Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA PRODUK ALAM


JALUR SIKIMAT

Disusun Oleh:
Nama

: Fera Maharani

(FA/09636)

Sausanzahra A.

(FA/09637)

Shella Syafira W.

(FA/09638)

Golongan/Kelompok : BII/5
Tanggal Praktikum

: Senin, 20 April 2015

LABORATORIUM KIMIA PRODUK ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

PERCOBAAN IV
JALUR SIKIMAT

I. TUJUAN
1. Mahasiswa diharapkan mampu memahami prinsip pemisahan dan identifikasi
senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan memisahkan senyawa-senyawa yang
dihasilkan dari jalur Sikimat dari suatu produk alam menggunakan teknik
Kromatografi Lapis Tipis.
II. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
a. Lempeng KLT
b. Kertas Toyo
c. Bejana KLT
d. Sinar UV 254nm dan 366nm
e. Kompor listrik
f. Pipa kapiler
g. Alat penyemprot
h. Pinset
2. BAHAN
a. Larutan pembanding
Sinamaldehid
Kumarin
Kurkuminoid
Kuersetin , Rutin
b. Larutan uji
Cinnamomum
Mengkudu
Temulawak
Ketela pohon
c. Fase gerak
Toluene : etil asetat (93:7)
Eter : toluene : asam asetat 10% (55:45:0,8)
Kloroform : methanol (98:2 v/v)
Asam asetat 30%
d. Fase diam : silica gel F254 dan kertas Toyo No.51
e. Pereaksi Semprot

Vanillin asam sulfat


KOH 5% etanolik
Sitroborat
III. CARA KERJA
Disiapkan larutan uji dan larutan pembanding (oleh laboran)

Dijenuhkan bejana (oleh laboran)

Disiapkan 3 plat KLT dan 1 kertas Toyo


Prosedur KLT:
Ditotolkan sebanyak 2 kali penotolan larutan uji dan 1 kali penotolan larutan
pembanding dengan pipa kapiler pada lempeng KLT (jarakpenotolan 1.0 cm
dari tepi bawah lempeng)

Ditotolkan sebanyak 3 kali penotolan larutan uji ( ketela pohon ) dan 1 kali
penotolan larutan pembanding pada kertas toyo

Dibiarkan sampai kering

Ditetapkan jarak rambat 5 cm dari titik penotolan dan ditandai dengan pensil
pada tepi atas

Dimasukkan lempeng KLT dan kertas toyo pada bejana yang sudah dijenuhi
fase gerak dengan hati-hati

Disandarkan lempeng KLT dan kertas toyo pada dinding bejana hingga bagian
bawah lempeng tercelup fase gerak

Ditutup bejana dengan rapat dan dipastikan bahwa totolan tidak tercelup fase
gerak dan fase gerak bergerak keatas secara bersama-sama (membentuk garis
horizontal lurus)

Dibiarkan fase gerak bergerak keatas pada permukaan lempeng KLT dan
kertas Toyo hingga mencapai batas jarak rambat yang sudah ditetapkan

Dikeluarkan lempeng dan kertas Toyo dan dikeringkan di udara

Diamati bercak pada sinar tampak, sinar UV gelombang pendek (254nm), dan
sinar UV gelombang panjang (366nm)

Didokumentasikan dan dihitung harga Rf dari bercak-bercak senyawa hasil


pemisahan dan disbanding kan dengan senyawa pembanding

Plat KLT disemprot dengan pereaksi vanillin - asam sulfat (untuk sampel
sinamaidehid), KOH 5% etanolik (untuk sampel kumarin), dan sitroborat (
untuk samel flavonoid )

Dipanaskan sebentar di atas kompor listrik hingga Nampak bercak pada plat
KLT (sampel kumarin)

Diamati bercak pada sinar tampak dan sinar UV gelombang panjang (366nm)

Didokumentasikan dan dihitung harga Rf dari bercak-bercak senyawa hasil


pemisahan dan dibandingkan dengan senyawa pembanding.

