Anda di halaman 1dari 32

SGD LBM 1 MODUL TROPIS

Step 7
1. Mengapa pasien mengeluh pusing, pegal-pegal, tidak mau makan dan
minum, perut sakit dan muntah jika makan?
IFN- sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi
antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek
toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat,
muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002).
Soedarmo PS. 2002. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo dkk (ed).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi
Pertama. Jakarta: IDAI, pp: 176-209.
Nafsu Makan Menurun
Tubuh memiliki pusat pengatur suhu tubuh yang terletak di hipotalamus.
Pusat pengatur suhu ini dapat menentukan suhu yang tepat bagi tubuh
berdasarkan kondisi lingkungan atau kondisi dalam tubuh. Ketika ada
patogen masuk ke dalam tubuh, sistem imun kita akan mendeteksinya
sebagai benda asing yang harus dibasmi. Salah satu strategi sistem imun kita
adalah menghasilkan senyawa prostaglandin. Salah satu fungsi prostaglandin
ini adalah memberi sinyal bagi tubuh bahwa tubuh telah diinvasi.
Saya ingin menilik sedikit tentang prostaglandin yang telah kita bahas
sebagian. Masih ingat kan salah satu pemicu demam adalah dibebaskannya
prostaglandin? Prostaglandin memiliki efek fisiologis lain bagi tubuh, seperti
mengurangi pengeluaran asam lambung dan mengurangi pergerakan usus
(motilitas). Itulah mengapa orang yang sedang demam tidak memiliki nafsu
makan, karena memang tubuh sedang menurunkan kegiatan pencernaannya.
Obat-obat penurun demam (analgesik) biasanya bekerja dengan menekan
produksi pengeluaran prostaglandin. Tidak semua analgesik penurun demam
mempunyai cara kerja seperti ini, namun penekanan prostaglandin
merupakan salah satu cara yang cukup efektif. Jika prostaglandin ditekan,
maka kita dapat prediksikan bahwa efek samping yang terjadi selain demam
turun adalah kebalikan dari efek yang ditimbulkan prostaglandin. Efek
samping tersebut antara lain peningkatan asam lambung dan peningkatan
motilitas usus. Tak heran beberapa obat analgesik mencantumkan efek
samping berupa gangguan pencernaan seperti diare dan resiko luka pada
lambung. Itu lah pentingnya pencantuman efek samping pada kemasan obat,
karena informasi tersebut sangat berharga bagi keamanan tubuh kita.
Perhatikan selalu obat yang akan digunakan dan kenalilah diri kita sendiri,
apakah kita memiliki penyakit yang tidak boleh ada ketika kita mengonsumsi
suatu obat.
Oleh: Kristoforus Hardjasoekanta

Fever and myalgia constitute the syndrome most commonly associated with
zoonotic virus infection. Many of the numerous viruses belonging to the families
listed in Table 196-1 probably cause this
syndrome, but several viruses have been selected for inclusion in the table because
of their prominent associations with the syndrome and their biomedical importance.
The syndrome typically begins with the abrupt onset of fever, chills, intense
myalgia, and malaise. Patients may also report joint or muscle pains, but no true
arthritis is detectable. Anorexia is characteristic and may be accompanied by
nausea or even vomiting. Headache is common and may be severe, with
hotophobiaand retroorbital pain. Physical findings are minimal and are usually
confined to conjunctival injection with pain on palpation of muscles or the
epigastrium. The duration of symptoms is quite variable but generally is 25 days,
with a biphasic course in some instances. The spectrum of disease varies from
subclinical to temporarily incapacitating.
After an incubation period of 27 days, the typical patient experiences the sudden
onset of fever, headache, retroorbital pain, and back pain along with the severe
myalgia that gave rise to the colloquial designation break-bone fever.
Harrisons Principles of internal medicine - Chapter 196
Mual muntah inflamasi anti-histamin neurotransmitter 5HT
(serotonin) n.vagus (mempersarafi gaster & duodenum) ctz
rangsangan mual muntah
Demam inflamasi makrofag inf gama, il-1, hipotalamus
as.arakidonat PGE2 mengurangi pengeluaran asam lambung
peristaltik lambung turun
Pegal inf gama menghambat replikasi bakteri sel B antibody
virus terlalu banyak, inf gama banyak nyerii pegal
Infeksi viruspembentukan kompleks antigen-antibodi system
komlemen dan pelepasan anafilatoksin c3a dan c5asel mast
(histamin)permeabilitas dinding pembluh darah meningkat kebocoran
plasma ke ektravaskulerol darah turunviskositas naik suplai o2 ke
jaringan tidak adekuat sikls anaerob as. Laktat pegal2
Nafsu makan turun il-1 dan tnf-a yang meningkat peningkatan
hormone leptin nafsu makan turun
2. Mengapa pasien sudah diberi obat penurun panas tapi masih merasa demam
lagi?
Aksi/kerja utama paracetamol adalah dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin di pusat otak (hipotalamus), tetapi tidak di perifer
(jaringan), sehingga tidak mempunyai efek sebagai anti inflamasi.
Paracetamol mampu meringankan/menghilangkan rasa nyeri tanpa
mempengaruhi susunan syaraf pusat dan tidak menimbulkan ketagihan.
Walau relatif aman, tidak berarti paracetamol dapat ditelan semaunya.
Pemakaian paracetamol berbulan-bulan secara rutin dalam dosis yang tinggi

