Anda di halaman 1dari 10

Asuhan Keperawatan untuk BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

Askep BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)


1. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine,
dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat
sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna
hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 :
193).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun )
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 :
671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih
tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius
(Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).

2.

1.

Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain :
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi .

2.

Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron


Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3.

Interaksi stroma epitel


Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming
growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4.

Berkurangnya sel yang mati


Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.

5.

Teori sel stem


Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo,
2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger
Kirby, 1994 : 38).
3. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital
1.
Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter
uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak
pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan
terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik.
Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra
ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine
lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian
uretra
yang
dilingkupi
oleh
kelenjar
prostat,
dan
uretra
pars
membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial
dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua
duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat
bermuara
di
dalam
duktus
prostatikus
yang
tersebar
di
uretra
prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri
atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses
reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars
bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2.
Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis
pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3
x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus

ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.


Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau
zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip
dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu
berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi
asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor
spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat
yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan
darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena
prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat.
Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian
dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari
volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra
posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai
objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan
mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus
bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami
pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga
mengganggu perkemihan.

4. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan
membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat
dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000)
menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam
sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim
alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius
juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan

kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang
trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal.
Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi
terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran
lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun
belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia,
miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin,
sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan
dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius
bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,
yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

5. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala
iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
o
(frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
o
(nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
o

(urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan

(disuria).nyeri pada saat miksi

o
o

o
o

2.

Gejala obstruktif meliputi:


rasa tidak lampias sehabis miksi.
(hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
(straining) harus mengejan
(intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan
inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih
sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi
dan dihitung sendiri oleh pasien.
Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi
antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang
selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis,
foetoruremik dan neuropati perifer.
3.

Gejala di luar saluran kemih

Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya
kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4.
Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi
sebagai berikut :

Derajat
I
II
III
IV
5.

Colok Dubur
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah
dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba

Sisa Volume Urine


< 50 ml
50 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total

Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:

1. Hemorogi
o

Hematuri

Peningkatan nadi

Tekanan darah menurun

Gelisah

Kulit lembab

Temperatur dingin

2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat


3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
o bingung
o

agitasi

kulit lembab

anoreksia

mual

muntah

6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat
terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus
mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadiumstadium dari gambaran klinis
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif,
misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah
efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi
endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar,
sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan
memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi
diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan
pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan
konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3
bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa
Mengharnbat adrenoreseptor

Obat anti androgen

Penghambat enzim -2 reduktase

Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih
berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang
dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat
anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan
melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih
pada kanker prostat.
d. Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena
yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH
adalah :
a. Laboratorium
1). Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2). Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan.
b. Pencitraan
1). Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan
bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
2). IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi
lainnya seperti difertikel, tumor.
4). Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam rektum.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)


A. Pengkajian
1.
Data subyektif :
o
Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
o

Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.

Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2.
o

Data Obyektif :
Terdapat luka insisi

Takikardi

Gelisah

Tekanan darah meningkat

Ekspresi w ajah ketakutan

Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2.
Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
C. Intervensi
1.
Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan
secara adekuat.
Kriteria hasil :
o
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang

o
nyeri.
o
o

Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan


tekanan darah dan denyut nadi)
Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.

Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi

Lakukan perawatan aseptik terapeutik

Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
o
Klien akan melakukan perubahan perilaku.
o

Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.

o
o
o

Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat
lanjutan.
Intervensi :
Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan
memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.

Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.

Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
o
Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
o

Klien mengungkapan sudah bisa tidur.

Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

o
o

Intervensi :
Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk
menghindari.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri
(analgesik).

Daftar Pustaka
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai