Step 7
1. Mengapa pasien mengeluh pusing, pegal-pegal, tidak mau makan dan
minum, perut sakit dan muntah jika makan?
IFN- sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi
antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek
toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat,
muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002).
Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi
Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.
Nafsu Makan Menurun
Tubuh memiliki pusat pengatur suhu tubuh yang terletak di hipotalamus.
Pusat pengatur suhu ini dapat menentukan suhu yang tepat bagi tubuh
berdasarkan kondisi lingkungan atau kondisi dalam tubuh. Ketika ada
patogen masuk ke dalam tubuh, sistem imun kita akan mendeteksinya
sebagai benda asing yang harus dibasmi. Salah satu strategi sistem imun kita
adalah menghasilkan senyawa prostaglandin. Salah satu fungsi prostaglandin
ini adalah memberi sinyal bagi tubuh bahwa tubuh telah diinvasi.
Saya ingin menilik sedikit tentang prostaglandin yang telah kita bahas
sebagian. Masih ingat kan salah satu pemicu demam adalah dibebaskannya
prostaglandin? Prostaglandin memiliki efek fisiologis lain bagi tubuh, seperti
mengurangi pengeluaran asam lambung dan mengurangi pergerakan usus
(motilitas). Itulah mengapa orang yang sedang demam tidak memiliki nafsu
makan, karena memang tubuh sedang menurunkan kegiatan pencernaannya.
Obat-obat penurun demam (analgesik) biasanya bekerja dengan menekan
produksi pengeluaran prostaglandin. Tidak semua analgesik penurun demam
mempunyai cara kerja seperti ini, namun penekanan prostaglandin
merupakan salah satu cara yang cukup efektif. Jika prostaglandin ditekan,
maka kita dapat prediksikan bahwa efek samping yang terjadi selain demam
turun adalah kebalikan dari efek yang ditimbulkan prostaglandin. Efek
samping tersebut antara lain peningkatan asam lambung dan peningkatan
motilitas usus. Tak heran beberapa obat analgesik mencantumkan efek
samping berupa gangguan pencernaan seperti diare dan resiko luka pada
lambung. Itu lah pentingnya pencantuman efek samping pada kemasan obat,
karena informasi tersebut sangat berharga bagi keamanan tubuh kita.
Perhatikan selalu obat yang akan digunakan dan kenalilah diri kita sendiri,
apakah kita memiliki penyakit yang tidak boleh ada ketika kita mengonsumsi
suatu obat.
Oleh: Kristoforus Hardjasoekanta
Fever and myalgia constitute the syndrome most commonly associated with
zoonotic virus infection. Many of the numerous viruses belonging to the families
listed in Table 196-1 probably cause this
syndrome, but several viruses have been selected for inclusion in the table because
of their prominent associations with the syndrome and their biomedical importance.
The syndrome typically begins with the abrupt onset of fever, chills, intense
myalgia, and malaise. Patients may also report joint or muscle pains, but no true
arthritis is detectable. Anorexia is characteristic and may be accompanied by
nausea or even vomiting. Headache is common and may be severe, with
hotophobiaand retroorbital pain. Physical findings are minimal and are usually
confined to conjunctival injection with pain on palpation of muscles or the
epigastrium. The duration of symptoms is quite variable but generally is 25 days,
with a biphasic course in some instances. The spectrum of disease varies from
subclinical to temporarily incapacitating.
After an incubation period of 27 days, the typical patient experiences the sudden
onset of fever, headache, retroorbital pain, and back pain along with the severe
myalgia that gave rise to the colloquial designation break-bone fever.
Harrisons Principles of internal medicine - Chapter 196
Mual muntah inflamasi anti-histamin neurotransmitter 5HT
(serotonin) n.vagus (mempersarafi gaster & duodenum) ctz
rangsangan mual muntah
Demam inflamasi makrofag inf gama, il-1, hipotalamus
as.arakidonat PGE2 mengurangi pengeluaran asam lambung
peristaltik lambung turun
Pegal inf gama menghambat replikasi bakteri sel B antibody
virus terlalu banyak, inf gama banyak nyerii pegal
Infeksi viruspembentukan kompleks antigen-antibodi system
komlemen dan pelepasan anafilatoksin c3a dan c5asel mast
(histamin)permeabilitas dinding pembluh darah meningkat kebocoran
plasma ke ektravaskulerol darah turunviskositas naik suplai o2 ke
jaringan tidak adekuat sikls anaerob as. Laktat pegal2
Nafsu makan turun il-1 dan tnf-a yang meningkat peningkatan
hormone leptin nafsu makan turun
2. Mengapa pasien sudah diberi obat penurun panas tapi masih merasa demam
lagi?
Aksi/kerja utama paracetamol adalah dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin di pusat otak (hipotalamus), tetapi tidak di perifer
(jaringan), sehingga tidak mempunyai efek sebagai anti inflamasi.
Paracetamol mampu meringankan/menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi susunan syaraf pusat dan tidak menimbulkan ketagihan.
Walau relatif aman, tidak berarti paracetamol dapat ditelan semaunya.
Pemakaian paracetamol berbulan-bulan secara rutin dalam dosis yang tinggi
Demam septik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
hingga diatas normal, seringdisertai menggigil dan berkeringat.
