IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. D
Umur
: 37 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
RM
: 159612
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tentara
Alamat
: Kodam 3/D7/5
Tgl. Pemeriksaan : 25 Februari 2016
Rumah Sakit
: Poliklinik Mata RSUD Kota Makassar
Dokter Pemeriksa : dr. M
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Mata kanan merah
Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak 4 hari yang lalu, awalnya terasa gatal kemudian memerah.
Pasien juga mengeluh sangat silau jika melihat cahaya. Rasa mengganjal (+),
nyeri (+), air mata berlebih (+), riwayat mata berpasir (+), kotoran mata berlebih
(-), kelilipan (+). Pasien juga mengeluh kurang jelas melihat pada mata kanan.
Riwayat menggunakan kacamata (-). Riwayat trauma (-). Riwayat
pengobatan dengan oxytetracyclin salep mata tapi tak ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a Umum:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Alergi (-)
b
Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat trauma mata sebelumnya (-)
Hipertensi (+)
Diabetes Melitus (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,2C
Nadi
: 82 x/menit
Kepala
: Normocephali
Mulut
: Bibir lembap, mukosa mulut lembap
THT
: Tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, faring
tidak hiperemis. Tonsil T3- T4, tenang, uvula di
tengah
: Simetris, Retraksi (-)
: BJ I-II Reguler ,Murni, Murmur (-) Gallop (-)
: SN vesikuler Rh -/- Wh -/: Datar, Simetris , Nyeri tekan (-) , Bising usus
Thoraks
Jantung
Paru
Abdomen
normal.
: Tidak ada kelainan deformitas, pustule (-) vesikel
Ekstremitas
OS
Infiltrat
KETERANGAN
1 VISUS
Visus
Koreksi
Addisi
Distansi pupil
Kacamata Lama
2
OD
20/50
-
OS
20/25
-
Eksoftalmos
Enoftalmos
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Deviasi
Gerakan Bola Mata
3
Tidak ada
Normal ke semua arah
Tidak ada
Normal ke semua arah
Edema
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Ptosis
Tidak ada
4 KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemis
Krepitasi
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
Korpus alienum
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
6
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
SKLERA
Warna
Ikterik
7
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Tidak Ada
Putih
Tidak ada
KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus senilis
Edema
8
Jernih
Rata
11 mm
Refleks Kornea (-)
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Jernih
Rata
11 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Sedang
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Sedang
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Coklat
Coklat
Kripte
Jelas
Jelas
Sinekia
Tidak ada
Tidak ada
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada
IRIS
10 PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung
Di tengah
Bulat
3 mm
+
+
Di tengah
Bulat
3 mm
+
+
11 LENSA
Kejernihan
Letak
Jernih
Di tengah
Jernih
Di tengah
Shadow test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Jernih
Jernih
Tegas
Orange
2:3
0.4
+
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tegas
Orange
2:3
0.4
+
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal/palpasi
-
ada
Tidak ada
Normal/palpasi
-
12 BADAN KACA
Kejernihan
13 FUNDUS OKULI
Batas
Warna
Ekskavasio
Rasio Arteri :Vena
C/D Ratio
Reflex Makula
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
14 PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Tonometri Schiotz
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Slitlamp
Uji fluoresein
RESUME
Seorang laki-laki berumur 37 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Kota
Makassar dengan keluhan mata kanan merah. Dialami sejak 4 hari yang lalu.
Terasa gatal kemudian memerah. Pasien juga mengeluh sangat silau jika melihat
cahaya. Rasa mengganjal (+), nyeri (+), air mata berlebih (+), riwayat mata
berpasir (+), kotoran mata berlebih (-), kelilipan (+). Pasien juga mengeluh kurang
jelas melihat pada mata kanan.
