW NOLTE

PUISI pendidikan anak usia diri yang sangat fenomenal sepanjang sejarah itu
ada dalam buku Children Learn What They Live yang ditulis Dorothy Law
Nolte. Setidaknya sampai tahun 1998, puisi ini telah diterjemahkan dalam 35
bahasa dan jumlahnya terus bertambah.
Karya klasik ini sebenarnya ditulis pada tahun 1954 untuk koran Torrance
Herald di Southern California, dan Dorothy sendiri adalah salah satu
kolumnisnya. Setelah dimuat di surat kabar itu, puisi ini menjadi sangat
terkenal dan dapat ditemukan di mana-mana.
Berikut terjemahannya
Anak-Anak Belajar Dari Lingkungan Hidupnya
Jika anak biasa hidup dicacat dan dicela, kelak ia akan terbiasa menyalahkan
orang lain.
Jika anak terbiasa hidup dalam permusuhan, kelak ia akan terbiasa
menentang dan melawan.
Jika anak biasa hidup dicekam ketakutan, kelak ia akan terbiasa merasa
resah dan cemas.
Jika anak biasa hidup dikasihani, kelak ia akan terbiasa meratapi nasibnya
sendiri.
Jika anak biasa hidup diolok-olok, kelak ia akan terbiasa menjadi pemalu.
Jika anak biasa hidup dikelilingi perasaan iri, kelak ia akan terbiasa merasa
bersalah.
Jika anak biasa hidup serba dimengerti dan dipahami, kelak ia akan terbiasa
menjadi penyabar.
Jika anak biasa hidup diberi semangat dan dorongan, kelak ia akan terbiasa

percaya diri.
Jika anak biasa hidup banyak dipuji, kelak ia akan terbiasa menghargai.
Jika anak biasa hidup tanpa banyak dipersalahkan, kelak ia akan terbiasa
senang menjadi dirinya sendiri.
Jika anak biasa hidup mendapatkan pengakuan dari kiri kanan, kelak ia akan
terbiasa menetapkan sasaran langkahnya.
Jika anak biasa hidup jujur, kelak ia akan terbiasa memilih kebenaran.
Jika anak biasa hidup diperlakukan adil, kelak ia akan terbiasa dengan
keadilan.
Jika anak biasa hidup mengenyam rasa aman, kelak ia akan terbiasa percaya
diri dan mempercayai orang-orang di sekitarnya.
Jika anak biasa hidup di tengah keramahtamahan, kelak ia akan terbiasa
berpendirian : Sungguh indah dunia ini !
(Dorothy Law Nolte)
Pengembangan :
Jika anak biasa hidup dicacat dan dicela,
kelak ia akan terbiasa menyalahkan orang lain.
Jika anak terbiasa hidup dalam permusuhan,
kelak ia akan terbiasa menentang dan melawan
Jika anak biasa hidup dicekam ketakutan,
kelak ia akan terbiasa merasa resah dan cemas.
Jika anak biasa hidup dikasihani,
kelak ia akan terbiasa meratapi nasibnya sendiri.
Jika anak biasa hidup diolok-olok,
kelak ia akan terbiasa menjadi pemalu.
Jika anak biasa hidup dikelilingi perasaan iri,
kelak ia akan terbiasa merasa bersalah.
Jika anak biasa hidup serba dimengerti dan dipahami,
kelak ia akan terbiasa menjadi penyabar.
Jika anak biasa hidup diberi semangat dan dorongan,
kelak ia akan terbiasa percaya diri.
Jika anak biasa hidup banyak dipuji,
kelak ia akan terbiasa menghargai.

Jika anak biasa hidup tanpa banyak dipersalahkan,


kelak ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri.
Jika anak biasa hidup mendapatkan pengakuan dari kiri kanan,
kelak ia akan terbiasa menetapkan sasaran langkahnya.
Jika anak biasa hidup jujur,
kelak ia akan terbiasa memilih kebenaran.
Jika anak biasa hidup diperlakukan adil,
kelak ia akan terbiasa dengan keadilan.
Jika anak biasa hidup mengenyam rasa aman,
kelak ia akan terbiasa percaya diri dan mempercayai orang-orang di sekitarnya.
Jika anak biasa hidup di tengah keramahtamahan,
kelak ia akan terbiasa berpendirian : Sungguh indah dunia ini !
(Dorothy Law Nolte)
Anak-anak Belajar Dari Apa Yang Mereka Alami
Bila anak hidup dengan kritikan,
Ia belajar untuk mengutuk.
Bila anak hidup dengan permusuhan,
Ia belajar untuk melawan.
Bila anak hidup dengan ejekan,
Ia belajar menjadi pemalu.
Bila anak hidup dengan rasa malu,
Ia belajar untuk merasa bersalah
Bila anak hidup dengan toleransi,
Ia belajar menjadi sabar.
Bila anak hidup dengan penuh dukungan,
Ia belajar untuk percaya diri.
Bila anak hidup dengan keadilan,
Ia belajar menjadi adil.
Bila anak hidup dengan rasa aman,
Ia belajar untuk mempunyai keyakinan.
Bila anak hidup dengan pengakuan,
Ia belajar untuk menyukai dirinya.
Bila anak hidup dengan kejujuran,
Ia belajar kebenaran.
Bila anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,
Ia belajar menemukan rasa kasih sayang di dunia.