cenderung menghasilkan kerusakan hati. Efek samping lain adalah reaksi


hipersensitif dan kelainan darah.
Oleh: Azril Kimin
Andaikata saja ada anti viral Dengue di pasar, maka teknik early diagnostic
yang kini ada di pasar, akan mendapat pasangan sempurna yang mampu
mengendalikan atau mengeliminasi Demam Dengue. Secara teori Demam
Berdarah bisa di kendalikan bahkan bisa dieliminasi. Dewasa ini selain alat
diagnostic baru, juga dicari adanya (kandidat) antiviral baru yang secara
klinis terbukti dapat mengeliminasi virus. Setidaknya obat yang dapat secara
efektif mengembalikan fungsi sistem imun terutama cellular immune system
untuk melawan virus. Di tahun mendatang, diharapkan telah tersedia alat
deteksi dini dan kandidat preparat pengobatan, sehingga dapat
mengeliminasi sumber sumber penularan Demam Berdarah yang di lakukan
secara pro aktif.
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
Dan di tahun 2016 ini akan di keluarkan vaksin DBD.
Paracetamol menghambat prostaglandin di hiipotalamus tapi tidak
menghambat yang di perifer pdhl virus bereplikasi di darah maka si
paracetamol tidak mengatasi demam yang diakibatkan virus di darah.
Paracetamol hanya menurunkan pge2 tidak membunuh virus yang
menyebabkan demam
3. Apa saja macam-macam demam?

Demam septik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
hingga diatas normal, seringdisertai menggigil dan berkeringat.
Pada kondisi sepsis ( infeksi seluruh tubuh bisa oleh karena
bakteremia)
Demam hektik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun
normal. Malaria Tropica
Demam remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tapi tidak
pernah mencapai normal.Perbedaan suhu mungkin mencapai 2
derajat namun perbedaannya tidak sebesar demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bilademam terjadi dua hari sekali
disebut tertiana dan apabila terjadi 2 hari bebasdemam diantara
2 serangan demam disebut kuartana. Malaria

Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih


dari satu derajat. Pada tingkatdemam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia. Infeksi virus
Demam siklik kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebasdemam untuk beberapa hari yang
diikuti kenaikan suhu seperti semula DBD
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V
Demam terjadi di sore hingga malam hari karena pada waktu
tersebutmetabolisme tubuh telah menurun, sehingga suhu tubuh ikut
menurun. Akibatnya, tubuhmengkompensasi set point palsu yang di
set oleh bakteri dengan mekanisme demam. Sedangkanmenggigil
adalah

salah

satu

mekanisme

termogenesis

dalam

usaha

meningkatkan suhu. Pada umumnyamenggigil terjadi pada demam


yang suhunya jauh dari nilai normal.
Sumber : Buku ajar IPD FKUI
4. Kenapa terjadi demam mendadak dan tinggi?
Pathogenesis terjadinya
diperdebatkan.