IV. HASIL PERCOBAAN


1. Sampel
: Cinnamomum Cortex
Pembanding
: Sinamaldehid
Fase diam
: Silica gel F 254
Fase gerak
: Toluen Etil asetat ( 93:7 )
Penotolan sampel : 2 kali penotolan
Jarak elusi
: 5 cm
Deteksi
: Vanilin Asam sulfat

a. Sebelum disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 254
P

3) UV 366
P

b. Setelah disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 366
P

c. Tabel Rf

No.

Tampak
S
P

a
b
c
d
e
f
g

Sebelum disemprot
UV 254
UV 366
S
P
S
P
0,48
0,78
0,42

Setelah disemprot
Tampak
UV 366
S
P
S
P
0,56
0,08
0,7
0,6
0,32
0,36
0,34
0,12
0,18
0,1

Analisis:
Untuk menganalisa senyawa pada suatu sampel, perlu diamati harga Rf dan
warna bercak sampel dan pembanding. Sampel dikatakan mengandung senyawa
pembanding apabila harga Rf dan warna bercaknya sama.
Berdasarkan hasil percobaan, pada semua perlakuan tidak terdapat harga Rf
dan warna yang sama antara sampel dengan pembanding. Dapat disimpulkan
bahwa sampel Cinnamomum Cortex tidak mengandung senyawa pembanding
sinamaldehid.

2. Sampel
Pembanding
Fase diam
Fase gerak
Penotolan sampel
Jarak elusi
Deteksi

: Mengkudu
: Kumarin
: Silica gel F 254
: Eter : Toluen : Asam asetat 10% ( 55 : 45 : 0,8 )
: 2 kali
: 5 cm
: KOH 5% etanolik

a. Sebelum disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 254
P

3) UV 366

b. Setelah disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 366
S

c. Tabel Rf

No.

Tampak
S
P
0,2

a
b
c
d
e
f
g

Sebelum disemprot
UV 254
UV 366
S
P
S
P
0,86
0,74
0,94
0,36
0,32
0,32
0,24
0,14

Setelah disemprot
Tampak
UV 366
S
P
S
P
0,18
0,96
0,7
0,12
0,82
0,46
0,3

Analisis:
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa sampel
mengkudu tidak mengandung kumarin karena tidak terdapat harga Rf dan warna
bercak yang sama antara sampel mengkudu dengan pembanding kumarin pada
semua perlakuan.

3. Sampel
Pembanding
Fase diam
Fase gerak
Penotolan sampel
Jarak elusi

1) Sinar tampak
S

: Temulawak
: Kurkuminoid
: Silica gel F 254
: Kloroform : Metanol ( 98 : 2 v/v )
: 2 kali penotolan dengan pipa kapiler
: 5 cm

2) UV 254
P

3) UV 366
P

Tabel Rf

No.

Tampak
S
P
0,96
0,05
0,84
0,5
0,24
0,1

a
b
c
d
e
f
g

UV 254
S
P
0,96
0,5
0,82
0,5
0,34

UV 366
S
P
0,96
0,5
0,82
0,5
0,26

Analisis:
Berdasarkan hasil percobaan, sampel temulawak disimpulkan mengandung
senyawa pembanding kurkumin karena memiliki harga Rf yang sama yaitu 0,5
dengan warna bercak yang sama (kuning) yang terlihat di bawah sinar UV 254 serta
harga Rf yang sama yaitu 0,5 dengan warna bercak biru yang terlihat di bawah sinar
UV 366.