Kajian

Aspek Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman
(2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak,
baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan
selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak.
Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional,
yaitu :
1.
Dicintai,
2.
Dihargai,
3.
Merasa aman,
4.
Merasa kompeten,
5.
Mengoptimalkan kompetensi
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
1. Pada bayi hingga 18 bulan
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di
sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini
berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap
orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan
ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa
nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat
wajah dan suara orang di sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar
mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut.

d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang
merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang
asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati
dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar
dalam merespon kejadian tertentu.
2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan
banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan.
Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan
keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata
untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan
ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat
membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya
orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan
emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan,
anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil
inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang
baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu
peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa
orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa
senang, sementara yang kalah akan sedih.
4. Usia antara 5 sampai 12 tahun
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku.
Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga
rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk
menyembunyikan informasiinformasi secara.

b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan
konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin
menyadari perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi
sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada
orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih.
Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga
belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani,
2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang
norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi
bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak
awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturanaturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya
perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

Aspek Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan


sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi: meleburkan diri
menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama (Budiamin,
dkk. 2006: 124)
Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara
menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui
berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya ataupun orang
dewasa lain. (yusuf, 2000: 122)
Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang
diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan
hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap
ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.

Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli
psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak:

(1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2


tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat
pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri,
sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa
curiga;
(2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun.
Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan
seluruh otot-otot tubuhnya.
Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya
dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi
kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan
rasa malu dan ragu-ragu;
(3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang
tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya.
Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya
dapat menimbulkan rasa bersalah;
(4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6
tahun pubertas.

Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk


menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan
tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat
menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan
rasa rendah diri.

Aspek Motivasi

Motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas.


Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005), motivasi secara harafiah yaitu
sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau
tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat menyebabkan
seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya. (KBBI, 2001:756).

Ada 2 macam motivasi yaitu :


Motivasi Intrinsik timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang
lain Contoh : keingintahuan, keinginan untuk membuktikan diri, kebutuhan untuk dipuji,
minat besar untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan
Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu berupa
ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain yang terkadang diikuti dengan iming-iming
sesuatu agar anak lebih memilih untuk melakukan sesuatu.
Teori Motivasi Maslow
Teori Maslow Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1996), membagi kebutuhan
manusia sebagai berikut.
Menurut Maslow, kebutuhan individu harus dipuaskan dalam urutan berikut.

Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan
kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.

Kebutuhan Rasa aman

Apabila kebutuhan fisiologis sudah dipuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu
kebutuhan akan rasa aman. Ini merupakan kebutuhan kepastian keadaan lingkungan. Kebutuhan
akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan
akan kelangsungan pekerjaanya dan jaminan hari tuanyapada saat mereka tidak bekerja lagi.

Kebutuhan Sosial

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul
kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat
dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok
kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.

Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan
atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.

Kebutuhan Aktualisasi diri

Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri
berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan
untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan
kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang
mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri
senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
(fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan
diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih
tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang. Hal yang penting dalam
pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi memberi motivasi. Apabila
seseorang memutuskan bahwa ia menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi
tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan
mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku.
Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah terpuaskan,
kebutuhan itu masih memengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang lebih kecil.
Abraham Maslow mengembangkan hierarki kebutuhan manusia untuk memperlihatkan bahwa
kita harus memenuhi kebutuhan dasar sebelum kita dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
(King, 2011:202). Dalam pandangan Maslow, siswa harus memuaskan kebutuhan mereka akan
makanan sebelum mereka dapat berprestasi. Selain itu, pandangan Maslow juga beranggapan
mengenai anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu dan penuh kekerasan cenderung
kurang berprestasi dibanding anak-anak yang kebutuhannya terpenuhi.

PENDAPAT TENTANG PUISI DOROTHY

Yang terpenting dari hak-hak anak adalah mendapatkan kasih


sayang. Secara fitri, tiap setiap orangtua pasti menyayangi dan mengasihi
buah hatinya. Masalahnya, tidak tiap orang tua mampu mengekpresi dan
mengkomunikasikan kasih sayangnya dalam perilaku dan perkataan yang
terlihat dan didengar oleh sang anak.
Kadang-kadang anak-anak baru menyadari kasih-sayang orangtuanya ketika
keduanya telah wafat. Padahal, kasihsayang yang tampak dari perilaku
orangtua sangat penting dalam pertumbuhan kejiwaan sang anak.
Orangtua sangat berperan penting dalam pengembangan kehidupan sang
anak. Karena hasil akhir dari pengajaran adalah bagaimana sang anak

menemukan cara untuk berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan
intelektual. Sementara hasil akhir dari pendidikan adalah perilaku atau
akhlak yang baik.
Maka, sebagai pendidik, kita harus banyak belajar lagi untuk menjadi role
model yang baik bagi anak-anak di setiap aspek kehidupan, agar nantinya
sang anak bisa lebih bisa menghargai orang lain, bagaimana belajar
menempatkan diri, dan belajar bersikap.

Anda mungkin juga menyukai