demam

berdarah

dengue

hingga

saat

ini

masih

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imum yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a). Respon
humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolosis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE) ; b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8)
berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper
yaitu TH1 akan memproduksi interfon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d).
Selin itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary hetrologous


infectionyang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibody
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang mefagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T
helper da T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-, IL-6, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine
yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang
juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi
sumsum
tulang,
dan
2).Destruksi
dan
pemendekan
masa
hidup
trombosit.Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme komponen terhadap trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody
VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati da sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demem berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway).Jalur intrinsic juga berperan melalui aktivasi factor Xia
nemun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1 inhibitor).

Sumber : IPD
-

Patofisiologi berdasarkan klasifikasi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan


membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat
berkurangnya
volum
plasma,
terjadi
hipotensi,
hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma
dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan


ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan

perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,


bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik
dan kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,


gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia
yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi
agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan
terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada
awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma,
tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka
akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka
akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah
maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan
kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah danmerembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama
24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalamrongga
serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua,
menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah.Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
wabah yang besar.Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah
(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi
pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktorHageman sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf

5. Bagaimana mekanisme terjadinya demam yang disebabkan oleh infeksi virus


dan yang ditransmisikan oleh nyamuk?

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi


peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh
normal.
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit
lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya,
keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam
keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat
toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO)
yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu
yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut,
tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan
tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan

limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses


fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa
zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang
berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya
akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan
suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang
dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin
(PGE2). Pengeluaran
prostaglandin
dibantu
oleh
enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi
kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus
akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal).
Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh
(hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal.
Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil
( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh
yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. (Ref : Fisiologi Sheerwood)

Kurva suhu DHF

Pasien tetap demam walaupun sudah minum obat Penurun panas


(parasetamol). Hal ini terjadi karena obat penurun panas (parasetamol)
hanya menurunkan demam ( Mengatasi simtomnya saja ), dengan
mekanisme menyerupai antagonis PGE2. Jika virus tetap memproduksi
pirogen, maka jika pemberian parasetamol dihentikan suhu tubuh akan
naik kembali.
Sumber : Samuelson, John. 2008. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam
Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse, S.A. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
Demam nya diatas
6. Apa hubungan riwayat sakit tetangga dengan pasien?
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang
berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak
di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit.Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari

sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.


http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf

Sanitasi daerah
Terkait dengan populasi dari tempat tinggal semakin padat semakin tinggi
resiko tertular penyakit yang sama
7. Bagaimana pathogenesis penyakit di scenario?
Foto

Saat terjadi peningkatan permeabilitas kebocoran plasma HT


meningkat, trompositopenia (krn faktor komplemen yang muncul saat
inflamasi mendestruksi trombosit) faktor pembekuan darah
turun perdarahan

Virus dengue punya 4 dene (1,2,3,4)


First (D1) sembuh sudah ada antibodi
Secondary infection (D2) infeksi dengan berbeda dene tidak
ada antibody yang melawan terjadi infeksi

8. Apa etiologi dari penyakit di scenario?


Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita
dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam
Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar
luas ke seluruh Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab
Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
9. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang yang bisa dilakukan?

Diagnosis3 Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita
infeksi dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai
demam/sakit, tipe demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya,
diare, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, output urin, juga adanya
orang lain di lingkungan kerja, rumah yang sakit serupa. Pemeriksaan fisik
selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status hidrasi, status
hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih dini, adalah
takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi pleura, apakah ada
hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari adanya ruam atau ptekie
atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak
ditemukan maka lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 %
sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %9. Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang
tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma,
selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah.
Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu
isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya
menurun. Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90.
Pada infeksi primer, konsentrasi Ig M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi
sekunder. Pada infeksi primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada
hari ke -14 dengan titer yang rendah ( 1 :2560) dan dapat bertahan seumur
hidup.
Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue (Ag
NS-l) diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan
pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi
dalam darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya
cukup mudah, praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya
pemeriksaan Ag NS-l yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan
diagnosis infeksi dengue sudah dapat ditegakkan lebih dini.16-18 Penelitian
Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita infeksi dengue di Guyana
menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset demam) hingga
hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini didapatkan
sensitivitas deteksi Ag NS -l sebesar 88,7% dan 91 % sedangkan spesifisitas
mencapai 100%, dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RTPCR dengan kontrol sampel darah infeksi non-dengue20. Penelitian lainnya di
Singapura pemeriksaan NS1- antigen secara Elisa memberikan sensitivitas
sampai 93,3 %.
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
10.Apa dd dari kasus di scenario?

