Anda di halaman 1dari 34

BAB I LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien Nama Pasien Umur Jenis Kelamin Pekerjaaan Alamat Tanggal pemeriksaan : Tn.Mulidi : 30 tahun : Laki-laki : Pegawai bengkel : Ngeloning, Senden, Mungkid - Magelang : 13 Februari 2014

II. Anamnesa Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Februari 2014 jam 10.30 WIB di Poli mata RST dr. Soedjono Magelang. Keluhan Utama :

Mata kanan terasa mengganjal Riwayat Penyakit Sekarang : Mata kanan terasa mengganjal sejak 2 hari sebelum datang ke poli mata RST. Sebelumnya, yaitu 2 hari yang lalu, saat sedang menggerinda besi tiba-tiba terdapat serpihan besi yang masuk ke mata kanannya. Pasien mengaku tidak memakai kacamata pelindung saat bekerja. Pasien mengaku sempat menggosok matanya dan meminta temannya untuk meniup matanya namun rasa mengganjal tetap tidak hilang. Selain keluhan mata kanan yang mengganjal, pasien juga mengeluh mata kanannya merah, keluar air mata yang berlebih dari mata kanan, dan jika terkena cahaya mata kanannya terasa silau. Pandangan mata kanan pasien juga terganggu sejak 2 hari yg lalu, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Keluhankeluhan ini dirasakan semakin berat dan terus menerus sepanjang hari sehingga aktifitas pasien terganggu.

Menurut istri pasien, pasien lebih sering mengedipkan mata daripada biasanya, dan terlihat kedipan lebih kuat, dan kedipan tersebut menghilang pada saat tidur. Pasien menyangkal adanya rasa gatal, perih, ataupun keluarnya kotoran mata. Pasien juga mengatakan tidak ada teman kerja, tetangga atau anggota keluarganya yang mengalami mata merah seperti pasien. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya cekot-cekot, melihat bayangan pelangi saat melihat cahaya, dan tidak mengalami mual dan muntah. Pasien menyangkal adanya trauma terkena tumbuhan. Untuk mengurangi keluhan tsb, pasien meneteskan tetes mata yang dibelinya di warung, tetapi keluhan tidak berkurang. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma diakui 2 hari yang lalu, terkena serpihan besi saat pasien menggerinda. Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal (riwayat mata merah, seperti konjungtivitis). Riwayat alergi disangkal Riwayat penggunaan obat tetes mata (neomisin, tobramisin, steroid) atau penggunaan steroid oral dalam waktu lama disangkal. Riwayat demam, benjolan berisi cairan pada kulit yg terasa nyeri/ gatal disangkal (Herpes Zoster, Herpes Simpleks) Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya disangkal Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Di keluarga, tetangga, dan teman tidak ada yang memilki gejala yang serupa (seperti mata merah, berair, dan mengganjal). Riwayat Alergi disangkal Penyakit kencing manis disangkal

Riwayat Penggunaan Obat Sehari sebelum pasien berobat ke RST pasien memakai obat tetes mata yang dibeli di warung, karena belum ada perubahan maka pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang. Riwayat Kebiasaan Pasien tidak pernah menggunakan kacamata pelindung saat bekerja. Pasien mengaku sering menggosok mata bila merasa tidak nyaman pada matanya. Pasien jarang mencuci tangan terutama setelah bekerja Pasien menyangkal penggunaan lensa kontak.

Riwayat Sosial Ekonomi : pasien bekerja sebagai pekerja di bengkel. Biaya ditanggung pribadi. Kesan sosial ekonomi kurang.

III. Pemeriksaan Fisik Tanggal pemeriksaan : 13 Februari 2014 Kesadaran Aktifitas Kooperatif Status Gizi Vital Sign : Compos mentis : Normoaktif : Kooperatif : Baik :

Tensi : 120/80 mmHg Nadi : 84 x/menit

Suhu : 36, 3C RR : 20x/menit

Status Oftalmikus:

No. 1. 2. 3.

Pemeriksaan Visus Gerak bola mata Palpebra Superior Blefarospasme Hematom Vulnus Laserasi Edema Cobble stone

Oculus Dexter

Oculus Sinister

6/7,5tidak dikoreksi 6/6 Baik ke segala arah Baik ke segala arah

(+) (-) (-) (-) Tidak ditemukan

(-) (-) (-) (-) (-)

4.

Palpebra Inferior Edema Hematom Hiperemi Vulnus Laserasi (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

5.

Konjungtiva Injeksi Konjungtiva Sekret Injeksi Siliar (-) (-) (+) (-) (-) (-)

6.

Kornea

Edema Lakrimasi Infiltrat Keratic precipitates Ulkus Sikatrik Fluorescein test Corpus Alienum

Tidak ditemukan (+) Tidak ditemukan (-) (-) Tidak ditemukan Tidak dilakukan + (jumlah 1, ukuran 1 mm, letak parasentral, warna putih, batas tegas, bentuk bulat (pungtata) pada permukaan kornea (superfisial)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Satelit Kornea 7. COA : Kedalaman Isi (Hifema / Hipopion) Efek Tyndal 8. Iris Sinekia

Tidak ditemukan

(-)

Cukup (-) (-)

Cukup (-) (-)

(-)

(-)

Edema 9. Pupil Bentuk Diameter Reflek pupil 10. Lensa Kejernihan Iris Shadow 11. Corpus Vitreum Kejernihan 12. Retina Fundus Refleks Funduskopi Papil N. II Vasa

(-)

(-)

Bulat 3 mm (+)

Bulat 3 mm (+)

Jernih (-)

Jernih (-)

Jernih

Jernih

Cemerlang

Cemerlang

Warna merah muda AVR = 2:3

Warna merah muda AVR = 2:3 (-), (-), (-),

Neovaskularisasi (-), Neovaskularisasi Mikroaneurisma Excavatio Medialisasi (-) (-), Mikroaneurisma (-), Excavatio Medialisasi (-)

Macula lutea

Fovea reflex positif Edema makula (-)

Fovea reflex positif Edema makula (-)

Retina

Perdarahan (-), cotton Perdarahan (-), cotton wall patches (-), hard wall patches (-), hard exudates (-), ablasio exudates (-), ablasio retina (-), edema (-) retina (-), edema (-) Normal

13.

TIO

Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah Lengkap Pemeriksaan Gula Darah GDP GDS GD 2 jam Post Prandial Pemeriksaan mikroskopik untuk mengetahui penyebab keratitis Gram Giemsa

V.

DIAGNOSA BANDING Diagnosis banding mata merah visus turun

No 1 1a Keratitis

Hipotesis

Penjelasan

OD Keratitis Ex Causa Corpus Dipertahankan karena terdapat riwayat Alienum terpapar serpihan besi saat menggerinda. Terdapat gejala mata mengganjal, silau, mata merah, lakrimasi, pandangan

terganggu 1b OD Keratitis Bakterial Disingkirkan karena tidak ditemukan adanya sekret dan pada pemeriksaan tidak terdapat infiltrat. 1c OD Dendritik Herpetik Disingkirkan karena pada anamnesa tidak ada riwayat penyakit herpes sebelumnya (Riwayat demam, benjolan berisi cairan pada kulit yg terasa nyeri/ gatal disangkal) dan pada pemeriksaan kornea tidak memberikan gambaran spesifik. 1d OD Keratitis Jamur Disingkirkan karena tidak ditemukan riwayat trauma terkena tanaman dan tidak ditemukan gambaran satelit

kornea. 1e OD Keratitis Alergi Disingkirkan karena tidak ditemukannya riwayat alergi dan pada pemeriksaan tidak ditemukan cobble stone di kelopak atas dan konjungtiva di limbus. 2 OD Konjungtivitis Disingkirkan karena tidak mengenai kedua mata dan tidak adanya riwayat teman ataupun keluarga, teman yang mengalami mata merah serupa dan pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya injeksi konjungtiva. 3 OD Uveitis Anterior Disingkirkan karena tidak ditemukannya kornea presipitat, sinekia, efek tyndal dan hipopion. 4 OD Glaukoma Akut Disingkirkan karena tidak adanya

keluhan cekot-cekot, melihat pelangi, dan mual muntah, serta pada

pemeriksaan tidak ditemukan edema kornea, serta TIO pasien normal.

VI. DIAGNOSA KERJA OD Keratitis Ex Causa Corpus Alienum

VII. PENATALAKSAAN Terapi Oral tidak diberikan Terapi Topikal Tobradex ED (Tobramisin 0,3% + Dexametason 0,1%) 1-2 gtt setiap 4-6 jam Operatif Dilakukan pengeluaran corpus alienum (amutio) pada kornea, dengan sebelumnya diberikan anestesi topikal pantocain. Untuk mengeluarkannya

menggunakan jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan dari tengah ke tepi. Kacamata Tidak diberikan kacamata pada kasus ini, karena penurunan visus tidak dikoreksi dikarenakan keratitis.

VIII. RUJUKAN Dalam kasus ini tidak dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran Lainnya, karena dari pemeriksaan klinis dan laboratorium tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

IX. EDUKASI Menjelaskan pada pasien bahwa dari hasil pemeriksaan didapatkan penyebab keluhan-keluhan pada matanya adalah adanya benda asing yaitu serpihan besi pada matanya. Menjelaskan pada pasien bahwa diperlukan tindakan pengambilan benda asing yang ada di matanya, sehingga tidak akan ada hal yang mengganjal di matanya dan tidak menimbulkan perburukan gejala lebih lanjut. Setelah benda asing diambil, mata diistirahatkan dengan cara ditutup dengan kasa agar tidak banyak berkedip dan agar luka pada kornea cepat sembuh. Memberitahukan kepada pasien bahwa penyakit ini mungkin tidak bisa sembuh sempurna, karena ada kemungkinan terdapat gejala sisa yang timbul berupa bercak putih. Memberitahukan kepada pasien bahwa setelah pengangkatan benda asing rasa mengganjal dan keluhan-keluhan lain pada mata akan hilang berangsur-angsur jika diobati secara teratur. Meneteskan obat mata secara teratur untuk mempercepat proses penyembuhan. Jangan menggosok-gosok mata jika terasa ada yang mengganjal pada mata. Mencuci tangan setelah melakukan aktifitas

X.

PROGNOSIS Prognosis Quo ad visam Quo ad sanam Quo ad functionam Quo ad vitam Quo ad kosmetikam OCULUS DEXTER ad bonam ad bonam ad Bonam ad Bonam Dubia ad bonam OCULUS SINISTER ad bonam ad bonam ad bonam ad bonam ad bonam

XI. KOMPLIKASI Gangguan refraksi Jaringan parut permanen Ulkus kornea Perforasi kornea Glaukoma sekunder Kebutaan Keratitis yang tidak mendapatkan penanganan dengan baik infeksi aktif terjadi pelepasan lapisan epitel dari kornea sampai ke lapisan stroma yang disertai jaringan nekrosis ulkus kornea endoftalmitis atrofi/ptisis bulbi kebutaan .

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

KORNEA

II.1.1. ANATOMI KORNEA Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior bola mata merupakan jaringan transparan dan avaskular, mempunyai peranan dalam refraksi cahaya. Indeks refraksi korna adalah 1,377 dan kekuatan refraksi sebesar 43 Dioptri, merupakan 70% dari kekuatan refraksi mata. Permukaan anterior kornea berbentuk agak elips dengan diameter horizontal rata-rata 11,5-11,7 mm dan 10,5 - 10,6 mm pada diameter vertikal sedangkan permukaan posterior berbentuk sirkuler dengan diameter 11,7 mm. Pada orang dewasa ketebalan kornea bervariasi dengan rata-rata 0,65 1 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kurvatur antara permukaan anterior dan posterior kornea. Radius kurvatur anterior kornea kira-kira 7,8 mm sedangkan radius kurvatur permukaan posterior rata-rata 6,5 6,8 mm. Kornea menjadi lebih datar pada bagian perifer, namun pendataran tersebut tidak simetris. Bagian nasal dan superior lebih datar dibanding bagian temporal dan inferior. Luas permukaan luar kornea kira-kira 1,3 cm 2 atau 1/14 dari total area bola mata (Wong & Tien Yin, 2001; Karesh J. W., 2003).

Gambar 1. Anatomi Kornea

11

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4 Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1

II.1.2. HISTOLOGI KORNEA Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam: 1) Lapisan epitel Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan. 2) Membran Bowman Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

12

3)

Jaringan Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4) Membran Descemet Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m. 5) Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

13

II.1.3. Fisiologi Kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila selsel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.

II.2. TRAUMA MATA Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

Macam-macam bentuk trauma : a. Fisik atau Mekanik - Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shuttlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel. - Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan - Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal di dalam bola mata. Misalnya, peluru senapan angin dan peluru karet.

14

b. Khemis - Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem (perekat). - Trauma Khemis asam, misalnya cuka, bahan-bahan asam di laboratorium, gas air mata. c. Fisis - Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari. - Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat & ringannya trauma : a. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga, serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman. b. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya serabut penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap. c. Trauma khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan, dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.

II.3. CORPUS ALIENUM II.3.1. Definisi Corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu penyebab terjadinya cedera mata, sering mengenai sklera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Oleh karena itu, perlu

15

cepat mengenali benda tersebut dan menentukan lokasinya di dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya2,4. Benda yang masuk ke dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu4 : 1. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga 2. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian 3. Benda inert, adalah benda yang dibuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksi hanya ringan dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh : emas, perak, batu, kaca, dan porselin. 4. Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari4: a. Besarnya corpus alienum, b. Kecepatan masuknya, c. Ada atau tidaknya proses infeksi, d. Jenis bendanya. II.3.2. Patofisiologi Benda asing di kornea secara umum masuk ke kategori trauma mata ringan. Benda asing dapat bersarang (menetap) di epitel kornea atau stroma bila benda asing tersebut diproyeksikan ke arah mata dengan kekuatan yang besar.4 Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrat kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.4

II.3.3. Penyebab Penyebab cedera mata pada pemukaan mata adalah4 : a. Percikan kaca, besi, keramik b. Partikel yang terbawa angin

16

c. Ranting pohon d. Dan sebagainya II.3.4. Gambaran Klinik Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, mata merah dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata, fluorescein (+)3,4.

II.3.5. Diagnosis Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan4 : 1) Anamnesis kejadian trauma 2) Pemeriksaan tajamm penglihatan kedua mata 3) Pemeriksaan dengan oftalmoskop 4) Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma 5) Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita

II.3.6. Penatalaksanaan Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari bola mata. Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anatesi lokal. Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat dengan kassa steril dan diperban3. Pecahan besi yang terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui insisi tersebut ujung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda asing, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut3. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit sama seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik dengan magnit, sesudah insisi pada limbus kornea, jika tidak berhasil dapat

17

dilakukan pengeluaran lensa dengan ekstraksi linier

untuk usia muda dan

ekstraksi ekstrakapsuler atau intrakapsuler untuk usia yang tua2,3. Bila letak corpus alienum berada di dalam badan kaca dapat dikeluarkan dengan giant magnit setelah insisi dari sklera. Bila tidak berhasil, dapat dilakukan dengan operasi vitrektomi3.

II.3.7. Pencegahan Pencegahan agar tidak masuknya benda asing ke dalam mata, baik dalam bekerja atau berkendara, maka perlu menggunakan kaca mata pelindung4.

II.3.8. Komplikasi Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi, kedalaman, dan efek dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar, terletak di bagian sentral dimana fokus cahaya pada kornea dijatuhkan, maka akan dapat mempengaruhi visus. Reaksi inflamasi juga bisa terjadi jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan reaktif. Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup dalam2,3,4. Bila ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi sekunder seperti inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah baik2,3,4.

II. 4. KERATITIS II.4.1. Definisi Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superfisial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.

II.4.2. Etiologi Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya: 1. Virus

18

2. Bakteri 3. Jamur 4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur 5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak. 6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata 7. Adanya benda asing di mata 8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi 9. Efek samping obat tertentu

II.4.3. Patofisiologi Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel. Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan

19

menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika yang khronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.

II.4.4. Klasifikasi Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi: 1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel) 2. Keratitis Marginal 3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi: 1. Keratitis Bakteri 2. Keratitis Jamur 3. Keratitis Virus 4. Keratitis Herpetik a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek : Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis 5. Keratitis Alergi a. Keratokonjungtivitis b. Keratokonjungtivitis epidemic c. Tukak atau ulkus fliktenular d. Keratitis fasikularis e. Keratokonjungtivitis vernal

20

Menurut bentuknya keratitis dapat diklasifikasikan menjadi : a. Keratitis Numularis b. Keratitis Disciformis c. Keratitis Filamentosa d. Keratitis Dendritik e. Keratitis Pungtata

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu: A. Keratitis Pungtata Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.

Keratitis pungtata B. Keratitis Marginal Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

21

Keratitis Marginal

C. Keratitis Interstitial Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

Keratitis Interstitial

Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu : A. Keratitis Bakteri 1. Faktor Risiko Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya: Penggunaan lensa kontak
22

Trauma Kontaminasi pengobatan mata Riwayat keratitis bakteri sebelumnya Riwayat operasi mata sebelumnya Gangguan defense mechanism Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi

3. Manifestasi Klinis Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.

Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa

23

4. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram. Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di stroma. 5. Terapi Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:

B. Keratitis Fungi (Jamur) 1. Etiologi Keratitis jamur dapat disebabkan oleh: a. Jamur berfilamen (filamentous fungi) Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari: Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

24

Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp. c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

2. Patologi Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea. Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

3. Manifestasi Klinis Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

25

Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama Lesi satelit Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh Plak endotel Hypopyon, kadang-kadang rekuren Formasi cincin sekeliling ulkus Lesi kornea yang indolen

Gambar 5. Keratitis Fungi

4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver.

5. Terapi Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi: Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B. Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,

Miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.

26

C. Keratitis Virus 1. Etiologi Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

2. Patofisiologi Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk : Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

3. Manifestasi Klinis Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena. Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.

27

Gambar 6. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan selsel raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus intranuclear inklusi.

5. Terapi Debridement Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.

Terapi Obat IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam) Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
28

Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam. Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif. Terapi Bedah Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

D. Keratitis Alergi 1. Etiologi Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumputrumputan.

2. Manifestasi Klinis Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi sekret mukoid. Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin) Gatal Fotofobia Sensasi benda asing Mata berair dan blefarospasme

3. Terapi Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati Steroid topikal dan sistemik Kompres dingin Obat vasokonstriktor Cromolyn sodium topikal Koagulasi cryo CO2. Pembedahan kecil (eksisi).
29

Antihistamin umumnya tidak efektif Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Menurut bentuknya keratitis dapat diklasifikasikan menjadi : a. Keratitis Numularis Keratitis Numularis ditandai dengan adanya deposit-deposit kornea yang membentuk daerah-daerah sirkular dengan tepi jelas dan dikelilingi halo yang kurang padat. Keratitis ini berjalan lambat dan sering unilateral. Infiltrat terletak dilapisan sub epitel, yaitu dibawah membrana bowman pada lapisan superfisial dai stroma sehingga pada tes flouresens akan didapatkan hasil negatif. Organisme penyebabnya diduga virus yang masuk ke dalam epitel melalui luka kecil setelah terjadinya trauma ringan pada mata. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea menimbulkan infiltrat yang khas berbentuk bulat seperti mata uang. b. Keratitis Disciformis Keratitis disciformis ditandai adanya kekeruhan kornea seperti cakram yang bundar atau lonjong. Biasanya merupakan keratitis profunda superfisial, terjadi akibat reaksi alergi imunologi terhadap infeksi virus herpes simplek. c. Keratitis Filamentosa Keratitis filamentosa ditandai dengan adanya bahan mukoid berbentuk filamen yang berbelit-belit pada permukaan kornea.

Penyebabnya tidak diketahui. Dapat disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pemfigoid okular,

pemakaian lensa kontak, edema kornea, diabetes melitus, dan pemakaian antihistamin. d. Keratitis Dendritik Keratitis dendritik merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis infiltrat pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang.

30

Bentuk dendrit terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea oleh virus herpes simplek disertai dengan terlepasnya sel di atas lesi. e. Keratitis Pungtata Keratitis pungtata ditandai dengan adanya infiltrat di membrana bowman berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata ini

penyebabnya tidak spesifik, dapat terjadi pada moluscum contangiosum, acne rosacea, herpes simpleks, herpes zoster, trakoma, trauma radiasi, keracunan obat tobramisin, neomisin. Keratitis ini biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut. Biasanya terjadi pada dewasa muda. II.4.5. Komplikasi Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan

endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya: Gangguan refraksi Jaringan parut permanent Ulkus kornea Perforasi kornea Glaukoma sekunder

II.4.6. Prognosis Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari: Virulensi organisme Luas dan lokasi keratitis Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

31

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2008. Tr aum a Mata . Available on http://www.rsmyap.com/component/option , com_frontpage/Itemid,1/ (15 Februari 2014) 2. Bashour M., 2008. Corneal Foreign Body . Available on http://emedicine.medscape.com/ article/ 1195581-overview (15 Februari 2014 3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. 2008. Balai Penerbit FKUI Jakarta 4. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum, Edisi 17. 2010. Widya Medika Jakarta.

32

33

34

Anda mungkin juga menyukai