Terapi topikal
Vigamox ED 6 x 1 gtt OD
Terapi oral
Na. diklofenak 2 x 50 mg
PROGNOSIS
1.Quo ad vitam
2.Quo ad sanationem
3.Quo ad visam
: bonam
: bonam
: bonam
4.Quo ad kosmeticum
: bonam
DISKUSI
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya
diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda
atau interstisial. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam
penglihatan akan menurun. Mata akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh
darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Gejala yang ditimbulkan berupa
fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme yang dikenal dengan trias keratitis.
Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus selain itu dapat juga
disebabkan faktor lain seperti mata kering, keracunan obat, alergi, idiopatik
ataupun radiasi sinar ultraviolet. Komplikasi dari keratitis dapat menyebabkan
sikatriks keratitis (berupa nebula, makula ataupun leukoma), iridosiklitis, dan
descematokele.
Keratitis dapat di diagnosis banding dengan konjungtivitis, iridosiklitis,
uveitis dan ulkus kornea. Pada konjungtivitis terdapat gejala berupa mata merah,
bengkak, sakit, panas, gatal serta ada sekret, perbedaannya adalah pada
konjungtivitis tidak terdapat infiltrat seperti pada keratitis.
Ulkus kornea juga dapat di diagnosis banding dengan keratitis yaitu
dengan tes fluoresens. Dimana akan memberikan hasil positif pada ulkus kornea
dengan adanya defek pada semua lapisan kornea.
Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat
berjalan akut ataupun kronis. Pada iridosiklitis mata merah, visus juga berkurang,
iris keruh, warna kabur, kecoklatan, serta pupil miosis.
Pasien ini didiagnosa dengan keratitis pungtata berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa mata merah dengan
penurunan visus, mata merah tersebut merupakan tanda adanya sebuah proses
inflamasi di mata dan gejala penurunan visus disebabkan oleh karena kornea
merupakan salah satu media refrakta, sehingga jika terdapat kekeruhan pada
kornea maka akan memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
masuk ke media refrakta. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa
nyeri, berair dan sering silau jika melihat cahaya, Gejala nyeri terjadi oleh karena
kornea memiliki banyak serabut saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi
pada kornea baik luar maupun dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit
ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada kornea. Dari pemeriksaan fisik,
pada inspeksi didapatkan berupa kemerahan pada konjungtiva dan lakrimasi
Pemeriksaan visus:
VOD : 20/50
VOS : 20/25
SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi perikornea (+), injeksi
konjungtiva (+), di kornea ada infiltrat, edema (+), BMD dalam, detail lain
sulit dievaluasi.
Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur atau penyebab lainnya. Injeksi konjungtiva dapat terjadi
akibat pengaruh infeksi jaringan konjungtiva. Injeksi perikornea atau injeksi siliar
dapat terjadi akibat radang pada kornea, pada kasusnya ini akibat adanya
keratitsis.
Hasil pemeriksaan diatas mendukung untuk didiagnosis sebagai suatu
keratitis. Pada penatalaksanaan diberikan farmakoterapi berupa obat topikal
maupun oral. Obat topikal berupa obat tetes mata Vigamox
yang berisi
Moxifloxacin HCl dan Na. diklofenak sebagai obat anti inflamasi. Anjuran
pemeriksaan kultur dan sensitivitas serta KOH untuk membantu menegakkan
diagnosis mikroorganisme penyebab dari keratitis serta mengetahui resistensi
obatobat yang diberikan.
KERATITIS
I. PENDAHULUAN
Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih
dan memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif
terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur).
Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka
jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan
pada kornea (keratitis).1
Keratitis merupakan peradangan pada kornea. Keratitis dapat terletak
superfisial maupun profunda. Keratitis superfisial tidak akan meninggalkan parut
ketika masa penyembuhan, sedangkan keratitis profunda dapat meninggalkan
parut yang mengganggu penglihatan ketika masa penyembuhan. Keratitis dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi, mata kering yang disebabkan oleh
gangguan kelopak mata atau kurangnya air mata, pajanan terhadap sinar yang
terlalu terang, reaksi alergi terhadap iritan, dan defisiensi vitamin A. Keratitis
dapat terjadi pada dewasa maupun anak. Mata yang kering dapat menurunkan
mekanisme pertahanan kornea sehingga mengakibatkan keratitis. Gejala dan tanda
keratitis diantaranya ialah mata merah, hiperlakrimasi, nyeri, penurunan visus,
serta fotofobia.