DBD

CHIKUNGUNYA
Vektor Penular Chikungunya Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD
yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin
bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk
Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik
dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Habitat Perkembangbiakan Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempattempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta
tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang
bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan
tempurung coklat/karet, dll.

Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu
penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit.

A. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod
borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus
Alphavirus, famili Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria
sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5C dan nyeri persendian hebat
(severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke
wilayah yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya

1 kasus positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15


hari sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris:
sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut:
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang
diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya
2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan
dalam 3 kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
2. KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
B. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik
sampai timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik
adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut
dapat menginfeksi orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut.
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12
hari), sedangkan masa inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO,
2011).

C. Kepekaan dan Kekebalan Sekali seseorang terinfeksi virus Chik maka akan
diikuti dengan terbentuknya imunitas jangka panjang (long-lasting
imunity) di dalam tubuh penderita (WHO PAHO, 2011). Sampai saat ini
hanya diketahui satu serotipe Chikungunya. Terjadinya serangan kedua
belum diketahui dengan pasti.
D. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan
penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk
kurva Sadle back fever (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka
kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di
belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival
injection).
2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul
sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai
berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi sendi
pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan
penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada
kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan,
kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah pergelangan
kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.

Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk


dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan.
Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada
yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai
Rheumatoid Arthritis.
3. Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu,
dan anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot
sekitar sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit Kemerahan di kulit bisa terjadi
pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular (viral rash), sentrifugal
(mengarah ke bagian anggota gerak, telapak tangan dan telapak kaki).
Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih
sering muncul pada hari ke 4 - 5 demam. Lokasi kemerahan di daerah
muka, badan, tangan, dan kaki.

5. Kejang dan penurunan kesadaran Kejang biasanya pada anak karena


demam yang terlalu tinggi, jadi kemungkinan bukan secara langsung
oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai penurunan
kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan
kelainan biokimia atau jumlah sel.
6. Manifestasi perdarahan Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal
perjalanan penyakit walaupun pernah dilaporkan di India terjadi
perdarahan gusi pada 5 anak dari 70 anak yang diobservasi.
7. Gejala lain

Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh


darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.
E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah
Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya dengan
Dengue (WHO SEARO, 2009)

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi
serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan
IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA),
pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR),
pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test)
menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam )
dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta
sequencing.
Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang
10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X berarti
infeksi sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin. Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila
ada perdarahan .
b. Pemeriksaan Trombosit Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit Leukopenia atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah LED meningkat karena adanya infeksi

Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa meningkat bila dijumpai
hepatomegali. CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
Serologis Chik
Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM Chikungunya dapat dilakukan sebagai
penapisan (screening) untuk diagnosis chikungunya. Pemilihan Rapid Diagnostik
Test (RDT) juga harus memenuhi persyaratan sensitifitas dan spesifisitas diatas 85%
dengan uji lokal.

Serologis Dengue
Anti Dengue IgM-IgG untuk menyingkirkan DBD
G. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini
belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan
demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya
resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko timbulnya
Reyes syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah,
keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset
of illness) sampai 7 hari
H. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.

Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh
darah, renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bk%20cikungunya
%20edited_27_10_12ok.pdf

DBD jelas trombositopenia, perdarahan, fase kritis saat suhu badan turun
Cikungunya demam, myalgia, limfadenopati, virus cikunguya
(Pemeriksaan lab yang membedakan dengan DBD) tidak ada ruam dikulit,
belum tentu trombositopenia, tdk ada perdarahan saluran cerna
DD (demam dengue) tanpa ada syok, tanpa hemoragic, tanpa dss, tanpa
hepatomegaly, fase kritis saat demam naik pertama, fase penyembuhan saat
demam turun.