4. Sampel
Pembanding
Fase diam
Fase gerak
Penotolan sampel
Jarak elusi
Deteksi

: Ketela Pohon
: Rutin, Kuersetin
: Kertas Toyo No.51
: Asam asetat 30%
: 2 kali penotolan
: 8 cm
: Sitroborat

a. Sebelum disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 254
S

3) UV 366
S

b. Setelah disemprot
1) Sinar tampak
S

2) UV 366

Foto Pengamatan Plat KLT


1. Cinnamomum Cortex
a. Sebelum disemprot

Tampak

UV 254

UV 366

b. Setelah disemprot

Tampak

UV 366

2. Mengkudu
a. Sebelum disemprot

Tampak

UV 254

UV 366

b. Setelah disemprot

Tampak

UV 366

3. Temulawak

Tampak

UV 254

UV 366

4. Ketela Pohon
a. Sebelum disemprot

Tampak

UV 254

UV 366

b. Setelah disemprot

Tampak

UV 366

V. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami prinsip pemisahan dan
identifikasi senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis serta mengidentifikasi dan
memisahkan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari jalur Sikimat dari suatu produk alam
menggunakan teknik Kromatografi Lapis Tipis.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah prosedur analisis yang cukup sederhana,
cepat, dan murah sehingga dapat digunakan untuk mengetahui komponen dalam suatu
campuran dengan waktu yang relatif singkat. KLT juga dapat digunakan untuk
mendukung identitas senyawa dalam campuran ketika Rf senyawa dibandingkan dengan
Rf senyawa yang dikenal. Sebuah plat KLT biasanya dibuat dari lembaran kaca, logam,
atau plastic dengan ukuran tertentu dan permukaan yang rata yang dilapisi dengan fase
diam berupa lapisan tipis adsorben padat (biasanya silica atau alumina).
Pada Kromatografi Lapis Tipis, sampel yang akan dianalisis dilarutkan pada pelarut
yang sesuai kemudian sampel dan pembanding ditotolkan dalam bentuk titik atau pita
pada permukaan fase diam. Setelah penotolan, sebaiknya plat diamati di bawah sinar UV
untuk mengetahui apakah sampel dan pembanding yang ditotolkan sudah dapat diamati.
Plat KLT kemudian dicelupkan pada fase gerak di dalam chamber tertutup. Perlu
diperhatikan agar totolan sampel tidak ikut tercelup dalam fase gerak karena hal ini akan
menyebabkan sampel dan pembanding dapat terlarut pada fase gerak dan tidak terjadi
pemisahan. Fase gerak atau eluen perlahan-lahan akan bergerak ke atas plat KLT
mengikuti gaya kapiler hingga batas elusi yang telah ditentukan. Prinsip pemisahan
komponen pada teknik KLT didasarkan atas perbedaan kekuatan interaksi masing-masing
komponen dengan fase gerak dan fase diam. Suatu komponen yang kepolarannya lebih
sama dengan fase diam akan berinteraksi lebih kuat dengan fase diam sehingga memiliki
kecepatan migrasi yang lebih lambat. Akibatnya, jarak migrasi senyawa tersebut lebih
pendek. Jika kepolaran komponen lebih sama dengan fase gerak, komponen tersebut akan
lebih kuat interaksinya dengan fase gerak sehingga lebih mudah terbawa dan
menghasilkan kecepatan migrasi yang lebih cepat serta jarak migrasi yang lebih panjang.
Ketika fase gerak telah mencapai batas yang ditentukan, plat diangkat dari ruang elusidasi
kemudian diangin-anginkan sebentar di udara. Senyawa hasil identifikasi divisualisasikan
dengan detector yang sesuai (UV, sinar tampak, pereaksi kimia). Jika senyawa merupakan
senyawa yang berwarna, visualisasi cukup dilakukan dengan sinar tampak. Namun
kebanyakan senyawa organik yang diidentifikasi merupakan senyawa tidak berwarna,
sehingga perlu dilakukan visualisasi lebih lanjut dengan menggunakan lampu UV baik
pada gelombang pendek maupun gelombang panjang.
Pada percobaan ini, senyawa yang digunakan sebagai sampel adalah golongan
senyawa jalur sikimat yaitu Cinnamomum Cortex, mengkudu, temulawak, dan ketela
pohon. Senyawa pembanding untuk sampel Cinnamomum Cortex yaitu sinamaldehid
(suatu fenilpropanoid), untuk sampel mengkudu yaitu kumarin (suatu fenilpropanoid),
untuk temulawak yaitu kurkumin (metabolit sekunder dari jalur kombinasi fenilpropan
dengan poliketida), dan untuk ketela pohon yaitu kuersetin dan rutin (suatu flavonoid)