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
secret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab
keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab
lain bisa karena virus, jamur, dan mikro organisme lainnya.1
10
Epitel
-
Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
11
2.
Membrana Bowman
-
3.
Stroma
-
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4.
Membrana Descemet
-
5.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
Endotel
-
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
12
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya,
dan deturgensinya.1
II.2 fisiologi kornea
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah
jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang
sifat deturgescencenya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special
dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-masing
fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari
fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan
regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan
inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat
aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar
tetap berada pada keadaan basah dengan kada air sebanyak 78%.6,7
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%
dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus
seseorang.8
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta
tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral
kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7
13
kerusakan
keratokonjungtivitis
pada
kornea
ultraviolet)
(erosi,
penetrasi
mengekspose
ujung
benda
saraf
asing
atau
sensorik
dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan
yang
bradittrofik,
metabolismenya
lambat
dimana
ini
berarti
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4
III. ETIOLOGI
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata
memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis
meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya,
mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan
imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus,
14
15
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.9
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma
yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi
dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur.
Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial, pathogenpatogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi pada
kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada
daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan
menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan
memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan
hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik
mata depan) dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea.
Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada membarana descement
yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya
membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi
dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya.
Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan
menjadi lunak.7
V. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis herpetika. Pasien dapat
16
Keratitis superfisial
Keratitis superfisial mengenai bagian epitel dan subepitel kornea. Keratitis
ini
dapatberbentuk
pungtata,
numular,
dendritik,geografik
dan
meninggalkan parut.
Keratitis stroma
Keratitis ini mengenai lapisan stroma dan biasanya berbentuk disciform.
Keratitis profunda
Keratitis profunda mengenai stroma lapisan dalam dan endotel kornea dan
mempunyai bentuk yang tidak khas. Disfungsi endotel akan menyebabkan
munculnya edema kornea. Biasanya meninggalkan parut.
17
18
2. Keratitis Marginal
Keratitis marginal merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea
sejajar dengan limbus. Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi lokal
konjungtiva, bersifat rekuren, biasanya terdapat pada pasien paruh baya
dengan
blefarokonjungtivitis.
Bila
tidak
diobati
dengan
baik
akan
19
3. Keratitis Interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam.
Keratitis interstisial (KI) dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke
dalam stroma kornea, dan tuberkulosis. Pada keratitis interstisial akibat lues
kongenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20
tahun pada 80% pasien lues. KI merupakan keratitis nonsupuratif profunda
disertai dengan neovaskularisasi. Biasanya akan memberikan keluhan
fotofobia, lakrimasi, dan penurunan visus. Pada keratitis intertisial maka
keluhan bertahan seumur hidup.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat, permukaan kornea
seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai serbukan pembuluh ke
dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau disebut juga
salmon patch dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berbentuk merah cerah.
Kelainan ini biasanya bilateral. Pengobatan tergantung penyebabnya. Pada
keratitis diberikan tetes mata sulfas atropin untuk mencegah sinekia akibat
terjadinya uveitis dan tetes mata kortikosteroid. Keratitis profunda dapat juga
terjadi akibat trauma sehingga mata terpajan pada kornea dengan daya tahan
rendah.
20
Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial adalah suatu infeksi yang mengancam penglihatan,
bersifat progresif, serta terjadi destruksi kornea secara keseluruhan dalam 2448 jam pada jenis bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses
stromal, edema kornea, dan peradangan segmen anterior merupakan
karakteristik dari penyakit ini.