11.Apa saja manifestasi klinis dari kasus di scenario?


Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
Demam disertai 2 dari hal berikut :
Mual, muntah
Ruam
Sakit dan nyeri

Uji torniket positif


Lekopenia
Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
Nyeri perut atau kelembutannya
Muntah berkepanjangan
Terdapat akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Letargi, lemah
Pembesaran hati > 2 cm
Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
Kriteria dengue berat :
Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi
cairan dengan distress pernafasan.
Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung dan organ lain)
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan
spesifisitasnya mencapai 82 %9.
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan.
a. Pada fase febris,
Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada
beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.

b. Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan
suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya
kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72
jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih
kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
d. Dengue Berat3 Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue
ditemukan :
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat
secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler
(capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan
nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan
darah)
2. Adanya perdarahan yang signifikan
3. Gangguan kesadaran
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen
yang hebat atau bertambah, ikterik)
5. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya,

http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf

12.Apa penatalaksanaan dari kasus di scenario?


Indikasi rawat inap
Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila
ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi , perdarahan,
gangguan organ (ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit
pada pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites, komorbiditas (kehamilan,
diabetes mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi social tertentu (tinggal
sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan, transportasi sulit).
http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf
-

Tirah baring

Obat antipiretik atau kompres air hangat < 39 C, paracetamol

Pemberian cairan elektrolit peroral

Monitoring suhu badan


Kriteria rawat inap : tanda dan gejala yang mengarah ke hipotensi
(dapat mentolerir cairan peroral, dehidrasi), perdarahan (petekie,
hematemesis, ascites, efusi pleura), cek lab HT tinggi, dilihat lingkngan
ruma
Kriteria rawat jalan : apabila tdk demam dlm 48 jam, ada perbaikan
status klinis (kesadaran, status hemodinamika, nafsu makan), trombosit >
50.000 UI, HT stabil

13.Apa saja komplikasi dari penyakit tsb?


Dd : DBD, dd dengan perdarahan

DEMAM DENGUE
TABEL PERBEDAAN DD DENGAN DBD
DD
Dijumpai trias syndroma:
- Demam tinggi
- Nyeri pd anggota badan
- Timbulnya ruam (Rash)
tidak disertai syok
Demam dengue selalu
infeksi primer
Definisi kasus
- Tersangka:
Demam mendadak tinggi
dengan 2 atau lebih
manifesatsi di bawah ini:
Sakit kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia
Artralgia/ nyerin otot
Ruam
Manifestasi perdarahan (uji
Tourniquet, petekie,
epistaksis)
Leukopeni
HI >1280 atau IgM/IgG
serum konvalesen
Pada KLB:
Demam tinggi
Tourniquet positif atau
petekie
Leukopenia (<5000)

DBD
Dijumpai 4 manfes klinis:
- Demam tinggi
- Perdarahan
- Perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kgagalan peredaran drh
(circulatory failure)
Definisi kasus
Dua kriteria klinis dan 2
kriteria lab:
Demam
mendadak tinggi
2-7 hari
Manifestasi
perdarahan (min.
positif tourniquet
test)
Trombosit <
100.000
Hemokonsentrasi
Kriteria klinis
Demam mendadak
tinggi 2-7 hari
Manifestasi
perdarahan(min.tourniq
uet positif)
Pembesaran hati
Ganguan sirkulasi/syok
Kriteria laboratorium

Trombosit < 100.000


Hemokonsentrasi
(kenaikan HT >20%)
atau bukti kebocoran
plasma lain< seperti
asites pleural efusi,
penurunan serum
protein/albumin/kolester
ol)

PERBEDAAN DD DENGAN DBD


Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadangkadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata,
nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk
makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian
menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6
atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga
ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadangkadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang
berkepanjangan, terutama pada
dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang
disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan
perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada
penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada
penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya
hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,
tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh
nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun
jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di
epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang
demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji
tourniquet (Rumple leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah
arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita
dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini

terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.
www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD. pdf

Anda mungkin juga menyukai