Pada kondisi sepsis ( infeksi seluruh tubuh bisa oleh karena
bakteremia)
Demam hektik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
normal. Malaria Tropica
Demam remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tapi tidak
pernah mencapai normal.Perbedaan suhu mungkin mencapai 2
derajat namun perbedaannya tidak sebesar demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bilademam terjadi dua hari sekali
disebut tertiana dan apabila terjadi 2 hari bebasdemam diantara
2 serangan demam disebut kuartana. Malaria
salah
satu
mekanisme
termogenesis
dalam
usaha
demam
berdarah
dengue
hingga
saat
ini
masih
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imum yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a). Respon
humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolosis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE) ; b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8)
berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper
yaitu TH1 akan memproduksi interfon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d).
Selin itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Sumber : IPD
-
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada
awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma,
tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka
akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka
akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah
maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan
kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah danmerembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama
24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalamrongga
serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua,
menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah.Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
wabah yang besar.Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.
Sanitasi daerah
Terkait dengan populasi dari tempat tinggal semakin padat semakin tinggi
resiko tertular penyakit yang sama
7. Bagaimana pathogenesis penyakit di scenario?
Foto
DBD
CHIKUNGUNYA
Vektor Penular Chikungunya Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD
yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin
bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk
Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik
dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Habitat Perkembangbiakan Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempattempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta
tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang
bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan
tempurung coklat/karet, dll.
Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu
penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit.
A. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod
borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus
Alphavirus, famili Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria
sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5C dan nyeri persendian hebat
(severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke
wilayah yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya
C. Kepekaan dan Kekebalan Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan
diikuti dengan terbentuknya imunitas jangka panjang (long-lasting
imunity) di dalam tubuh penderita (WHO PAHO, 2011). Sampai saat ini
hanya diketahui satu serotipe Chikungunya. Terjadinya serangan kedua
belum diketahui dengan pasti.
D. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan
penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk
kurva Sadle back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka
kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di
belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival
injection).
2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul
sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai
berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi sendi
pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan
penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada
kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan,
kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan
kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi
serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan
IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA),
pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR),
pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test)
menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam )
dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta
sequencing.
Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang
10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X berarti
infeksi sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin. Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila
ada perdarahan .
b. Pemeriksaan Trombosit Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit Leukopenia atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah LED meningkat karena adanya infeksi
Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa meningkat bila dijumpai
hepatomegali. CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
Serologis Chik
Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM Chikungunya dapat dilakukan sebagai
penapisan (screening) untuk diagnosis chikungunya. Pemilihan Rapid Diagnostik
Test (RDT) juga harus memenuhi persyaratan sensitifitas dan spesifisitas diatas 85%
dengan uji lokal.
Serologis Dengue
Anti Dengue IgM-IgG untuk menyingkirkan DBD
G. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini
belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan
demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya
resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko timbulnya
Reyes syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah,
keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset
of illness) sampai 7 hari
H. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh
darah, renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bk%20cikungunya
%20edited_27_10_12ok.pdf
DBD jelas trombositopenia, perdarahan, fase kritis saat suhu badan turun
Cikungunya demam, myalgia, limfadenopati, virus cikunguya
(Pemeriksaan lab yang membedakan dengan DBD) tidak ada ruam dikulit,
belum tentu trombositopenia, tdk ada perdarahan saluran cerna
DD (demam dengue) tanpa ada syok, tanpa hemoragic, tanpa dss, tanpa
hepatomegaly, fase kritis saat demam naik pertama, fase penyembuhan saat
demam turun.
b. Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan
suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya
kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72
jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih
kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
d. Dengue Berat3 Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue
ditemukan :
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat
secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler
(capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan
nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan
darah)
2. Adanya perdarahan yang signifikan
3. Gangguan kesadaran
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen
yang hebat atau bertambah, ikterik)
5. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya,
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
Tirah baring
DEMAM DENGUE
TABEL PERBEDAAN DD DENGAN DBD
DD
Dijumpai trias syndroma:
- Demam tinggi
- Nyeri pd anggota badan
- Timbulnya ruam (Rash)
tidak disertai syok
Demam dengue selalu
infeksi primer
Definisi kasus
- Tersangka:
Demam mendadak tinggi
dengan 2 atau lebih
manifesatsi di bawah ini:
Sakit kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia
Artralgia/ nyerin otot
Ruam
Manifestasi perdarahan (uji
Tourniquet, petekie,
epistaksis)
Leukopeni
HI >1280 atau IgM/IgG
serum konvalesen
Pada KLB:
Demam tinggi
Tourniquet positif atau
petekie
Leukopenia (<5000)
DBD
Dijumpai 4 manfes klinis:
- Demam tinggi
- Perdarahan
- Perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kgagalan peredaran drh
(circulatory failure)
Definisi kasus
Dua kriteria klinis dan 2
kriteria lab:
Demam
mendadak tinggi
2-7 hari
Manifestasi
perdarahan (min.
positif tourniquet
test)
Trombosit <
100.000
Hemokonsentrasi
Kriteria klinis
Demam mendadak
tinggi 2-7 hari
Manifestasi
perdarahan(min.tourniq
uet positif)
Pembesaran hati
Ganguan sirkulasi/syok
Kriteria laboratorium
terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.
www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD. pdf