Metode pemisahan yang dapat digunakan pada teknik KLT diantaranya adalah
metode pemisahan secara adsorpsi dan partisi. Pada metode pemisahan secara partisi
digunakan campuran fase gerak yang salah satunya adalah air. Air akan melapisi
permukaan fase diam, sehingga senyawa pada sampel akan terpartisi pada fase gerak
maupun fase diam. Sedangkan metode yang digunakan pada percobaan ini adalah metode
pemisahan secara adsorpsi di mana senyawa pada sampel akan teradsorpsi oleh fase diam
yaitu silica gel F 254.
Pada percobaan ini digunakan tiga buah plat silica gel F254 untuk ketiga sampel yaitu
Cinnamomum Cortex, mengkudu, dan temulawak. Sedangkan elusi sampel ketela pohon
menggunakan kertas Toyo No.51. Masing-masing plat dan kertas toyo ditandai
titik/tempat totolan serta batas akhir elusi. Untuk sampel Cinnamomum Cortex,
temulawak, dan mengkudu, jarak elusi yang digunakan yaitu 5 cm sedangkan untuk
ketela pohon digunakan jarak elusi 8 cm.
Setelah penyiapan plat, masing-masing sampel dan pembanding ditotolkan pada
masing-masing plat. Sampel ditotolkan sebanyak tiga kali penotolan sedangkan
pembanding satu kali penotolan. Tiap kali penotolan sampel, ditunggu hingga penotolan
sebelumnya kering terlebih dahulu, baru dilakukan penotolan selanjutnya. Penotolan yang
dilakukan sebaiknya menghasilkan titik yang sekecil mungkin agar bercak tidak melebar.
Pelebaran bercak dapat menyebabkan pelebaran puncak sehingga dapat mengurangi
derajat pemisahan. Selain itu, bercak yang melebar lebih memungkinkan terjadinya
overlap antarpuncak sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi yang rendah.
Setelah penotolan sampel, bercak pada plat diamati di bawah sinar UV 254 dan 366 nm
untuk mengetahui apakah bercak sudah dapat diamati. Pada percobaan ini pembanding
kumarin tidak terlihat bercaknya sehingga dilakukan penotolan pembanding kumarin
kembali pada plat.
Setelah semua sampel dan pembanding ditotolkan, plat dimasukkan ke dalam bejana
berisi fase gerak untuk dilakukan proses elusi. Pada percobaan ini fase gerak yang
digunakan untuk mengelusi sampel Cinnamomum Cortex yaitu campuran toluene:etil
asetat (93:7), untuk sampel mengkudu yaitu eter:toluene:etil asetat (55:45:0,8), untuk
sampel temulawak yaitu kloroform:methanol (98:2 v/v), serta untuk sampel ketela pohon
digunakan fase gerak asam asetat 30%. Campuran fase gerak yang digunakan pada
percobaan ini menggunakan dominasi fase gerak nonpolar karena pada teknik
kromatografi dengan KLT pada umumnya menggunakan metode normal phase yang
berarti digunakan fase diam polar dan fase gerak nonpolar. Adanya perbedaan kepolaran
kedua fase memungkinkan terjadinya pemisahan komponen-komponen yang terdapat
pada sampel yang dianalisis.
Sebelum digunakan untuk proses elusi, bejana KLT terlebih dahulu dijenuhkan
dengan uap fase gerak. Hal ini bertujuan untuk menyamakan tekanan uap pada masingmasing bagian pada bejana sehingga fase gerak dapat mengelusi bercak sampel secara

bersama-sama. Hal ini dapat ditandai dengan melihat arah gerak eluen yang membentuk
garis horizontal pada plat KLT. Jika arah gerak eluen bergelombang maka kecepatan fase
gerak dalam mengelusi bercak tidak sama sehingga akan menghasilkan jarak migrasi fase
gerak yang berbeda pula. Penjenuhan dilakukan dengan cara meletakkan kertas saring
dengan posisi disandarkan pada dinding dalam bejana kemudian bejana ditutup rapat.
Bejana dikatakan telah jenuh oleh uap fase gerak apabila kertas saring telah terbasahi
seluruhnya oleh fase gerak. Pada percobaan ini penjenuhan bejana dilakukan oleh
laboran.
Pemasukan plat KLT maupun kertas Toyo pada bejana harus dilakukan dengan
segera. Bejana yang terbuka terlalu lama dapat menjadi tidak lagi jenuh oleh uap eluen,
sehingga bejana harus segera ditutup kembali. Plat dimasukkan secara hati-hati dan
bercak tidak boleh tercelup ke dalam fase gerak karena akan menyebabkan terlarutnya
senyawa sampel dan pembanding pada fase gerak sehingga pemisahan tidak dapat terjadi
dengan baik. Setelah plat dimasukkan ke dalam bejana dan bejana telah ditutup, ditunggu
proses elusi hingga mencapai batas yang telah ditandai. Elusi yang terjadi adalah elusi
menaik. Eluen bergerak ke atas karena adanya gaya kapiler. Eluen bergerak pada plat dan
membentuk ikatan dengan senyawa pada bercak yang mulanya berikatan dengan fase
diam. Maka senyawa yang kepolarannya lebih mirip dengan fase gerak akan terlepas
ikatannya dengan fase diam sehingga lebih mudah terelusi oleh fase gerak. Dengan cara
inilah pemisahan antarsenyawa dapat terjadi.
Setelah fase gerak mencapai batas elusi, plat diambil dan dikeringkan di udara. Pada
proses menunggu plat kering ini ternyata elusi sampel ketela pohon pada plat masih
berlanjut meskipun sudah dikeluarkan dari eluen, hal ini dikarenakan plat KLT yang
digunakan merupakan kertas sehingga eluen tidak langsung kering dan masih terjadi
elusi. Oleh karena itu jarak elusi menjadi lebih dari batas, yang mana menjadikan
perhitungan
Rf
mengikuti
jarak
elusi
yang
baru
yaitu
8.5
cm.
Setelah plat kering, diamati bercak yang terjadi pada sinar tampak, sinar UV 254 dan
UV 366. Dari percobaan yang telah dilakukan, pengamatan dengan sinar tampak
didapatkan hasil yaitu tidak terlihat adanya bercak sampel maupun pembanding pada plat
yang mengandung sampel Cinnamomum Cortex. Namun bercak sampel terlihat jelas
pada sampel temulawak yang kebanyakan berwarna kuning. Pada sampel mengkudu,
hanya terlihat satu bercak sampel sedangkan bercak pembanding sama sekali tidak
terlihat. Sedangkan pada sampel ketela pohon hanya terlihat bercak memanjang yang
berwarna coklat pada sampel. Untuk meningkatkan kemampuan visualisasi serta
mendapatkan informasi tentang warna bercak, dilakukan juga pengamatan plat di bawah
sinar UV 366 dan 254 nm yang dimaksudkan agar dapat menampakan senyawa sebagai
bercak yang berwarna gelap (UV 254 nm) dan untuk menampakkan bercak yang
berfluorosensi sehingga pada pengamatan terlihat bercak berpendar (UV 366 nm).
Keuntungan menggunakan sinar UV untuk memvisualisasikan bercak adalah sinar UV
tidak merusak senyawa yang dideteksi. Dengan cara ini bercak-bercak sampel
Cinnamomum Cortex dan mengkudu yang semula tidak terlihat mulai nampak di bawah