Patofsiologi pada keratitis bakterial
Gangguan pada epitel kornea yang utuh, penyakit kelopak mata
kronik, trauma pemakaian kontak lensa dan abnormal tear film dapat
mengakibatkan masuknya mikroorganisme ke dalam stroma kornea, dimana
proliferasi serta pelepasan toksin dan enzim bakteri dapat mengakibatkan
destruksi dari kornea dan terbentuk ulkus. Proses infeksi dipengaruhi oleh
faktor virulensi dari bakteri. Pada fase awal, epitel dan stroma daerah yang
terinfeksi membengkak dan nekrosis, sel inflamasi akut (umumnya PMN)
mengelilingi area yang terinfeksi dan menyebabkan terbentuknya infiltrat.
Nekrosis dan penipisan dari kornea dapat menyebabkan parut kornea.
Penipisan yang berat dapat menyebabkan perforasi dan mengakibatkan
terjadinya endoftalmitis. Difusi dari produk peradangan (termasuk sitokin)
posterior merangsang sel inflamasi menuju bilik mata depan dan dapat
mengakibatkan hipopion.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan epitel antara lain:
1
21
Organisme penyebab
Organisme
patogen
penyebab
keratitis
bakteri
diantaranya
22
muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea. Hipopion dapat terjadi.
Pada pemeriksaan Gram akan ditemukan diplokokus Gram positif.
2
23
24
Keratitis viral
Gambaran keratitis pungtata dapat terjadi pada keratitis virus. Keratitis
25
Sel mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen (virus) yang juga
akan merusak jaringan stromal di sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan
pengobatan dimana pada bentuk epitelial dilakukan terhadap virus dan
pembelahannya, sedangkan pada keratitis stromal dilakukan pengobatan
menyerang virus dan reaksi radangnya.
Gejala pertama umumnya iritasi, fotofobia, lakrimasi, dan dapat terjadi
gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea umumnya timbul pada awal
infeksi, gejala mungkin minimal. Ulserasi kornea kadang merupakan gejala
infeksi herpes rekuren. Lesi paling khas adalah ulkus dendritik, terdapat pada
epitel kornea, memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur,
memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Ulserasi geografik adalah
penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar
dengan tepian ulkus tegas, serta sensasi kornea menurun. Pasien cenderung
kurang fotofobik daripada pasien dengan pasien infiltrat kornea non-herpetik.
Ulserasi umumnya jarang terjadi.
Terapi keratitis HSV bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam
kornea dan memperkecil efek merusak respon radang.
1. Debridement: Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epitelial, karena virus berlokasi di dalam epitel. Epitel terinfeksi mudah
dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus.
Obat sikloplegik seperti atropin 1% atau homatropin 5% diteteskan ke dalam
sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek kornea sembuh, umumnya dalam 72
jam. Pengobatan tambahan dengan antivirus topikal mempercepat pemulihan
epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel
memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan
pasien menghadapi keracunan obat.
2. Terapi obat: Agen anti-virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes
adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan
acyclovir efektif untuk penyakit stroma. Idoxuridine dan trifluridine sering
26
topikal
karena
hebatnya
peradangan,
penting
sekali
27
28
daun, dan bagian dari tumbuhan. Jamur yang dapat mengakibatkan keratitis
ialah Fusarium, Candida, Cephalocepharium, dan Curvularia. Keratitis jamur
dapat terjadi akibat efek samping dari pemakaian antibiotik dan steroid yang
tidak tepat serta penyakit sistemik imunosupresif. Keratitis jamur sering
ditemukan di daerah pertanian, dengan didahului trauma kornea (umumnya
oleh kayu), dan terjadi pada individu sehat tanpa predisposisi penyakit mata.
Keluhan timbul setelah 5 hari-3 minggu setelah kejadian. Pasien akan
mengeluh sakit mata yang hebat, berair, dan silau. Pada awalnya akan terdapat
nyeri hebat, namun perlahan-lahan menghilang seiring dengan saraf kornea
yang rusak.
Pada mata akan terlihat infiltrat yang berhifa dan satelit bila terletak di
dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plak tampak
bercabang-cabang dan lipatan membran descemet. Gejala khasnya adalah
ulkus putih-abu-abu tanpa batas yang jelas, lesi dikelilingi oleh infiltrat seperti
jari-jari. Keratitis kandida umumnya berkaitan dengan penyakit kornea kronik
atau imunokompromais. Didapatkan ulkus putih-kuning dengan supurasi padat
seperti keratitis bakteri.
Terdapat 2 tipe jamur yaitu molds dan ragi. Molds (filamen jamur)
terbagi atas septa (penyebab tersering keratitis jamur) dan non-septa. Mereka
menghasilkan koloni-koloni yang bergabung menjadi hifa. Ragi membentuk
pseudohifa. Penyebab tersering infeksi jamur adalah Fusarium, Aspergillus
(filamen jamur) dan Candida (ragi). Trauma organik adalah penyebab
tersering keratitis oleh jamur berfilamen, sedangkan imunosupresi atau
gangguan epitel kornea kronik umumnya menyebabkan keratitis jamur ragi.
Gangguan pertahanan kornea dapat menyebabkan infeksi Candida. Kolonisasi
29
fungi di stroma akan berlanjut menuju lapisan yang lebih dalam dan sulit
untuk mendapatkan spesimen untuk diagnostik dan tatalaksana.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan KOH 10% pada
kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa, dan kultur pada agar
saboroud. Diagnosis pada umumnya sulit ditegakkan dan sering terjadi
misdiagnosis dengan keratitis bakteri. Dokter dapat mempertimbangkan
diagnosis keratitis jamur apabila gejala memburuk dengan terapi antibiotik.
Tatalaksana keratitis jamur tidak mudah, hanya sebagian antijamur
yang bersifat fungistatik. Terapi antijamur membutuhkan sistem imunitas baik
dan waktu terapi cukup lama. Antijamur yang dapat digunakan adalah polyene
antibiotik (nistatin, amfoterisin B, natamisin); analog pirimidin (flusitosin);
imidazol
(klorteimazol,
mikonazol,
ketokonazol),
triazol
(flukonazol,
Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
Acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna soft
contact lens, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri, berenang
di kolam renang, danau, atau air asin ketika menggunakan kontak lensa, dan
kurangnya higienis kontak lensa. Infeksi ini juga ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air atau tanah tercemar.
30
Gejala awal adalah nyeri, kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas
adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Keratitis
Acanthamoeba sering disalahdiagnosiskan sebagai keratitis herpes.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan pada
media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik
menampakkan adanya bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan kotak
lensa kontak harus dibiak. Sering bentuk amuba dapat ditemukan pada larutan
kotak penyimpan lensa kontak.
Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionate propamidine
topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomycin. Biquanide
polyhexamethylene (larutan 0,01-0,02%), dikombinasi dengan obat lain atau
sendiri, kini makin populer. Agen lain yang mungkin berguna adalah
paromomycin dan berbagai imidazole topikal dan oral seperti ketoconazole,
miconazole, dan itraconazole. Acanthamoeba spp mungkin menunjukkan
sensitivitas obat yang bervariasi dan dapat menjadi resisten. Kortikosteroid
topikal mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang kornea.
Mungkin diperlukan keratoplasti pada penyakit yang telah lanjut atau
setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan penglihatan. Bila
amuba telah sampai di sklera maka terapi obat dan bedah tidak berguna lagi.
Tabel 1. Pilihan terapi medikamentosa sesuai organisme penyebab keratitis
Organisme
Pilihan pertama
Gram
positif Cefazolin
kokus
Pilihan kedua
Penisilin G
S.pneumoniae
Gram
positif Amikasin
batang
nocardia
sp,
actinomyses sp
Organisme gram Cefazolin
positif lain : kokus
Pilihan ketiga
Vancomisin atau
ceftazidim
Ciprofloksasin
Penisilin G
Vancomisin atau
ceftazidim
31
dan batang
Gram
negatif Ceftriakson
kokus
Gram
negatif Tobramisin
batang
gentamisin
Penisilin G
Cefazolin
atau
vancomisin
Polimiksin B atau
atau Ciprofloksasin
karbenisilin
pseudomonas
Gram
negatif Penisilin G
Gentamisin
Tobramisin
Seftazidim
Gentamisin
Amfoterisin B
karbenisilin
Nistatin,
batang
moraxella
Gram
negatif Tobramisin
batang lainnya
Yeast
like Natamisin
organism
candida sp
Hifa-like
mikonazol
Natamisin
organism = jamur
Kista, tropozoit = Propamidin
akantamuba
atau
Amfoterisin B
dan Propamidin
poliheksametilen
Mikonazol
atau Mikonazol
neomisisn
biguanid
7
Keratitis numularis
Keratitis dengan gambaran halo (infiltrat bundar berkelompok dengan
Keratitis filamentosa
Keratitis yang disertai filamen mukoid, tidak diketahui penyebabnya
dan biasa menyertai penyakit lainnya seperti dry eyes syndrome, diabetes,
pasca bedah katarak, dan keracunan kornea oleh obat tertentu.
9
Keratitis alergi
Terdapat
keratokonjungtivitis
flikten
dan
keratitis
fasikularis.
32
antigen. Pada benjolan akan ditemukan adanya penimbunan sel limfoid dan
eosinofil. Pengobatan dilakukan dengan pemberian steroid. Keratitis
fasikularis merupakan keratitis dengan pembentukan pembuluh darah yang
menjalar dari limbus ke kornea. Jenis ini merupakan penampilan flikten yang
berjalan (wander phlycten) sambil membawa jalur pembuluh darah baru
sepanjang permukaan kornea.
10 Keratitis lagoftalmus
Keratitis akibat lagoftalmus sehingga terjadi kekeringan kornea.
Pengobatan dengan pemberian tetes air mata dan pencegahan infeksi sekunder.
11. Keratitis neuroparalitik
Keratitis akibat kelainan syaraf trigeminus sehingga kornea menjadi
anestesi dan kehilangn daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar.
12. Keratokonus
Keratokonus merupakan penyakit degeneratif bilateral yang jarang.
Berkaitan dengan sindrom Down, dermatitis atopik, retinitis pigmentosa,
sindrom Marfan, dll. Terjadi perubahan pada membrana Bowman dengan
degenerasi keratosit, ruptur membran Descemet, dan parut linear superfisial
yang tidak teratur pada apeks konus yang terbentuk. Biasanya muncul mada
dekade kedua kehidupan. Tanda-tandanya meliputi keluhan pandangan kabur
dan kornea yang berbentuk konus.
VIII. DIAGNOSIS
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
33
34
kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea
dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen(virus) yang juga akan merusak jaringan stromal
di sekitarnya.4
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan
air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik titik
berwarna abu abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi
yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma
kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2
IX. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
35
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal
atau perifer.1
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes
simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptokokkus
alfa hemolitik, Streptokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp., Streptokokkus beta hemolitik, dll.
Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epite
yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi disebabkan virus, akan
terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan
descement reaksi jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia posterior.
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat diagnosa kausa.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.1
2. Uveitis
Uveitis merupakan penyakit yang mendadak berjalan selama 6-8 minggu, dan
pada dini biasanya sembuh hanya dengan tetes mata saja. Dibedakan dalam
bentuk granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior akut
nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, Herpes
simpleks, sindrom Becher, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza,
dan klamidia. Non granulomatosa uveitis anterior kronis disebabkan oleh artritis
reumatoid dan Fuchs heterokromik iridosiklitis. Gejala subjektif : rasa sakit,
terutama di bulbus oculi, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan
siliar; mata merah; sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal; fotofobia,
lakrimasi; gangguan visus; sedangkan gejala objektifnya: palpebra bengkak;
injeksi konjungtiva dan injeksi siliar; kornea keruh karena edem dan keratik
presipitat; COA : dalamnya dapat normal, dapat pula dangkal, bila terdapat iris
bombe. Kalau terdapat sinekia posterior, COA menjadi dalam. Efek Tyndal (flare)
positif. Iris, suram, gambaran radier tidak nyata, karena pembuluh darah di iris
36
melebar sehingga gambaran kripti tidak nyata. Pupil, miosis akibat rangsang
proses peradangan pada otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pupil
pinggirnya tidak teratur karena adanya sinekia posterior atau seklusio pupil. Dapat
pula pupil terisi membrane yang berwarna keputih-putihan yang disebut oklusi
pupil. Lensa dapat keruh. Badan kaca juga dapat menjadi keruh.
Diagnosis dapat ditentukan dengan adanya mata merah, sakit, fotofobia,
lakrimasi dan gangguan visus. Pada mata dapat ditemukan palpebra bengkak,
konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, kornea terdapat
edema dan keratik presipitat, efek Tyndal positif, iris suram, pupil miosis, lensa
dan badan kaca keruh.
Pengobatan pada uveitis anterior adalah dengan steroid yang diberikan
pada siang hari bentuk tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik bila
perlu diberikan dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi kemudian
diturunkan sampai dosis efektif. Pengobatan dengan sikloplegik untuk
mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi, memberi istirahat pada iris
yang meradang.
3. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.Konjungtivitis menunjukkan
gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan secret yang
lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak dan mata
terasa seperti ada benda asing.
Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat dari
gejala mata
terang sehingga tidakada gangguan visus yang berbeda dengan ulkus kornea
dimana terjadi kekeruhan lensa.
4. Keratomikosis
37
bagian-bagian tumbuhan. Setelah beberapa hari pasien akan merasa sakit hebat
pada mata dan silau.1
Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena
menujukkan
gambaran
yang
sama
pada
kornea.
Untuk
mendiagnosis
menghadap
pada
sumber
cahaya,
sedang
pasien
berdiri
38
Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin sangatlah
penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen. Diagnosis
dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkah-langkah berikut:1
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media
kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga
harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.
XI. PENATALAKSANAAN
Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil efek
merusak akibat respon radang.
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial,
karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban
antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun
epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator
berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak manfaat dan dapat
menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau
homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit
tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek
korneanya sembuh umumny adalah 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti
virus topikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa
debridement epitel pada keratitis epitel memberi keuntungan karena tidak perlu
ditutup, namun ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan obat.2,3,9
Terapi obat
39
40
acyclovir trifosfat, 30 100 kali lebih cepat dari pada di dalam sel yang
tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja sebagai penghambat dan
sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga mencegah
sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi proses sel yang
normal.Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes
mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit
herpes mata dan kulit agresif ( aczema herpeticum ). Terdapat dalam betuk
tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal dalam bentuk salep 3 % yang
diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain akan tetapi
dengan efek samping yang minimal. 3,10
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila
terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan
parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak
perlu, bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga
mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perforasi
kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena
hebatnya respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti virus
secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.2,10
Bedah
Keratoplasti
penetrans
mungkin
diindentifikasi
untuk
rehabilitasi
41
42
emergency
keratoplasty
diindikasikan
untuk
mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis
yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan.
Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih rendah yang mungkin
mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui pembedahan.1
Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes
resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera melakukan
terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak berespon
dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum diidentifikasi secara
positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang dianjurkan dokter, agen
patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah keratitis ini tidak disebabkan
oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut: 1.Herpes simplex virus,
2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah seperti 4. Nocardia atau
mycobacteria.1
XII. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis herpetika dapat berupa :1
1. Hypopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs
bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
43
Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membran kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi
XIII. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat
sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis
dari keratitis herpetika adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun
vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan
prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik. Jika
infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi.1,10
Prosedur bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah keratitis
yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk benar-benar menutup kelopak
mata.10
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit
erlangga 2006. h.67-69
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duanes Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M.
Lai.
New
Treatments
for
Bacterial
Keratitis.
Department
of
M.
Keratitis,
Available,
at
URL
45