dengan kode etik kedokteran gigi ataupun undang-undang yang berlaku. Tetapi masih
ada beberapa hal juga yang melanggar keduanya. Jika dilihat dari kode etik
kedokteran gigi, kasus di atas dapat dianalisiskan berdasarkan pasal-pasal yang ada
dalam kode etik kedokteran gigi.
Pertama, kasus ini melanggar pasal 3 ayat 7.4 yang berbunyi Papan nama
dasar putih, tulisan hitam, dan apabila diperlukan, papan nama tersebut boleh diberi
penerangan yang tidak bersifat iklan.. Hal ini dibuktikan dalam kalimat yang
menunjukkan bahwa tempat praktek pribadi drg. Reddy dengan warna-warni lampu
yang ada di etalase nya. Kedua, kasus ini melanggar pasal 11 ayat 1 yang berbunyi
Dalam memberikan pelayanan dokter gigi di Indonesia wajib bertindak efisien,
efektif, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan persetujuan pasien. Hal ini
dikarenakan drg. Lily bertindak di luar kewenangannya dan tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien pada saat itu sehingga menyebabkan kondisi mbak Mawar yang
justru malah memburuk, bukan membaik. Ketiga, kasus ini telah sesuai dengan pasal
11 ayat 2 yang berbunyi Dalam hal ketidakmampuan melakukan pemeriksaan atau
pengobatan dokter gigi wajib merujuk pasien kepada dokter gigi atau professional
lainnya dengan kompetensi yang sesuai. Hal ini telah sesuai dengan alasan bahwa
drg. Reddy merujuk mbak Mawar kepada drg. Lily yang merupakan spesialis
periodontik demi meminimalkan resiko yang terjadi. Keempat, kasus ini melanggar
pasal 12 yang berbungi Dokter gigi di Indonesia wajib mengutamakan kepentingan
pasien. dan juga pasal 12 ayat 1 yang berbunyi Dokter gigi di Indonesia dalam
melayani pasien harus selalu mengedepankan ibadah dan semata-mata mencari
materi. Hal ini dikarenakan drg. Lily lebih mengutamakan keuntungan semata untuk
dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan kondisi yang akan dialami mbak Mawar.
Kelima, kasus ini melanggar pasal 16 yang berbunyi Dokter gigi di Indonesia
apabila mengetahui pasien sedang dirawat dokter gigi lain tidak dibenarknan
mengambil alih pasien tersebut tanpa persetujuan dokter gigi lain tersebut kecuali
pasien menyatakan pilihan lain. Hal ini terbukti jelas karena drg. Lily telah
mengambil alih perawatan ortodonti yang seharusnya dilakukan oleh drg. Reddy
tanpa izin dari drg. Reddy.
Selain ditinjau dari kode etik kedokteran gigi, kasus ini juga dapat ditinjau dari
undang-undang yang berlaku, kasus ini juga dianalisiskan berdasarkan pasal-pasal
yang ada didalamnya.
mbak Mawar kepada drg. Lily yang mempunyai kewenangan dibagian periodontik.
Keempat, kasus ini melanggar pasal 52a yang berbunyi Mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(3) dan (c): mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Hal ini
dikarenakan mbak Mawar yang tidak mendapatkan penjelasan secara lengkap dari
drg. Lily tentang hal yang akan dialami selanjutnya dan drg. Lily melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan sehingga merugikan mbak
Mawar.