sinar UV. Sedangkan pada ketela pohon yang terlihat hanya bercak memanjang pada
sampel berwarna biru. Bercak memanjang ini menandakan terjadinya tailing karena
konsentrasi senyawa sampel yang terlalu banyak. Dengan pengamatan di bawah sinar UV
254 dan 366, bercak sampel daapat terlihat lebih banyak namun pada plat Cinnamomum
Cortex, mengkudu, dan ketela pohon, bercak pembanding tidak muncul. Tidak terlihatnya
bercak pembanding ini diindikasikan karena eluen yang digunakan kurang tepat sehingga
tidak dapat membuat bercak terlihat.
Setelah masing-masing plat diamati, dicatat jarak migrasi masing-masing bercak
untuk keperluan mencari nilai Rf. Kemudian visualisasi dilanjutkan dengan jalan
mereaksikan senyawa-senyawa pada plat dengan pereaksi semprot yang khas untuk
masing-masing senyawa. Pereaksi semprot untuk sampel Cinnamomum Cortex yaitu
vanillin-asam sulfat. Pereaksi penampak vanillin-asam sulfat LP akan membentuk bercak
biru, violet biru, atau kadang-kadang kekuningan bila diamati pada sinar biasa. (Anonim,
1987). Pereaksi semprot yang digunakan untuk sampel mengkudu yaitu KOH etanolik
5%. Bila kumarin dibuat alkalis dengan adanya KOH, maka cincin lakton akan terbuka
dan terbentuk anion asam kumarinat kemudian terjadi siklisasi menjadi lakton. Dengan
adanya sinar UV, maka anion asam kumarinat akan mengalami isomerisasi menjadi
bentuk trans yaitu asam-o-kumarat. Bercak dengan adanya asam-o-kumarat terlihat
berfluoresensi hijau, hijau biru, kuning, atau coklat di bawah sinar UV 366. (Machek,
1972). Sedangkan sampel temulawak tidak diberi perlakuan dengan pereaksi semprot
karena bercak sudah terlihat jelas tanpa perlakuan tambahan.
Pada sampel mengkudu setelah disemprot dengan pereaksi KOH etanolik 5%, plat
dipanaskan sebentar di atas kompor listrik. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses
reaksi antara senyawa pada sampel dengan senyawa pereaksi sehingga bercak lebih cepat
terbentuk dan menghasilkan warna yang lebih jelas. Namun plat tidak boleh kontak
langsung dengan sumber api karena akan menyebabkan rusaknya senyawa.
Sedangkan sampel ketela pohon pada kertas Toyo disemprot menggunakan sitroborat lalu
dipanaskan juga di atas kompor listrik.
Setelah diberi perlakuan dengan pereaksi semprot, masing-masing plat kembali
diamati pada sinar tampak serta di bawah sinar UV 366. Hasil percobaan yang diperoleh
yaitu bercak yang terjadi pada plat semakin banyak. Namun pada sampel ketela pohon,
pada pengamatan dengan sinar tampak yang terlihat masih sama, yaitu bercak memanjang
sampel namun dengan warna bercak berubah menjadi kuning. Sedangkan pada
pengamatan di bawah sinar UV 366 nm bercak sampel dan pembanding terlihat
semuanya. Pada pengamatan terlihat berkas pembanding quersetin berada di bawah,
sampel berada di tengah dan rutin berada di atas. Perbedaan letak pembanding ini
dikarenakan memiliki kepolaran yang berbeda antara satu senyawa dengan senyawa lain.
Pada flavonoid, terdapat bagian gula dan non gula yang merupakan dasar perbedaan
kepolaran. Senyawa gula ini merupakan quercetin yang memiliki kepolaran besar
sehingga elusinya tertahan leh fase diam sehingga hasilnya berada di bawah. Sedangkan

Rutin yang merupakan bagian non gula merupakan senyawa non polar sehingga elusinya
berjalan cepat dan berada di atas.
Setelah pengamatan, dilakukan perhitungan terhadap jarak migrasi masing-masing
bercak kemudian dibandingkan dengan jarak migrasi fase gerak, sehingga didapatkan
nilai Rf. Nilai Rf sampel yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai Rf
pembanding untuk mengetahui apakah sampel mengandung senyawa pembanding.
Apabila harga Rf sampel dan pembanding sama, dapat dikatakan bahwa kedua senyawa
tersebut memiliki kepolaran yang sama, sehingga memiliki kekuatan interaksi yang sama
dengan fase diam dan fase gerak, namun belum dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung senyawa pembanding. Sampel dikatakan mengandung senyawa pembanding
apabila warna bercak sampel dan pembanding sama pada harga Rf yang sama. Harga Rf
bukan merupakan konstanta fisik karena akan berubah sesuai kondisi percobaan. Hasil
percobaan yang diperoleh, sampel Cinnamomum Cortex dan mengkudu disimpulkan
tidak mengandung senyawa pembanding karena tidak terdapat harga Rf dan warna bercak
yang sama antara senyawa sampel dengan senyawa pembanding pada semua perlakuan.
Sedangkan sampel temulawak disimpulkan mengandung senyawa pembanding kurkumin
karena memiliki warna bercak yang sama dengan pembanding yaitu kuning pada harga Rf
yang sama yaitu 0,5 yang diamati di bawah sinar UV 254. Selain itu teramati juga warna
bercak yang sama antara sampel dengan pembanding yaitu warna biru pada harga Rf
yang sama yaitu 0,5 yang dilihat di bawah sinar UV 366. Sedangkan harga Rf pada ketela
pohon tidak dapat dicari karena terjadinya tailing pada proses elusi. Karena tidak dapat
dihitung nilai Rf, perbandingan antara sampel dan pembanding didasarkan pada warna
bercak yang sama dan letak bercak. Dimana di sini terlihat sampel memiliki kesamaan
warna bercak dan letak bercak bila dibandingkan dengan pembanding.
Hasil percobaan kemudian dibandingkan dengan literatur. Berdasarkan literatur,
sampel Cinnamomum Cortex seharusnya mengandung sinamaldehid. Cinnamomum
Cortex adalah simplisia kulit batang dari spesies tumbuhan Cinnamomum (family
Lauraceae) yang memiliki kandungan antara lain 2-hidroksil sinamaldehid, kumarin,
sinamaldehid, serta 2-metoksi sinamaldehid. (Zhongguo Z and Yao Za Zhi, 2012)
Struktur sinamaldehid:

Cinnamomum dalam bidang farmasi digunakan sebagai antibakteri, antidiabetik,


antifungi, antioksidan, antirematik, antitrombotik, serta memiliki aktivitas antitumor. (AlDhubiab, 2012)

Sedangkan sampel mengkudu seharusnya mengandung kumarin. Senyawa yang


terkandung di dalam mengkudu atau Morinda citrifolia (family Rubiaceae) antara lain
glikosida, polisakarida, alkaloid, lignin, ester asam lemak, antrakuinon, scopoletin (suatu
kumarin), morindin, vitamin, serta mineral. Mengkudu memiliki aktivitas antioksidan
dengan melawan radikal bebas, mencegah kerusakan oksidatif pada biomolekul mayor
serta memiliki proteksi melawan kerusakan oksidatif. (Srinivasahan and Durairaj, 2014)
Struktur scopolamine:

Temulawak berdasarkan literatur mengandung kurkumin. Temulawak (Curcuma


xantorrhiza) termasuk ke dalam famili Zingiberaceae memiliki kandungan senyawa
antara lain kurkumin, demetoksikurkumin, serta bisdemetoksikurkumin yang berefek
sebagai antioksidan serta memiliki aktivitas inhibisi kuat terhadap copper-mediated
oxidation of LDL. (Jantan and Buang, 2012)
Struktur kurkumin:

Ketela pohon berdasarkan literatur mengandung senyawa rutin maupun kuersetin.


Rutin adalah flavonoid yang ditemukan di buah dan sayuran tertentu. Rutin digunakan
untuk mencegah efek samping dari pengobatan kanker yaitu mucositis. Sedangkan
quersetin adalah bioflavanoid yang dapat ditemukan di sayur dan buah. Seperti banyak
bioflavanoid, quercetin memiliki kandungan antioksidan, antiarterogenik dan
antikarsinogenik. Quercetin juga merupaan neuroctive, dengan kemampuan sama seperti
kafein namun lebih tidak poten. Quercetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari
beberapa jenis peyakit degenerative dengan cara menjegah terjadinya proses peroksidasi
lemak. Quersetin uga memperlihatkan kemampuan mencegah oksidasi dari LDL (Low
Density Lipoproteins) dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam
transisi.
Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil yang sesuai teori hanya sampel temulawak
serta ketela pohon sedangkan sampel Cinnamomum Cortex dan mengkudu tidak sesuai
teori. Hasil yang tidak sesuai teori kemungkinan besar disebabkan oleh kesalahan dalam

pengamatan bercak karena warna bercak tidak cukup tegas dan sulit diamati dengan teliti.
Penyebab lain kemungkinan karena penotolan sampel yang kurang tepat serta
penyemprotan pereaksi warna yang belum sempurna sehingga ikatan antara gugus pada
sampel dengan pereaksi warna belum terbentuk dengan sempurna dan menyebabkan
visualisasi tidak maksimal.

VI. KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan, sampel Cinnamomum Cortex tidak mengandung senyawa
pembanding sinamaldehid dan sampel mengkudu tidak mengandung senyawa
pembanding kumarin. Hasil tidak sesuai teori.
2. Sampel temulawak mengandung senyawa pembanding kurkumin karena memiliki
warna bercak yang sama dengan senyawa pembanding yaitu kuning di bawah
sinar UV 254 serta warna biru di bawah sinar UV 366 pada harga Rf yang sama
yaitu 0,5. Hasil sesuai teori.
3. Sampel ketela pohon mengandung senyawa flavonoid yaitu quercetin dan rutin.
Hasil sesuai teori.
4. Terjadinya tailing pada deteksi kertas Toyo yang berisi sampel ketela pohon
karena penotolan yang terlalu banyak sehingga konsentrasi sampel terlalu besar.
5. Metode pemisahan yang digunakan pada percobaan ini adalah pemisahan secara
adsorpsi.

VII.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Dhubiab, B.E., 2012, Pharmaceutical Applications and Phytochemical Profile
of Cinnamomum burmanii,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3459454/, diakses 25 April
2015.
Anonim, 2015, RUTIN, http://www.webmd.com, diakses 25 April 2015.
Anonym, 2015, Quercetine, http://www.examine.com, diakses 25 April 2015.
Jantan, I., Fhataheya Buang, 2012, Correlation Between Chemical Composition of
Curcuma domestica and Curcuma xantorrhiza and Their Antioxidant
Effect on Human Low-Density Lipoprotein Oxidation, Drug and Herbal
Research Center University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur.
Srinivasahan, V., Brindha Durairaj, 2014, Antioxidant and Free Radical
Scavenging and Effect of Morinda citrifolia Fruit Extract, Departemen of
Biochemistry PSG College of Arts Science, Tamil Nadu.

Zhongguo, Z., Yao Za Zhi, 2012, Study on Fingerprints of Chemical Constituents


of Cinnamomi Ramulus and Cinnamomi Cortex,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23270234, diakses 25 April 2015.

Yogyakarta, 26 April 2015


Praktikan
Fera Maharani

(09636)

Sausanzahra A.

(09637)

Shella Syafira W. (09638)

JAWABAN PERTANYAAN
1. Gambarkan struktur kimia pembanding yang digunakan dalam praktikum ini
Jawab:

(Sinamaldehid)

(kurkumin)

(Rutin)

(quersetin)

(Kumarin)

2. Carilah masing-masing 2 contoh simplisia yang mengandung lignan dan fenilpropan


sederhana beserta struktur kimianya
a. Fenilpropan sederhana
-

Myristicae Semen (kandungan: miristisin)

(Miristisin)

Apium graveolens Folium (kandungan: psoralen)

(Psoralen)

b. Lignan
-

Podophyllii Rhizoma (kandungan: Podophyllotoxin)

(Podophyllotoxin)

Cucumidis Semen (kandungan: pinoresinol)

(Pinoresinol)

Anda mungkin juga menyukai